Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2
Selamat Datang di Thread Gue 


Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2

Trit Kedua ini adalah lanjutan dari Trit Pertama gue yang berjudul Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 1 . Trit ini akan menceritakan lanjutan pengalaman gue mencari muara cinta gue. Setelah lika liku perjalanan mencari cinta gue yang berakhir secara tragis bagi gue pada masa kuliah, kali ini gue mencoba menceritakan perjalanan cinta gue ketika mulai menapaki karir di dunia kerja. Semoga Gansis sekalian bisa terhibur ya


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI GANSIS READER TRIT GUE. SEBUAH KEBAHAGIAAN BUAT GUE JIKA HASIL KARYA GUE MENDAPATKAN APRESIASI YANG LUAR BIASA SEPERTI INI DARI GANSIS SEMUANYA.


AKAN ADA SEDIKIT PERUBAHAN GAYA BAHASA YA GANSIS, DARI YANG AWALNYA MEMAKAI ANE DI TRIT PERTAMA, SEKARANG AKAN MEMAKAI GUE, KARENA KEBETULAN GUE NYAMANNYA BEGITU TERNYATA. MOHON MAAF KALAU ADA YANG KURANG NYAMAN DENGAN BAHASA SEPERTI ITU YA GANSIS


SO DITUNGGU YA UPDATENYA GANSIS, SEMOGA PADA TETAP SUKA YA DI TRIT LANJUTAN INI. TERIMA KASIH BANYAK


Spoiler for INDEX SEASON 2:


Spoiler for Anata:


Spoiler for MULUSTRASI SEASON 2:


Spoiler for Peraturan:


Quote:


Quote:


Quote:

Quote:

Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 03:31
totok.chantenk
al.galauwi
nacity.ts586
nacity.ts586 dan 78 lainnya memberi reputasi
77
284.8K
4.2K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#1333
Misah Sebentar
Minggu pagi gue bangun di kostan Dee. Pulang dari berwisata lokal ke kota yang berakhir makan malam di Pecel Lele Mas Yanto, membuat gue dan Dee cukup kelelahan. Ketika sudah sampai dikostan, alih-alih mau bertarung karena Dee yang ngajakin, eeh malah pada ketiduran setelah ganti baju tidur yang lebih tipis. Tapi gue nggak masalah sama urusan ini sih.

Kami akhirnya bisa juga make out yang membuat Dee hanya memakai celana saja tanpa memakai kaos. Gue pun sama. kami cukup lama make outnya dan membuat rahang gue cukup pegal. Gue pun akhirnya berinisiatif membuka celana Dee perlahan. Ternyata Dee malah mendahului gue dengan menurunkan celana gue terlebih dahulu. Ketika tersisa celana dalam aja, gue berbisik.

“Aku ijin mau keluar kota ya senin besok.” Bisik gue ditelinganya.

“Kok baru bilang yank?” kata Dee.

“Iya kan biar aku dikangenin terus sama kamu. Hehe.”

“Yee, aku tuh selalu kangen kamu yank.”

“Kalo kangen….bisa kaleee….” Kata gue sambil menyeringai kearahnya.

“Hmmm…kamu mau?” kata Dee serius.

“Kamu mau nggak? Aku nggak maksa loh ya. Semua keputusan ada di kamu.”

“Aku mau yank…tapi…”

“Aku tau yank, emang berat. Aku nggak maksa sama sekali.”

“Iya yank. Kamu tau kan aku sayang banget sama kamu Ja?” katanya kemudian sambil mengalungkan tangannya dileher gue.

“Tau banget. tapi inget, aku nggak mau maksain.”

“Iya sayang. Aku ngerti.”

“Hmm. Dee. Aku……aku bakal kesana sekitar 15 hari.”

“15 hari? Kenapa nggak daritadi kamu bilang?”

“Makanya, sebelum lama kita pisah, aku mau minta dulu boleh nggak sih?”

“15 hari dan kamu baru bilang sekarang?”

“Iya….”

“Kalo kamu bilang dari kemarin-kemarin, pas sebelum deal aku udah larang kamu yank. Sehari aja nggak ketemu rasanya nggak enak, apalagi
ini sampai dua minggu lebih dikit. Kamu gitu banget sih yank?”

“Maaf. Tapi aku udah harus berangkat besok. Itulah kenapa aku coba ngajak kamu jalan dari kemarin, aku rela nginep disini juga, biar kita
punya banyak waktu bareng sebelum kita pisah selama 15 hari itu. Aku juga udah mikir nanti kita tetep bisa komunikasi kok via video call yank.”

“Ya tapi….aduh…terserah lah kamu maunya gimana. Aku udah nggak mood sama sekali kalo kayak gini. Berasa kamu lagi boongin aku tau nggak yank.”

“Sebentar doang, masa jadi nggak mood? Ini udah hampir kebuka semua yank…”

“Ya pakai lagi aja susah amat sih.” Ujarnya ketus banget.

“Kalaupun aku ijin, dan kamu nggak ijinin, aku akan tetep berangkat, karena yang ngatur itu kantor bukan kamu yank.”

“Iya tapi kan paling nggak bisa dikompromiin.” Katanya sambil memakai kaosnya, tanpa bra.

“Kalau aku anak yang punya perusahaan mah nggak apa-apa, lah ini aku siapa?”

“Alah lembek amat kamu. Katanya dulu ketua himpunan, katanya dulu bisa nantangin anak BEM buat debat. Masa sekarang coba ngelobi
keatasan aja nggak bisa?”

“Loh kok jadi bawa-bawa yang dulu-dulu sih kamu Dee? Itu beda keadaan dong. Jangan disangkut pautin. Lain urusan itu.”

“Ya bisa aja dong. Kan kemampuan utama kamu itu adalah kemampuan bicara kamu. Masa sekarang disuruh-suruh gitu aja nggak bisa buat speak up?”

“Aku dikantor masih junior Dee. Dan aku juga lagi cari pengalaman dilapangan lebih banyak, jadi pas ada kesempatan gini ya aku ambil. Kan buat nabung-nabung juga demi masa depan kita.”

“Masa depan apaan kalau kamu nggak bisa tegas?”

“Laah…kok kamu malah jadi jutek gini? Malah segala bawa-bawa ketegasan? Kamu mau aku jadi orang yang tegas? Iya?” kata gue yang mulai kepancing emosi.

“Iya dong, tunjukin aja.”

“Oke kalau mau kamu kayak gitu. Aku bakal tetep berangkat besok dan mending kamu nggak usah hubungin aku selama disana, deal?”

“Eeeh, jangan kayak gitu dong kamu.”

“Tadi katanya disuruh teges. Nggak konsisten banget sih kamu jadi orang.”

“Iyaa…aku Cuma kaget kamu tiba-tiba ngasih kabar kayak gini yank.” Katanya kemudian tertunduk.

“Aku sengaja begini biar nanti dapet gitu rasa kangen kita satu sama lain, selama disana nanti aku nggak tau lokasi persisnya didesa apa, kondisi lingkungannya gimana, aksesibilitasnya kayak apa, dan paling penting itu, sinyalnya gimana kualitasnya. Makanya aku kasih tau belakangan yank.”

“Aku pasti kangen kamu banget lah yank, nggak usah pakai segala kayak gini dong.”

“Aku juga. Makanya aku mau kita quality time. Tapi ujung-ujungnya malah gini. Jadi gimana, mau lanjut nggak?”

“Udah lah yank. Aku udah nggak mood sama sekali. Kamu nggak lucu.”

“Emang aku nggak lagi ngelawak, ya wajar nggak lucu.”

“Apaan sih.”

“Dibecandain nggak mau, tadi tensinya udah turun padahal. Sekarang malah ngambek lagi. Kamu tu kenapa sih kebiasaan banget kayak gini?”

“Tau lah yank aku pusing lama-lama mikirin kamu.”

“Laaaah…..Yaudah lah. Aku pulang aja.”

“Iya yaudah. Beresin dulu itu barang-barang kamu Ja.”

“Oke….”

Kemudian gue membereskan beberapa barang untuk dimasukkan kedalam tas. Lalu setelahnya gue benar-benar pamit dari kostan Dee. Nggak ada pelukan hangat darinya. Nggak ada lambaian tangan. Ini gue mau ke luar kota 15 hari full loh. Tapi dianya malah kayak gitu. Yaudah lah. Bodo amat juga. Kalau ntar dia ribet gue masih bisa hubungin Feni atau Anin.

Gue pulang sekitar jam 11 siang ketika itu. Belum sarapan, lapar. Bahkan minum pun lupa. Tapi gue yang udah keburu males sama sikap Dee ya jadinya langsung aja pulang. Serba kentang emang nggak enak ya. Dee ternyata menelpon gue beberapa kali tapi nggak gue angkat. Ya nggak mungkin juga gue angkat karena gue lagi nyetir. Gue nggak membiasakan untuk memegang ponsel saat berkendara, karena gue tau bahayanya. Kalaupun terpaksa pegang HP, ya paling tidak minggir dulu aja.

Saat gue melipir ke SPBU untuk mengisi bensin. Gue coba chat Dee dulu, karena menelpon bisa membahayakan. Gue akan menelpon agak jauhan dari SPBU.

“Maaf tadi lagi nyetir, aku nggak bisa angkat.”

Chat singkat tadi terkirim ke Dee.

Setelah selesai mengisi bensin, gue melanjutkan perjalanan yang kebetulan agak lengang. Jalanan lancar jaya seperti ini membuat gue lebih cepat sampai dirumah. Nggak berapa lama gue jalan, Dee menelpon gue lagi, dan lagi-lagi nggak gue angkat. Gue kemudian menepikan kendaraan sebentar di sisi kiri jalan yang agak lebih lebar biar nggak ganggu pengguna jalan lain. Gue menelponnya.

“Maaf aku lagi nyetir tadi ya. ada apa kamu telpon?”

“Hmm..gitu ya. mau diprioritasin aja susah ya.”

“Lah, aku lagi nyetir. Nggak mungkin aku bisa ngangkat telpon seenaknya, bisa celaka adanya nanti.”

“Kan minggir bisa.”

“Iya tapi kan nggak bisa dadakan, bisa kacau jalanan kalau aku tiba-tiba kayak gitu yank. Udahlah kamu ni kenapa sih?”

“Yaudah kamu lanjutin aja perjalanan kamu, biar cepet sampai, biar cepet istirahat. Jangan lupa dibawa ya syal aku.” Katanya datar dan menutup telponnya.

Syal? Apaan? Perasaan gue nggak bawa-bawa barang dia deh. Kemudian gue periksa jok belakang dan ternyata dia meninggalkan syal yang dia pakai semalam. Syal yang sangat wangi. Wangi vanilla yang begitu dia sukai. Kok bisa? Apa dia sengaja ya ninggalin ini syal di mobil gue? yaudahlah, mungkin ini bisa jadi obat kangen gue selama disana nanti.

--

Senin dinihari gue udah bersiap untuk berangkat ke bandara. Gue minta tolong diantarkan oleh Mama. Kemana Pak Min? Pak Min sudah nggak bersama keluarga kami lagi setelah puluhan tahun menjadi orang kepercayaan Mama dan Papa. Semua karena kekacauan yang ada dikantor. Bi Yuni pun juga terkena imbasnya. Akhirnya gue yang kala itu sudah kembali kerumah kami yang lama di kota asal, meminta Mama yang memang dulu mengajari gue untuk bisa nyetir, mengantarkan gue ke bandara. Kala itu belum ada bis bandara yang berasal dari kota-kota tertentu. Kalau sekarang kan trayeknya dan penyedia jasanya juga banyak untuk bis dari dan menuju ke bandara.

“Aku pamit dulu ya. dua minggu lagi aku pulang ya Ma.” Kata gue.

“Kamu hati-hati disana. Kalau sempat mampir kerumah Mbah, mampir dulu ya Le.” Mama berpesan.

“Iya semoga waktunya ada dan tempatnya nggak terlalu jauh jadi bisa sempat dimampirin ya Ma.”

“Yowes kamu turun dan check in dulu sana ya. nanti kabari kalau udah diruang tunggu, baru Mama pulang. Paling Mama subuhan aja dulu disini.”

“Oke Ma.”

Gue kemudian mencium tangan dan cipika cipiki sama Mama, dan turun dari mobil dengan membawa koper kecil dan tas ransel. Gue berangkat kesana bersama dengan Erik. Tapi nanti lokasi kami agak sedikit berbeda walaupun masih diwilayah yang sama. gue janjian sama Erik pas udah diruang tunggu aja. Setelah gue selesai check in dan akhirnya masuk ruang tunggu, gue mengabari Mama, Dee, Feni dan entah kenapa gue mengabari Anin. Anin sempat kaget gue mau ke Kota T ini. Bahkan dia baru dengar di Jawa Timur ada kota T ini.

Gue dan Erik sudah berhasil naik kedalam pesawat dan menunggu take off, jadi masih bisa menyalakan HP. Gue mengabari lagi Mama, Dee, Feni dan Anin. Yang balas hanya Anin. Mama membalas ketika sudah sampai dirumah dan gue masih terbang. Ketika gue sudah turun pun Dee belum membalas. Apa dia ketiduran? Nggak mungkin juga sih, soalnya ada kuliah pagi seinget gue dia tuh. Feni dan Anin udah membalas pesan dari gue. Gue dan Erik dijemput oleh pihak pemberi tugas dan langsung diantarkan ke lokasi. Sekitar 6 jam dari bandara besar di Jawa Timur sana untuk menuju kelokasi. Agak pedalaman. Dusun lah ya kurang lebih. Erik yang nggak biasa ke pelosok gini mulai merasa gelisah. Gue? santai lah, kan dulu jaman kuliah udah biasa gue ketempat-tempat kayak gini. Hehehe.

“Lo gaya amat perasaan kayak nggak pernah ke pedesaaan gini Rik.”

“Iya emang gue belum pernah ke desa yang sejauh dan sedalem ini Ja.”

“Yaudah lah santai aja bro. ntar juga disana banyak pemukiman yang orangnya gue yakin baik-baik kok. Pengalaman gue jaman kuliah dulu turun lapang ke desa-desa gini apalagi masih disekitar pulau jawa mah aman lah. Budayanya masih mirip-mirip, jadi adaptasi kita mestinya nggak susah. Cuma paling yang lo repot itu bahasanya. Gue sih bisa bahasa jawa dikit-dikit, nah lo nih yang buta banget. haha.”

“Iya makanya itu takut ditipu gue. haha.”

“Ya jangan keliatan beg* makanya. Hehehe.”

Akhirnya kamipun tiba di lokasi yang dimaksud. Disana ternyata sudah terdapat bangunan gudang dan juga pabrik serta kantor kecil yang fasilitasnya cukup lengkap. Gue bingung kenapa jauh banget dari kota. Kami diantarkan masuk kedalam kantor dan disuruh menunggu sebentar. Nggak lama keluarlah orang yang diduga sebagai Direkturnya dan seorang lagi entah sebagai apa. Yang gue kaget adalah, si direktur tidak lancar berbahasa Indonesia, pun orang yang disebelahnya. Gue pikir awalnya mereka ini adalah warga keturunan.

Gue agak bingung dengan bahasa mereka tapi tetap percaya diri aja dulu. Erik yang udah kebingungan memilih diam saja. Pada akhirnya gue mengetahui orang-orang ini berasal dari Taiwan. Mereka sudah sekitar 2 tahun berada di pedalaman ini. Pertanyaanya, kok bisa? Bahkan daerah ini aja masih asing bagi gue dan juga Erik yang notabene warga negara asli sini. Kenapa orang asing bisa-bisanya tau wilayah ini? Apa yang mau dikeduk dari sumber daya yang ada disini? Dari otak gue langsung muncul banyak pertanyaan.

Pekerjaan gue dan Erik dimulai. Sementara gue di lokasi yang sama, Erik diantarkan lagi ke lokasi yang satunya lagi, sekitar 4 kilometer jaraknya dari lokasi gue. Gue ditemani oleh supervisor lapang perusahaan yang mengurusi bagian umum. Selama pekerjaan, selain gue menyelesaikan tugas gue, gue juga berusaha mencari tau lebih dalam apa yang mereka kerjakan, apa yang diambil, apa yang di eksploitasi, dan juga kenapa bisa-bisanya orang asing masuk sampai sejauh ini ke wilayah kita yang ternyata memiliki sumber daya yang besar.

Intinya gue Cuma bisa ngelus dada aja pas tau apa yang mereka kerjakan. Eksplotasi sumberdaya. Sangat kontradiktif dengan apa yang gue pelajari selama dibangku kuliah dulu. Gilanya, dosen-dosen gue suka ngambil proyek proyek dari perusahaan-perusahaan seperti ini sebagai tim konsultan independennya. Gue pun sama, tapi gue lebih mengurusi properti yang dimiliki oleh si perusahaan, bukan sistem kerja, atau bahan baku serta efek yang ditimbulkan terhadap lingkungan sekitarnya. Mau protes ala mahasiswa, ranah gue bukan disitu saat itu.

Sampai saat ini pun cara gue bekerja selalu seperti ini, nanya-nanya sampai detail yang bahkan harusnya informasi tersebut nggak gue ketahui dari sisi profesionalisme pekerjaan gue. Rata-rata gue mewawancarai orang-orang sekelas supervisor kebawah. Karena biasanya untuk jenjang manajemen, orang-orangnya diduduki oleh sanak keluarga, atau sesama orang asing juga. Jadi gue yakin 100% terlalu banyak informasi yang akan bias ketika sampai ke telinga gue. Yang jujur ya yang bawah. Karena kebanyakan ngeluh semua. Hehehe.

--

Gue agak kesulitan untuk menghubungi siapapun karena ternyata susah banget sinyalnya. Maklum di pedalaman kan. Setelah sekitar semingguan barulah ada jeda untuk gue dan Erik bernapas dari pekerjaan. Gue dan Erik diantarkan ke kota untuk sejenak bermain-main, refreshing. Barulah disana gue bisa menghubungi orang-orang yang gue anggap penting. Feni dan Anin mulai mengkhawatirkan gue. Mama gue nggak usah ditanya, panik nggak karuan anaknya seminggu ngilang. Hehe.

“Sayang…apa kabar kamu disana?” kata gue ditelpon.

“Ya ampuun….Ziiiiiiii… aduh kangen banget aku sama kamu yank. Ini bener kamu kan? Aduh aku seneng banget deh iniiiii.....” Ujar Dee surprise.

“Samaaa…aku juga yank. Aduh kesiksa banget aku nggak bisa hubungin kamu. Sinyalnya parah banget di lokasi yank.”

“Iya iih, aku tuh sampe bingung, nelpon kamu ga bisa, chat nggak pernah ada yang sampai. Sesekali doang sampai. Terus kamu juga balesnya jadi lamaaa banget. Aku kangen kamu. Pulang doooong…”

“Masih seminggu lagi yank. Sabar-sabar ya. Kamu sih kemarin mau asik-asikan malah ngambek…”

“Hmm…iya makasih yank. Aku Cuma ga seneng aja kamu jauh dari aku. Mana dadakan lagi ngabarinnya. Aku kan jadi kesel yank.”

“Ya itu, kamu harus bisa dong ngertiin aku. Kalo gini jadi nyesel kan kita pas misah malah marah-marahan?”

“Tapi kan aku kesel yank.”

“iya makanya kamu jangan suka kayak gitu. Kamu nggak bisa selalu maksain apa yang menurut kamu bener atau baik. Kan belum tentu juga semua orang bisa nurutin, kalau bentrok sama kepentingan lainnya kan harus bisa dingertiin juga yank.”

“iyaaaa…ini udah jauh masih aja ceramah sih kamu…”

Obrolan kemudian chit chat ringan menanyakan progres rencana penelitian Dee. Dia akhirnya mengambil penelitian di Pulau Bangka. Disana ada kerabatnya. Tapi walaupun begitu, dia akan sama dengan gue, nggak selalu bisa menginap ditempat kerabatnya karena lokasi penelitiannya agak di desa yang mengharuskannya menumpang nginap di rumah warga sekitar.

Dia juga udah mengajukan substansi penelitian yang sudah di diskusikan bersama dengan gue. Setelah ini disetujui barulah proposal penelitian di buat. Dari substansi ini nantinya akan ditentukan siapa dosen pembimbing skripsinya. Dia berharap mendapatkan dosen seperti Pak Ferdinan, yang mana adalah dosen pembimbing gue juga dulu.

“Aku kalo tiap malem tidurnya pakai syal kamu yank. Biar keingetan terus. Wanginya masih berasa sampe sekarang. Hehe.” Kata gue.

“Oh iya? Aduh cobaan aku yang ada disana. Mau dong aku tidur disamping kamu.” Kata Dee.

“Sini yank. Hehe.”

“Mau yaaaa? Hehee.”

“Mau apaan nih?”

“Yang begitu-begitulah pokoknya yank. Ya kan? Hehehe.” goda Dee.

“Ah nggak juga yank..”

“Yaudah kalo nggak mau…..”

“Nggak mau kalo sekarang soalnya Cuma baca tulisan, ntar aja pas udah ketemu. Langsung hajar. Hehehe.”

“Aku mau dihajar? Ih kasar kamu yank….”

“Tar aku pukul-pukulin pantatnya biar asik. Hahaha.”

“Kayak maeen kuda-kudaan dong?”

“Begitulaah…hahaha…ga sabar mau ketemu kamu Dee.”

“Iya sayang. Aku juga. Kangen kamu banget..”

Lalu chitchat ringan berakhir dan gue kembali ngobrol dengan Erik yang juga telah selesai menghubungi kekasihnya.

--

Akhirnya tiba juga saatnya gue pulang. Dee mengundang gue untuk langsung datang ke kostannya. Entah mungkin karena gue kangen, gue langsung mengiyakan. Setibanya gue di bandara Soetta, gue langsung memesan travel yang akan membawa gue ke kota tempat gue menimba ilmu dulu. Perjalanan yang ditempuh berjam-jam pun gue habiskan dengan chat dengan Dee.

Gue tiba di pemberhentian travel dan gue menyambung ke kostan Dee menggunakan taksi. Agak ribet bawa koper kan kalau naik turun angkot. Haha. Perjalanan dari kota ke Kostan Dee cukup lama padahal itu hari kerja. Ketika gue sampai disana, dia baru aja pulang kuliah.

“Sayaaaaaangggg………” Kata Dee langsung memeluk gue.

Gue dan Dee udah ketemu sebelumnya di gang depan dan bersikap biasa-biasa aja. Barulah ketika membuka kamarnya Dee langsung sumringah dan memeluk gue dengan erat. Kerasa banget ketulusan Dee untuk menyayangi gue.

Gue nggak pakai ngomong langsung aja membawanya masuk dan menciuminya terus-terusan. Ciuman pakai hati dan selalu dalam bentuk french kissini kami lakukan sangat lama, lebih lama dari biasanya.

“Aku kangen kamu yank…” kata Dee sambil terus membalas ciuman gue.

“Aku juga…..” kata gue.

“Kamu nggak macem-macem kan disana?”

“Nggak yank. Disana laki melulu..hehehe.”

“Emang kalau ada cewek kamu mau macem-macem?”

“Ya nggak lah, udah punya kamu kan. Hehe.”

“Yakin?”

“Yakin dong…”

“Sini cium lagi….”

“Ayooo…hehehe…”


khodzimzz
fakhrie...
sampeuk
sampeuk dan 26 lainnya memberi reputasi
27
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.