Kaskus

Story

dissymmon08Avatar border
TS
dissymmon08
AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]
SELAMAT DATANG AGAN SISTA


Gue adalah penulis cabutan dari forum Lautan Indonesiayang dulu sempet jaya dengan cerita-cerita fanfiction-nya. Karena satu dan lain hal, gue harus pindah ke forum lain untuk menulis cerita-cerita gue. Tapi belum kunjung menemukan yang sreg. Gue pun vakum dari Tahun 2010 dan baru kembali menulis di Tahun 2019 ini dengan dukungan dari orang-orang tersayang gue.

Kali ini gue coba untuk menulis di forum Kaskusini karena rekomendasi beberapa temen gue. Semoga gue dan Kaskus berjodoh!

Mohon maaf kalo bahasa gue ada yang berantakan karena udah lama ga terbiasa nulis lagi kayak dulu. Gue lupa lagi cara mengarang cerita dan banyak cerita lama gue hangus karena PC gue kena virus.

Jadi, sebagai langkah pertama kembalinya gue ke dunia sastra ini, gue coba menulis tentang kisah cinta gue dari gue kecil hingga saat ini yang ada serunya, lucunya, absurd-nya sedihnya, nyakitinnya dan tentunya ada nyempil ++ nya juga dong, biar pengalamannya lengkap.emoticon-MaluKisah cinta yang selalu gue kenang dan inget seumur hidup gue ini karena mereka yang mengajarkan gue banyak hal tentang kehidupan dan banyak pengalaman hidup yang gue udah lalui untuk menjadi bekal gue di kehidupan gue saat ini.

“Kok langsung Jilid III?

Yap. Kalian ga salah baca judul di threadini. Gue masih nubie dan langsung bikin postingan pertama dengan judul Jilid III. Karena gue akan menceritakan cerita ini dengan alur seperti bagaimana film Star Wars diluncurkan. Gue akan mulai dengan Jilid III, Jilid IV, Jilid II, dan kemudian Jilid I. Tidak lupa akan ada side story cerita lainnya yang akan gue bikin juga rencananya, tergantung dari respon agan sista terhadap cerita gue ini.

Tapi kalo agan sista nantinya mau baca stand-alonepun gapapa, atau misalnya mau baca dari Jilid I sampai Jilid IV secara berurutan pun boleh banget. Karena cerita di sini insya Alloh akan gue bikin mudah dipahami dan ga bikin agan sista kebingungan. Insya Alloh. Manusia cuman bisa merencanakan. Hehehe.

Semoga agan sista suka! emoticon-Big Kiss


AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]


Spoiler for INDEX:


Spoiler for MULUSTRASI:


Spoiler for PESAN DARI HATI:


HT PERTAMA @ STORY

AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]

HT KEDUA @ THE LOUNGE

AKHIR PENANTIANKU (JILID III) [18+] [TRUE STORY]

Alhamdulillah berkat support dari agan sista, thread ane ini jadi HT! emoticon-Malu
Terima kasih banyak ane ucapin buat agan sista yang udah setia nunggu update-an cerita-cerita ane.
Semoga tulisan ane bisa terus lebih baik dan bisa menyajikan cerita lebih seru buat dibaca agan sista!

emoticon-Peluk emoticon-2 Jempol emoticon-Kiss


Spoiler for PERATURAN:


Quote:
Diubah oleh dissymmon08 16-09-2020 10:13
deawijaya13Avatar border
irvansadiAvatar border
garingwewAvatar border
garingwew dan 55 lainnya memberi reputasi
54
135.9K
1.8K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.4KAnggota
Tampilkan semua post
dissymmon08Avatar border
TS
dissymmon08
#765
CINTAKU, F: PERPISAHAN (PART 02)


Waktu yang kita tunggu akhirnya tiba, pengajuan proposal penelitian. Selama beberapa hari kemarin, gue dan seluruh angkatan gue diminta untuk submitproposal penelitian kami ke Akademik. Gue, Lidya, dan Bimo tadinya berniat untuk mengajukan satu tema dengan bidang yang berbeda-beda. Tapi di belakang, ternyata keinginan kami bentrok dan ga bisa dipaksakan. Akhirnya kami nulis proposal kami masing-masing hanya di satu lokasi yang sama…

Sembari adanya pengajuan proposal penelitian ini, ada beberapa dosen yang menawarkan penelitian di bawah proyek dosen. Dosen-dosen tersebut akan mengumumkannya di Mading Tata Usaha jurusan masing-masing. Awalnya gue tertarik banget. Soalnya kami udah tau apa aja yang bakal kami lakuin dan pasti terarah semua kegiatan bahkan sampe ke hasilnya. Cuma, gue masih kepengen ngewujudin mimpi penelitian gue.

Tapi, gue terlalu egois dengan mimpi gue…

“Emi… Aku panggil kamu buat membahas tentang pengajuan proposal kamu di Akademik.” kata Bu Ratna.

Siang ini, gue yang lagi santai-santai di kelas pun dipanggil sama Bu Ratna untuk dateng ke ruangannya. Bu Ratna bilang, kalo misalnya mendadak ada dosen masuk dan nanyain gue, bilang aja ‘Bimbingan mendadak sama Bu Ratna’. Dijamin ga akan protes. Maklum, dosen senior, suka-sukanya sendiri. Hehehe.

“Iya, Bu? Terlalu aneh ya, Bu?”

“Ga aneh kok…”

“Terlalu cetek ya, Bu?”

“Ga cetek juga…”

“Terus terlalu apa, Bu?”

Bu Ratna melototin gue. “Emang siapa yang bilang kalo ada terlalu terlalu nya begitu?”

“Ya terus kenapa saya dipanggil?”

“Saya diinfo sama Akademik buat ajak kamu konsultasi tentang proposal kamu… Emi, kamu yakin mau ngejalanin penelitian ini?”

“Sejauh ini sih saya yakin, Bu…” Gue masih belum tau arah omongan Bu Ratna ini.

“Tapi…” Bu Ratna ngeluarin proposal gue yang bagian depannya udah ditempel sticky notes sama Bu Ratna dari dalam laci meja beliau. “Kamu harus ambil satu mata kuliah di Fakultas B yang berarti kamu harus nambah waktu 6 bulan lagi sebelum bisa mulai penelitian. Dan itu juga baru bisa diambil semester depan, Mi…”

Gue terdiam. Gue langsung ngelirik kalender yang ada di meja Bu Ratna. “6 bulan lagi? Satu mata kuliah Fakultas B?”

“Emi… Kamu masih bisa ubah proposal kamu.”

“Beasiswa saya, Bu… Saya berat di sana. Saya ga mau bebanin orangtua saya kalo misalnya nanti saya harus melebihi 4 tahun.”

“Itu yang jadi bahan pertimbangan Akademik… Karena kamu dapet beasiswa, kamu harus tepat waktu.”

Gue nunduk dan mikir gimana baiknya penelitian gue ini. Gue pengen penelitian S1 gue ini dijalanin sesuai keinginan gue selama ini. Penelitian impian gue selama gue kuliah di Kampus ini. Tapi… Kayaknya ga bisa gue lakuin.

“Emi… Aku punya banyak waktu buat nungguin proposal baru kamu. Aku request ke Akademik biar nanti proposal kamu diarahkan ke aku aja.”

“Ga, Bu… Ga adil buat temen-temen sekelas kalo ternyata penelitian mereka lebih butuh bimbingan Ibu daripada saya.”

“Jadi, gimana?”

“Saya coba pikirin lagi ya, Bu…”

“Atau begini aja…” Bu Ratna nyodorin satu lembar kertas ke gue. Kertas pengumuman proyek penelitian Bu Ratna dan satu orang dosen lainnya, Pak Adam Sipahutar. “Kamu bisa coba ajuin nama kamu dan proposal kamu berdasarkan proyek ini. Ini proyek aku dan Pak Adam…”

Gue liat judul penelitian di sana. Agak kompleks, masih di bidang gue, tapi ya emang ga sesuai mimpi gue. “Terserah kamu gimananya… Kami ga mau kamu kesusahan di akhir, Emi. Kemarin aku udah nyusahin kamu dengan minta kamu lepas kesempatan S2 kamu. Aku ga mau kamu pun jadi kesusahan karena ada beban beasiswa yang mengharuskan kamu lulus tepat waktu…”

“Bu… Saya pikirin dulu ya, Bu. Antara saya cari judul baru atau ikutin saran ibu…” kata gue dengan nada yang ya bisa dibilang ga ada semangatnya sama sekali.

“Yasudah… Kamu balik ke kelas lagi aja. Kabari aku secepatnya ya. Soalnya proposal kamu diminta untuk aku hold dulu.”

“Baik, Bu…” Gue berdiri. “Terima kasih banyak, Bu…” Bu Ratna meluk gue erat. “Aku peduli karena aku sayang kamu, Mi. Kamu anak aku di Kampus ini. Jadi, tolong dipikirin mateng-mateng ya…”

Gue bales pelukan hangat Bu Ratna itu. “Terima kasih, Bu…” Gue pun pamit keluar ruangannya.


XOXOXO


“Bim… Gue kayaknya ga jadi penelitian di sana.” kata gue yang lagi makan di Kantin bareng Crocodile. Hal yang bakalan jarang kita lakuin nanti kedepannya.

Bimo nengok ke arah gue. “Kenapa? Bu Ratna bilang apa?”

“Gue harus nambah satu mata kuliah di Fakultas B kalo gue mau penelitian di sana dengan judul itu…” Gue ngaduk-ngaduk sop iga gue. Sop iga lho ini! Sampe bikin gue ga napsu makan cuma karena mikirin penelitian doang.

“Terus? Masalahnya?”

“Beasiswa gue, Bim…”

“Kamu harus lulus maksimal empat tahun ya, Mi?” tanya Dwi yang udah paham masalahnya di gue. “Emi bakalan dibebankan biaya sendiri kalo dia lebih dari empat tahun. Dan itu pun bakalan bikin track recordjelek nanti di nama Emi kalo ambil beasiswa lainnya…”

“Apapun alesannya?” tanya Wulan.

“Biasanya sih apapun alesannya…” jawab Dwi.

“Terus? Jadinya kita pisah?” Bimo lebih peduli sama ini daripada kondisi gue. Typical Bimo.

“Ya mau gimana? Atau ya gue coba cari judul lain di lokasi itu. Atau juga----”

Lidya motong omongan gue. “Bu Ratna ga coba cari solusi???”

“YA MAKANYA JANGAN DIPOTONG DULU BANGS*T! INI GUE MAU CERITA!” teriak gue di depan muka Lidya.

“Oh. Oke. Fine. Thank you.” Lidya kembali nyuap nasinya lagi.

“Bu Ratna nyaranin gue ikut proyek dosen aja… Proyek Bu Ratna dan Pak Adam. Mereka ada dua tema dengan masing-masing empat judul. Di lokasi yang sama… Kalo gue mau, gue coba ajuin proposal sesuai judul yang gue mau.”

“Terus lu mau, Mi?” tanya Debby yang baru dateng di meja kami, makanan dia baru aja jadi soalnya. Segitu keponya dia, dari jauh aja sampe kedengeran bahasan kita di meja.

“Masih gue pikirin.”

“Yaelah, ga usah banyak pikirin kali.” Sinta akhirnya nimbrung juga. “Yang penting itu lulus, mau penelitian apapun. Jangan jadiin hidup lu yang udah susah itu makin susah cuma karena penelitian.”

“Iya juga sih… Tapi kan pengen ngelakuin penelitian sesuai mimpi boleh toh?” tanya gue.

“Boleh sih…” kata Ratu. “Tapi lu punya banyak urusan dan kepentingan lain. Beasiswa lah… Orangtua lu lah. Ya kan?”

“Iya, Mi… Lu ga mau bebanin bokap nyokap lu lagi kan makanya lu berat?” tanya Depi.

Gue ngeliatin ekspresi mereka satu per satu. Mereka paham kondisi gue saat itu. Beban gue lebih ke orangtua gue yang saat itu udah pensiun. Gue cuma bisa andelin beasiswa gue ini buat survive di Kampus. Gue ga mau bebanin mereka dengan duit tabungan mereka. “Mungkin… Mungkin gue coba ajuin proposal untuk proyek dosen deh.”

“AKU IKUT KEMANAPUN EMI PERGI!” kata Lidya mantap sambil meluk gue.

“Tapi itu pasti bukan di Sukabumi kan, Mi?” tanya Bimo. Mukanya super khawatir.

“Di Indramayu, Bim. Sori…”

Bimo cuman cemberut sambil kembali fokus ke makanannya. “Terserah lu aja kalo gitu.”

Gue menghela napas. “Penelitian penelitian gue. Yang gue pikirin kok ya jadi banyak begini.” Gue kembali makan makanan gue yang udah mulai dingin itu. “Bismillah dulu aja deh.” kata gue dalem hati.


XOXOXO


Setelah proses panjang antara pengajuan proposal, seleksi tim, hingga penyusunan proposal ulang, akhirnya tim penelitian kami selesai. Ya. Gue akhirnya memutuskan untuk ngajuin proposal untuk proyek Bu Ratna dan Pak Adam. Gue mengabaikan mimpi gue demi lulus tepat waktu. Gue ga mau ngecewain dan bebanin kedua orangtua gue. Mereka udah terlalu banyak gue susahin dari kecil sampe terakhir pas gue Kelas Percepatan di SMA yang bikin biaya sekolah gue dua kali lipat dari anak sekolah regular. Kali ini gue ga bisa egois.

Tim proyek penelitian gue terdiri dari empat orang, yaitu gue sendiri, Lidya, Rizal si kacrut, dan Anggun. Kami berada di bawah pembinaan Pak Adam Sipahutar. Soalnya saat itu, udah banyak banget yang ajuin proposal untuk tema yang ada di bawah pembinaan Bu Ratna. Bu Ratna pun akhirnya memilih sendiri empat orang tim penelitinya. Gue memutuskan untuk beralih di bawah pembinaan Pak Adam ini. Toh masih satu proyek yang sama. Mereka masih dalam satu tim.

Karena gue masuk dalam pembinaan Pak Adam, otomatis Dosen Pembimbing pertama gue pun jadi Pak Adam Sipahutar dengan Dosen Pembimbing kedua gue dari dosen senior yang belum pernah mengajar di kelas gue saat itu, Pak Sudrajat yang berada di Laboratorium yang terletak di lantai 4. Kedua dosen ini ditunjuk oleh Akademik sebagai dosen yang paling sesuai untuk judul penelitian gue.

Sore itu, kami pun dikumpulkan di Laboratorium untuk kumpul bersama semua tim proyek. Di sana ada Bu Ratna, Pak Adam, Bang Benu, Bang Wira, Bang Teguh, dan kami berdelapan sebagai mahasiswa yang akan melakukan penelitian.

“Baik… Kalian sudah saling kenal dan hapal kan ya siapa saja nanti yang akan masuk ke dalam tim kalian? Kalian di lapang nanti bisa saling membantu dan diskusi dengan orang-orang yang ada di sekeliling kalian ini. Untuk diskusi dengan ahli, kalian bisa lanjutkan bimbingan dengan saya, Bu Ratna, dan Dosen Pembimbing kalian lainnya yang sudah ditunjuk oleh Akademik.” jelas Pak Adam panjang lebar.

“Karena Benu akan fokus di Laboratorium sini, tim Pak Adam akan didampingi oleh Teguh. Sedangkan tim Bu Ratna akan didampingi oleh Wira untuk segala kebutuhan di lapang. Kalian nanti coba saling tukar nomor handphoneya, untuk mempermudah komunikasi.” tambah Bu Ratna.

Gue perhatiin ulang cowo yang namanya Teguh ini. Asumsi dulu ah… “Kok gue kayaknya punya feeling aneh nih sama ini cowo.” kata gue dalem hati.

“Ganteng juga ya Bang Teguh itu?” bisik Anggun dan Lidya ke kuping gue bersamaan.

Gue merinding dengernya. “Ganteng dari Hongkong! Masih gantengan… Hmm.” Gue terdiam. “Anj*ng! Gue mau nyebut siapa? Cowo yang paling update gue panggil ganteng kan si botol kecap a*u itu!” kata gue dalem hati.

“Siapa yang lebih ganteng dari Bang Teguh, Mi?”

“KAK NATHA LAH! SIAPA LAGI!”

“Halah! Cangkemmu!” Lidya mukul mulut gue make buku.

“Ayo kumpul tim!” teriak Bang Teguh di salah satu meja Laboratorium.


XOXOXO


Sudah hampir genap satu bulan kami menjalani penelitian kami. Karena kami ikut proyek dosen, penelitian kami pun bisa turun lapang lebih dulu daripada penelitian mandiri. Timelinedan segala perijinan sudah disiapkan oleh dosen. Jadi kami hanya fokus di lapang. Dan dalam satu bulan ini, gue udah cukup mengenal empat orang yang ada di tim gue ini.

“KAMPR*T LU SEMUA!” kata gue sambil ngamuk-ngamuk dan nyiramin tim penelitian gue yang lagi pada tiduran di lantai rumah kontrakan yang kami sewa selama penelitian berlangsung, make air. “GUE CAPE-CAPE AMBIL SAMPEL DI LAPANG, BALIK-BALIK LU PADA TIDUR!”

“Panas banget Mi di Indramayu sumpah.” kata Rizal yang kini cuma tiduran di lantai make sempak dan kaos dalem doangan.

“Namanya juga daerah Pantura di pesisir pantai, ya pasti panas. Kalo dingin sono di Puncak!”

“Ayuk yank kita ke Puncak!” ajak Ikhsan ke Lidya. Oh iya, gue lupa bilang. Ikhsan beberapa kali ikut di penelitian kami ini termasuk kali ini, selain buat nemenin Lidya, dia juga bertugas sebagai supir yang bakal gantian sama Rizal selama perjalanan.

“Ngew* terooos pikiran lu, San…” kata Bang Teguh yang baru aja masuk ke dalem kontrakan. “Buset, pada bergelimpangan begini.” Bang Teguh ngelangkahin anak-anak yang masih tetep tiduran di lantai buat ambil baju ke kamar dia.

Gue akhirnya dipaksa menjadi ketua di tim penelitian ini. Bang Teguh yang gue pikir bakalan jadi ketua tim dan ORANG-GANTENG-YANG-PENUH-WIBAWA malah berakhir gue anj*ng-anj*ngin mulu sepanjang penelitian.

Apalagi sejak gue ngegepin dia nonton bareng ‘konten pemersatu bangsa’ di ruangan Bang Benu bareng beberapa alumni lainnya. RUSAK SEMUA SKEMA YANG ADA DI OTAK GUE. Bangs*t! Hahaha. Soalnya gue ikut nonton bareng sama mereka. Kami berdiskusi bersama tentang ‘bagusan 3gp atau HD’ dan ‘mendingan berisik apa ga’ sepanjang nonton bareng itu. Anggep aja kami jadi komentator di sepak bola lah. Wkwkwk. Gue pun ga pernah memandang sama lagi ke Bang Teguh. Bang Teguh pun akhirnya memutuskan gue yang jadi ketua tim penelitian.

Bang Teguh ternyata cuma sok kegantengan aja, aslinya dia kacrut juga sama kayak Bimo. Kelakuan dia pun ternyata mirip kayak Bimo, bedanya dia ga se-metroseksual Bimo. Dia lebih manly dan lebih perhatian sama cewe dibandingin Bimo yang cuma perhatian sama gue, Ibunya, dan adiknya doangan. Hahaha.

Selama penelitian, gue dan Bang Teguh yang atur semua rangkaian di lapang bahkan ngatur kelakuan para kacrut ini. Kalo mereka susah diatur, gue cuma bisa andelin Bang Teguh ini buat bantuin gue. Dia tetep senior yang punya pengalaman lebih dulu daripada kami. Bahkan Bang Teguh rela lho gue suruh-suruh atau dampingi gue kemanapun dan kapanpun cuma karena “Mi, gue ga ngerti apa-apa sumpah! Gue nurut sama lu lah!”

Ga ngerti lagi gue sama hidup gue.

“Yaudah, gue mau mandi dulu. Kalian semua juga pada bersih-bersih dan balik ke kamar masing-masing lah. Jangan pada tiduran di lantai begitu. Ga enak kalo mendadak ada tetangga liat. Berasa lagi kumpul kebo. Apalagi lu sempakan begitu, Zal!” kata gue sambil ngomel-ngomel dan jalan ke arah kamar mandi yang ada di luar rumah.

“Gue ikut.” Bang Teguh ikutin gue dari belakang.

“Lu ikut?” Gue melototin si Bang Teguh.

“Gue tungguin lu dari luar, Mi. Elah. Ngapain gue mandi bareng lu. Ga ngac*ng gue kalo ngeliat bocah kecil mandi. Santai aja.”

“Bangs*t.”

“Udah buru ah. Keburu Magrib, kesian anak-anak yang laen.” Bang Teguh balikin badan gue dan dorong gue ke arah kamar mandi.

“Gue mandi duluan, lu jangan ngintip.” kata gue sambil langsung masuk ke kamar mandi yang ada di belakang rumah. Tepat di belakang kamar mandi ini adalah pematang sawah, milik si empunya kontrakan. Jadi selama mandi kedengeran suara jangkrik dimana-mana.

“Lu kenapa segala barengan begini sih, Bang?” teriak gue dari dalem kamar mandi.

“Gue lagi pengen curhat sama elu, Mi. Tapi gue ga mau ngeliat muka lu---”

“Bangs*t!” celetuk gue dari dalem kamar mandi.

“Soalnya muka lu bikin gue lupa dunia akhirat.”

“NGEHE!!!”

“Gue malu mau minta tolong sama lu, Mi. Makanya gue pengen ceritanya kayak begini.” Gue yakin Bang Teguh lagi nyender di pintu kamar mandi, bukan ngintipin gue. Gue bisa liat dari celah bawah pintu kamar mandi, ada kaki Bang Teguh ngebelakangin pintu.

“Minta tolong apaan?” Gue langsung buru-buru mandi, sebelum dia mendadak berpikiran lain dan berusaha ngerjain gue.

“Minta tolong yang agak nyusahin sih.”

“Buset, lu ngomong mau minta tolong aja gue udah kesusahan, Bang. Apalagi pas udah lu bilang gitu, gue jadi keberatan nih.” teriak gue sambil make celana panjang gue. Gue udah hampir selesai mandi. Tinggal make baju.

Lalu gue liat sesuatu.

“ADA LABA-LABA ANJ*NG!” teriak gue dari dalem kamar mandi. “TOLONGIN GUE BANG!”

“KOK BISA DI DALEM KAMAR MANDI ADA ANJING?!?!?!” Bang Teguh pun langsung dobrak pintu kamar mandi gue. Dia ngeliat gue ngebalikin badan dan nunjuk-nunjuk ke pojok kamar mandi dekat pintu. Di sana ada laba-laba entah jenis apaan gue ga peduli! Yang penting gedenya segede tangan orang!

“HALAH, LABA-LABA TOH! GUE KIRA BENERAN ANJING!” Bang Teguh dengan gampangnya mukul itu laba-laba make sendal dia dan buang keluar kamar mandi.

Tapi ada satu kesalahan yang Bang Teguh lakuin.

Handuk, BH, dan atasan baju gue yang digantung jatoh keinjek dia. Kotor kena tanah semua. Maklum, kamar mandi di luar rumah yang bikin kami harus ngelewatin tanah dulu dan berlantai floor beton. Kami harus make sendal di dalem kamar mandi ini.

Gue masih ngadep ke arah tembok. Gue baru make celana panjang gue doang. Gue super duper topless tanpa kerudung.

Bang Teguh masuk ke dalem kamar mandi dan nutup pintu kamar mandi.

“Elah su, segala semuanya jatoh begini. Nih…” Bang Teguh nyolek gue buat nengok ke dia. “Buru pake baju gue dulu. Nyusahin aja lu.”

“LU YANG JATOHIN TADI BANGS*T!” teriak gue. Gue masih ga mau balikin badan gue.

“Buru make baju, nanti lu masuk angin elah. Gue ga napsu liat bocah kecil dikata.”

“Tutup mata lu!” teriak gue. Masih keukeuh ga mau balik badan.

“Nih buru!”

Gue pun balik badan dan mau ambil baju dari tangan Bang Teguh. Gue liat, dia rela buka kaos dia dan topless demi gue make baju. Abis ga mungkin banget gue make baju basah-basah kotor begitu ke luar kamar mandi. Bang Teguh pun nutup mata dia demi ga liat gue.

BRAK!!!

Baju yang ada di tangan Bang Teguh malah jatoh JUGA sebelum diambil sama gue.

“BLOON BANGET TEGUH BANGS*T!” teriak gue ga lebih emosi sama kelakuan dia sebelumnya.
Diubah oleh dissymmon08 30-11-2019 06:20
singgihwahyu
namikazeminati
itkgid
itkgid dan 18 lainnya memberi reputasi
19
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.