Kaskus

Story

yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2
Selamat Datang di Thread Gue 


Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2

Trit Kedua ini adalah lanjutan dari Trit Pertama gue yang berjudul Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 1 . Trit ini akan menceritakan lanjutan pengalaman gue mencari muara cinta gue. Setelah lika liku perjalanan mencari cinta gue yang berakhir secara tragis bagi gue pada masa kuliah, kali ini gue mencoba menceritakan perjalanan cinta gue ketika mulai menapaki karir di dunia kerja. Semoga Gansis sekalian bisa terhibur ya


TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI GANSIS READER TRIT GUE. SEBUAH KEBAHAGIAAN BUAT GUE JIKA HASIL KARYA GUE MENDAPATKAN APRESIASI YANG LUAR BIASA SEPERTI INI DARI GANSIS SEMUANYA.


AKAN ADA SEDIKIT PERUBAHAN GAYA BAHASA YA GANSIS, DARI YANG AWALNYA MEMAKAI ANE DI TRIT PERTAMA, SEKARANG AKAN MEMAKAI GUE, KARENA KEBETULAN GUE NYAMANNYA BEGITU TERNYATA. MOHON MAAF KALAU ADA YANG KURANG NYAMAN DENGAN BAHASA SEPERTI ITU YA GANSIS


SO DITUNGGU YA UPDATENYA GANSIS, SEMOGA PADA TETAP SUKA YA DI TRIT LANJUTAN INI. TERIMA KASIH BANYAK


Spoiler for INDEX SEASON 2:


Spoiler for Anata:


Spoiler for MULUSTRASI SEASON 2:


Spoiler for Peraturan:


Quote:


Quote:


Quote:

Quote:

Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:31
totok.chantenkAvatar border
al.galauwiAvatar border
nacity.ts586Avatar border
nacity.ts586 dan 78 lainnya memberi reputasi
77
292K
4.2K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
yanagi92055Avatar border
TS
yanagi92055
#1093
Pemikiran Tak Biasa
Hari kedua gue cuti, gue menemani Dee yang ujian. Asisten dosen yang jadi pengawasnya adalah Harmi. Waktu itu dia udah lulus tapi masih berkutat disekitar kampus aja. Gue juga bingung awalnya kenapa ini anak nggak segera meninggalkan kampus.

Harmi belum tau kalau gue udah jadian sama Dee dari lama. Setelah final ospek emang nggak ada juga yang ngomongin hubungan gue sama Dee. Hanya beberapa orang anak kelas Dee aja yang tau, sedangkan angkatan gue jarang ada yang tau. Kami juga nggak ada yang ekspos hubungan kami. Di sosmed aja baru kami pasang setelah sekian lama.

Karena hari itu ujiannya adalah mata kuliah yang agak berat, makanya waktu yang diperlukan jadi dua jam. Maka gue pun jalan-jalan lagi disekitar gedung fakultas gue sekalian liat-liat lagi siapa tau nanti ketemu teman-teman yang masih ada dikampus.

Ternyata benar aja. Gue ketemu teman kelas gue di lab yang tetanggaan sama Lab gue. Lab yang menjadi momok dalam perjalanan kuliah gue disini. Isinya banyak banget nerd disini. Maklum, mata kuliahnya susah banget. kalau mau nemu orang cupu-cupu tapi otak diatas rata-rata, ya langsung aja kesini. Ntar ketemu deh sama orang-orang yang hidupnya saking lempengnya kayak berasa nggak punya kehidupan lain, dan mungkin hanya punya sedikit teman. Haha.

Gue ketemu sama Azi. Aniza Ismayati. Salah satu anak paling pintar dikelas gue. pintarnya dia karena sangat rajin belajar. Bukan pure karena cerdas. Tapi semangatnya harus diacungi jempol untuk urusan belajar ini. Gue juga senang belajar, tapi kalau dia, belajar udah kayak makan, wajib terus dilakukan. Orang kenyang makan nasi, dia kenyang makan ilmu pengetahuan. Haha. Tapi kelemahannya jadinya dia begitu teoritis berpikirnya dan nggak out of the box. Makanya dulu dia dan juga Shella nggak dipilih buat masuk tim yang isinya kakak kelas semua termasuk Keket buat ikutan kompetisi sains skala nasional.

“Ijaaa. Apa kabar lo?” kata Azi.

“Haha. Baik Zi. Lo apa kabar? Masih betah aja disini?” kata gue.

“Iya. Maklum, gue kan mau ngejar jadi dosen disini Ja.”

“Hoo lo mau jadi dosen?”

“Hehe iya nih rencananya gitu.”

“Terus lo sekarang sebagai apa disini?”

“Gue bantu Bu Ayu sekarang, di lab iya, di kelas juga.”

“Emang lo udah boleh ngajar?”

“Nggak kok, Cuma pas praktikum aja atau pas pengenalan buat pengantar praktikum.”

“Nah yang Ke Okinawa kemarin itu apaan?”

“Itu cuma short course juga sama kayak lo gitu Ja dulu.”

“Hoo gitu ya. haha. Bukan maen dah. Terus lo sekarang udah punya pacar belom?”

“Ehhmm….hehe.”

“Hahaa.. akhirnya punya pacar juga lo. siapa?”

“Kakak kelas kita kok.”

Inbreeding lo? hehehe. Sama kayak gue dulu dong.”

NB: Inbreeding adalah sebutan lokal jurusan gue kalau ada yang berpacaran bahkan menikah dari satu jurusan yang sama.

“Hehe iya. Sama Kak Vino.”

“Vino? Hahahaha. Anjir akhirnya cita-cita lo kesampaian ya buat jadian sama dia. Kan kita semua tau lo ngefans sama dia dari dulu. Hehe. Tapi
lo tau Vino suka ngeband dan bisa main musik kan?”

“Haha iya, cita-cita gue kesampaian, makanya gue seneng banget Ja. Iya gue tau. Yang waktu bantuin band lo tempo hari juga gue tau kok.”

“Oh iya ya? haha. Bagus lah kalo gitu.”

“Gue juga suka tuh sama Laruku kalau jepang-jepangan. Kak Vino suka ngasih lagu-lagu jepang itu sama gue.”

“Wah iya ya? Lebih bagus lagi itu. Hehe. Sepi bener disini?”

“Iya Bu Ayu lagi keluar kota soalnya Ja. Jadi gue yang bagian jaga lab ini dan perlengkapannya.”

“Salah satu anak paling pinter angkatan kita cuma jadi penjaga lab? Hebat bener. Hahaha.”

“Ya ga gitu juga. Gue diperbantukan. Hehe.”

Salah satu yang bikin gue agak gemes sama kelakuan anak-anak berotak super yang lulus dari kampus gue adalah mereka ini susah banget keluar dari zona nyaman. Maunya yang udah dikuasai aja, walaupun itu nggak jelas prospeknya, tetep aja dijalanin, asal masih terkait sama kenyamanan berpikirnya. Ini yang kadang-kadang bikin anak-anak cerdas nan pintar kalah saing didunia pekerjaan dibanding dengan anak-anak biasa-biasa aja.

Anak-anak biasa aja berani untuk mencoba dan gagal, sedangkan mereka-mereka yang pintar sudah terbiasa sempurna, jadi mereka seperti anti terhadap kegagalan. Fobia terhadap kemunduran. Sehingga yang udah dirasa nyaman dan bisa disempurnakan, yaudah disitu aja dan perkembangan pengetahuannya juga jadi nggak banyak walaupun banyak juga anak pintar yang terbuka pikirannya dan mau maju meninggalkan zona nyaman.

Sedangkan orang yang biasa-biasa aja, karena biasa gagal, mereka jadi banyak belajar dan akhirnya banyak pengetahuan baru yang dipunya, plus koneksi yang baru juga. Unsur-unsur inilah yang biasanya, walaupun nggak semua, yang menyebabkan mereka jauh lebih sukses dan pada banyak kasus, mereka dapat mempekerjakan orang-orang yang dulunya lebih berprestasi secara akademik daripada mereka.

Gue nggak melihat segala sesuatu itu dari seberapa besar penghasilan mereka, atau seberapa beruntung mereka dimasa depan karena kepintarannya. Tapi bagaimana mereka menyikapi perubahan yang ada, dan akhirnya malah ketinggalan karena tidak juga beranjak dari zona nyaman. Padahal otak cerdas mereka itulah yang dibutuhkan sebagai agen perubahan. Bukannya mendekam dalam kesempurnaan yang sebenernya Cuma ada disekitar mereka sendiri dan nggak banyak bermanfaat buat orang lain.

Semua pilihan memang dibuat untuk dijalankan, tapi alangkah indahnya jika karunia berupa kecerdasan dapat digunakan untuk kemaslahatan banyak orang. Apalagi kampus gue kan terkenal dengan keidentikan jurusannya dengan bidang-bidang yang lekat dengan rakyat bawah, atau penggerak roda ekonomi kerakyatan.

Nah kalau lulusannya yang berotak brilian tapi malah memikirkan keselamatannya sendiri, ya semua yang diajarkan dikampus akan menguap gitu aja ilmunya. Ilmu yang seharusnya bermanfaat buat orang banyak, akhirnya mengendap gitu aja nggak banyak gunanya selain buat menyelamatkan dirinya sendiri. Akhirnya para pemegang kekuasaan tertinggi di negara ini jadi banyak ditempati oleh orang-orang yang sebenarnya nggak kompeten dibidangnya. Wajar negara ini jadi nggak maju-maju. Terlalu banyak orang cerdas yang bersembunyi demi kemaslahatan dirinya sendiri dan nggak berani melawan arus untuk menciptakan perubahan yang nyata bagi maslahat orang banyak.

Aah elaah, ngomong apa gue ini!

“Terus emang lo yakin bakal diangkat jadi dosen? Seberapa gede peluangnya?”

“Yah gue usaha dulu aja disini, sembari nanti berharap ada peluang.”

“Berharap ada peluang? Disini itu orangnya pada nggak mau digeser kan lo tau sendiri. Yang tua selalu merasa mau menang dan tau segalanya aja, yang mudaan malah oportunis aja maunya, memperkaya diri dengan memanfaatkan mahasiswa atas nama proyek untuk skripsi. Peluang lo kecil disini, kalau mau ya lo coba lamar jadi dosen di luar kota aja, atau minimal di kampus swasta, pasti peluang lo lebih gede.”

“Gue udah nyaman disini soalnya. Gue udah tau seluk beluk kampus ini dan dinamika yang ada didalamnya. Jadinya lebih enak gue berjuang disini kan.”

“Hahaha, tipikal banget ye. Anak pinter maunya nyaman bae. Hehehe.”

“Haha bisa aja lo Ja.”

“Kan emang bener Zi, kalo yang nggak pinter-pinter amat kayak gue mah cabut dari kampus Zi. Nyari peruntungan diluar. Ini sih bukan perkara duit yak, Cuma kayaknya nambah Ilmu dan pengalaman dibidang lain atau diluar gerbang kampus itu seru sih. Hehe.”

“Emang sih gue juga mikir begitu. Tapi passion gue disini Ja. hahaha.”

“Haha ya nggak apa-apa. Kita hidup itu kan selalu ada pilihan, jadi semua pilihan yang menurut kita baik bagi diri kita sendiri, bisa lah kita jalanin ye kan? Hehe. cuman kadang gue suka bermimpi punya otak brilian kayak lo, Shella atau lainnya yang super-super itu, dan bisa gue salurin ke arah membuat sesuatu yang berguna buat orang banyak gitu. Sayangnya otak gue nggak semahir itu buat berbuat banyak untuk saat ini. Masih banyak pengalaman yang perlu gue gali dan itu mungkin baru bisa menyetarakan kemampuan otak gue sama otak kalian yang super itu kali di masa depan, baru deh gue bisa mulai berbuat sesuatu. Hahaha.”

“Haha visioner juga ya lo. Yah tapi kan itu tadi, namanya jalan hidup orang kudu dipilih dan gue sih nyaman sama pilihan gue ini walaupun secara finansial harus gue akui gue sangat terseok-seok. Hehe.”

“Yah nggak apa-apa Zi, lo kan bermimpi disini, sementara gue diluar sana juga punya mimpi lainnya. Semua ada konsekuensinya. Jadinya ya mesti dijalanin dan diterima. Eh iya lo berarti mesti ikutan tes CPNS dong?”

“Haha bener Ja. eh iya gue mesti ikutan tes CPNS dulu. Tapi nggak tau sih nanti mekanismenya gimana kalau untuk jadi dosen. Dan kayaknya jalannya itu masih panjang banget. mungkin 5 tahun lagi kali gue baru bisa ngajar disini sebagai dosen muda. Hehe.”

“Semangat aja sama pilihan lo. Dan plis gue minta sama lo ya, jangan jadi dosen munafik. Ngajarin tentang perlindungan terhadap segala sesuatu tentang lingkungan misalnya, tapi malah diluaran nyari proyek sebagai konsultan sebuah pekerjaan yang terkait dengan penghancuran lingkungan itu sendiri, dengan dalih nyari tambahan penghasilan. Hahaha. Malesin banget kan.”

“Haha mudah-mudahan gue istiqomah sama profesi gue Ja, dan dijauhin dari hal-hal yang nggak banget kayak gitu.”

“Amiiin. Mudah-mudahan dimasa depan lo bisa nebar ilmu yang bermanfaat yang bisa diajarin ke mahasiswa supaya mereka bisa nerapin di masyarakat, mayan juga kan dapet pahalanya juga kali lo ya. hehe.”

“Iya. Haha. Makasih ya Ja.”

“Nanti salam buat Bu Ayu ya Zi. Yaudah gue cabut dulu ya.”

“Oke Ja, nanti disalamin. Eh, tunggu, lo katanya pacaran sama mahasiswa sini?”

“Haha anjir amat ini, kenapa pada tau ya? iya Zi. Namanya Desty.”

“Oooooh. Ih kok gue telat taunya ya? dia juga nggak terlalu beredar sih dikampus ini Ja.”

“Iya emang, dia kan selalu ngerasa salah jurusan pas masuk ke jurusan kita ini Zi. Tapi kayaknya dia pinter-pinter aja ya? haha. Mana sekarang dia juga jadi asisten kan.”

“Iya dia jadi asisten lab bawah tuh. Emang anaknya pinter kok, walaupun bukan yang terbaik dikelasnya ya. Tapi kayaknya dia NIMnya di atas deh.”

“Haha emang iya ya? gue nggak merhatiin Zi. Yaudah, sampe ketemu lagi ya Zi. Salam buat Vino ya.”

“Iya nanti gue salamin ya Ja.”

Kampus gue menerapkan struktur NIM itu bukan berdasarkan dari alfabet nama mahasiswanya, tetapi dari jenjang prestasi mahasiswanya. Makin diatas urutan Nomor Induk (NIM) nya, berarti dia adalah mahasiswa yang sangat luar biasa otaknya. Makanya NIM yang ada di lima teratas itu biasanya udah luar biasa banget kemampuan otaknya, diatas rata-rata. Dan jarang ada yang mau keluar dari zona nyaman. Jarang bukan berarti nggak ada ya.

Setelah gue telusuri, ternyata Dee ada di urutan NIM 007, Keket ada di urutan NIM 002, Sofi ada diurutan NIM 005, Harmi ada di urutan NIM 004, Azi ada di urutan 002 diangkatan gue dan Shella ada diurutan 003. Gue sendiri ada urutan ketiga terbawah di angkatan gue. Hanya aja gue nggak pernah merasa paling bodoh dikelas, gue hanya membuktikan bisa setara dengan mereka-mereka yang ada diatas.

Banyak pengalaman dan pengetahuan gue dapat dari hasil belajar yang nggak Cuma dari kampus aja, tapi juga dari kehidupan sehari-hari, ataupun hasil browsing internet. Buktinya, anak sekaliber mereka-mereka yang gue sebutin tadi mau dan bisa bergaul dengan gue, ngobrol tentang ilmu pengetahuan sampai hal-hal bersifat personal lainnya. Karena menurut gue ilmu itu bisa didapatkan dari manapun, termasuk dari pelajaran berharga tentang sebuah kehilangan.

((Dreet..Dreet..Dreet))

DEE

Quote:


Gue pun bergegas menuju ke tangga besar utama. Disana ternyata udah banyak teman-teman angkatan Dee dan gue pun melihat Harmi lagi.

“Kaaaak. Kok lo ada disini?” kata Harmi terkejut melihat gue.

“Hahaha. Mi lo apa kabar?” kata gue.

Gue sangat kaget karena Harmi langsung menghampiri gue dan langsung memeluk gue, didepan teman-teman Dee. Gue langsung bingung dan segera melepaskan pelukannya.

“Mi, elaah, nggak enak banyak orang kali.”

“Yaelah santai aja kali kak. Emang ada yang marah?”

“Ada…..” kata sebuah suara dibelakang gue.

“Eeeh, Manda. Dee mana, Man?” kata gue gugup.

“Ada dia lagi ke kamar mandi kak. Untung Dee nggak liat kak. Parah banget sih lo.” kata Manda ketus.

“Bukan gue yang mulai Man. Lagian ini gue sama Harmi kan udah temenan dari lama Man dan kita udah lama nggak ketemu. Jadi ya surprise aja dia, makanya spontan dia meluk gue. nggak ada macem-macem kok.”

“Hmmm…..” kata Manda.

“Kak, lo jadian sama Desty? Udah lama? Kok nggak bilang-bilang gue?” kata Harmi

“Hehe iya Mi. udah setaunan lah. Ya kan nggak penting juga Mi, lo kan juga udah punya urusan sendiri sama Tahir Mi. Eh iya Tahir udah lulus juga kan Mi?”

“Ya nggak gitu juga kak, kan gue sahabatan sama lo, tega banget lo nggak kasih tau gue. iya dia kerja di bank sekarang, penempatannya di Cileungsi kak. Jadi kami LDRan.”

“Iya maafin gue ya Mi. Wahaha, jadi bankir. Seperti biasa ya, lulusan kampus kita ini kerjanya pada kesasar. Tapi nggak apa-apalah yang penting halal rejekinya.”

“Hei yank….” Kata Dee tiba-tiba menepuk bahu gue.

“Eh kamu udah selesai?” kata gue.

“Iya nih. Ayo kita makan siang. Kamu kenal sama Kak Harmi yank?” kata Dee, agak ketus.

“Iya kenal. Cukup dekat kami saat kuliah dulu.” Kata gue.

“Ooooh. Yaudah mungkin mau reunian dulu ya. kalau gitu aku ke kantin duluan sama Manda aja ya.” kata Dee.

“Eeeh, kok aku ditinggalin? Kan aku kesini buat bareng kamu gimana sih?” kata gue.

“Ya nggak apa-apa, kalian ngobrol-ngobrol aja dulu.” Kata Dee.

“Ya nggak gitu lah. Ayo udah kita kekantin. Mi sampai nanti ya.” kata gue.

Harmi nggak jawab, tapi Cuma senyum sinis dan pandangannya nggak beranjak dari Dee dan Manda. Aduh gue nggak mau ada pertumpahan darah lagi nih. Masa antar angkatan ada aja ributnya. Dulu gue sama Rama, sekarang Dee sama Harmi, dan benang merahnya selalu di gue melulu. Elah malesin amat.

Gue dan Dee serta Manda menuju kekantin. Disana gue ketemu juga sama Shella dan Benu, serta anak-anak GMRD Regency, Teguh, Ari, Yudha dan Dony. Mereka lalu mengajak gue bergabung.

“Sini aja Dee, bang.” Ajak Yudha.

“Oke lah, yank disana aja yuk gabung sama mereka.” Kata Dee.

“Ayo aja, nggak masalah.”

“Aku ajak Shella sama Benu sekalian ya kesini, kan asik bisa ngobrol lintas angkatan.” Kata gue.

“Yah nggak enak aku sama Bang Benu, kan dia senior.”

“Lah aku juga senior kali, Cuma beda setaun doang sama dia. Haha.”

“Tapi mukanya tuaan dia kemana-mana, beda sama kamu. Hehe.” kata Dee.

“Diih. Haha. Bawa-bawa muka. Udah santai aja kali, dia baik kok. Ada aku ini, nggak akan sok serem dia walaupun mukanya emang sebenernya serem sih bagi adik kelas. Hehehe.”

Gue lalu mengajak Shella dan Benu bergabung di meja kantin yang memanjang itu. Kami mengobrol ringan dan ketawa-ketawa aja. Obrolan utama kami tentu aja tentang final ospek angkatan bawahnya Dee. Dee dan Manda ada menyebut satu nama anak yang lucu menurut mereka. Lucu dalam artian cukup good looking, yaitu Irfanda Hasbullah. Gue jadi penasaran kayak gimana anaknya ini. Soalnya waktu awal-awal kenalan dengan para junior ini, gue nggak nemuin ada yang kenalan sama yang namanya Irfanda ini.

“Iya itu anak ganteng tauk.” Kata Shella menimpali.

“Ah yang mana sih anaknya?” kata gue.

“Haha kamu penasaran ya? takut kalah saing apa gimana Zi? Kata Dee meledek gue.

“Nggak kok. Cuma penasaran aja aku Dee. Haha.”


Diubah oleh yanagi92055 28-10-2019 14:09
sampeuk
hendra024
itkgid
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
27
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.