- Beranda
- Stories from the Heart
Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2
...
TS
yanagi92055
Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2
Selamat Datang di Thread Gue
![Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2](https://s.kaskus.id/images/2019/10/17/10668384_20191017013511.jpeg)
Trit Kedua ini adalah lanjutan dari Trit Pertama gue yang berjudul Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 1 . Trit ini akan menceritakan lanjutan pengalaman gue mencari muara cinta gue. Setelah lika liku perjalanan mencari cinta gue yang berakhir secara tragis bagi gue pada masa kuliah, kali ini gue mencoba menceritakan perjalanan cinta gue ketika mulai menapaki karir di dunia kerja. Semoga Gansis sekalian bisa terhibur ya
TERIMA KASIH BANYAK ATAS ATENSI DAN APRESIASI GANSIS READER TRIT GUE. SEBUAH KEBAHAGIAAN BUAT GUE JIKA HASIL KARYA GUE MENDAPATKAN APRESIASI YANG LUAR BIASA SEPERTI INI DARI GANSIS SEMUANYA.
AKAN ADA SEDIKIT PERUBAHAN GAYA BAHASA YA GANSIS, DARI YANG AWALNYA MEMAKAI ANE DI TRIT PERTAMA, SEKARANG AKAN MEMAKAI GUE, KARENA KEBETULAN GUE NYAMANNYA BEGITU TERNYATA. MOHON MAAF KALAU ADA YANG KURANG NYAMAN DENGAN BAHASA SEPERTI ITU YA GANSIS
SO DITUNGGU YA UPDATENYA GANSIS, SEMOGA PADA TETAP SUKA YA DI TRIT LANJUTAN INI. TERIMA KASIH BANYAK
Spoiler for INDEX SEASON 2:
Spoiler for Anata:
Spoiler for MULUSTRASI SEASON 2:
Spoiler for Peraturan:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Diubah oleh yanagi92055 08-09-2020 10:31
nacity.ts586 dan 78 lainnya memberi reputasi
77
292K
4.2K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
yanagi92055
#962
Ke Timur_Part 2
Pesawat akhirnya tiba di bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Feni sempat bingung kenapa inisal bandara ini bukan Makassar.
“Itu karena namanya Ujung Pandang Fen.” Kata gue.
“Oh gitu ya. Baru tau gue. Haha.”
“Aaah elah, sekolah dimana sih lo dulu? Haha.”
“Iye tau dah yang sekolahnya pinter dulu.”
“Yee gitu aja ngambek. Haha. Udah jangan cemberut, ntar lo keliatan makin beg* haha.”
“Ijaaa..rese banget sih lo. Awas lo ya.”
“Haha..”
Gue dan Feni sangat menikmati perjalanan ke Makassar itu. Di bandara kami dijemput oleh driver yang disediakan oleh klien kami. Perjalanan menuju lokasi yang agak jauh dari pusat kota Makassar, kami sempat terlelap ketiduran lagi. Gue minta izin sama driver untuk tidur sejenak karena sangat ngantuk waktu itu.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 atau 4 jam, kami sampai di lokasi. Gue mulai menyiapkan segala berkas terkait sementara Feni menyiapkan kamera untuk memfoto objek yang kami kerjakan. Feni sudah gue ajarkan sedikit mengenai teknik memfoto untuk pekerjaan yang biasa gue lakukan.
“Bisa kan?”
“Beres Ja. Bisa kok gue. Hehe.”
“Awas anglenya jangan sampai salah, ingat, foto menjelaskan semuanya. Oke Fen?”
“Iyeeee….”
“Haha bagus-bagus.”
Gue dan Feni memulai pekerjaan kami ditengah panasnya cuaca waktu itu. Tapi Feni nggak mengeluh sama sekali untuk urusan ini. Dia hajar aja panas-panasan juga.
Selesai dari lapangan, gue dan Feni diundang untuk meeting bersama direksi perusahaan klien kami. Disini Gue sempat kaget karena Feni bisa menjawab dengan baik beberapa pertanyaan terkait sama urusan teknis pekerjaan. Ngomongnya juga lancar banget lagi kayak yang udah pengalaman aja. Haha.
“Gimana Ja? Gue bisa kan jadi tim teknis juga?” katanya.
“Haha bisa banget Fen. Lo kapan belajarnya coba?”
“Ya kan gue nggak selalu sibuk Ja kalau dikantor. Kalau waktunya senggang gue biasanya baca-baca buku dan literatur yang lo pake di pendidikan dulu.”
“Wah mantep juga inisiatif lo Fen. Kenapa nggak lo ajuin aja buat ikutan pendidikan?”
“Gue udah pernah ajuin. Tapi kantor nggak kasih karena tim teknis kudu semuanya laki-laki Ja.”
“Ah masa sih? Temen-temen sekelas gue ada yang perempuan juga kok kemarin. Kan teknis itu nggak Cuma urusan lapangan kayak gini doang. Baca laporan keuangan juga bagian dari teknis kali.”
“Gue mikirnya sih kantor nggak mau rugi investasiin ke cewek karena kalau cewek ada kemungkinan resign ketika dia udah nikah kan.”
“Hmm..iya sih masuk akal juga. Tapi kan sebenernya itu hak lo juga sebagai staf dikantor.”
“Iya makanya ntar gue mau coba. Tapi bantuin gue, biar gue dapet rekomendasi. Gimana?”
“gampang kalau gitu mah. Haha.”
Selesai urusan pekerjaan dengan klien kami, kami langsung meluncur ke Hotel yang udah di booking di pusat kota Makassar. Kami hanya membooking satu kamar aja biar hemat pengeluaran. Bodo amat juga dikantor hebohnya kayak apaan. Haha.
Sesampainya di hotel, gue dan Feni baru tuh berasa capek. Akhirnya kami mandi gantian dan rasanya segar banget karena ada air hangatnya. Gue mandi cukup lama waktu itu karena keenakan kayak dipijitin pas diguyur air hangat.
Nggak lama gue udahan, Feni gantian masuk kamar mandi. Dia bener-bener lama kali ini mandinya. Sampai gue sempet ngisengin dia dengan mematikan lampu kamar mandi, akhirnya gelap deh tu. Haha.
“Woi lo mandi apa bertapa?”
“Berisik lo ah.”
“Haha. Buru ah, gue pingin fotoin lo tanpa busana Fen.”
“Masuk aja kesini, ambil foto pake kamera lo, simpen di HP, ntar kalo lo lagi kangen gue, kan tinggal c*li aja.”
“Wah anjir nantangin lo ya. Hahaha.”
Gue mengambil kamera dan Feni ternyata nggak ngunci pintunya. Gue mulai iseng mengambil gambar Feni pas lagi mandi. Lumayan lah ada beberapa kali kejepret. Haha. Feni baru sadar belakangan dan dia santai aja. Wah ini anak godain melulu yak.
“Fotoin aja gue yang banyak biar lo puas Ja.”
Dia sekarang malah ngarahin badannya yang masih basah ke arah gue. Gue melihat dia berdiri didepan gue masih basah-basahan dan itu lumayan bikin nelen ludah juga.
“Fotoin.”
“Iyeee…”
Gue mengambil beberapa foto dia, nurut aja lagi. Gue juga bingung tadinya iseng eh malah sekarang kayak kehipnotis haha. Selesainya Feni handukan dan kemudian mengenakan kaos oblong putih tanpa Bra. Dia juga pakai celana training panjang. Wangi banget badannya.
“Pesen dari bawah aja ya? Gue males kemana-mana Ja.”
“Yaudah itu lo liat dulu menunya.”
Feni memilih menu dan memilihkan juga buat gue. Lalu dia menelpon dari telpon kamar. Kami selanjutnya nonton film dari channel yang tersedia di TV hotel. Hotel ini nyaman banget. Nggak salah harganya lumayan mahal. Sayang bukan Dee yang disini. Tapi nggak apa-apa, gue bisa ngelus-ngelus kepala Feni juga udah seneng. Hehe.
Makanan datang sekitar jam 20.00 malam. Kami makan dengan lahap. Tapi sayang banget porsinya dikit. Gue dan Feni kan makannya banyak porsinya haha. Nggak kenyang akhirnya kami berdua keluar malam-malam buat nyari warmindo dan ada dong. Haha. Kota ini mirip sama Jakarta, metropolitan juga sih. Jadi sampai malam pun ramai.
Gue dan Feni masuk kedalam warung tersebut. Disana ternyata yang jual warmindonya orang dari jawa juga. Haha. Kami memesan indomie telor kornet dan es the manis. Nggak lupa ditambah pisang coklat. Barulah setelah itu kami kenyang dan kembali ke hotel.
“Ja gue mau manja-manjaan sama lo dong.”
“Sini Fen.” Gue mengajak Feni kepelukan gue.
“Besok kita mau kemana?” kata gue.
“Ke pantai Ja.”
“Aaah gue suka banget sama laut.”
“Emang iya Ja? Gue baru tau. Haha.”
“Ya kan gue juga belum kasih tau semua tentang gue ke lo Fen.”
“Tapi gue boleh tau nggak?”
“ya boleh aja. Kan lo juga suka cerita tentang lo ke gue.”
“Beneran ya?”
“Iya Fen.”
“Eh lo dulu jaman pacaran sama mantan lo udah ngapain aja Ja?”
“Kan gue udah pernah cerita sama lo.”
“Iya tapi nggak detail. Gue mau yang detail.”
“Hmm ntar lo engas lagi.”
“Huummm Ijaaa…..” ujarnya dengan ekspresi manja banget.
“oke..oke..”
….dan gue mulai bercerita tentang rumitnya hubungan gue dengan Zalina, Keket, Harmi, Ara sampai akhirnya berakhir di Dee sampai sekarang.
“Ja kenapa sih kita nggak pacaran aja?”
“Lah kan gue udah punya pacar kali.”
“Ya tapi gue berusaha sayang sama lo. Lo juga dulu awal-awal juga berusaha deketin gue buat bisa sayang sama gue kan Ja?”
“Iya Fen. Tapi kondisinya sekarang nggak kayak dulu Fen.”
“Gue siap-siap aja kok.”
“Gue nggak mau ada yang model Keket lagi Fen. Please.”
“Hmm iya Ja.”
“Gue udah cukup berantakan dengan mengiyakan model hubungan yang sangat riskan itu. Dan ujungnya bener aja, diberantakin gue serusak-rusaknya Fen. Gue nggak mau kehilangan lo dengan cara kayak gitu juga.”
“Iya Ja gue ngerti. Tapi hati gue berkata gue sayang sama lo.”
“Jujur ya Fen, gue sebenernya juga masih. Apalagi intensitas kita ketemu itu lebih sering daripada gue ketemu sama Dee. Tapi gue berusaha buat jadi lebih baik Fen. Entah gue kuat atau nggak dengan godaan kayak gini Fen.”
“Kayak gue maksud lo?”
“Maaf, tapi iya Fen. Gue harus jujur.”
“Maaf Ja, gue selama ini kayak maksain. Tapi dengan kita begini aja udah bikin gue senang kok Ja.”
“Iya Fen….”
Tiba-tiba entah gimana urusannya, bibir Feni udah mendarat dibibir gue. Padahal dia lagi ada di dada gue. Dia naikin bibirnya biar bisa meraih bibir gue. Lalu tiba-tiba dia bangun dan balik menindih gue. Dia luar biasa liar.
“Fen stop…..”
“Nggak…”katanya sambil terus menindih gue dan melancarkan serangan di bibir gue bertubi-tubi.
“Stop gue bilang…”
“tanggung Ja.”
“STOP GUE BILANG!” gue membentaknya.
Feni beranjak dari atas perut gue, duduk disebelah gue dan kemudian menangis sambil memeluk gue.
“Maafin gue Ija. Maaf….” Katanya sambil sesenggukan ditelinga gue.
“Maaf Fen gue udah kasar sama lo…” kata gue sambil mengelus kepala belakangnya.
“Gue..gue…”
“Iya Fen, gue tau lo sayang sama gue. Begitu juga gue. Tapi saat ini bukan saat yang tepat Fen. Gue nggak mau lo sakit hati berlarut-larut ketika lo liat gue sama Dee yang makin hari makin mesra.”
“Iya Ja gue ngerti banget. Makanya gue pingin FWB, tapi lo nya juga begitu barusan.”
“Belum saatnya Fen. Belum saatnya.” Kata gue sambil senyum dan mengecup keningnya.
Lalu gue dan Feni berpelukan sampai akhirnya ketiduran…
“Itu karena namanya Ujung Pandang Fen.” Kata gue.
“Oh gitu ya. Baru tau gue. Haha.”
“Aaah elah, sekolah dimana sih lo dulu? Haha.”
“Iye tau dah yang sekolahnya pinter dulu.”
“Yee gitu aja ngambek. Haha. Udah jangan cemberut, ntar lo keliatan makin beg* haha.”
“Ijaaa..rese banget sih lo. Awas lo ya.”
“Haha..”
Gue dan Feni sangat menikmati perjalanan ke Makassar itu. Di bandara kami dijemput oleh driver yang disediakan oleh klien kami. Perjalanan menuju lokasi yang agak jauh dari pusat kota Makassar, kami sempat terlelap ketiduran lagi. Gue minta izin sama driver untuk tidur sejenak karena sangat ngantuk waktu itu.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 atau 4 jam, kami sampai di lokasi. Gue mulai menyiapkan segala berkas terkait sementara Feni menyiapkan kamera untuk memfoto objek yang kami kerjakan. Feni sudah gue ajarkan sedikit mengenai teknik memfoto untuk pekerjaan yang biasa gue lakukan.
“Bisa kan?”
“Beres Ja. Bisa kok gue. Hehe.”
“Awas anglenya jangan sampai salah, ingat, foto menjelaskan semuanya. Oke Fen?”
“Iyeeee….”
“Haha bagus-bagus.”
Gue dan Feni memulai pekerjaan kami ditengah panasnya cuaca waktu itu. Tapi Feni nggak mengeluh sama sekali untuk urusan ini. Dia hajar aja panas-panasan juga.
Selesai dari lapangan, gue dan Feni diundang untuk meeting bersama direksi perusahaan klien kami. Disini Gue sempat kaget karena Feni bisa menjawab dengan baik beberapa pertanyaan terkait sama urusan teknis pekerjaan. Ngomongnya juga lancar banget lagi kayak yang udah pengalaman aja. Haha.
“Gimana Ja? Gue bisa kan jadi tim teknis juga?” katanya.
“Haha bisa banget Fen. Lo kapan belajarnya coba?”
“Ya kan gue nggak selalu sibuk Ja kalau dikantor. Kalau waktunya senggang gue biasanya baca-baca buku dan literatur yang lo pake di pendidikan dulu.”
“Wah mantep juga inisiatif lo Fen. Kenapa nggak lo ajuin aja buat ikutan pendidikan?”
“Gue udah pernah ajuin. Tapi kantor nggak kasih karena tim teknis kudu semuanya laki-laki Ja.”
“Ah masa sih? Temen-temen sekelas gue ada yang perempuan juga kok kemarin. Kan teknis itu nggak Cuma urusan lapangan kayak gini doang. Baca laporan keuangan juga bagian dari teknis kali.”
“Gue mikirnya sih kantor nggak mau rugi investasiin ke cewek karena kalau cewek ada kemungkinan resign ketika dia udah nikah kan.”
“Hmm..iya sih masuk akal juga. Tapi kan sebenernya itu hak lo juga sebagai staf dikantor.”
“Iya makanya ntar gue mau coba. Tapi bantuin gue, biar gue dapet rekomendasi. Gimana?”
“gampang kalau gitu mah. Haha.”
Selesai urusan pekerjaan dengan klien kami, kami langsung meluncur ke Hotel yang udah di booking di pusat kota Makassar. Kami hanya membooking satu kamar aja biar hemat pengeluaran. Bodo amat juga dikantor hebohnya kayak apaan. Haha.
Sesampainya di hotel, gue dan Feni baru tuh berasa capek. Akhirnya kami mandi gantian dan rasanya segar banget karena ada air hangatnya. Gue mandi cukup lama waktu itu karena keenakan kayak dipijitin pas diguyur air hangat.
Nggak lama gue udahan, Feni gantian masuk kamar mandi. Dia bener-bener lama kali ini mandinya. Sampai gue sempet ngisengin dia dengan mematikan lampu kamar mandi, akhirnya gelap deh tu. Haha.
“Woi lo mandi apa bertapa?”
“Berisik lo ah.”
“Haha. Buru ah, gue pingin fotoin lo tanpa busana Fen.”
“Masuk aja kesini, ambil foto pake kamera lo, simpen di HP, ntar kalo lo lagi kangen gue, kan tinggal c*li aja.”
“Wah anjir nantangin lo ya. Hahaha.”
Gue mengambil kamera dan Feni ternyata nggak ngunci pintunya. Gue mulai iseng mengambil gambar Feni pas lagi mandi. Lumayan lah ada beberapa kali kejepret. Haha. Feni baru sadar belakangan dan dia santai aja. Wah ini anak godain melulu yak.
“Fotoin aja gue yang banyak biar lo puas Ja.”
Dia sekarang malah ngarahin badannya yang masih basah ke arah gue. Gue melihat dia berdiri didepan gue masih basah-basahan dan itu lumayan bikin nelen ludah juga.
“Fotoin.”
“Iyeee…”
Gue mengambil beberapa foto dia, nurut aja lagi. Gue juga bingung tadinya iseng eh malah sekarang kayak kehipnotis haha. Selesainya Feni handukan dan kemudian mengenakan kaos oblong putih tanpa Bra. Dia juga pakai celana training panjang. Wangi banget badannya.
“Pesen dari bawah aja ya? Gue males kemana-mana Ja.”
“Yaudah itu lo liat dulu menunya.”
Feni memilih menu dan memilihkan juga buat gue. Lalu dia menelpon dari telpon kamar. Kami selanjutnya nonton film dari channel yang tersedia di TV hotel. Hotel ini nyaman banget. Nggak salah harganya lumayan mahal. Sayang bukan Dee yang disini. Tapi nggak apa-apa, gue bisa ngelus-ngelus kepala Feni juga udah seneng. Hehe.
Makanan datang sekitar jam 20.00 malam. Kami makan dengan lahap. Tapi sayang banget porsinya dikit. Gue dan Feni kan makannya banyak porsinya haha. Nggak kenyang akhirnya kami berdua keluar malam-malam buat nyari warmindo dan ada dong. Haha. Kota ini mirip sama Jakarta, metropolitan juga sih. Jadi sampai malam pun ramai.
Gue dan Feni masuk kedalam warung tersebut. Disana ternyata yang jual warmindonya orang dari jawa juga. Haha. Kami memesan indomie telor kornet dan es the manis. Nggak lupa ditambah pisang coklat. Barulah setelah itu kami kenyang dan kembali ke hotel.
“Ja gue mau manja-manjaan sama lo dong.”
“Sini Fen.” Gue mengajak Feni kepelukan gue.
“Besok kita mau kemana?” kata gue.
“Ke pantai Ja.”
“Aaah gue suka banget sama laut.”
“Emang iya Ja? Gue baru tau. Haha.”
“Ya kan gue juga belum kasih tau semua tentang gue ke lo Fen.”
“Tapi gue boleh tau nggak?”
“ya boleh aja. Kan lo juga suka cerita tentang lo ke gue.”
“Beneran ya?”
“Iya Fen.”
“Eh lo dulu jaman pacaran sama mantan lo udah ngapain aja Ja?”
“Kan gue udah pernah cerita sama lo.”
“Iya tapi nggak detail. Gue mau yang detail.”
“Hmm ntar lo engas lagi.”
“Huummm Ijaaa…..” ujarnya dengan ekspresi manja banget.
“oke..oke..”
….dan gue mulai bercerita tentang rumitnya hubungan gue dengan Zalina, Keket, Harmi, Ara sampai akhirnya berakhir di Dee sampai sekarang.
“Ja kenapa sih kita nggak pacaran aja?”
“Lah kan gue udah punya pacar kali.”
“Ya tapi gue berusaha sayang sama lo. Lo juga dulu awal-awal juga berusaha deketin gue buat bisa sayang sama gue kan Ja?”
“Iya Fen. Tapi kondisinya sekarang nggak kayak dulu Fen.”
“Gue siap-siap aja kok.”
“Gue nggak mau ada yang model Keket lagi Fen. Please.”
“Hmm iya Ja.”
“Gue udah cukup berantakan dengan mengiyakan model hubungan yang sangat riskan itu. Dan ujungnya bener aja, diberantakin gue serusak-rusaknya Fen. Gue nggak mau kehilangan lo dengan cara kayak gitu juga.”
“Iya Ja gue ngerti. Tapi hati gue berkata gue sayang sama lo.”
“Jujur ya Fen, gue sebenernya juga masih. Apalagi intensitas kita ketemu itu lebih sering daripada gue ketemu sama Dee. Tapi gue berusaha buat jadi lebih baik Fen. Entah gue kuat atau nggak dengan godaan kayak gini Fen.”
“Kayak gue maksud lo?”
“Maaf, tapi iya Fen. Gue harus jujur.”
“Maaf Ja, gue selama ini kayak maksain. Tapi dengan kita begini aja udah bikin gue senang kok Ja.”
“Iya Fen….”
Tiba-tiba entah gimana urusannya, bibir Feni udah mendarat dibibir gue. Padahal dia lagi ada di dada gue. Dia naikin bibirnya biar bisa meraih bibir gue. Lalu tiba-tiba dia bangun dan balik menindih gue. Dia luar biasa liar.
“Fen stop…..”
“Nggak…”katanya sambil terus menindih gue dan melancarkan serangan di bibir gue bertubi-tubi.
“Stop gue bilang…”
“tanggung Ja.”
“STOP GUE BILANG!” gue membentaknya.
Feni beranjak dari atas perut gue, duduk disebelah gue dan kemudian menangis sambil memeluk gue.
“Maafin gue Ija. Maaf….” Katanya sambil sesenggukan ditelinga gue.
“Maaf Fen gue udah kasar sama lo…” kata gue sambil mengelus kepala belakangnya.
“Gue..gue…”
“Iya Fen, gue tau lo sayang sama gue. Begitu juga gue. Tapi saat ini bukan saat yang tepat Fen. Gue nggak mau lo sakit hati berlarut-larut ketika lo liat gue sama Dee yang makin hari makin mesra.”
“Iya Ja gue ngerti banget. Makanya gue pingin FWB, tapi lo nya juga begitu barusan.”
“Belum saatnya Fen. Belum saatnya.” Kata gue sambil senyum dan mengecup keningnya.
Lalu gue dan Feni berpelukan sampai akhirnya ketiduran…
itkgid dan 29 lainnya memberi reputasi
30
Tutup
![Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2](https://s.kaskus.id/images/2019/10/14/10668384_20191014114347.jpg)
![Muara Sebuah Pencarian [TRUE STORY] - SEASON 2](https://s.kaskus.id/images/2019/11/11/10668384_20191111104352.png)
Mulustrasi Dwina, 98,66% mirip, tapi Dwina tinggi kurus langsing
Mulustrasi Rinda, 85% mirip cewek ini, baik badan maupun mukanya
Mulustrasi Dinar, 99,17% mirip, tapi Dinar tinggi semampai dan matanya lebih lebar
serta apresiasi cendol

) Sungguh Tuhan sangat baik pada gue dengan mengirimkan informasi melalui orang ini.