- Beranda
- Stories from the Heart
Papa Jangan Pergi
...
TS
corongalam
Papa Jangan Pergi

Sesosok tubuh tanpa nyawa terbujur di depanku. Dia tak bisa lagi bicara, tak bisa tersenyum, tak bisa bersedih. Dia sudah bahagia sekarang, tak lagi merasakan sakit. Aku hanya bisa menangisi kepergiannya. Ini kali kedua aku merasakan sakit seperti ini. Teramat sakit.
Ingatanku kembali ke masa 18 tahun lalu. Saat aku pertama bertemu dengannya. Dia mendatangiku bersama teman-temannya, untuk berkenalan denganku. Sosok yang periang, menyenangkan, banyak teman. Dia bilang, dia sudah mengagumiku sejak lama. Dia laki-laki yang cukup tampan, dengan tawa khasnya. Jujur aku mulai tertarik dengannya sejak pertama bertemu.
Rendi putra namanya. Sebuah nama yang akan selalu ada di hatiku, bahkan mungkin sampai aku mati. Kala itu, aku adalah seorang siswi kelas 1 sebuah SMK jurusan akutansi. Masa-masa remaja yang berbunga-bunga tentunya. Rendi seumuran denganku, tapi dia berbeda sekolah. Dia bersekolah di sebuah SMK swasta di Yogja. Bukan sekolah favorit, hanya sebuah sekolah biasa. Aku akui, Rendi bukan termasuk anak yang pintar, tapi dia sangat menyenangkan. Alasan itu cukup bagiku untuk mulai tertarik padanya.
Beberapa bulan setelah pekenalan itu, aku semakin dekat dengannya. Hingga suatu hari, Rendi mengajakku bertemu. Dia bilang ada yang mau dia katakan. Aku tak ingin menduga-duga apa yang ada di pikirannya. Aku tak tau, tapi dengan senang hati aku akan menemuinya.
"Dinda, kamu mau kan jadi pacarku? Aku sayang padamu, Din," tanya Rendi.
"Iya, aku mau," jawabku malu-malu.
Tanpa berpikir panjang aku langsung menerima cinta Rendi. Aku sangat bahagia. Tentu saja aku bahagia. Dia pun sama. Aku bisa melihat itu, tergambar jelas di matanya.
Sejak saat itu, aku merasa hari-hariku sangat indah bersamanya. Bersama Rendi kekasihku. Layaknya remaja yang dimabuk kasih, kami banyak menghabiskan waktu berdua. Kami sampai sering bolos sekolah berdua hanya untuk saling bertemu. Gejolak remaja yang selalu penasaran dan makin penasaran, membuat kami lupa diri. Berciuman dan berpelukan sudah sangat biasa buat aku dan Rendi.
Tapi di hari itu berbeda, aku dan Rendi, dengan kesadaran penuh, melakukan sebuah dosa. Dosa yang sangat besar, yang mungkin tak termaafkan.
Bersambung.
Index
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34
Part 35
Part 36
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Epilog
Diubah oleh corongalam 17-01-2020 18:37
scorpiolama dan 39 lainnya memberi reputasi
40
32K
879
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
corongalam
#388
Part 21
“Halo,”
“Halo, Dinda!”
“Iya, ada apa kok menelepon jam segini, Ma?”
“Papa, Din, Papamu kecelakaan! Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit,” ucap Mama di ujung telepon sambil menangis.
“Bagaimana keadaan Papa sekarang, Ma? Tanyaku terkejut sambil mengumpulkan kesadaran.
“Papamu masih belum sadar sekarang, Din, dia mengalami cedera parah di kepala, Harus di operasi sekarang, Mama butuh uang segera, Din,”
“Mama butuh uang berapa?
“60 juta, Din, Mama bingung harus mencari kemana uang sebanyak itu, tabungan Mama tidak cukup untuk biaya operasi Papa, kamu ada simpanan uang? Mama pinjam uangmu dulu, Din” jelas Mama terisak.
“Aku cuma ada tabungan sekitar 15 juta, Ma, bagaimana?”
“Ya sudah, Din, 15 juta juga tidak apa-apa, Mama akan cari kekurangannya setelahnya,”
“Baik, Ma, aku transfer sebentar lagi.
Aku terkejut mendapat kabar ini, Aku sangat khawatir dengan Papa. Dari penjelasan Mama, Papa mengalami cedera kepala, di dalam kepalanya mengalami pendarahan dan harus segera dikeluarkan lewat jalan operasi. Papa terjatuh dari motor saat bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Aku tidak bisa pulang ke Yogja sekarang, untuk menjenguk Papa. Rasanya tidak mungkin untuk saat ini. Rendi tidak bisa libur kerja, dia sudah mengambil cutinya beberapa waktu yang lalu. Kasihan Mamaku mengurus Papa sendirian. Aku hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Papa.
Aku segera membangunkan suamiku dan memberitahu padanya, Untungnya dia mengerti. Bahkan dia berinisiatif untuk meminjam uang kepada bosnya. Dia tidak memperdulikan uang tabungan kami yang terkuras, uang bisa dicari lagi, yang penting Papa sembuh, katanya. Baik sekali suamiku.
Rendi mendapat pinjaman 5 juta dari bosnya, segera aku mengirim uang kepada Mamaku. Kami mengirim dengan total 20 juta. Semoga Mama bisa segera mencari kekurangannya. Setiap jam aku menghubungi Mamaku untuk mengetahui kondisi Papa.
Untunglah, Mama segera mendapatkan kekurangan uangnya. Papaku bisa segera di operasi agar nyawanya tertolong. Aku hanya bisa menguatkan Mamaku dari jauh. Beberapa jam kemudian, Mamaku memberi kabar kalau operasinya sudah selesai dilakukan, tinggal menunggu kesadaran Papa.
Beberapa hari setelahnya, Papaku sadar, aku mendapat kabar dari Mamaku, syukurlah dia selamat. Tinggal menunggu pemulihannya saja. Dia baik-baik saja dan sudah bisa berbicara dengan lancar, hanya kemampuan motoriknya yang belum maksimal, butuh waktu untuk pemulihannya.
Seminggu setelahnya, Papa pulang dari rumah sakit. Mama terus memberiku kabar tentang perkembangan Papa. Aku bersyukur Papa sudah membaik. Aku sempat menelepon Papa dan berbicara padanya. Dia bilang, dia sudah baik-baik saja. Aku lega sekali mendengarnya.
Rencana kepulanganku tahun depan sepertinya harus diundur. Aku tidak ada tabungan sekarang. Mungkin tahun depannya lagi baru kami bisa pulang ke Yogja. Tak apalah, asal Papa sehat-sehat saja. Aku dan Rendi mulai menabung lagi, dan mulai berhemat.
Dua tahun kemudian...,
Lanjutan
Home
“Halo, Dinda!”
“Iya, ada apa kok menelepon jam segini, Ma?”
“Papa, Din, Papamu kecelakaan! Sekarang sudah dibawa ke rumah sakit,” ucap Mama di ujung telepon sambil menangis.
“Bagaimana keadaan Papa sekarang, Ma? Tanyaku terkejut sambil mengumpulkan kesadaran.
“Papamu masih belum sadar sekarang, Din, dia mengalami cedera parah di kepala, Harus di operasi sekarang, Mama butuh uang segera, Din,”
“Mama butuh uang berapa?
“60 juta, Din, Mama bingung harus mencari kemana uang sebanyak itu, tabungan Mama tidak cukup untuk biaya operasi Papa, kamu ada simpanan uang? Mama pinjam uangmu dulu, Din” jelas Mama terisak.
“Aku cuma ada tabungan sekitar 15 juta, Ma, bagaimana?”
“Ya sudah, Din, 15 juta juga tidak apa-apa, Mama akan cari kekurangannya setelahnya,”
“Baik, Ma, aku transfer sebentar lagi.
Aku terkejut mendapat kabar ini, Aku sangat khawatir dengan Papa. Dari penjelasan Mama, Papa mengalami cedera kepala, di dalam kepalanya mengalami pendarahan dan harus segera dikeluarkan lewat jalan operasi. Papa terjatuh dari motor saat bertabrakan dengan pengendara motor lainnya. Aku tidak bisa pulang ke Yogja sekarang, untuk menjenguk Papa. Rasanya tidak mungkin untuk saat ini. Rendi tidak bisa libur kerja, dia sudah mengambil cutinya beberapa waktu yang lalu. Kasihan Mamaku mengurus Papa sendirian. Aku hanya bisa berdoa untuk kesembuhan Papa.
Aku segera membangunkan suamiku dan memberitahu padanya, Untungnya dia mengerti. Bahkan dia berinisiatif untuk meminjam uang kepada bosnya. Dia tidak memperdulikan uang tabungan kami yang terkuras, uang bisa dicari lagi, yang penting Papa sembuh, katanya. Baik sekali suamiku.
Rendi mendapat pinjaman 5 juta dari bosnya, segera aku mengirim uang kepada Mamaku. Kami mengirim dengan total 20 juta. Semoga Mama bisa segera mencari kekurangannya. Setiap jam aku menghubungi Mamaku untuk mengetahui kondisi Papa.
Untunglah, Mama segera mendapatkan kekurangan uangnya. Papaku bisa segera di operasi agar nyawanya tertolong. Aku hanya bisa menguatkan Mamaku dari jauh. Beberapa jam kemudian, Mamaku memberi kabar kalau operasinya sudah selesai dilakukan, tinggal menunggu kesadaran Papa.
Beberapa hari setelahnya, Papaku sadar, aku mendapat kabar dari Mamaku, syukurlah dia selamat. Tinggal menunggu pemulihannya saja. Dia baik-baik saja dan sudah bisa berbicara dengan lancar, hanya kemampuan motoriknya yang belum maksimal, butuh waktu untuk pemulihannya.
Seminggu setelahnya, Papa pulang dari rumah sakit. Mama terus memberiku kabar tentang perkembangan Papa. Aku bersyukur Papa sudah membaik. Aku sempat menelepon Papa dan berbicara padanya. Dia bilang, dia sudah baik-baik saja. Aku lega sekali mendengarnya.
Rencana kepulanganku tahun depan sepertinya harus diundur. Aku tidak ada tabungan sekarang. Mungkin tahun depannya lagi baru kami bisa pulang ke Yogja. Tak apalah, asal Papa sehat-sehat saja. Aku dan Rendi mulai menabung lagi, dan mulai berhemat.
Dua tahun kemudian...,
Lanjutan
Home
Diubah oleh corongalam 25-10-2019 09:45
itkgid dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Tutup