sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
4Love: Tentang Patah Hati, Kesetiaan, Obsesi, dan Keteguhan Hati



Quote:


Spoiler for Daftar Bab:


Diubah oleh sandriaflow 01-12-2020 12:11
santinorefre720
blackjavapre354
rizetamayosh295
rizetamayosh295 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
14.5K
134
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
#48
Bab 14: Kegelisahan
ARMAN

Dewi dan Arman duduk berdua di sebuah bangku dekat fakultas Dewi. Sebelum mengantar Dewi pulang, Arman ingin membicarakan sesuatu dengan perempuan itu. Entah sebuah kebetulan atau tidak, Dewi juga ingin membicarakan hal yang cukup penting dengan Arman.

“Kamu yang ngomong dulu?” ujar Dewi.
“Aku pikir kamu dulu,” balas Arman.
“Kamu..”
“Kamu…”
“Mending, kamu dulu…”
“Enggak, kamu aja yang duluan,”
“Baik, kalau begitu aku …”
“Oke, aku duluan kalau begitu yang ngomong,”

Arman mendengus dan melepaskan nafasnya yang agak berat. Perdebatan kecil semacam itulah yang sudah menjadi ciri khas mereka ketika hendak membicarakan sesuatu yang penting.

Dewi memang absurd dan aneh di mata Arman. Namun, sisi itulah yang sering dirindukan Arman. Kadangkala, mereka terlihat seperti dua anak kecil yang tengah memperebutkan mainan.

“Aku minggu depan diajak mendaki ke Semeru. Boleh enggak?”

Arman diam sejenak. Ia mencoba mencerna kata-kata Dewi. Di samping itu, bayangan-bayangan buruk juga terlintas di kepalanya. Ia takut terjadi apa-apa dengan Dewi karena itu adalah pengalaman pertama perempuan itu mendaki ke Semeru.

“Kamu mau mendaki sama siapa?”
“Sama teman sejurusanku. Beberapa sih,” jawab Dewi sembari menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal.
“Aku pribadi enggak ada masalah kalau kamu mau mendaki ke Semeru. Yang penting kamu bisa jaga diri kamu sendiri di sana. Kamu sudah ijin ke orang tuamu?”

Dewi menggeleng pelan.

“Pasti nggak akan diberi ijin. Makanya, aku butuh bantuan kamu buat mengijinkan ke orang tuaku. Kalau sama kamu, orang tuaku pasti mengijinkan.”

Arman berpikir sejenak. Itu artinya dia berbohong kepada kedua orang tua Dewi. Meskipun hal itu bertolak dengan nuraninya, ia terpaksa harus melakukan itu demi memenuhi harapan Dewi. Melihat alam dari atas puncak Semeru ialah cita-cita yang selama ini perempuan itu impikan. Meskipun Arman tidak bisa mendampingi Dewi, paling tidak dia bisa mengantarkan Dewi selangkah lebih dekat dengan impiannya.

“Oke, nanti aku yang akan ngomong ke orang tuamu,”

Dewi tersenyum sumringah dan spontan mengacak-acak rambut gondrong Arman. Seketika itu pula, Arman memasang wajah juteknya. Di matanya, Dewi selalu seperti anak kecil yang selalu butuh ditemani.

“By the way, kamu tadi mau ngomong apa?” tanya Dewi penasaran.
“Minggu depan aku mau ke Bali. Aku ada kegiatan praktik di lapangan. Kebetulan, Bali menjadi destinasi untuk praktik kali ini,”
“Oh…”

Arman mengangguk pelan.
“Berapa lama?”
“Hanya tiga hari. Oh iya, kamu mau oleh-oleh apa?”
“Apa aja, Man. Yang penting bagus ya,” jawab Dewi agak genit.
“Oke. Siap,”

Setelah percakapan itu selesai, Arman mengajak Dewi pulang. Sesuai janjinya, ia berbicara dengan kedua orang tua Dewi agar Dewi diberi ijin untuk mendaki ke Semeru. Entah dengan jurus apa, orang tua Dewi langsung menyetujui keinginan Dewi untuk mendaki ke Semeru. Selama bersama Arman, mereka percaya bahwa putri mereka akan baik-baik saja.

****

Arman tidak tahu, apakah itu sebuah mimpi indah atau mimpi buruk? Ia ternyata satu kelompok dengan Melia dalam praktikum kali ini. Tak hanya itu, dia kebagian tempat duduk persis di samping Melia. Pembagian ini didasarkan kelompok sehingga memudahkan mereka untuk berdiskusi antar sesama anggota.

Sepanjang perjalanan, Arman memasang wajah jutek seakan tidak terlalu peduli dengan kehadiran Melia di sampingnya. Anehnya, Melia malah sering menggoda Arman dengan candaannya yang khas dan agak pedas.

“Kamu lucu kalau pura-pura jutek, Man. Hahahahaha,”
“Bodo amat,”

Melia spontan menepuk bahu Arman. Kemudian, tangannya mencubit pipi Arman dan memainkannya sesuka hatinya. Sikap jahilnya tidak berhenti di situ, ia juga mengacak-acak rambut Arman.

“Aku mau tidur. Jangan ganggu aku. Mengerti?” balas Arman agak jengkel.

Melia malah tertawa terbahak-bahak. Sandiwara Arman sangat mudah ditebak. Bukannya merasa bersalah, Melia malah merasa senang karena perjalanan kali ini terasa begitu menyenangkan baginya.

Tak lama setelah itu, Arman nyatanya sudah tertidur pulas.

*****

Suara berisik teman-teman yang duduk di bangku belakang tiba-tiba membangunkan Arman. Ia menatap sejenak ke arah luar. Bulir air hujan sejak beberapa jam lalu telah merambat di kaca jendela dan hari sudah memasuki waktu malam.

Yang membuatnya terkejut ialah Melia ternyata tertidur di pundak Arman. Entah energi apa yang tiba-tiba mengalir di jantungnya, ia sangat deg-degan. Ini tentu bukan sihir atau ilmu hitam yang ditargetkan kepadanya. Ini cinta, pikir Arman. Ah, dengan cepat Arman menggeleng-gelengkan kepalanya. Kesetiaannya kepada Dewi tidak akan berubah.

Arman mencoba menenangkan dirinya kembali. Tanpa sadar, ia sering menatap wajah Melia yang tengah tertidur. Wajah itu terlihat sangat cantik ketika terlelap. Gurat wajah yang sangat jauh berbeda dibandingkan hari-hari biasa.

Oh shit, ada apa dengan saya?, hati Arman bergumam tak jelas.

Di sela kegupupan Arman, bus yang tadi melaju agak kencang menurunkan kecepatannya lalu berhenti di sebuah restoran. Ini sudah jadwalnya makan malam. Arman membangunkan Melia dengan menepuk pipinya pelan.

Perempuan itu memiringkan badan. Agaknya, ia malas bangun. Arman tidak kehabisan akal. Ia perlahan membisikkan sesuatu ke telinga Melia.

“Bangun atau kamu mau saya cium?”

Spontan, Melia langsung membuka matanya dan berkata.

“Ogah. Emang kamu pangeran tampan dari negeri dongeng?” balas Melia agak ketus. Arman hanya tertawa ringan. Lalu, ia memaksa Melia agar segera beranjak dari kursinya. Teman-temannya sudah turun dan hanya tinggal mereka berdua yang ada di dalam bus.

Karena Melia masih malas, Arman terpaksa memegang tangannya dan menyeretnya paksa. Jika tidak, Melia pasti akan kembali tidur.

****

Selesai makan malam dan sembahyang, perjalanan kembali dilanjutkan. Bus telah sampai di pelabuhah Ketapang. Para penumpang turun dan beralih menuju pelabuhan. Mereka kemudian menaiki salah satu kapal penyeberangan dan menunggu di dek kapal sambil menikmati udara malam yang dingin dan menusuk hingga ke sendi.

“Kamu kedinginan, Mel?” tanya Arman. Sedari tadi, ia memperhatikan Melia. Arman tahu, perempuan itu tidak terbiasa dengan udara malam.
“Nih, pakai jaketku,” Arman sontak melepas jaketnya dan menyodorkannya ke Melia.
“Cieeeee..” suara teman-teman Arman serempak menggoda mereka berdua.
“Husst…” balas Arman judes. Ia tidak peduli dengan komentar teman-temannya.
“Thanks ya, Man,” jawab Melia pelan. Ia menerima bantuan Arman dengan memakai jaket tersebut.

Sejenak, mereka berdua diam. Menyimak keheningan malam dan suara gemericik gelombang di bawah kapal yang terdengar pelan. Arman menghisap rokoknya perlahan untuk menghangatkan tubuhnya.

“Kamu ada masalah apa, Mel? Aku tahu kamu pengen cerita ke aku, tapi kamu bingung memulainya,”

Melia mendadak heran dengan pertanyaan Arman. Bagaimana mungkin Arman tahu kalau dia sedang memiliki masalah. Tanpa sempat menjawab pertanyaan itu, Arman kembali membuka suara setelah mengebulkan rokoknya.

“Aku tahu, gerak-gerikmu hari ini sungguh berbeda. Kamu lebih agresif hari ini haha. Dan aku tahu, itu adalah kode bahwa kamu ingin diperhatikan lebih. Kalau kamu mau cerita, aku dengarkan pumpung suasananya sedang bersahabat,”
“Ehm, gimana ya, Man? Aku sedang bertengkar dengan pacarku. Jujur, aku sebenarnya nggak mood banget buat ikut praktik lapangan kali ini,”
“Oh, masalahnya itu. Bertengkar karena apa?” tanya Arman penasaran.
“Hmmm, aku nggak bisa cerita banyak. Intinya, dia itu posesif dan suka mengatur aku dalam hal apapun. Ya, aku kadang nggak suka dengan cara dia. Kita sering adu mulut dan ya gitulah….”
“Aku doain semoga kalian cepat akur. Lupakan sejenak masalahmu di sini. Anggap aku saat ini adalah pacarmu, silahkan caci maki aku sepuas hatimu,” Arman tersenyum lebar di akhir kalimatnya.

Hal itu membuat wajah Melia yang sedari tunduk kembali ceria. Tanpa menunggu waktu lama, Melia langsung mengucap sumpah serapah kepada Arman. Ia bahkan membentak-bentak Arman dan memukul-mukul bahu Arman dengan agak keras untuk melepaskan segala amarahnya.

“Kamu terlalu keras memukulku, sakit tau?” sahut Arman. Wajahnya agak memerah menahan rasa sakit. Melia kian terbahak-bahak.
Setelah tawa perempuan itu terhenti, Melia menyandarkan kepalanya di bahu Arman tanpa diduga.
“Terima kasih banyak, Man. Kamu memang temanku yang paling pengertian. Tak ada lagi cowok yang sepengertian kamu di dunia ini,”

Arman hanya tersenyum meringis. Membiarkan Melia larut dengan dirinya sendiri. Mendadak, ia jadi teringat Dewi yang kini sedang mendaki di Semeru. Andai yang bersandar di pundaknya saat ini adalah Dewi, pasti Arman akan sangat bahagia.

****

Destinasi praktik lapangan kali ini adalah Bedugul. Arman dan teman-teman sejurusannya mendapatkan tugas untuk meneliti karakteristik tanah, keadaan alam, serta kehidupan sosial masyarakat yang ada di sekitar Bedugul.

Arman bersama dengan segenap kelompoknya membagi tugas masing-masing. Sebagian ada yang meneliti karakteristik tanah dan iklim dengan alat yang sudah disediakan oleh panitia. Sementara itu, sebagian anggota yang lain bertugas untuk mewawancarai masyarakat yang ada di sekitar Bedugul.

Pelaksanaan praktik tersebut hanya berlangsung selama kurang lebih satu hari. Kemudian, mereka kemudian berpindah destinasi ke Pantai Sanur. Di sana, mereka melihat sunset bersama-sama sambil melepas lelah setelah mengumpulkan data untuk tugas praktikum mereka.

Arman dan Melia duduk berdua di bawah taburan senja yang terlihat mulai menua.

“Indah banget ya di sini,”
“Iya, indah… Ehm, aku jadi teringat seseorang,” balas Arman spontan ketika menatap wajah Melia.
“Siapa? Perempuan yang kamu ceritakan kemarin?”

Arman mengangguk.

“Hubungan kalian bagaimana? Sudah baikan dengan dia?”

Arman mengangguk lagi.

“Bagus deh, aku doakan yang terbaik buat kalian berdua,”

Momen itu sayangnya hanya berlangsung sementara. Mereka berdua harus kembali lagi ke barisan para rombongan. Tujuan mereka selanjutnya adalah Jogger, salah satu tempat perbelanjaan yang sangat khas di Bali. Arman ingin membelikan Dewi sebuah kaos khas Jogger. Ia dari kemarin bingung hendak membawa oleh-oleh apa untuk perempuan itu.

Jogger menjadi destinasi terakhir mereka di Bali. Setelah semua puas membeli oleh-oleh, mereka harus kembali ke Malang. Karena kegiatan praktikum ini cukup melelahkan, kegiatan perkuliahan besok ditiadakan.
coxi98
changer.
fransjabrik
fransjabrik dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.