- Beranda
- Stories from the Heart
JATMIKO THE SERIES
...
TS
breaking182
JATMIKO THE SERIES
JATMIKO THE SERIES
Quote:
EPISODE 1 : MISTERI MAYAT TERPOTONG
Quote:
EPISODE 2 : MAHKLUK SEBERANG ZAMAN
Quote:
EPISODE 3 : HANCURNYA ISTANA IBLIS
Diubah oleh breaking182 06-02-2021 18:28
itkgid dan 26 lainnya memberi reputasi
25
57.3K
Kutip
219
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•41.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
breaking182
#126
PART 16
Quote:
Ketika Dito menjangkau pegangan pintu. Mia menyambar lengan pemuda itu. Dito sampai kaget sendiri, hampir marah, namun naluri ingin melindungi menekan kemarahannya itu jauh ke sanubari.
"Berdirilah diam di belakangku," ia berbisik.
Lalu jari jemarinya menyentuh anak kunci, sementara tangannya yang lain mengintip lewat celah celah tirai jendela yang sedikit tersingkap. Kegelapan diluar telah diterangi bulan yang masih memancarkan cahayanya yang pucat, lampu beranda depan ikut pula menerobos kabut pekatnya kabut. Ia melihat sesosok tubuh kehitam – hitaman mendekat dari arah perbukitan. Berjalan sejajar dengan pagar pekarangan pavilyun. Dito bergerak cepat dan cekatan.
Kunci pintu disentak berderak, daun pintu direnggut terbuka. Dengan satu kali lompatan ia telah berdiri di beranda seraya berseru lantang.
"Berhenti, siapapun kau adanya!"
Terdengar seruan kaget, lantas sosok tubuh ke hitam hitaman itu berhenti, hanya selangkah dari pintu pagar. Di belakang Dito, Mia bergidik. Selama beberapa detik ia pejamkan mata dan berdo'a semoga makhluk itu tidak menghambur menyerang ia dan Dito.
"Siapa kau sebenarnya?", Dito bertanya dengan tegang.
Sepi menyentak sejenak, dan Mia masih berdiri gemetaran di ambang pintu.
Lalu: "Saya, Tuan muda...." terdengar jawaban parau.
"Saya siapa?"
"Manto..."
Seketika itu juga Mia membuka kedua belah matanya. Berjalan ke halaman lalu berdiri tegak di samping Dito. Bersama- sama menatap sosok tubuh kehitaman yang tampak tegak dengan gelisah di luar pagar. Karena belum yakin, Dito mendengus: "Mendekatlah. Supaya aku dapat melihatmu"
"Berdirilah diam di belakangku," ia berbisik.
Lalu jari jemarinya menyentuh anak kunci, sementara tangannya yang lain mengintip lewat celah celah tirai jendela yang sedikit tersingkap. Kegelapan diluar telah diterangi bulan yang masih memancarkan cahayanya yang pucat, lampu beranda depan ikut pula menerobos kabut pekatnya kabut. Ia melihat sesosok tubuh kehitam – hitaman mendekat dari arah perbukitan. Berjalan sejajar dengan pagar pekarangan pavilyun. Dito bergerak cepat dan cekatan.
Kunci pintu disentak berderak, daun pintu direnggut terbuka. Dengan satu kali lompatan ia telah berdiri di beranda seraya berseru lantang.
"Berhenti, siapapun kau adanya!"
Terdengar seruan kaget, lantas sosok tubuh ke hitam hitaman itu berhenti, hanya selangkah dari pintu pagar. Di belakang Dito, Mia bergidik. Selama beberapa detik ia pejamkan mata dan berdo'a semoga makhluk itu tidak menghambur menyerang ia dan Dito.
"Siapa kau sebenarnya?", Dito bertanya dengan tegang.
Sepi menyentak sejenak, dan Mia masih berdiri gemetaran di ambang pintu.
Lalu: "Saya, Tuan muda...." terdengar jawaban parau.
"Saya siapa?"
"Manto..."
Seketika itu juga Mia membuka kedua belah matanya. Berjalan ke halaman lalu berdiri tegak di samping Dito. Bersama- sama menatap sosok tubuh kehitaman yang tampak tegak dengan gelisah di luar pagar. Karena belum yakin, Dito mendengus: "Mendekatlah. Supaya aku dapat melihatmu"
Quote:
Sosok tubuh itu bergerak ragu - ragu ke pintu pagar membukanya dengan suara berderit kemudian melangkah memasuki pekarangan. Dalam sekejap ia telah berdiri dihadapan kedua muda –mudi itu. Gelisah dan ketakutan tergambar di wajahnya yang kehitam hitaman. Lampu beranda menerangi sekujur tubuhnya yang tampak gemuk dan pendek. Ia tidak saja berkulit kehitam-hitaman, tetapi juga berpakaian warna gelap. Pantaslah penampilannya menakutkan ketika muncul dari balik kabut.
Namun, meski telah mangenali laki – laki gemuk pendek itu sebagai pelayan sekaligus sopir pribadi Parlin si ketua RT di perkampungan itu.
Mia belum puas yang menuntut untuk membuka mulut dan bertanya, "Apa yang kau lakukan di luar ?"
"Saya baru pulang mengantar Tuan Parlin menengok pabriknya," jawab orang itu.
"Mengapa larut malam begini kau masih berkeliaran di luar?"
"Oh... itu. Saya pulang sore tuan muda. Lantas Tuan Parlin menyuruh saya untuk service mobil. Tapi mendadak hujan turun begitu saja. Derasnya bukan main “, kata Manto sembari dan merapatkan sarung pelekat yang terbelit di lehernya.
“ Dan sialnya lagi mobil tiba –tiba mogok di tengah jalan. Sudah coba saya perbaiki agar bisa jalan lagi ternyata upaya saya sia –sia. Mobil itu tetap saja tidak mau berjalan “
“ Lantas saya berteduh di tengah jalan. Ada ceruk yang lebar dan hangat, hampir-hampir saya ketiduran. Kemudian hujan berhenti, lalu saya berjalan pulang jalan kaki. Mobil saya tinggalkan saja di bawah sana dekat dengan belokan yang ada batu besarnya. Biarlah besok pagi diambil oleh tukang bengkel...."
"Kau datang dari arah sana. Mengapa?" tanya Mia seraya menunjuk ke bibir bukit, di mana terletak tumpukan batu-batu hitam misterius yang kini seolah berkumpul diam -diam. Mengintai pembicaraan mereka dari kejauhan.
“ Saya suka memilih lewat dari situ . Ada jalan setapak. Meski curam dan berbahaya. Akan tetapi, lebih singkat dan cepat untuk sampai di tempat tujuan “
Dito diam –diem merasa puas telah membuktikan pada Mia bahwa tidak ada hantudi tempat ini. Mia tidak perlu takut lagi yang mereka hadapi bukan setan, atau pencuri, melainkan pelayan laki-laki Parlin! Tidak perlu dicurigai sama sekali.
"Boleh saya pergi Tuan Muda?"
“ Saya letih dan ingin tidur"
Dito mempersilahkan.
Laki – laki gemuk dan pendek itu membungkuk sopan. Kemudian berlalu Ketika ia menutup pintu pagar, orang itu membungkuk lagi. Baru setelahnya ia bergegas pergi, sosok tubuhnya lenyap di balik rerimbunan pohon dan semak belukar.
Dito mengawasi Mia.
"Puas ?", ia tersenyum.
Mia geleng kepala.
"Apa lagi Mia?"
"Aku masih curiga padanya."
"Baiklah.... Tetapi marilah kita ke dalam dulu. Dingin sekali di luar sini... “
Dito menarik lengan Mia ke dalam rumah isterinya ke dalam yang menurut saja bagai kerbau dicucuk hidung, dengan wajah tetap kelihatan tidak puas dan mata kosong mengambang menerawang entah kemana.
Dito memaksanya supaya tidur saja, tetapi Mia menolak.
"Ia muncul tidak lama setelah aku melihat makhluk itu." gumamnya, serius.
"Makhluk apa?"
"Makhluk hitam tanpa kepala. Sepotong kepalanya yang ditenteng dengan mata merah bernyala-nyala!"
"Hai, itu lagi. Apakah Manto tidak berkepala?"
"Tidak?"
"Matanya merah?"
Tidak."
"Jadi?"
"Tak ayal lagi. Ada sesuatu di sekitar tempat ini Dito. Telah lama aku memikirkannya. Tetapi kau terlalu menganggap sepele, menganggap remeh. Masalahnya bukan terletak pada Parlin sendiri. Akan tetapi, semua warga perumahan ini berkaitan. Malah kukira kau menganggap aku sudah berotak miring. Aku tidak menyukai tempat ini. Kita harus menyelidiki masalah ini secepatnya dan segera pergi jauh dari sini ! Atau mungkin kita batalkan saja memecahkan kasus ini"
Dito ternganga.
Tak bersuara.
"Apa jawabmu?" Mia mendesak, tak sabar.
"Kau letih. Mia. Kurang tidur. Itu sebabnya kau suka berpikir yang bukan bukan. Dan............"
"Itu lagi!" Mia menghentakkan kaki ke lantai.
Kesal.
"Lantas apa maumu?"
"Berhenti sampai disini?!"
"Tempat ini enak. Kita juga sudah terlanjur berjanji kepada Pak Parman untuk mengungkap kasus ini. Aku juga telah berlelah –lelah untuk menyelidiki tempat ini jauh –jauh hari sebelum kau datang ke Wonosari. Dan satu lagi, kehadiran kita sudah sangat diterima di tempat ini. Hal itu memudahkan kita untuk bergerak dengan leluasa"
"Tempat ini tiba –tiba membuatku takut “
"Takut pada apa? Aku dengar dari Pak Parman kau seorang wanita yang pemberani dan tidak percaya pada hal –hal mistis. Mengapa kau tiba –tiba berubah pikiran?"
"Makhluk itu "
"Alaaah....Mia ?"
"Kau percaya si Manto ya"
Mia menukas. "Ia selama ini tidak banyak bicara. Bahkan jarang terlihat"
"Itu karena ia tahu diri. Dan soal jarang terlihat karena ia memang berada di tempat Pak Parlin menjadi orang kepercayaannya “
"Aku tidak yakin. Pasti ada sesuatu yang disembunyikannya "
"Apa pula itu?"
“Entahlah... Pokoknya sesuatu yang semata-mata ditujukan padaku. Apa aku tidak tahu. Namun aku begitu takut. Jangan jangan... memang ia sendiri makhluk tanpa kepala dan bermata merah bernyala bagai api neraka itu. Aku tak percaya hantu. benar! Oleh karena itu , apa yang kulihat muncul mengerikan ditonjolkan batu yang paling tinggi itu bukan jelmaan roh jahat. Melainkan buatan Manto sendiri. Entah bagimana caranya. Yang jelas ia punya maksud - maksud jahat...!"
"Mia, Mia. Kau terlalu menaruh curiga dan...." Dito berpikir sebentar.
"Kukira, pendapatmu masuk akal secara Manto satu –satunya orang kepercayaan Pak Parlin", ujar Dito berubah pikiran dengan tiba-tiba saja.
Mia yang sedang terguncang perasaan, tidak menyadari perubahan yang terjadi begitu cepat itu. Dengan serius dan sama bernafsu. Dito mendesah: "Aku akan menyelidiki orang itu. Tetapi Mia, selagi kecurigaanmu belum terbukti kumohon janganlah berpikir untuk menghentikan kasus ini"
Mia menghela nafas panjang, kemudian berlalu ke kamar tidur tanpa menjawab sepatahpun juga. Dito kebingungan beberapa saat, kemudian menyusul. Di kamar tidur, ia berusaha membujuk Mia. Tetapi Mia tidak mau dibujuk. Dito kesal sendiri. Lalu dengan cepat pemuda berambut ikal sebahu itu lantas keluar dari kamar dan membanting tubuhnya di atas sofa di kamar tengah.
Namun, meski telah mangenali laki – laki gemuk pendek itu sebagai pelayan sekaligus sopir pribadi Parlin si ketua RT di perkampungan itu.
Mia belum puas yang menuntut untuk membuka mulut dan bertanya, "Apa yang kau lakukan di luar ?"
"Saya baru pulang mengantar Tuan Parlin menengok pabriknya," jawab orang itu.
"Mengapa larut malam begini kau masih berkeliaran di luar?"
"Oh... itu. Saya pulang sore tuan muda. Lantas Tuan Parlin menyuruh saya untuk service mobil. Tapi mendadak hujan turun begitu saja. Derasnya bukan main “, kata Manto sembari dan merapatkan sarung pelekat yang terbelit di lehernya.
“ Dan sialnya lagi mobil tiba –tiba mogok di tengah jalan. Sudah coba saya perbaiki agar bisa jalan lagi ternyata upaya saya sia –sia. Mobil itu tetap saja tidak mau berjalan “
“ Lantas saya berteduh di tengah jalan. Ada ceruk yang lebar dan hangat, hampir-hampir saya ketiduran. Kemudian hujan berhenti, lalu saya berjalan pulang jalan kaki. Mobil saya tinggalkan saja di bawah sana dekat dengan belokan yang ada batu besarnya. Biarlah besok pagi diambil oleh tukang bengkel...."
"Kau datang dari arah sana. Mengapa?" tanya Mia seraya menunjuk ke bibir bukit, di mana terletak tumpukan batu-batu hitam misterius yang kini seolah berkumpul diam -diam. Mengintai pembicaraan mereka dari kejauhan.
“ Saya suka memilih lewat dari situ . Ada jalan setapak. Meski curam dan berbahaya. Akan tetapi, lebih singkat dan cepat untuk sampai di tempat tujuan “
Dito diam –diem merasa puas telah membuktikan pada Mia bahwa tidak ada hantudi tempat ini. Mia tidak perlu takut lagi yang mereka hadapi bukan setan, atau pencuri, melainkan pelayan laki-laki Parlin! Tidak perlu dicurigai sama sekali.
"Boleh saya pergi Tuan Muda?"
“ Saya letih dan ingin tidur"
Dito mempersilahkan.
Laki – laki gemuk dan pendek itu membungkuk sopan. Kemudian berlalu Ketika ia menutup pintu pagar, orang itu membungkuk lagi. Baru setelahnya ia bergegas pergi, sosok tubuhnya lenyap di balik rerimbunan pohon dan semak belukar.
Dito mengawasi Mia.
"Puas ?", ia tersenyum.
Mia geleng kepala.
"Apa lagi Mia?"
"Aku masih curiga padanya."
"Baiklah.... Tetapi marilah kita ke dalam dulu. Dingin sekali di luar sini... “
Dito menarik lengan Mia ke dalam rumah isterinya ke dalam yang menurut saja bagai kerbau dicucuk hidung, dengan wajah tetap kelihatan tidak puas dan mata kosong mengambang menerawang entah kemana.
Dito memaksanya supaya tidur saja, tetapi Mia menolak.
"Ia muncul tidak lama setelah aku melihat makhluk itu." gumamnya, serius.
"Makhluk apa?"
"Makhluk hitam tanpa kepala. Sepotong kepalanya yang ditenteng dengan mata merah bernyala-nyala!"
"Hai, itu lagi. Apakah Manto tidak berkepala?"
"Tidak?"
"Matanya merah?"
Tidak."
"Jadi?"
"Tak ayal lagi. Ada sesuatu di sekitar tempat ini Dito. Telah lama aku memikirkannya. Tetapi kau terlalu menganggap sepele, menganggap remeh. Masalahnya bukan terletak pada Parlin sendiri. Akan tetapi, semua warga perumahan ini berkaitan. Malah kukira kau menganggap aku sudah berotak miring. Aku tidak menyukai tempat ini. Kita harus menyelidiki masalah ini secepatnya dan segera pergi jauh dari sini ! Atau mungkin kita batalkan saja memecahkan kasus ini"
Dito ternganga.
Tak bersuara.
"Apa jawabmu?" Mia mendesak, tak sabar.
"Kau letih. Mia. Kurang tidur. Itu sebabnya kau suka berpikir yang bukan bukan. Dan............"
"Itu lagi!" Mia menghentakkan kaki ke lantai.
Kesal.
"Lantas apa maumu?"
"Berhenti sampai disini?!"
"Tempat ini enak. Kita juga sudah terlanjur berjanji kepada Pak Parman untuk mengungkap kasus ini. Aku juga telah berlelah –lelah untuk menyelidiki tempat ini jauh –jauh hari sebelum kau datang ke Wonosari. Dan satu lagi, kehadiran kita sudah sangat diterima di tempat ini. Hal itu memudahkan kita untuk bergerak dengan leluasa"
"Tempat ini tiba –tiba membuatku takut “
"Takut pada apa? Aku dengar dari Pak Parman kau seorang wanita yang pemberani dan tidak percaya pada hal –hal mistis. Mengapa kau tiba –tiba berubah pikiran?"
"Makhluk itu "
"Alaaah....Mia ?"
"Kau percaya si Manto ya"
Mia menukas. "Ia selama ini tidak banyak bicara. Bahkan jarang terlihat"
"Itu karena ia tahu diri. Dan soal jarang terlihat karena ia memang berada di tempat Pak Parlin menjadi orang kepercayaannya “
"Aku tidak yakin. Pasti ada sesuatu yang disembunyikannya "
"Apa pula itu?"
“Entahlah... Pokoknya sesuatu yang semata-mata ditujukan padaku. Apa aku tidak tahu. Namun aku begitu takut. Jangan jangan... memang ia sendiri makhluk tanpa kepala dan bermata merah bernyala bagai api neraka itu. Aku tak percaya hantu. benar! Oleh karena itu , apa yang kulihat muncul mengerikan ditonjolkan batu yang paling tinggi itu bukan jelmaan roh jahat. Melainkan buatan Manto sendiri. Entah bagimana caranya. Yang jelas ia punya maksud - maksud jahat...!"
"Mia, Mia. Kau terlalu menaruh curiga dan...." Dito berpikir sebentar.
"Kukira, pendapatmu masuk akal secara Manto satu –satunya orang kepercayaan Pak Parlin", ujar Dito berubah pikiran dengan tiba-tiba saja.
Mia yang sedang terguncang perasaan, tidak menyadari perubahan yang terjadi begitu cepat itu. Dengan serius dan sama bernafsu. Dito mendesah: "Aku akan menyelidiki orang itu. Tetapi Mia, selagi kecurigaanmu belum terbukti kumohon janganlah berpikir untuk menghentikan kasus ini"
Mia menghela nafas panjang, kemudian berlalu ke kamar tidur tanpa menjawab sepatahpun juga. Dito kebingungan beberapa saat, kemudian menyusul. Di kamar tidur, ia berusaha membujuk Mia. Tetapi Mia tidak mau dibujuk. Dito kesal sendiri. Lalu dengan cepat pemuda berambut ikal sebahu itu lantas keluar dari kamar dan membanting tubuhnya di atas sofa di kamar tengah.
Diubah oleh breaking182 30-10-2019 05:17
jiresh dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas
Tutup