Kaskus

Story

rosemallowAvatar border
TS
rosemallow
AMARAH DESA JIN [KISAH NYATA]
AMARAH DESA JIN [KISAH NYATA]

Spoiler for WAJIB BACA!:


PELET PERAWAN



Layar laptop menyinari ruangan yang gelap itu, tanganku tak henti memijit satu persatu tombol kotak berwarna hitam diatas laptopku. Pandanganku terfokus lurus melihat layar yang membuatku enggan melirik ke tempat lain. Kakiku melipat bersila diatas karpet bercorak polkadot, sesekali ku angkat gelas berisi air putih yang berada disebelah meja kecil tempat laptop itu ku letakkan.

Ku arahkan mataku ke bagian ujung bawah kanan layar laptopku, tak terasa waktu menunjukkan pukul 20:00, 7 Jam sudah aku terfokus membuat paper tugas kuliahku di hari minggu ini. Hari ini aku hanya berniat untuk menyelesaikan tugasku itu, karena besok adalah deadline pengumpulan tugas ini.
Ku angakt tangan dan aku luruskan, ku rapatkan jemari tanganku dan menariknya, mengisyaratkan otot-ototku telah lama kaku . suara gertakan tulang tulang sendiku riuh bersautan.

“Alhamdulillah, selesai oge” (Alhamdulillah selesai juga!) ucapku merebahkan badanku diatas karpet. Ku tatap langit-langit kamar yang gelap, ruangan 4x3m itu terlihat seperti gua kecil.

Aku melamun…
Alunan dering telponku merusak lamunanku.
Aku spontan melirik ke arah handphone yang layarnya menyala itu, ku ambil dan kulihat ternyata ibuku menelpon.

Tak pikir panjang, akupun menjawabnya
“Assalamu’alaikum” ucap ibuku
“Wa’alaikumsalam” jawabku sembari berjalan ke dispenser untuk mengisi gelas yang kosong.

“Dek dimana?” Tanya ibuku lirih dengan bibir yang terdengar gemetaran

Sembari mengisi gelas dengan air putih itu aku menjawab “dikosan mah, aya naon nyah?” (dikosan bu, ada apa ya?)

“Uwak Isah tos teu aya dek” (Uwak Isah sudah meninggal dek) kata ibuku dengan nada yang haru

Aku tak langsung menjawab, aku hanya termenung menatap kosong gallon didepanku, tanganku tak bisa berhenti menekan keran dispenser hingga air tumpah menyeruah dari dalam gelas yang ku isi.

“Innalilahi wa inna ilaihiroji’un” ucapku lirih dibarengi airmata yang perlahan mengalir dipipi kemudian jatuh setelah menempel dari daguku.

Uwak Isah, Ya nama Asli uwakku, Ibu dari Lita.
Terakhir aku melihat beliau ketika aku sebelum berangkat ke kota B, untuk berkuliah. Umurku sekarang sudah 17 tahun. Aku tidak percaya jika aku tidak ada disisinya ketika hari-hari terakhirnya didunia. Aku sangat menyesali itu.

Tak kuat ku menahan tangis yang memaksa keluar dari kedua mataku, aku terduduk memeluk lututku dengan handphone yang masih menyala yang tidak lagi aku hiraukan. Aku menangis hebat malam itu, hingga ku tertidur.

Esok hari, jadwal kuliahku sangat padat, Karena aku masih ada di semester-semester awal. Aku ingin sekali pulang, tapi orangtuaku menolak.
Mereka menyuruhku memberikan doa saja disini, karena tidak mungkin aku pulang karena jarak ke kampungku yang jalanannya saja susah untuk dilewati kendaraan, terjal dan berkelok-kelok, membuat waktu perjalanan menuju kesana memakan waktu 10 jam lebih dengan kendaraan darat.
Rasa menyesal menyesap terus didalam hatiku, melakukan kegiatanpun dirasa tidak membuatku melupakan rasa sesal ini.

“Enya halo” ucap suara sendu dibalik telpon
“Teh, maaf nyah… abdi teu tiasa pulang ka rumah” (Teh, maaf ya. Aku gak bisa pulang ke rumah) kataku lirih

“Enya, teu kunanaon dek. Da pan adek teh dikota nuju balajar” (Iya, gak apa-apa dek. Kan kamu di kota sedang belajar) jawab lita mencoba membuatku tidak merasa khawatir.

“Nya teh” (Iya teh) ucapku
Kamipun berbincang banyak di telpon saat itu, Lita menceritakan banyak hal.

Lita sekarang bekerja di sebuah supermarket kecil dikampung kami, Ya kampung kecil tidak terlalu banyak perubahan semenjakku kecil, Ya… perubahan hidupnya sangat dirasa sekali, dulu keluarganya sangat kaya bahkan menjadi orang terkaya di kampungku saat itu. Banyak orang yang menyegani keluarganya dahulu, Jujur akupun sangat iri dengan keadaan keluarganya dahulu. Dia bisa membeli apapun yang dia mau, tapi sekarang dia harus berpeluh untuk mendapatkan uang untuknya makan.

Dia masih tinggal di rumah yang dulu, hanya saja sekarang terlihat lebih tidak terawat atau banyak di beberapa sisi yang seharusnya sudah mulai di renovasi dan terpaksa dia pun mengontrakkan beberapa kamar untuk para pendatang yang bekerja di pabrik baru di kampung kami.

Sore itu,
Seorang lelaki mengintip dibalik pohon mangga besar di sebelah supermarket tempat Lita bekerja. Laki-laki itu mengawasi lita dengan sangat seksama, jari-jarinya tak henti ia gerakan . tatapannya tajam seperti akan menerkam.

Terlihat Lita sedang membereskan satu persatu barang dagangan yang di depan toko, pertanda dia akan tutup. Tetapi laki-laki itu masih saja berdiri memandangnya dibalik pohon itu, perlahan dia berjalan maju ke arah lita yang tetap fokus membereskan dagangannya.

Angin dingin sore itu mengusap tengkuk lita dengan lembut, membuatnya sedikit bergidik kedinginan. Sembari mengusap tengkuknya dengan tangan kiri dia berujar.
“Aduh, tiris amat nyah “ (aduh, dingin sekali ya)

Ia menatap kosong, ketika bayangan seseorang tengah berdiri di belakangnya, senja yang kekuningan sejenak membuatnya panik. Lita cemas …

“DORRRRR”

Tubuh Lita sejenak membeku, tangannya mematung berhenti melakukan aktifitas. Badannya spontan berbalik. Lita berteriak

“Aaaaakkkk…. Ih si aa, sok kabisaan ngareuwasan abdi wae!” (ih si aa, kebisaaan ngagetin aku terus) ucap lita kesal
“hehe, atuh anjeun mun reuwas teh sok lucu katingalna, nya atuh hayuk geura uih” (hehe, kamu tuh kalo kaget suka lucu keliatnya, iya atuh ayo cepet pulang) ucap laki-laki itu dengan nada berat

“Nya, kedeung hiji deui ngabereskeun ieu” (iya, sebentar satu lagi ngeberesin ini) ucap lita tersipu malu.

Setelah membereskan semuanya, Lita pun naik motor dibonceng oleh laki-laki itu.

Anto,
Laki-laki dengan badan sedikit pendek dengan kulit coklat berwajah manis itu setiap hari menjemput lita dari bekerja, Dia adalah suaminya lita. Mereka baru menikah beberapa bulan yang lalu, mereka menikah karena dulu suaminya menjadi tukang ojek lita untuk pergi dan pulang bekerja, karena kebersamaanya setiap hari, tumbuhlah suka diantara mereka hingga mereka memutuskan untuk menikah.

Malam hari,

Suara kucing mengeluh meronta dari kebun pisang sebrang rumah lita. Kehidupan malam terasa hening kala itu, Lita memandang halam rumahnya yang ditumbuhi banyak tanaman-tanaman kecil yang ditanam oleh ibunya. Ia melamun sedih dan melenguh mengingat kedua orang tuanya. Airmatapun menetes pelan melewati kedua pipinya yang merona, hingga matanya tak sengaja melihat bayangan hitam keluar dari kegelapan arah jalanan umum didepan rumah lita melesat masuk melewati gerbang rumahnya. Diapun berbalik dan menutup gorden rumahnya dengan tatapan kaget sekaligus cemas.

Tiba-tiba suara pintu dipukul dengan keras dari arah pintu depan.

Bersambung....

AMARAH DESA JIN [PART 2]

AMARAH DESA JIN [PART 3]

AMARAH DESA JIN [PART 4]

AMARAH DESA JIN [PART 5]

AMARAH DESA JIN [PART 6]

AMARAH DESA JIN [PART 7]

AMARAH DESA JIN [PART 8]

ENDING
Diubah oleh rosemallow 21-10-2019 06:48
doelvievAvatar border
minakjinggo007Avatar border
3.maldiniAvatar border
3.maldini dan 35 lainnya memberi reputasi
34
36.7K
148
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread1Anggota
Tampilkan semua post
rosemallowAvatar border
TS
rosemallow
#92
AMARAH DESA JIN [PART 8]
Lita melihat abi anaknya tetap seperti kemarin-kemarin, anak itu masih saja terus bermain sendiri dan lita kembali tak melihat sosok apapun di depannya. Hanya abi yang tertawa cekikan sembari mengatakan hal yang tidak terlalu dimengerti oleh lita.

Bulu kuduknya kembali menyeruak berdiri seolah ada yang meniup tengkuk lita kala itu. Ia hanya memandang semu memikirkan jika hal ini memang akan terjadi lagi. Ketenangannya tidak bisa lagi ia harapkan. Dalam pikirnya hanya keinginan untuk bertemu Nyai kembali.
Teriakan abi terdengar lantang hingga ke semua penjuru rumah, Anto yang sedang menyiapkan bahan-bahan untuk berjualan baksonya spontan meninggalkan semua itu dan berlari menuju kamar dimana Abi berada.

Lita terlihat hanya berdiri membeku, badannya kaku dengan wajah kaget yang luar biasa. Abi hanya menjerit-jerit diam di tempat ia berdiri didalam kamar. Wajahnya enggan melihat ke satu sudut kamarnya itu. Anto sigap mengambil abi dan menggendongnya, dan menarik tangan lita dan langsung berlari.

Tangisan pecah, Anto yang tidak tahu apa-apa hanya memandang bingung situasi seperti itu. Beberapa kali anto menanyakan kepada lita, lita hanya terbengong syok dengan mata yang masih melotot. Ada rasa takut yang terpampang dalam wajahnya. Jeritan abi semakin mengeras, entah apa makhluk yang mereka lihat.

Kebingungan Anto memuncak, hingga tak ada lagi hal yang bisa ia lakukan kecuali menghentikan abi yang masih menangis. Berkali-kali anto menggoyang-goyangkan badan lita, nihil. Lita tidak menggubrisnya ia masih terbengong dan memeluk lututnya.
Antopun memeluk lita berharap memberikan ketenangan kepada lita agar melupakan hal apapun yang terjadi kepadanya.

Beberapa jam kemudian...

Abi sudah terlelap tidur dikamar lain bekas kamar okta, wajahnya berpeluh dengan mata yang terpejam kaku. Terbaring lita disebelah Abi yang terlihat mencoba untuk menenangkan diri. Anto masih belum tahu jawaban atas kebingungannya hari ini. Ia memutuskan untuk tidak berjualan terlebih dahulu, ia hanya akan fokus untuk mengurus kedua orang yang dicintainya itu.

Dalam pikiran anto bergemuruh " apa wujud asli makhluk itu yang mereka lihat? Kapan pula nyai akan pergi kesini?" Anto tak bisa lagi berpikir jernih.
Dengan sepiring nasi dan lauk ikan, anto mencoba menyuapi lita yang masih saja terdiam tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia hanya melihati abi yang masih tertidur pulas disebelahnya.

Malam menyeruak, langit semakin menggelap membiru dengan beberapa bintang menghias ramah disetiap gelombang awan yang perlahan menghilang. Suasana rumah lita tak berbeda, mereka masih saja seperti itu dari siang tadi, takut untuk melakukan aktivitas apapun.

Gemuruh suara motor mengagetkan mereka, sebuah motor terparkir didepan rumah lita. Anto bergegas membukakan pintu meksipun tidak ada yang mengetuk. Anto hanya berpikir itu adalah nyai yang sudah berjanji akan pergi kerumahnya.

Anto terhentak kaget ketika melihat sosok yang ada didepannya, dengan pakaian khas perempuan tua dengan memakai kain batik yang ia pakai sebagai rok panjang kebawah, dengan wajah yang sedikit mengeriput, sosok itu berdiri tegap dengan ekspresi yang bergidik. Dibelakangnya terlihat anak muda yang anto ingat sekali wajahnya.

"Alhamdulillah Nyai datang" Ucap anto gembira

Nyai hanya menyeloroh berjalan perlahan menyalami anto yang berada didepannya, anto segera menyingkir dari hadapan nyai kemudian anak muda yang dibelakangnya yakni anaknya itu mengikutinya dari belakang. Tampak kengerian dari wajah mereka.
Anto hanya berjalan tanpa memikirkan suatu hal, ia hanya ingin semua ini kembali seperti semula.

"Loba, meni loba gusti" (banyak, sangat banyak) ucap nyai gemetar
Anaknya hanya mengangguk saja sembari melihat sekeliling rumah ini, sudut demi sudut mereka datangi dengan perlahan.

"Loba? Seeur naon nyi?" (Banyak? Banyak apa nyi?) Tanya anto.

"Jurig" (setan) jawab nyai mantap sembari menoleh melihat wajah anto.

Terhenyak dengan penuh kebingungan, anto menghentikan langkahnya yang sedari tadi mengikuti nyai dan anaknya.

"Kuring teu nyaho sampe saloba kieu ieu jurig, nya sakampung weh ieu mah merennyah. Rupana garoreng pisan!" ( Saya tidak tahu sampai sebanyak ini setannya, sekampung pantesan inimah. Wujudnya sangat jelek sekali!) Gumam nyai.

Anto tak bisa menyembunyikan ketakutannya, ia hanya mengelus lembut tengkuknya sembari melihat kebelakangnya, dia khawatir akan melihat sosok tak kasat mata tersebut.
Tidak hanya itu, anak dari nyai pun menjelaskan hal yang membuat anto semakin bergidik ngeri. Bahwa disemua rumah yang ada dikampung ini masing-masing rumah mereka dihuni oleh makhluk-makhluk ini, sepertinya makhluk itu dan rakyatnya memutuskan untuk tinggal disetiap rumah warga yang berada disekitar bekas kebun pisang itu. Semuanya menempati setiap rumah, sehingga akan memberikan efek yang sangat tidak nyaman dengan rumah para warga. Nyai menambahkan, jika melihat ke dalam dunia mereka, rumah para warga semuanya sangat gelap karena satu rumah bisa ratusan sampai ribuan makhluk menghuninya.

Berhubung, rumah lita adalah rumah yang paling dekat. Intensitas aktivitas mereka dia rumah lita lebih kompleks bahkan makhluk penghuninya lebih banyak.
Mereka terlihat membawa tas-tas, koper atau gembolan, layaknya manusia yang akan pindah rumah atau diusir dari rumahnya.

Pemandangan yang tak mampu anto lihatnya sudah membuatnya gemetar takut, apalagi jika ia bisa melihat hal ini.

Dari dalam kamar yang pintunya terbuka, nyai melihat lita dan abi yang sedang tertidur pulas. Anto melihat nyai memperhatikan istri dan anaknya

"Tadi isuk..." (Tadi pagi...) Tak sampai menyelesaikan ucapannya. Nyai memotong kalimat yang akan diucapkan anto "Nyai, tos terang!" (Nyai, sudah tahu!)
Anto hanya mengangguk menundukkan pandangannya.

"Nya teu nanaon, geus ulah dipikiran. Si eneng Sareng si dedek tadi ningal salah sahiji makhluk eta!" (Iya gak apa-apa, sudah jangan dipikirkan. Si eneng dan si dedek tadi melihat salah satu dari makhluk itu) jelas Nyai.

Sejenak suasana hening, Tiba-tiba hal yang sebelumnya anto saksikan terjadi kembali. Tubuh anaknya nyai kembali mengejang, badannya yang tadinya berdiri tersungkur terduduk diatas lantai.

Nyai tidak terlihat kaget, lain dengan anto yang terperanjat melotot menyaksikan hal ini.
Anto terbengong kebingungan apa yang harus ia lakukan, tak ada intruksi apapun yang nyai katakan kepadanya. Nyai hanya terfokus memandangi makhluk yang berada di dalam tubuh anaknya itu.

"AARRRGGGHHHHHH" Teriakan makhluk itu sangat kencang sekali.

Sesaat setelah teriakan itu terdengar, jeritan Abi dan Lita terdengar hebat. Riuh sekali saat itu, anto berlari masuk kedalam kamar berusaha menenangkan istri dan anaknya. Lita terlihat memeluk abi dengan erat dikamar itu, anto langsung memeluk mereka berdua.

Hingga tak disadar anto, anaknya Nyai melongok dari balik pintu kamar itu, matanya melotot dengan bibir yang menyeringai. Seolah-olah ia menikmati keadaan ini.

kaskus-image

Nyai yang berada dibelakangnya menariknya kembali dan membuatnya untuk kembali duduk.
Ternyata teriakan makhluk itu mengumpan warga lain menghampiri rumah lita, mereka berlarian masuk ke rumah lita malam itu, mereka berkerumun. Salah satu uwakku yang lain mencoba menenangkan keadaan lita.
Makhluk itu tetap berada didalam tubuh anaknya Nyai, Nyai terlihat kewalahan ketika...
Makhluk itu...

Bersambung...
AMARAH DESA JIN [ENDING]
Diubah oleh rosemallow 08-10-2019 19:25
jembloengjava
tantinial26
banditos69
banditos69 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.