- Beranda
- The Lounge
Misteri di Gunung Salak (True Story)
...
TS
Rirevain
Misteri di Gunung Salak (True Story)
Quote:


Gelap!!! Nggak ada cahaya sedikitpun disini!!! Belum pernah gue merasa setakut ini!!!
Tolong!!! Siapapun di sana!!! Mengapa suara gue nggak keluar??? Sekuat tenaga gue berteriak tapi nggak ada satu kata yang keluar, seolah gue seorang bisu yang berusaha bicara lantang. Makin gue teriak, makin tenggorokan ini terasa tercekik, terhimpit dalam gelap.
Tidak!!! Suara itu semakin mendekat, suara aneh yang nggak mungkin berasal dari makhluk nyata, bukan hewan, jelas bukan manusia. Suara kombinasi antara desisan dan bisikan, suara halus yang pelan tapi terasa nyaring di telinga. Berusaha sekuat tenaga gue gerakin kaki untuk hengkang jauh dari sini, menarik kaki gue yang terseret-seret.
Menjauh!!! Gue berusaha semakin menjauhi suara yang semakin jelas mengejar di belakang. Suara itu semakin jelas membentuk satu kata yang pantang diucap pendaki........ Mati!!!
Tolong!!! Siapapun di sana!!! Mengapa suara gue nggak keluar??? Sekuat tenaga gue berteriak tapi nggak ada satu kata yang keluar, seolah gue seorang bisu yang berusaha bicara lantang. Makin gue teriak, makin tenggorokan ini terasa tercekik, terhimpit dalam gelap.
Tidak!!! Suara itu semakin mendekat, suara aneh yang nggak mungkin berasal dari makhluk nyata, bukan hewan, jelas bukan manusia. Suara kombinasi antara desisan dan bisikan, suara halus yang pelan tapi terasa nyaring di telinga. Berusaha sekuat tenaga gue gerakin kaki untuk hengkang jauh dari sini, menarik kaki gue yang terseret-seret.
Menjauh!!! Gue berusaha semakin menjauhi suara yang semakin jelas mengejar di belakang. Suara itu semakin jelas membentuk satu kata yang pantang diucap pendaki........ Mati!!!

Quote:
Tet tet teeeeeeet.... Klakson metromini terus menyalak nyaring seolah menyuarakan ketidaksabaran pengemudinya menyuruh mobil gue untuk minggir dari jalannya.
"Dasar metromini gila, masa gue harus mati konyol nerobos rel? Puyeng banget! Gila!!!! Suntuk banget gue! Apa gue terima ajakan Bayu aja ya?"

Itu adalah dua hari lalu, hari Senin pertama sebelum gue menerima ajakan Bayu, sahabat gue buat muncak. Oh ya nama gue Kiki usia gue 23 tahun dan gue bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Persahabatan gue dengan Bayu sudah terjalin sejak kami sama-sama satu kelas di kelas 2 SMA.
Ini kali pertama buat gue untuk naik gunung tapi bukan buat Bayu. Kalau kata temen-temen gue Bayu itu lahir bukan di rumah sakit tapi lahir di Gunung. Kalau kata gue sih biasa aja nggak ada yang spesial dari Bayu, cuma karena dia anggota Pencinta Alam aja, tapi aslinya dia jarang naik gunung cuma suka sesumbar kalau habis naik dan suka bikin bumbu di ceritanya. Tapi buat gue yang tahu semua kartunya gue cuma diam aja dan bilang "Iya mungkin sih gitu" kalau ada teman yang nanya benar nggak ceritanya si Bayu waktu naik Gunung A atau Gunung B.
Anyway akhirnya gue berangkat juga dengan Bayu dan Ismail. Dengan alasan melepas stress di kantor, kami sepakat untuk naik ke Gunung Salak. Nama Gunung Salak berasal dari nama Salaka yang artinya perak dalam bahasa sansekerta. Gunung Salak merupakan salah satu gunung di Jawa Barat yang masih menyimpan banyak misteri. Konon katanya jika niat kita tidak baik maka akan celaka nantinya. Dan sangat pantang untuk bertanya di mana buah Salaknya ketika sedang mendaki, walaupun itu dimaksudkan hanya untuk bercanda. Pantang sekali bagi pendaki untuk berperilaku sombong atau tidak sopan seperti bercanda berlebihan atau mengejek sesuatu ketika mendaki. Karena hal itu akan membuat "Penghuni Gunung" murka.
Gue adalah satu-satunya perempuan di kelompok ini. Sebenarnya tadinya ada teman perempuan kita yang bernama Sani yang ingin berangkat bersama, namun ia cancel berangkat di menit terakhir karena nggak mendapatkan cuti. Walau cuma bertiga akhirnya kami memutuskan untuk berangkat juga.
Bayu secara nggak langsung menjadi pemimpin di kelompok karena selain dia anak Pencinta Alam dia cerita dia sudah dua kali berhasil muncak di Gunung ini.
Kita sepakat memilih jalur pendakian yang terpendek walaupun terkenal sulit medannya. Selesai registrasi kita mulai jalan menuju Gerbang Rimba dan sesampainya disana Ismail mengeluarkan hape dan kamipun berfoto bersama secara bergantian. Ketika giliran gue memotret, secara aneh foto yang gue ambil ga pernah fokus dan selalu berbayang sampai akhirnya Bayu nggak sabar dan mengambil alih untuk memotret.
"Ah bego amat lo Ki masa moto aja lo ga becus begitu bagaimana di atas nanti, nangis lagi lo minta pulang!"
Gue udah nggak heran lagi sama sikap Bayu yang songong memang begitu sikap dia, jadi gue nggak ambil pusing. Tapi yang bikin gue heran dan aneh kenapa foto yang gue ambil nggak pernah fokus dan selalu ngeblur, segera gue buang jauh-jauh pikiran negatif deh takut diaminin setan apalagi kita baru aja mau mulai pendakian.
Setelah berdoa dan tos bareng-bareng kita mulai masuk ke dalam gerbang besi yang tampak sudah berkarat dan berlumut jadi menambah kesan angker Gunung ini menurut gue. Tapi lagi-lagi gue buang jauh-jauh pikiran negatif dan gue menyelipkan sebuah doa agar semua lancar dan aman selama pendakian sampai kita turun lagi ke sini.
Kami memulai pendakian, jalur menuju pos pertama bisa dibilang tidak terjal walaupun di beberapa titik treknya agak tricky karena melewati jalanan rawa dan berlumpur. Apalagi ketika kita mulai mendaki mulai turun gerimis dan membuat trek semakin sulit dilewati karena lumpur yang cukup dalam dan pohon yang tumbang melintang di jalan.
Berkali-kali gue tergelincir dan kita memutuskan untuk istirahat sebentar memakai jas hujan karena hujan turun semakin deras.
Diantara suara hujan yang makin deras gue mendengar suara desahan nafas seseorang.
"Ssssttt!!! Lo denger suara orang nafas nggak? Itu dari arah situ!!!"
"Nafas??? Enggak Ki, kalau elo Bay?" Ismail mendekatkan telinganya ke arah semak-semak yang gue tunjuk.
"Ah perasaan lo aja kali Ki, cuma suara hujan itu!"
"Iya mungkin karena dingin gue jadi berhalusinasi kali ya!" Tapi sebenarnya gue cukup yakin kalau itu adalah suara nafas yang sangat jelas datang dari arah semak-semak di sebelah sana. Tapi karena takut dianggap lebay sama Bayu dan Ismail akhirnya gue kembali mencoba berpikir positif.
Ketika hujan mulai mereda, kali ini benar kami mendengar suara langkah mendekat dan ternyata kelompok lain baru saja tiba di tempat ini.
"Ki kayanya tadi yang lo denger suara nafas mereka ya?" Mail berbisik pelan, ia takut para pendaki itu mendengar bisikannya.
"Ya nggak mungkin lah Mail, mereka kan datang dari bawah, suara nafas yang gue denger itu datang dari sana!" Gue kembali menunjuk ke arah semak-semak.
"Ya udah kalau gitu benar itu hujan Ki" Males berpikir repot Mail akhirnya menyimpulkan untuk tidak membahasnya kembali.
Kami berkenalan dengan para pendaki. Dan setelah bersalaman, laki-laki yang gue yakini sebagai pemimpin kelompok yang berisi enam orang itu bertanya kepada Bayu.
"Hey kalian bertiga aja?"
"Iya kita bertiga, tadinya sih kita mau naik berempat tapi satu temen kita berhalangan, memang kenapa Kang?" Bayu menjelaskan panjang lebar.
"Gabung aja sama kita? Kita mau muncak, adek-adek mau ke Kawah atau ke Puncak? Kalau mau ke Puncak kita sama-sama saja"
Belum lama pemimpin kelompok yang bernama Kang Daud menawarkan ajakannya, salah satu anggotanya yang bernama Hamdan membisikkan sesuatu ke Kang Daud. Walaupun berbisik tapi samar-samar gue dengar ucapan keberatan Hamdan akan tawaran Kang Daud.
"Duh Kang kalau nambah mereka jumlah kita jadinya ganjil, kan Akang paling ngerti bagaimana kalau muncak Ganjil!"
Seolah mampu menepis kegusaran Hamdan dengan sebuah kibasan tangan di udara Kang Daud berbicara dalam bahasa Sunda.
"Nu penting jaga kalakuan jaga omongan ulah metik tanaman engasnah na Jeung tong sok ngaruksak alam"
Yang kira-kira artinya kaya begini "Yang penting jaga ucapan jaga kelakuan jangan metik tanaman sembarangan jangan ngerusak alam"
Hamdan mundur teratur dan tampaknya nggak bisa mengubah keputusan Kang Daud untuk menawari kami untuk bergabung.
Jadilah kami bersembilan melanjutkan pendakian setelah hujan telah benar-benar berhenti.
Ketika tiba di persimpangan, kami memilih jalur untuk menuju ke Puncak dan gue meminta waktu untuk beristirahat karena carrier gue terasa semakin lama semakin berat.
"Tuh kan udah capek lo Ki! Jangan cengeng lah ayo kita lanjut naik sebelum gelap sampai pos Bajuri"
"Gue nggak cengeng tapi sumpah carrier gue berat banget"
"Ya sudah kita istirahat dulu" Kang Daud yang dari tadi diam akhirnya bersuara dan duduk di sebelah gue. Beliau ngeluarin sebatang cerutu dan mulai membakarnya, menghembuskan asapnya ke arah gue Jelas gue mundur menghindari semburan asapnya. Setelah beberapa kali hisapan, beliau mematikan cerutu dan mengambil botol minuman, beliau membuka tutupnya dan mulai mulutnya komat kamit. Setelah itu Kang Daud memberikan botolnya kepada gue.
"Minum dulu Dik biar kuat jalannya"
Gue nurut dan minum seteguk, dua teguk, lalu menutup botolnya "Kang ada yang ngikutin saya ya?"
"Sssstt nanti aja di bawah kita bahasnya. Sekarang bagaimana kalau kita jalan lagi?"
Memang benar sih Kang Daud itu, pantang banget buat ngomongin hantu, setan atau demit di atas.
Akhirnya gue mengangguk dan kita kembali berjalan.
Hujan mulai turun lagi dan tampaknya cuaca semakin tidak bersahabat, tapi Bayu memaksa kita untuk tetap jalan yaitu dengan alasan agar kami bisa cepat sampai ke pos bayangan dan bermalam disitu.
Entah karena hujan atau memang gue sudah ketempelan, perjalanan naik gunung ini terasa sangat lama dan semakin berat rasanya. Berkali-kali gue merasa kaya ada yang ngawasin kita dibalik lebatnya pepohonan di hutan ini. Belum lagi gue merasa bukan hanya carrier gue yang bertambah berat tetapi kaki gue juga semakin berat melangkah, seperti membawa beban puluhan kilo rasanya.
Karena hujan semakin deras, Kang Daud memecah keheningan dan memberi komando.
"Ok kita stay disini, Yok kita bangun tenda, saya kira tempat ini cocok buat kita bermalam di sini"

Quote:
Diubah oleh Rirevain 03-05-2024 13:17
chimchim06 dan 24 lainnya memberi reputasi
25
28.5K
63
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
1.3MThread•103.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Rirevain
#1
Part 2 (Warung Pisang Goreng Mistis)
Quote:
Selesai kami membangun tenda, Bayu pamit untuk mencari air sebelum gelap. Menurut Bayu, kami telah melewati mata airnya di persimpangan tadi.
Sebelumnya Kang Daud tampak keberatan karena menurut beliau persediaan air kami dirasa masih cukup sampai besok tapi menurut Bayu diatas tidak akan ada lagi mata air sehingga ia perlu untuk kembali mengambil air.
Gue juga merasa nggak setuju dengan Bayu tapi gue ngerti banget adat Bayu yang pasti nggak akan nurut sama orang lain sehingga gue mengajak Ismail juga untuk ikut dengan Bayu.
"Bay ngapain juga sih lo ngotot cari air?" Ismail setengah mendongkol sama Bayu karena kita harus turun lagi untuk ngikutin maunya dia.
"Udah tenang aja aman kok kalau pergi sama gue, lagipula nggak jauh juga kok tempatnya paling 10 menitan. Lagian gue pergi sendiri juga ngga apa-apa. Lo berdua ngapain juga ikut?"
"Duh perut gue kenapa lagi?" Ismail memegangi perutnya.
"Kenapa Lo kebelet berak? Dah Lo di sini aja selesaiin urusan hajat Lo, gue pergi sama Kiki aja" Setengah mengejek Ismail, Bayu tersenyum sinis.
"Serius ngga apa-apa Ki?" Ismail ngeliat gue untuk minta persetujuan dengan muka pura-puranya yang menahan hajat.
Setengah hati gue ngejawab "Iya deh ngga apa-apa Mail gue pergi berdua Bayu aja. Bay nanti kita cepet aja, biar ngga keburu gelap!"
"Iya santai Ki"
Gue dan Bayu bergegas menuju mata air, sesampainya di sana. Bayu mulai mengisi botol-botol kami dan gue ngeliat pemandangan sekitar. Kabut sudah mulai turun, gue melihat jam tangan gue waktu menunjukkan pukul 3 tapi karena suasana yang berkabut suasana jadi terasa lebih gelap dari yang seharusnya.
Entah mengapa sekarang bulu kuduk gue mulai meremang apalagi pas gue dengar bunyi-bunyian alam. Walaupun sayup-sayup jauh terdengar tapi gue merasa mendengar suara geraman di kejauhan sana. Sekarang gue mulai parno.

"Woi Bay cepetan dong"
"Ntar dulu Ki, gue sekalian kencing nih di situ. Bentar ya!" Bayu pergi sedikit menjauh.
Buat ngusir ketakutan gue. Gue mencuci muka gue. Gue merasa ada orang di belakang gue, sontak gue menoleh. Ternyata ada pendaki lain yang kayanya mau minum juga dari mata air ini.
"Eh maaf kang, mau minum juga di sini?" Gue bernafas lega ternyata pendaki lain bukan jurit atau demit. Pendaki itu cuma senyum dan mengisi gelas minumnya dengan air.
Memecah kesunyian gue mencoba mengajak ngobrol pendaki ini. "Sendiri aja Kang? Teman akang mana?"
"Nggak ada saya lagi solo tracking" Dia tersenyum.
"Ya sudah Kang silahkan dilanjut, saya mau ke teman saya dulu" Baru berapa langkah tercium bau busuk perasaan gue langsung nggak enak, baru gue sadar kayanya ada yang aneh dengan Akang itu. Gue menoleh dan benar ternyata Akang itu sudah menghilang. Nggak mungkin!!! Baru berapa langkah gue pergi Akang itu sudah hilang dan tidak ada sama sekali suara langkah dia pergi dari tempat ini.
Buru-buru gue menyusul Bayu "Bay!!! bayu!!! Cepetan Bay, ayok kita cabut dari sini!!! Cepat!!!"
"Ngapain sih lo buru-buru banget Ki?"
"Udah deh Bay cepetan Bay tadi gue ketemu setan!!!" Gue setengah menyeret Bayu menjauh dari situ.
"Wah hoki dong lo lihat setan, kata emak gue kalau lihat setan tuh lo mau dapet duit!"
"Nggak lucu lo Bay!!! Buruan ayo kita cabut dari sini!!!"
"Nyantai aja sih, nih lo lihat nih Jimat gue!!! Nggak akan ada apa-apa selama ada ini!" Bayu tersenyum sombong memamerkan jimatnya yang berbentuk kotak dari kulit dan digantungnya di leher sebagai kalung.
"Terserah lo Bay, tapi plis cepetan deh kita balik ke tenda. Sumpah perasaan gue nggak enak banget!"
Bayu cuma terkekeh ngeliat ketakutan gue. Akhirnya dia nurut dan kita jalan balik ke tenda. Sepuluh menit kami berjalan, kembali gue merasa aneh. Kok kita sudah berjalan cukup jauh tapi nggak sampai-sampai. Belum lagi di sepanjang jalan gue mencium bau kemenyan yang sangat menusuk hidung.
"Bay kayanya kita muter-muter aja daritadi deh! Gue inget kita udah ngelewatin pohon itu!" Gue menunjuk pohon besar dengan sulur-sulur panjangnya yang menjuntai.
"Semua pohon di hutan sama kalek Ki! Ada-ada aja deh lo! Paling bentar lagi kita juga sampai kok. Udah nggak usah parno gitu, lo percaya aja sama gue!" Lagi-lagi Bayu sotoy menurut gue tapi mau bagaimana lagi gue cuma diam dan terus lanjut jalan.
"Ki kayanya kita harus lewat situ deh biar cepet nyampe! Itu gue inget patok itu tuh di sana!"
"Yakin lo Bay? Nanti kita tambah nyasar lagi!"
"Yakin banget gue!!! Kan bukan baru sekali gue ke sini!"
"Ya udah gue tandain dulu pohon ini pakai slayer gue, jadi kalau lo salah kita bisa balik lagi ke jalur ini"
"Ya udah cepet!"
Gue melihat jam waktu sekarang menunjukkan pukul setengah lima sore, kabut mulai datang dan udara bertambah dingin seiring malam hampir menjelang. Suasana mulai gelap dengan makin rapatnya pepohonan di sekitar kami.
Bayu berjalan di depan dan gue berjalan mengikuti di belakangnya. Sampai tiba-tiba Bayu terpleset dan jatuh ke celah tebing. Ia bergelantungan dan berpegangan dengan akar pohon.
"Bay!!!" Gue menjerit panik, berusaha menarik Bayu ke atas dengan sekuat tenaga. Bukannya gue berhasil menarik Bayu naik, malahan gue ikut jatuh dan kami meluncur turun ke bawah setelah berkali-kali tubuh kami menabrak batang-batang pohon dan akar di sepanjang tempat kami jatuh.
Gelap dan gue nggak sadarkan diri. Sampai gue ngerasa badan gue di guncang-guncang seseorang.
"Ki bangun Ki. Lo nggak kenapa-kenapa kan?"
Walau pusing dan berat gue paksain diri buat bangun. Gue ngelihat Bayu mandangin gue dengan raut khawatir.
"Serius gue pikir lo lewat Ki, sepuluh menit gue coba bangunin lo. Pas gue cek nafas lo masih ada, gue agak lega"
"Kita dimana ini Bay?"
"Nggak tahu Ki, kita jatuh cukup jauh dari jalur" Bayu menujuk ke atas tempat awal kita jatuh tadi.
"Kayanya nggak mungkin kita naik ke sana Bay, bagaimana sekarang Bay?"
"Kita lewat situ aja Ki, gue cek tadi ada jalan di situ, kali aja kita ketemu rumah warga di bawah situ"
Walau dalam hati gue ngerasa nggak akan ada perkampungan di daerah ini "Mana ada warga yang mau bermukim di hutan kaya gini" Pikir gue. Tapi gue ngga ada pilihan lain selain tetap berpikir positif dan tidak mematahkan semangat teman gue.
"Mudah-mudahan kita ketemu warga ya Bay atau Kang Daud pasti nyari kita ya!" Setengah berdoa gue berseru kepada Bayu "Ya udah tapi hati-hati ya Bay jangan sampai kepleset lagi kita"
"Lo bisa bangun kan Ki?"
Saking takutnya, gue lupa ngecek keadaan gue. Selain luka-luka di kaki karena celana gue yang terkoyak, gue ngerasa kaki gue sedikit kebas. Ternyata kaki kanan gue terkilir sehingga Bayu harus memapah gue untuk berjalan. Bayu menawari gue untuk berhenti berkali-kali karena melihat kondisi kaki gue. Gue mencoba menahan sakit dan memilih untuk terus jalan.
Kita akhirnya sampai di tempat yang landai. Di ujung jalan terdapat sebuah gubuk yang tampak seperti warung. Walaupun tidak ada penerangan listrik dan hanya mengandalkan beberapa obor di sisi kanan kiri gubuk itu tampak sangat terang di tengah gelapnya hutan ini. Hati kecil gue menyerukan untuk segera lanjut, pergi menjauhi warung itu tapi Bayu bersikeras untuk pergi ke sana untuk meminta pertolongan.
"Ki ada warung!!! Kita bisa minta tolong sama pemilik warungnya. Mana wangi banget lagi pisang gorengnya. Gue laper Ki yuk kita ke situ!"
"Bay... Yakin lo itu warung beneran. Kok gue nggak cium wangi pisang goreng seperti kata lo tadi!"
"Yah bener lah Ki, ngga mungkin lah kita berdua salah lihat, pisang gorengnya juga wangi beneran kok pasti warung bener itu Ki. Coba aja ke sana yuk. Gue laper banget Ki!"

Dengan memapah gue, Bayu mendekati warung itu dan menyapa teteh pemilik warung.
Teteh pemilik warung itu berkerudung putih dan ia sedang membelakangi kami pada saat Bayu menyapanya. Tanpa merasa ada yang aneh, Bayu bertanya kepada teteh pemilik warung.
"Teh, Aya pisang gorengnya?"
"Iya sebentar ya A' ini lagi saya goreng" Tanpa menoleh teteh pemilik warung menjawab Bayu.
"Bay gue pengen pipis" Tiba-tiba gue nggak bisa menahan untuk nggak pipis.
"Teh temen saya pengen pipis, dimana atuh kamar mandi na?"
"Ada dibelakang A"
"Mau gue anter Ki?" Bayu menawarkan diri tapi gue tahu Bayu tampak tidak sabar menunggu pisang goreng teteh itu matang. Jadi gue mutusin buat coba pergi sendiri.
"Ga usah Bay, gue bisa kayanya"
Benar kamar mandi yang dimaksud ada di belakang gubuk ini. Sama dengan warung teteh di depan, di sini pun tidak ada lampu buat penerangan hanya ada obor di depan pintu kamar mandi. Gue masuk, gue berjongkok dan mulai pipis. Nggak lama terdengar orang menggedor-gedor pintu tanda tidak sabar.
"Sebentar saya lagi pipis!" Gue teriak buat menghentikan orang yang mengedor pintu. Gedoran pintu berhenti dan keadaan hening sebentar. Tapi ketika gue hendak mengaitkan celana setelah selesai pipis. Gedoran tidak sabar dimulai lagi dan makin lama makin kencang sehingga mengguncang pintu reyot kamar mandi ini.
"Iya iya saya keluar!" Gue berteriak kemudian membuka pintu, anehnya ketika gue membuka pintu tidak ada seorang pun di luar.
Merasa ada sesuatu yang nggak beres segera gue tertatih mencari Bayu. Gue melihat Bayu sedang menikmati pisang gorengnya dan teteh pemilik warung masih pada posisi yang sama membelakangi Bayu. Hampir setengah porsi pisang goreng sudah dilahap Bayu.
"Teh tadi ada orang yang gedor-gedor pintu kamar mandi, siapa ya teh? Pas saya buka tadi ngga ada"
"Oh itu yang tinggal di sini juga!" Teteh itu menjawab pelan.
"Tapi saya buka tadi nggak ada Teh" Gue yakin penglihatan gue nggak salah, ngga ada siapa-siapa di sana, ngga ada juga orang yang dimaksud teteh ini.
"Dia ngga suka sama yang dibawa Aa ini!" Suara teteh pemilik warung sekarang mulai terdengar menyeramkan di telinga gue.
Dan kontan Bayu tersedak.
"Nggak suka? Nggak suka kenapa Teh?" Bayu bertanya.
"Nggak suka sama yang ngegantung di leher Aa"
"Ini maksudnya teh" Bayu menunjukkan jimatnya.
Teteh pemilik warung secara perlahan memutar kepalanya ya hanya kepalanya yang berputar menghadap kami sedangkan tubuhnya masih berada di posisi yang sama sedang memasak pisang goreng. Tapi yang paling membuat gue terkejut setengah mati yaitu wajah teteh pemilik warung itu bermuka Rata!!! Tanpa alis, tanpa mata, tanpa hidung dan tanpa mulut. Melihat itu gue segera berlari dengan menyeret kaki gue yang sakit dan nggak lupa juga menarik lengan baju Bayu untuk menjauhi warung setan itu.

Gue terus berlari tanpa henti. Setelah gue yakin kami telah jauh dari warung dan setan itu tidak mengejar kami, gue berhenti, terengah-engah. Nafas gue nggak beraturan, jantung gue seperti mau pecah. Gue menoleh ke arah Bayu yang tiba-tiba bicara ngelantur.
"Ki kita tinggal di sini aja yuk!"
"Hah? Maksud lo Bay?" Masih belum pulih shock gue melihat setan muka rata sekarang menghadapi Bayu yang sepertinya sedang kerasukan.
"Ya lihat deh di sini tuh gelap, dingin, rame, banyak orang kaya gue juga disini!" Bayu menyunggingkan senyum misterius, ia kemudian melanjutkan ocehannya.
"Banyak orang yang mau tinggal di sini juga kaya gue, tuh kaya yang di sana itu!" Bayu menunjuk kerimbunan pohon dengan senternya.
"Jangan ngaco lo Bay kalau ngomong, nggak lucu tauk. Sumpah gue takut banget, gue mau nangis nih, diem nggak lo, awas jangan ngomong aneh-aneh kayak gitu!"
Tiba-tiba Bayu bersenandung ringan dan tertawa. Tatapannya tampak kosong dan makin ngebuat gue merinding mendengar senandungnya "Tinggal disini ya kita Ki, kita tinggal di sini. Rame sama teteh warung itu juga. Yuk kita tinggal di sini ya Ki!" Bayu terus bersenandung dan tertawa menyeramkan.

Diubah oleh Rirevain 12-10-2019 14:46
sulkhan1981 dan 3 lainnya memberi reputasi
4