Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

rosemallowAvatar border
TS
rosemallow
AMARAH DESA JIN [KISAH NYATA]


Spoiler for WAJIB BACA!:


PELET PERAWAN



Layar laptop menyinari ruangan yang gelap itu, tanganku tak henti memijit satu persatu tombol kotak berwarna hitam diatas laptopku. Pandanganku terfokus lurus melihat layar yang membuatku enggan melirik ke tempat lain. Kakiku melipat bersila diatas karpet bercorak polkadot, sesekali ku angkat gelas berisi air putih yang berada disebelah meja kecil tempat laptop itu ku letakkan.

Ku arahkan mataku ke bagian ujung bawah kanan layar laptopku, tak terasa waktu menunjukkan pukul 20:00, 7 Jam sudah aku terfokus membuat paper tugas kuliahku di hari minggu ini. Hari ini aku hanya berniat untuk menyelesaikan tugasku itu, karena besok adalah deadline pengumpulan tugas ini.
Ku angakt tangan dan aku luruskan, ku rapatkan jemari tanganku dan menariknya, mengisyaratkan otot-ototku telah lama kaku . suara gertakan tulang tulang sendiku riuh bersautan.

“Alhamdulillah, selesai oge” (Alhamdulillah selesai juga!) ucapku merebahkan badanku diatas karpet. Ku tatap langit-langit kamar yang gelap, ruangan 4x3m itu terlihat seperti gua kecil.

Aku melamun…
Alunan dering telponku merusak lamunanku.
Aku spontan melirik ke arah handphone yang layarnya menyala itu, ku ambil dan kulihat ternyata ibuku menelpon.

Tak pikir panjang, akupun menjawabnya
“Assalamu’alaikum” ucap ibuku
“Wa’alaikumsalam” jawabku sembari berjalan ke dispenser untuk mengisi gelas yang kosong.

“Dek dimana?” Tanya ibuku lirih dengan bibir yang terdengar gemetaran

Sembari mengisi gelas dengan air putih itu aku menjawab “dikosan mah, aya naon nyah?” (dikosan bu, ada apa ya?)

“Uwak Isah tos teu aya dek” (Uwak Isah sudah meninggal dek) kata ibuku dengan nada yang haru

Aku tak langsung menjawab, aku hanya termenung menatap kosong gallon didepanku, tanganku tak bisa berhenti menekan keran dispenser hingga air tumpah menyeruah dari dalam gelas yang ku isi.

“Innalilahi wa inna ilaihiroji’un” ucapku lirih dibarengi airmata yang perlahan mengalir dipipi kemudian jatuh setelah menempel dari daguku.

Uwak Isah, Ya nama Asli uwakku, Ibu dari Lita.
Terakhir aku melihat beliau ketika aku sebelum berangkat ke kota B, untuk berkuliah. Umurku sekarang sudah 17 tahun. Aku tidak percaya jika aku tidak ada disisinya ketika hari-hari terakhirnya didunia. Aku sangat menyesali itu.

Tak kuat ku menahan tangis yang memaksa keluar dari kedua mataku, aku terduduk memeluk lututku dengan handphone yang masih menyala yang tidak lagi aku hiraukan. Aku menangis hebat malam itu, hingga ku tertidur.

Esok hari, jadwal kuliahku sangat padat, Karena aku masih ada di semester-semester awal. Aku ingin sekali pulang, tapi orangtuaku menolak.
Mereka menyuruhku memberikan doa saja disini, karena tidak mungkin aku pulang karena jarak ke kampungku yang jalanannya saja susah untuk dilewati kendaraan, terjal dan berkelok-kelok, membuat waktu perjalanan menuju kesana memakan waktu 10 jam lebih dengan kendaraan darat.
Rasa menyesal menyesap terus didalam hatiku, melakukan kegiatanpun dirasa tidak membuatku melupakan rasa sesal ini.

“Enya halo” ucap suara sendu dibalik telpon
“Teh, maaf nyah… abdi teu tiasa pulang ka rumah” (Teh, maaf ya. Aku gak bisa pulang ke rumah) kataku lirih

“Enya, teu kunanaon dek. Da pan adek teh dikota nuju balajar” (Iya, gak apa-apa dek. Kan kamu di kota sedang belajar) jawab lita mencoba membuatku tidak merasa khawatir.

“Nya teh” (Iya teh) ucapku
Kamipun berbincang banyak di telpon saat itu, Lita menceritakan banyak hal.

Lita sekarang bekerja di sebuah supermarket kecil dikampung kami, Ya kampung kecil tidak terlalu banyak perubahan semenjakku kecil, Ya… perubahan hidupnya sangat dirasa sekali, dulu keluarganya sangat kaya bahkan menjadi orang terkaya di kampungku saat itu. Banyak orang yang menyegani keluarganya dahulu, Jujur akupun sangat iri dengan keadaan keluarganya dahulu. Dia bisa membeli apapun yang dia mau, tapi sekarang dia harus berpeluh untuk mendapatkan uang untuknya makan.

Dia masih tinggal di rumah yang dulu, hanya saja sekarang terlihat lebih tidak terawat atau banyak di beberapa sisi yang seharusnya sudah mulai di renovasi dan terpaksa dia pun mengontrakkan beberapa kamar untuk para pendatang yang bekerja di pabrik baru di kampung kami.

Sore itu,
Seorang lelaki mengintip dibalik pohon mangga besar di sebelah supermarket tempat Lita bekerja. Laki-laki itu mengawasi lita dengan sangat seksama, jari-jarinya tak henti ia gerakan . tatapannya tajam seperti akan menerkam.

Terlihat Lita sedang membereskan satu persatu barang dagangan yang di depan toko, pertanda dia akan tutup. Tetapi laki-laki itu masih saja berdiri memandangnya dibalik pohon itu, perlahan dia berjalan maju ke arah lita yang tetap fokus membereskan dagangannya.

Angin dingin sore itu mengusap tengkuk lita dengan lembut, membuatnya sedikit bergidik kedinginan. Sembari mengusap tengkuknya dengan tangan kiri dia berujar.
“Aduh, tiris amat nyah “ (aduh, dingin sekali ya)

Ia menatap kosong, ketika bayangan seseorang tengah berdiri di belakangnya, senja yang kekuningan sejenak membuatnya panik. Lita cemas …

“DORRRRR”

Tubuh Lita sejenak membeku, tangannya mematung berhenti melakukan aktifitas. Badannya spontan berbalik. Lita berteriak

“Aaaaakkkk…. Ih si aa, sok kabisaan ngareuwasan abdi wae!” (ih si aa, kebisaaan ngagetin aku terus) ucap lita kesal
“hehe, atuh anjeun mun reuwas teh sok lucu katingalna, nya atuh hayuk geura uih” (hehe, kamu tuh kalo kaget suka lucu keliatnya, iya atuh ayo cepet pulang) ucap laki-laki itu dengan nada berat

“Nya, kedeung hiji deui ngabereskeun ieu” (iya, sebentar satu lagi ngeberesin ini) ucap lita tersipu malu.

Setelah membereskan semuanya, Lita pun naik motor dibonceng oleh laki-laki itu.

Anto,
Laki-laki dengan badan sedikit pendek dengan kulit coklat berwajah manis itu setiap hari menjemput lita dari bekerja, Dia adalah suaminya lita. Mereka baru menikah beberapa bulan yang lalu, mereka menikah karena dulu suaminya menjadi tukang ojek lita untuk pergi dan pulang bekerja, karena kebersamaanya setiap hari, tumbuhlah suka diantara mereka hingga mereka memutuskan untuk menikah.

Malam hari,

Suara kucing mengeluh meronta dari kebun pisang sebrang rumah lita. Kehidupan malam terasa hening kala itu, Lita memandang halam rumahnya yang ditumbuhi banyak tanaman-tanaman kecil yang ditanam oleh ibunya. Ia melamun sedih dan melenguh mengingat kedua orang tuanya. Airmatapun menetes pelan melewati kedua pipinya yang merona, hingga matanya tak sengaja melihat bayangan hitam keluar dari kegelapan arah jalanan umum didepan rumah lita melesat masuk melewati gerbang rumahnya. Diapun berbalik dan menutup gorden rumahnya dengan tatapan kaget sekaligus cemas.

Tiba-tiba suara pintu dipukul dengan keras dari arah pintu depan.

Bersambung....

AMARAH DESA JIN [PART 2]

AMARAH DESA JIN [PART 3]

AMARAH DESA JIN [PART 4]

AMARAH DESA JIN [PART 5]

AMARAH DESA JIN [PART 6]

AMARAH DESA JIN [PART 7]

AMARAH DESA JIN [PART 8]

ENDING
Diubah oleh rosemallow 20-10-2019 23:48
doelviev
minakjinggo007
3.maldini
3.maldini dan 35 lainnya memberi reputasi
34
36.1K
148
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
rosemallowAvatar border
TS
rosemallow
#25
AMARAH DESA JIN [PART 3]
Binatang malam mulai beraktifitas seperti biasanya, angin berhembus dingin menelisik setiap celah daun-daun kelapa. Suara decit alat timba di sumur umum itu terdengar lebih sepi dari biasanya. Goresan daun-daun waru merobek pelan diatas tanah. Adzan baru saja berhenti berkumandang.





Mak Ida, baru saja selesai mandi petang itu, ember berisikan air ia tumpahkan kembali ke dalam ember yang lebih besar sebagai tampungan air untuk mencuci esok hari.

Tak ada orang lain kala itu, ia hanya sendiri melakukan aktivitas mengisi penuh ember tampungannya. Matanya perlahan melihat nanar ke bawah sumur yang sangat dalam. Entah apa yang ia pikirkan, ia hanya merasa lain petang itu.

Setelah air memenuhi ember besar, ia berjalan keluar dengan membawa ember yang kecil berisi air. Dengan memakai handuk yang ia pakai menutupi bagian dada sampai diatas lutut, ia perlahan meninggalkan sumur umum tersebut.

Jarak sumur ke rumahnya mungkin tidak terlalu jauh, tapi kala itu ia merasa lama sekali untuk sampai ke rumahnya. Memeprcepat langkahnya pun terasa lamban.

JANGGAL, pikir mak ida.

Ia meneruskan perjalanan dengan perasaan yang kurang enak, ia tidak melihat orang sama sekali di sekitar sana. Hanya rumah-rumah warga yang lampunya sudah menyala. Angin dingin mencium pelan tengkuk mak ida, ia gemetar cemas merasakan suasana petang itu.

Setelah melewati mushola dan warung di sebelah pos ronda, ia merasa lega karena melihat orang lain sedang berdiri.

“Alhamdulillah, aya jalmi ogeh” (Alhamdulillah, ada orang juga!) ucap mak ida dalam hati.

Tapi, ia sedikit mengangkat alisnya ketika memperhatikan bagian bawah orang itu, tidak menapak tanah!

Mak ida terdiam gemetar, ember yang ia pegang berisi air ikut bergetar dan menumpahkan sebagian airnya keluar.
Mata mak ida tak ayal hanya memandang pucat ke arah sosok itu yang masih berdiri ditengah remang gelap langit yang membiru, punggung yang membusuk dengan daging yang terkoyak, rambut panjang acak-acakan membuat Mak Ida berteriak keras.

“SUNDEL BOLOOOONGGGG!” Tak kuasa melihat pemandangan itu, Mak Ida lari sekencanganya menuju rumahnya dengan melepas ember yang berisi air yang tadi ia bawa. Ember itu terlempar jatuh hingga terbelah.

Ya, benar. Sosok sama yang dilihat Yanti beberapa hari lalu. Mak Ida syok setelah mengalami peristiwa mengerikan itu.
Tak Hanya Mak Ida, Dian seorang pemuda tanggung pernah melihatnya juga ditempat yang sama ketika ia pulang bekerja pada jam ketika awal sang malam melahap siang.

Semua warga yang awalnya tidak percaya itu, mereka mulai merasa menyesal dan mempercayai apa yang dialami Yanti waktu itu. Karena ada 3 korban disini yang pernah melihat makhluk iseng yang sangat mengganggu para warga itu. Semenjak saat itu, spot angker tempat itu menjadi ancaman serius untuk mental para warga dikampungku, terlebih spot yang hanya sebuah tunggul kelapa dengan selokan di pinggirnya itu diketahui adalah TALI ALAS, yang artinya tempat masuk atau keluarnya para dedemit, Jin, Lelembut dan sejenisnya itu ketika malam menjelang.

Kisah inipun bukan lagi menjadi fiktif belaka, menyebar menjadi buah bibir yang dibicarakan banyak orang sampai ke kampung lain yang masih satu desa dengan kampungku. Intensitas orang-orang untuk beraktivitas pada malam hari menjadi lebih jarang.

Ternyata itu hanyalah AWAL dari sebuah kengerian…


Beberapa Tahun berlalu…
Okta tak lagi tinggal bersama lita dan suaminya, dia memutuskan untuk hidup sendiri dengan bekerja dan lebih banyak melakukan hal yang positif. Di rumah lita ada beberapa orang yang mengontrak rumahnya.
Di depan Rumah Lita sekarang terdapat gerobak bakso yang menjadi usahanya dia dengan suaminya dalam mencari rezeki. Terlihat Anto terdiam menatap bagian depan sebrang rumahnya, banyak sekali pekerja sedang membabat habis pohon-pohon pisang yang ada dikebun itu. Ya kebun pisang yang di sebrang rumah lita.

“Mah, cepetan ih!” kata seorang anak kecil berbicara terbata-bata.

Terlihat lita sedang memakaikan celana kepada seorang anak kecil berumur sekitar 2 tahunan, anak itu terlihat risih ketika dipakaikan celana, dia hanya meronta meminta lita untuk melakukannya lebih cepat. Setelah celana terpakai, tak lupa bedak berwarna putih lita usapkan ke wajah anak itu.

Namanya Abi, anak lelaki buah dari cinta Lita dengan Anto. Anak yang superaktif dan sangat ceria berlari dari kamar menuju luar rumahnya. Ia sangat antusias ingin melihat para pekerja yang sedang membabat habis kebun pisang yang sudah ada berpuluh-puluh tahun yang lalu itu.

Abi masih berlari dengan kaki kecilnya, tak lupa sandal kecil kesayangannya menempel erat ditelapak kakinya. Ia terlihat sangat senang sekali karena dipinggir jalan kebun pisang itu sudah banyak temannya dan ibu mereka menonton proses pembabatan area itu.

Abi hanya sendiri menuju tempat itu, sementara Anto bapaknya sedang sibuk melayani pembeli dan Lita masih membereskan pakaian kotor bekas anaknya.
Tiba-tiba terdengar teriakan salah satu ibu-ibu ketika melihat Abi telentang diatas jalanan aspal kasar, ternyata Abi terjatuh dengan kepala belakangnya yang terbentur pertama kali keatas aspal jalan. Wajah Abi sangat syok dan memerah, matanya hanya melotot tajam dengan mulut yang menganga tanpa suara tangisan apapun, tapi airmatanya terurai keluar menetes.

Anto dan Lita yang mendengar itu kemudian langsung pergi berlari dan memangku Abi yang terlihat kesakitan tapi tanpa suara jeritan tangis sama sekali yang membuat semua orang kebingungan.

Dengan Nafas yang terengah-engah Anto langsung mengambil sepeda motornya, berusaha akan membawa Abi pergi ke puskesmas. Karena ini kampung kecil tidak ada tempat berobat lebih besar dari puskesmas, hanya itu andalan para warga jika sedang terkena sakit di kampung kami.
Lita memeluk dan memegang lengan Abi dengan erat, wajahnya masih saja seperti itu, menangis tanpa suara.
Setelah Lita dan Abi yang digendongnya naik diatas motor, Antopun berangkat melesat dengan cepat menuju puskesmas yang jaraknya lumayan jauh. Lita hanya menangis sepanjang jalan.

Setelah sampai di Puskesmas, Lita langsung berlari setelah turun dari motor dengan Abi yang berada dipelukannya.

Setelah menyelesaikan pendaftaran. Akhirnya…

*Pemeriksaan dilakukan*

Seorang laki-laki berkacamata kotak dengan badan yang gempal berwajah bulat serta berperangai ramah dengan jubah putih khas dokter telah selesai memeriksa keadaan Abi.

“Nya tos, dipariksa. Alhamdulillah nyah dedek kasep!” (Iya udah diperiksa. Alhamdulillah ya adek ganteng!) ujar dokter itu

Lita spontan bertanya dengan mata yang masih saja berkaca-kaca “si dedek kunaon nyah pak dokter?” (si dedek kenapa ya pak dokter?)

Abi terlihat sudah kembali normal, hanya saja masih terdiam tanpa ekspresi apapun.

“Teu kunanaon teh! Si dedek baik-baik aja, ngan tadi teh reuwas doang. Manehna teh syok, da ragag nyah!” (Gak apa-apa teh! Si dedek baik-baik aja, Cuma tadi kaget aja, syok dianya karena jatuh ya!)

Anto dan lita bersama-sama mengucapkan syukur karena anak mereka ternyata hanya kaget saja, jadi mereka tidak perlu khawatir lagi dengan keadaan Abi. Lgaipula abi sudah terlihat normal kembali.

Setelah itu merekapun pulang dengan perasaan yang sangat lega.

Langit ternyata sudah menggelap, aktivitas orang-orang diluar rumah sudah mulai berkurang, Kebun pisang yang sedari dulu beridiri dengan lebatnya, hanya sehari hilang begitu saja. Semua pohonnya dibabat, hanya menyisakan rumput-rumput liar dan beberapa tunggul pohon yang belum dibersihkan.

Konon katanya kebun itu akan dijadikan gedung oleh sang pemilik tanah, entah gedung apa? Tidak banyak orang yang mengetahuinya, terlebih pemiliknya jarang sekali muncul di hadapan para warga, ya paling hanya sesekali saja.

Anto, Lita dan anaknya sampailah di rumah mereka. Segera Lita membersihkan badan Abi agar ia bisa cepat untuk tidur.


Di Tempat Lain, di malam yang sama …


Di sebuah rumah yang bercat putih dengan halaman rumah yang luas menyambung dengan kebun yang ditumbuhi banyak sayuran, tanaman obat serta buah-buahan.
Didalam sebuah kamar, Seorang wanita kira-kira berumur 50 tahunan sedang tertidur pulas diatas ranjang kayu yang kokoh dengan kasur tebal diatasnya. Tidur wanita itu terlihat gusar dan tak nyaman, berkali-kali ia membolak-balikkan badannya ke kanan dan ke kiri.

Wanita itu ternyata sedang bermimpi buruk.
Begini Mimpinya….

Bersambung…

AMARAH DESA JIN [PART 4]
Diubah oleh rosemallow 03-10-2019 06:42
gerandong66
tantinial26
banditos69
banditos69 dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.