dalledalmintoAvatar border
TS
dalledalminto
Melihat Penampakan 'Pasar Gaib' di Gunung Merapi
.


Melihat Penampakan 'Pasar Ghaib' di Gunung Merapi

Cerita horor, meskipun menyeramkan tetapi bikin penasaran dan ingin mengetahui akhir dari kisah tersebut. Benar nggak, GanSist! Di episode kali ini aku akan menceritakan kisah horor yang pernah terjadi sewaktu perjalanan mendaki gunung. GanSist ada yang seneng naik gunung? Ntar kita bikin event naik gunung, ya!

Kisah ini terjadi pada saat melakukan pendakian Gunung Merapi. Pasti GanSist sering mendengar gunung ini. Yups, nama gunung yang seperti di sinetron Mak Lampir dalam Misteri Gunung Merapi yang sempat fenomenal. Namun aku tidak akan membahas tentang Mak Lampir. Takuuut!

Kisah ini terjadi pada tahun 2009, eitsss, tahunnya kebetulan bisa sama dengan kejadian tentang KKN di Desa Penari. Kami berenam -Agus, Anto, Jimin, Wahab, Eko, dan aku sendiri -Dalle, merencanakan pendakian ke Gunung Merapi. Kami berenam adalah buruh pabrik mebel yang kebetulan punya minat naik gunung dengan berbenderakan 'PALAWIJA' - Pecinta Alam Wilayah Jogja.

Di hari yang telah disepakati, kami berangkat langsung dari pabrik. Bertepatan hari Sabtu, jam kerjanya cuma setengah hari yaitu sampai jam 12 siang. Peralatan mendaki sudah kami bawa sejak pagi sekalian berangkat kerja, motor kami tinggalkan di pabrik, menitipkan pada satpam. Lokasi pabrik kami dekat dengan jalan jalur lingkar selatan.

Setelah semua siap kami pun pergi dengan berjalan kaki menuju ke jalan jalur lingkar selatan (JJLS) di perempatan Dongkelan untuk
menunggu bus jurusan Jogja-Semarang. Tak menunggu lama bus pun akhirnya lewat. Kami naik bus bersama tas carrier 80 liter menempel di punggung. Kami duduk di kursi paling belakang bus tersebut.

Singkat cerita GanSist, setelah 2 jam perjalanan naik bus jurusan Jogja-Semarang, kami pun sampai di Bablak, Magelang. Kami berenam kemudian turun dari bus.

"Sebelum nerusin perjalanan, sebaiknya kita makan dulu sambil istirahat!" ajak Wahab sebagai ketua tim, yang sudah beberapa kali mendaki gunung.

"Iya, ayo, aku juga udah laper, nih!" sahut Anto sambil memegangi perutnya.

Kami memasuki sebuah warung masakan padang untuk makan sore sebagai bekal untuk menaklukkan Gunung Merapi.
"Perjalanan masih jauh, Hab?" tanyaku di sela-sela makan.

"Masih, kita masih harus naik angkot untuk menuju base camp, kira-kira sejam perjalanan," terang Wahab.

"Kalau begitu, kita harus buru-buru sebelum kemaleman," pinta Eko.

"Nggak usah terburu-buru, kita Ashar dulu di sini," kata Wahab.

***
Jam 4 sore, kami berangkat dengan menyewa angkot. Orang-orang di sana menyebutnya sebagai 'colt tuyul' karena kecil bentuknya seperti sedan. Kami menyarter/menyewa biar lebih praktis dan cepat sampai ke Selo, Boyolali. Jalanan yang meliuk-liuk seperti ular. Di kaca samping angkot, kami disuguhi pemandangan indah. Dataran tinggi yang hijau, sawah petak berundak-undak. Aneka sayur mayur hijau tumbuh dengan subur. Cabai, sawi, tomat, tanaman wortel dll.
Langit sore di Lereng Merapi begitu memesona. Awan yang bergumpal-gumpal berwarna kuning keemasan disinari cahaya matahari. Senja yang sangat indah.

Di sela-sela menikmati pemandangan yang luar biasa. Tiba-tiba sopir angkot mengerem dengan mendadak membuat kami tersentak.

"Ada apa, Pak? Kok berhenti mendadak?" tanya Agus penuh penasaran.

"Maaf, Mas. Saya kaget barusan ada kucing hitam yang melintas, semoga tidak tertabrak," terang Pak Sopir, "Saya cek dulu ya, Mas!" lanjutnya.

Pak Sopir tersebut turun dari angkot untuk memeriksa bagian bawah mobil.

"Hab, gimana nih? Kalau beneran nabrak kucing, bisa jadi tanda-tanda buruk," ucap ketakutanku pada Wahab.

"Halaaah, jangan percaya begituan, takhayul!"

"Gimana, Pak? Nggak ada apa-apa, kan?" tanya Jimin yang rambutnya gondrong kepada Pak Sopir.

"Alhamdulillah...! Nggak ada apa-apa, cuma batu yang kelindas, Mas. Yuk, dilanjut!"

Sedetik kemudian kami pun melanjutkan perjalanan menuju base camp di desa Selo. Masih dengan suasana yang sama jalan yang meliuk-liuk. Udara dingin pun semakin menyergap di kulit kami.

***

Akhirnya kami tiba di pertigaan Selo, Boyolali tepat jam 5 sore. Udara semakin dingin menyergap, kami berjalan ke Selatan menuju base camp. Terlihat beberapa penduduk memanggul buntalan rumput untuk makanan ternak mereka. Ada anak-anak bermain kejar-kejaran. Kami melintasi lapangan voli, ada beberapa pemuda sedang bermain bola voli untuk mengusir udara dingin.

Setelah beberapa menit, kami pun tiba di Base Camp Amphibi. Wahab sebagai ketua tim, menuju pos penjagaan untuk mengisi daftar buku pengunjung.

"Yuk, kita masuk ke base camp dulu! Istirahat sambil mengumpulkan tenaga juga mengecek perbekalan." Wahab memberi intruksi kepada kami.
Seperti dikomando kami pun membuka tas carrier masing masing, mengecek senter, menata baju ganti, merapikan bekal, dll

Setelah selesai mengecek tas, aku dan Eko merebahkan tubuh di atas dipan dari papan yang luas berada di base camp. Anto keluar menuju kamar mandi, udara dingin bikin sering pipis. Jimin dan Agus berada di dekat perapian sambil memesan sepiring nasi, meskipun tubuhnya kurus tetapi perihal makan bisa muat banyak. Di base camp selain menyediakan tempat istirahat juga menyediakan makan(nasi) sederhana untuk para pendaki.

***
.
(ilustrasi : jiade-design.com)
Jam 8 malam kami berangkat mendaki Gunung Merapi. Sebelum acara pendakian kita berdoa, agar diberi kemudahan dan keselamatan saat mendaki atau kembali dengan tak kurang apapun.
Kami berdiri melingkar, tangan berangkulan di atas pundak teman.

"Oh, iya, teman-teman sebelum ekspedisi kita mulai, kita berdoa dulu. Berdoa mulai ...!" ucap Wahab semangat.
"Cukup! Kita ini tamu, sebagai tamu harus bisa menjaga diri istilahnya Jawa, 'empan papan'. Jaga ucapan dan perkataan. Jangan sering bercanda, kita harus tetap fokus. Oh, iya, jangan banyak mengeluh, capek lah, haus lah. Kalau capek kita istirahat ngajak istirahat, jangan sungkan. Paham semua!"
Wahab kembali memberikan intruksi sekaligus wanti-wanti kepada anggota timnya.

Dengan berbekal senter di tangan dan dengan bantuan cahaya bulan, meskipun bukan purnama kami ber-6 menerobos gelapnya hutan lereng Gunung Merapi. Menaiki bukit yang cukup terjal. Ditemani bintang-bintang di langit yang kadang berkedip-kedip dengan genit. Sesekali terlihat bintang jatuh dengan sinarnya yang panjang. Berjam-jam kami mendaki menerobos pekatnya malam mencapai Puncak Garuda, puncak tertinggi Gunung Merapi.

Di tengah perjalanan mendaki dengan seketika hal yang aneh menimpaku.

"Hoi ... teman-teman tunggu! Senterku tiba-tiba tidak mau menyala," teriakku memecah sunyinya malam. Teman-teman yang berjalan di depan pun berhenti.

"Kalau begitu, kita istirahat sebentar di sini. Kebetulan di sini merupakan Pos 1 yang dinamakan Watu Belah," usul Agus.

"Oke, setuju," sahut Eko.
Kami pun berhenti sebentar di Watu Belah untuk mengatur napas juga melepaskan lelah.

"Dalle, kamu nanti sebaiknya kamu berjalan di tengah, biar nanti jalanmu disenteri oleh Jimin!" kata Wahab.

"Siap, Komandan!" celetukku.

Setelah dirasa cukup, kami pun melanjutkan perjalanan mendaki.

***

Singkat cerita GanSist, kami sampai di Pos 2, sebagai penanda dekat dengan puncak Merapi, tinggal naik beberapa track lagi.

" Kita sudah Pos 2, teman. Sebaiknya kita mendirikan dome di sini, lebih aman dari embusan angin. Sekalian istirahat," terang Wahab.

"Kok, nggak di atas bukit itu, Hab. Sepertinya tempatnya lapang!" pintaku.

"Oh, di situ terlalu berbahaya. Lapang sih lapang, tetapi tidak ada pepohonan. Orang bilang puncak vegetasi."

"Oh, begitu. Ya, udah lah!"

Kami pun sepakat istirahat. Lalu bekerja saling bahu membahu, stick-stick aku rangkai untuk rangka mendirikan dome. Teman lain menggelar kain. Karena kompak pekerjaan pun cepat selesai. Kemudian kami masuk ke dalam dome dan menata carrier masing-masing. Aku mengeluarkan dan membuka sleeping bag, kemudian aku memasukkan tubuhku ke dalam biar hangat. Kami tidur saling merapatkan tubuh di samping mencari hangat juga tempat dome sempit untuk kami ber-6.

.

Teman-teman lain sudah pada tidur, tetapi kupingku tidak mau tidur, meskipun mataku terpejam namun pikiranku melayang-layang ke sana ke mari.

Tiba-tiba kudengar suara yang riuh. Suara-suara yang tidak begitu jelas. Namun ramai sekali. Suara suasana seperti di pasar. Jiwa penasaran tak bisa dibendung. Aku bangun dari tidur. Memperkuat indra dengarku. Suara samar-samar yang riuh tersebut masih terdengar. Dengan hati berdebar-debar aku membuka sedikit ritsleting di dome. Aku memicingkan mata, di atas bukit banyak terdapat bayangan-bayangan hitam yang bergerak ke sana ke mari. Seperti sedang melakukan sesuatu aktifitas. Aku terus memperhatikan kejadian itu. Karena penasaran yang teramat sangat, aku pun keluar dome dan menuju tempat keramaian. Benar saja, ada pasar di malam buta. Seperti pasar malam, tidak ada listrik hanya diterangi oleh obor yang terbuat dari bambu. Ada juga pedang yang menggunakan 'senthir' untuk menerangi daganganya.

"Nak, beli pisang rebus dan kacang godog saya, ya! Tinggal dua kok!" Tiba-tiba ada seorang nenek-nenek berada di sampingku. Aneh, aku tidak mendengar atau merasakan kehadirannya.

"Eh, iya, Nek! Be-berapa, Nek?"
Aku kaget dan dengan terbata menjawab suara nenek. "Tapi, Nek. Kami berenam, jadi tidak cukup makanannya," jawabku tanpa curiga.

"Oh, kalau begitu. Mari ikut nenek, di rumah nenek masih banyak. Bisa buat untuk teman-teman," ajak nenek itu.

Seperti dihipnotis hanya menuruti ajakan nenek itu. Setelah beberapa jauh berjalan, aku dan nenek tiba di sebuah rumah yang megah seperti istana.

"Itu, rumah nenek sudah kelihatan."

"Itu ... itu rumah, Nenek?" tanyaku kaget, "seperti istana, Nek," ucapku keheranan.

"Ayo masuk, Nak!" pinta sang nenek.

"Tidak ..., Nek. Saya di sini saja!" ucapku mulai curiga.

Karena aku tolak, sang nenek menjadi emosi. Seketika sang nenek itu berubah menyeramkan, rambutnya panjang, matanya bulat berwarna merah, giginya pun terlihat mengkilat dan bertaringmemaksaku untuk ikut dengan menarik-narik tanganku. Tejadi tarik menarik antara kami. Dengan segala kemampuan aku pun meronta-ronta dan berhasil melepaskan cengkeraman sang nenek.

Dengan segera aku berlari menjauh dari tempat itu. Sekali-kali terjatuh karena rasa takut yang luar biasa. Aku terengah-engah, hampir kehabisan napas.

***

***
Stop ... stop, ceritanya di tahan dulu ya, GanSist. Penasaran, tidak? Garing, kan ceritanya! Kira-kira apa yang terjadi terhadap nasib Dalle, selanjutnya? Yuk, dilanjut dengan Wahab yang bercerita.

"Dalle ... Dalle ..., bangun! Ayo mulai pendakian, sudah jam 8 malam. Wahab terus mengguncangkan tubuhku, tetapi aku tidak tak bangun. Ekspresi di wajahku terlihat seperti ketakutan. Napas tidak beratura. Namun mataku tutup seperti orang tidur. Keadaan itu membuat Wahab juga cemas.

"Eko, lapor petugas pos penjagaaan," pinta Wahab pada Eko yang tadi tiduran bareng Dalle.

"Baik." Eko ditemani Agus lari keluar menuju pos penjagaan.

"Ada apa, Nak!" Pak Darmo keluar dari dapur karena mendengar ada keributan.

"Ini, Pak.Sepertinya ada yang tidak beres dengan teman saya.!" jawan Wahab dengan cemas.

Pak Darmo mendekati tubuh Dalle yang tidak bergerak tetapi dengan napas yang tak beraturan. Lelaki tua itu hanya tersenyum. Sepertinya sudah mengetahui apa yang terjadi.
"Tahun lalu juga ada pendaki mengalami seperti ini. Ruhnya dibawa pengguni gunung ini. Karena imannya yang tidak kuat. Ragu-ragu untuk naik Gunung Merapi. Biar saya sembuhkan!" kata Pak Darmo yang menjadi sesepuh/kaum di desa Selo.

Pak Darmo lalu duduk bersila. Lelaki yang mempunyai indera ke-enam itu duduk dengan khusuk. Mulutnya terlihat komat-kamit seperti membaca sesuatu. Entah doa ataupun matra, tak jelas yang diucapkannya. Sesekali tubuh Pak Darmo bergetar hebat, seperti sedang melawan hal gaib. Tubuhnya berkeringat, membasahi baju sorjannya.
Setelah berdoa, tangan Pak Darmo mengusap muka Dalle, masih dengan mulut yang komat-kamit. Seketika tubuh Dalle bangun dan sadarkan diri. Keringat bercucuran membasahi tubuh Dalle.
Muka Dalle tampak bingung. Teman-teman dan para pendaki lain mengerumuni.

"Alhamdulillah, kamu bisa aku bawa kembali pulang, Nak," seru Pak Darmo lega.
"Alhamdulillah," seru semuanya.
"Apa yang menimpaku, Hab? Tadi aku mimpi di kejar-kejar nenek yang mengerikan," terang Dalle.

"Nggak ada apa-apa, yang penting kamu sudah sadar. Berhubung kamu masih lemas, pendakian ini kita batalkan. Kita tidur di base camp saja. Besok pagi kita pulang. Bagaimana, teman-teman?" tanya.

"Setuju ...!" seru Agus, Eko, Jimin, Anto kompak.

Tamat.

***
Sekian kisah hororku ya, GanSist. Bila ada kesamaan tokoh dan karakter hanya kebetulan dan tanpa disengaja. Bila ada yang menyanggah kisah saya bisa dituangkan di kolom komentar dengan syarat yang sopan, ya. Terima kasih.
Diubah oleh dalledalminto 30-09-2019 06:03
ceuhetty
sebelahblog
4iinch
4iinch dan 12 lainnya memberi reputasi
13
3.1K
30
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Tampilkan semua post
yunie617Avatar border
yunie617
#12
lho ternyata cuma mimpi tho..
kirain beneran,, berkali2 k merapi pngin liat penampakan pi gk pernah liat.
dalledalminto
dalledalminto memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.