Ga nunggu dua hari, panggilan untuk tes berikutnya gw terima. Mingling test. Jadi gw dimasukkan ke proses belajar mengajar di kelas. Yang ngajar tetap guru kelas tersebut. Setiap kelas ada dua homeroom teachers. Gw ngapain? Gw berbaur dengan siswa. Kalau gw stuck..ya wassalam. Gampang-gampang susah sih, karena gw pure ga ngajar. Hanya assist siswa aja kalau mereka dapat kesulitan. Itupun gw ga diberitahu kalau mereka menggunakan bilingual. Jadi ada jadwal hari kapan menggunakan bahasa Indonesia dan kapan bahasa bule.

Di sekolah ini, semua siswa baik yang berkebutuhan khusus maupun tidak dicampurkan. Tidak ada guru pengajar khusus untuk yang berkebutuhan khusus. Di kelas yang gw masuki, 70 persen siswanya non pribumi. Ada yang bermata biru, berkulit gelap, bermata sipit, berhidung bangir, dan masih aneka rupa bentuknya.

Ga perlulah gw cerita detail yak tentang prosesnya. Nanti lu semua ngantuk pula. Yang jelas saat breaktime, kami semua ke ruang makan yang sudah disediakan. Oh nooo...menunya bubur ayam plus cakue. Gw tuh ogah banget sama makanan bernama bubur ayam. Even dalam kondisi sakitpun, gw ogah makan tuh menu. Tapi mau gimana lagi, ga sopan kan menolak hidangan tuan rumah. Jadilah gw mual sudahnya.

Jam sepuluh tes itu berakhir. Udah ,La? Gitu doank? Yah...tinggal tunggu hasil penilaian dua guru kelasnya ke gw. Apakah gw bisa membaur? Sembari menunggu, gw diminta untuk melengkapi data dan segala gaji yang gw harapkan kalau gw keterima. Again, gw kudu menunggu dua hari untuk kabar selanjutnya. Kali ini gw ga menunggu Berlin pulang. Gw naik angkot menuju kosan dan bobo siang dengan tenang.

Gw terbangun karena Didit telpon. Kangen katanya. Sama, gw juga. Dia cerita hari-harinya hampir seminggu ini. Bertanya kapan gw balik. Andai saat itu teknologi lebih maju, mungkin video call bisa membantu membunuh rindu.

Berlin pulang mengabarkan bahwa rekannya yang tadi kelasnya gw masuki, lumayan terkesan dengan gw. Hmm wow..good news i guess. Karena si guru senior itu lulusan master di Ohio State University. Dan yang junior lulusan salah satu universitas swasta di yogya. Tapi, gw masih kudu nunggu official call dari HRDnya untuk panggilan tes berikutnya..which means...on the next morning.

Pagi itu gw sendirian di rumah Berlin. Ga keluyuran,La? Mager euy. Lu kira ga cape tes berturut begitu. Lagian keluyuran sendirian di rimba beton Jekardah...mati gaya gw. Lagi asik gonta-ganti channel, karena gw memang bukan penikmat TV, eeeh si bujel 8210 ngejerit. Yup-yup..panggilan tes berikutnya...wawancara. Ahem..seharian itu muka gw sumringah...pede abis bakal tembus.

Pagi berikutnya,sekitar jam sepuluh gw sudah nongki di ruang yang sama sewaktu gw datang pertama kali. Celana warna coklat tua dan kemeja setengah lengan warna krem yang gw pilih hari itu. Deg-degan? Iyalah..kalau ga ya mokat, dodol ah.

Sekitar tiga puluh menit menunggu, akhirnya gw diantar ketemu dengan Principal. Seorang perempuan usia akhir 30 berambut super pendek menyambut gw tanpa senyum. Berlin sudah cerita background ibu ini. Tegas, sedikit jutek, tumbuh di Jerman nyaris di seluruh masa mudanya membuat dia bukan orang yang gemar basa basi busuk. Tapi melihat segala kartu yang terpajang dari siswanya..sepertinya dia guru yang luar biasa hangat. Yah pertanyaan standar ala wawancara kerja lah. Rasa pede yang gw punya sebelum masuk ruangan ini mulai drop saat doi bertanya segala skill terkait high-tech. My oh my...jangankan mengoperasikan beragam gadget yang dia sebutkan, melihatnya saja gw belum pernah. Dan gw memilih dengan jujur berkata tidak bisa.

"how come...our customers pay high for their children...to pay a teacher without skills like you?," well said banget tabokannya itu.
"i am..but at least i ensure you, i'm willing to learn." itu jawaban gw.
"we need a skillful one..not a beginner," again tabokannya dalam.
"we're all beginner,ma'am. Once you think you're advance..then you'll stop learning. I admit i cannot handle all the things you demand. I'd better be honest. But again...i intend learning how to use it. But if you seek for the skillful one...go ahead,ma'am. I won't beg," itu gw lagi. Yah semua berawal dari gambling kan..jadi nothing to loose juga kalau ga tembus. Toh gw pulang bukan sebagai pengangguran.

Mimik mukanya ga terbaca. Matanya ga berkedip menatap gw. Terus respon gw? Ya gw tatap jugalah..memangnya apaan. Dia memersilakan gw menghadapi wawancara berikutnya dengan pihak manajemen.

Yang ini orangnya lebih ketus. Sedikit songong bilang..dimana itu Lampung..saat gw memperkenalkan diri. Yaah..kaciaan..tinggal nyebrang selat Sunda aja ga tau. Hehehe... Again..gw ga beban sih...jawab aja semampu gw. No begging jg...never happened in my life, and never will.

Tiga puluh menit kemudian, gw dipersilakan menemui pihak ke tiga yang mewakili owner.

Seorang bule akhir 40an. Ramah luar biasa. Keliling Indonesia dalam misi penyebaran agama,jadi ga bertanya dimana Lampung lagi. Selain mengajukan pertanyaan yang lebih berkesan ngobrol...doi mengajukan trivia quiz untuk melihat respon cepat gw. Nyaris satu jam wawancara ini berlangsung. Lagi-lagi, kabar akan dikirim via telepon. Que sherra sherra lah. Ga usah berharap banyak. Sepertinya gw ga bisa memberi kesan untuk dua interview pertama.

Sabtu pagi, gw dan Berlin cuuus keluyuran Jekardah. Hampir tengah malam kami balik. Yah kalaupun ga tembus kan gw dapat pengalaman sekaligus liburan. Ga ada ruginya...

Senin sekitar jam sebelas, gw dihubungi. Ga gw sangka gw diminta tes micro teaching..mengajar untuk skala kecil di depan owner, manajemen, guru dan principal. Well...untuk semua guru inilah tes tersulitnya. Gw dikasih waktu dua hari untuk bersiap. Materi terserah gw...begitupun level ajarnya.

Rabu...gw hadir lebih awal. Hey...ternyata saingan gw yang dari Sydney juga dites hari ini. Doi dari bidang kimia. Orangnya cantik..ramah pula. Makin merosotlah pede gw yang ga seberapa. Dia tampil lebih dulu. Sebelum masuk dia bilang ga ada persiapan. Yah gw yang sudah siap-siap aja masih ngerasa ga siap,kok. Tiga puluh menit dia tampil. Gw bisa lihat karena ruang yang dipakai berdinding kaca. Wajah-wajah tanpa ekspresi. Ga banyak,hanya lima orang. Tapi cukup bikin jantung lari ke dengkul.

Giliran gw tiba. Yah...anggap saja mereka siswa gw deh. Walau..siswa gw ga ada yang mukanya jegeng tanpa ekspresi begini. Ok, Qylla...jangan jadi beban. Just do what you usually do. Berangsur ketegangan gw mencair. Mulai bisa nge-joke...ekspresi mereka pun sedikit berubah. Saat aktivitas game gw sajikanpun, mereka asik partisipasi... Fine...pede gw mulai naik. Ga kerasa tiga puluh menit jatah gw kelar sudah. Mereka sampaikan kelebihan dan kekurangan gw. Dan lagi-lagi menyuruh gw menunggu...paling lama seminggu.

Seminggu? Duit gw menipis. Lagian..mau apa gw seminggu di sini. Apa pulang saja ya? Hey...hengpon gw bergetar. Nama Marijan ada di layarnya. Uuh jadi kangen.

"hollaaa..tau aja dikangenin...," sapa gw..dengan senyum lebar dan wajah merona.
"La..." suaranya ga seperti biasa.
"segitunya kangen ma gw sampe kaya orang nangis sih..," gw masih becanda dan GR tingkat dewa.
"La...gw butuh lu," wait..ini serius kayanya.

Suara tersedu itu bercerita..yang membuat senyum gw sirna..berganti air mata yang mulai menggenang di pelupuk mata. Sore itu gw berjuang cari tiket pesawat..berusaha pulang secepat gw bisa...pulang untuk dia...