Persembahan tentunya bukan lagi perkara asing bagi telinga orang Indonesia. Palagi kawasan jawa Bali. Mereka sudah terbiasa dengan perkara yang satu ini. Alasan utamanya, persembahan selalu dijadikan sebagai medium pendamai bathin dan juga bangsa halus. Konon, persembahan juga digunakan sebagai pengalihan nasib buruk. Untuk urusan semacam ini, tidak ada persembahan yang paling menakutkan daripada tumbal pembangunan jembatan. Penghilangan nyawa untuk jembatan biasanya dilakukan dengan berbagai macam ritual dan cara. Ada yang dipaksa, ada pula yang mengikuti tata aturan. Keduanya sama-sama tanpa sepengetahuan korban.





Menurut cerita tutur dari para tukang proyek, tumbal kelancaran pembangunan jembatan kebanyakan dilakukan saat pertigaan malam. Itu pula membuat mereka was-was saat lembur. Hal ini sudah menjadi lumrah untuk profesi ini, hanya saja taka da yang berani mengatakannya kepada orang luar. Jika sampai cerita ini dinyatakan ke publik, kesialan akan memburu mereka. Sebut saja yang paling ringan, yakni pemutusan kerja sepihak atau penjara karena dianggap memfitnah.

Paling berat, apabila berita tumbal untuk pembangunan jembatan keluar, pelakunya bisa saja akan dibunuh oleh orang yang berkepentingan. Dia dan saudaranya langsung angkat kaki dari tempat tersebut. Menurutnya Jembatan tersebut dapat dijumpai dari Madiun Kota kearah Mejayan. Ketika jembatan tersebut dibangun, kedua sisi tidak pernah mempunyai tumpuan dengan baik. Saat sisi kanan dipasang, maka sisi sebaliknya sedikit menjauh. Kalaupun sudah sesuai pada hari tersebut, esoknya akan merenggang satu sentimeter.



Perasaan tersebut akhirnya terjawab saat di tengah malam seorang ia tak bisa tidur dan memilih menutup mata di dalam kolong beton yang belum terpasang. Di sana, dia melihat tiga orang berpakaian rapi, operator mesin semen, dan empat tukang. Saat mereka di sana, dua tukang batu tiba-tiba didorong ke dalam tiang kosong dan disambut dengan grojokan adonan semen. Melihat hal tersebut, ia hanya bisa membungkam mulutnya tanpa berharap seorang pun mengetahui keberadaannya. Meski ia sempat melihat kedua tumbal jembatan meronta, namun dua tukang lainnya sudah siap dengan tongkat masing-masing.

Menunggu hingga semuanya meninggalkan lokasi. Akhirnya ia masuk ke barak tukang dan meminta adiknya untuk membereskan seluruh perlengkapannya. Tanpa sepengatuan seorang pun, ia kembali ke kampung halamannya. Orang dewasa biasanya digunakan sebagai tumbal karena penguasa sungai berasal dari kalangan siluman. Setelah keluar dari proyek jembatan itu, keduanya memilih untuk plesir ke kota lain selama beberapa bulan. Mereka khawatir diikuti oleh mandor dan ditanya macam-macam. Keduanya pun tidak mendengar cerita dari proyek tersebut kecuali berjalan dengan lancar. Pun keluarga si korban mendapatkan santunan dan klaim asuransi karena kecelakaan bekerja.

Tumbal Anak Kecil

Tidak berbeda jauh, beberapa orang juga menumbalkan anak kecil sebagai media pelancar pembangunan jembatan. Bahkan baru-baru ini ada pemberitaan seorang wanita yang menculik anak dengan tujuan tumbal pembangunan jembatan. Incaran utamanya adalah anak yang belum berumur sepuluh tahun. Baik laki-laki maupun perempuan tidak menjadi persoalan utama. Akan tetapi, ritual untuk anak kecil ini lumayan lebih sulit. Mengingat, anak-anak tersebut harus didandani sebaik mungkin dan diberi iringan musik. Tumbal anak kecil ini biasanya disukai dari bangsa Batarakala. Jika tidak dituruti, kecelakaan, kesalahan, dan kesialan akan selalu menjadi momok para pekerja. Meskipun demikian, para penghuni tersebut akan kalah apabila terdapat tokoh masyarakat yang mempunyai kemampuan kerohanian kuat.