Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nyunwieAvatar border
TS
nyunwie
Senandung Black n Blue
Ini bukan tentang pembuktian
Bukan juga tentang sebuah sesal
Ini tentang aku dan perasaan
Hanya satu dan penuh tambal

Ini bukan tentang akumulasi kemarahan
Bukan juga hitung-hitungan pengorbanan
Hanya aku dan keegoisan
Bergeming dalam kesendirian

Aku bukan pujangga
Aku tak mahir merangkai kata
Aku hanya durjana
Menunggu mati di ujung cahaya

Aku bukan belati
Bukan juga melati
Aku hanya seorang budak hati
Sekarat, termakan nafsu duniawi

Sampai di sini aku berdiri
Memandang sayup mereka pergi
Salah ku biarkan ini
Menjadi luka yang membekas di hati



Senandung Black n Blue


Nama gue Nata, 26 tahun. Seorang yang egois, naif, dan super cuek. Setidaknya itu kata sahabat-sahabat gue. Tidak salah, tapi juga tidak benar. Mungkin jika gue bertanya pada diri gue sendiri tentang bagaimana gue. Jawabanya cuma satu kata. IDEALIS TITIK. Oke itu udah 2 kata. Mungkin karena itu, hampir semua sahabat gue menilai gue egois, yang pada kenyataanya gue hanya tidak mau melakukan hal apapun. APAPUN. Yang tidak gue sukai. Bahkan dalam pekerjaan, jika menurut gue tidak menyenangkan, gue akan langsung resign.

Menulis buat gue bukanlah sebuah hobi, bukan juga sebuah kebiasaan yang akhirnya menjadi hobi, bukan juga keahlian diri, bukan juga sesuatu bakat terpendam yang akhirnya muncul karena hobi. Apaa sihh !!? Menulis buat gue adalah cara terbaik meluapkan emosi. Di kala telinga orang enggan mendengar, dan lidah sulit untuk berucap tapi terlalu penuh isi kepala. Menulis adalah cara gue menumpahkan segala penat yang ada di kepala, cara gue bermasturbasi, meng-orgasme hati dengan segala minim lirik yang gue miliki.

Kali ini berbeda, gue tidak menuliskan apa yang ingin gue lawan. Tidak juga menuliskan opini gue tentang suatu hal. Ini tentang diri gue seorang. Tidak indah, tidak juga bermakna, hanya kumpulan kata sederhana yang terangkai menjadi sebuah kisah. Angkuh gue berharap, semoga ini bisa menjadi (setidaknya) hikmah untuk setiap jiwa yang mengikuti ejaan huruf tertata.

.


Quote:


.


Jakarta, 22 Desember 2018.

Senja telah berganti malam saat mobil yang gue kendarai tiba di kawasan kemayoran. Gue masuk ke areal JI Expo Kemayoran. Saat masuk gue melihat banyak banner dan papan iklan yang menunjukan bahwa di area ini sedang dilaksanakan sebuah acara akhir tahun dengan Tag line "pameran cuci gudang dan festival musik akhir tahun". Gue tidak mengerti kenapa sahabat gue mengajak gue bertemu di sini.

Sesampainya di areal parkir, gue memarkirkan mobil. Tidak terlalu sulit mencari tempat kosong, tidak seperti saat diselenggarakan Pekan Raya Jakarta, yang penuh sesak. Sepertinya acara ini tidak terlalu ramai, atau mungkin belum ramai karena gue melihat jam masih pukul 18.35.

"Whatever lah mau rame mau sepi."Ucap gue dalam hati.

Gue memarkirkan mobil, setelahnya gue sedikit merapihkan rambut, berkaca pada kaca spion, lalu memakai hoodie berwarna hitam yang sedari tadi gue letakan di kursi penumpang, kemudian keluar mobil sambil membawa tas selempang berisi laptop.

Perlahan gue berjalan, sesekali melihat ke kiri dan ke kanan, mencari letak loket pembelian tiket berada. Akan lebih mudah sebenarnya jika gue bertanya pada petugas yang berjaga. Tapi biarlah gue mencarinya sendiri.Toh sahabat gue juga sepertinya belum datang.

Di loket, gue melihat banyak orang menggunakan kaos yang bertema sama. Banyak yang memakai kaos bertema OutSIDers, Ladyrose, dan juga Bali Tolak Reklamasi. Gue sedikit memicingkan mata, dalam hati berkata."Sial gue dijebak."

Setelah membeli tiket, gue masuk ke areal acara, melihat banyak stand dari berbagai brand. Penempatan stand-stand menurut gue menarik, benar atau tidak, sepertinya pihak penyelenggara menaruh stand brand-brand besar mengelilingi brand kecil. It's so fair menurut gue. Karena banyak acara semacam ini yang gue lihat justru menaruh brand UKM yang notabenenya belum terlalu di kenal di posisi yang tidak strategis. Dan untuk acara ini gue memberi apresiasi tersendiri untuk tata letak tiap brandnya. Walau sejujurnya butuh konfirmasi langsung oleh pihak penyelenggara tentang kebenaranya.

Gue masuk lebih dalam, mencari tempat yang sekiranya nyaman untuk gue menunggu sahabat gue yang belum datang. Sesekali berpapasan dengan SPG yang menawarkan barang dagangnya, gue tersenyum tiap kali ada SPG yang menawarkan gue rokok, kopi, dan lainnya. Dalam hati gue teringat tentang bagian hidup gue yang pernah bersinggungan langsung dengan hal semacam ini. Terus melanjutkan langkah, Gue tertarik melihat salah satu stand makanan jepang, lebih tepatnya gue lapar mata. Terlebih gue belum makan. Tapi saat gue ingin menuju ke stand itu, gue melihat ada stand sebuah merek bir lokal asal Bali. Gue mengurungkan niat untuk ke stand makanan jepang itu, dan lebih memilih untuk menunggu sahabat gue di stand bir.

Gue memesan satu paket yang di sediakan, yang isinya terdapat 4 botol bir, ukuran sedang. Gue mengeluarkan laptop gue, kemudian mengirim email kepada sahabat gue. Memang sudah beberapa hari ini gue selalu berhubungan dengan siapapun via email. Karena handphone gue hilang dicopet di stasiun Lempuyangan beberapa hari yang lalu.

"Fuck you Jon ! Gue di stand Albens, depan panggung yak. Jangan bikin gue jadi orang bego diem sendiri di tempat kek gini sendirian. Kecuali lo bajingan laknat yang ga peduli sama sahabat lo." Email gue pada Jono, sahabat gue.

Dari tempat gue duduk, gue dapat melihat panggung utama. Sepertinya dugaan gue tidaklah salah. Kalau guest star malam ini adalah Superman Is dead. Group band punk rock asal Bali. Pantas saja Jono mengajak gue bertemu di sini. Dia memang sangat menyukai musik bergenre punk rock macam green day, blink 182, SID, dan lainya.

Jujur saja, gue sebenarnya pernah menjadi Outsiders sebutan untuk fans superman is dead. Gue pernah menjadi OSD militan, yang selalu datang ke acara yang di dalamnya terdapat Superman Is Dead sebagai bintang tamunya. Tapi itu dulu, lebih dari sedekade lalu. Saat gue masih duduk di bangku SMA.

Dan malam ini, semua ingatan tentang itu semua membuncah. Berpendar hebat dalam bayang imajiner yang membuat mata gue seolah menembus ruang dan putaran waktu. Melihat semua apa yang seharusnya tidak perlu gue lihat, dan mengenang apa yang harusnya tidak perlu gue kenang. Sampai di titik tertentu gue sadar kalau gue sudah dipermainkan.

"JON, I know you so well, please please don't play with a dangerous thing. Comon Jhon I'm done. Gue balik" Gue kembali mengetik email untuk gue kirim pada Jono. Gue sadar gue sudah masuk dalam permainan berbahayanya. Dan gue tidak ingin mengambil resiko lebih.

Namun belum sempat email gue kirim. Gue melihat seorang perempuan berdiri tegak tepat di depan gue. Dan saat itu juga gue sadar gue terjebak dalam permainan konyol sahabat gue yang "luar biasa jahat".

"Haii Nat." Sapa perempuan itu.

"Fuck you Jhon, what do you think. Bitch !!" Gerutu gue dalam hati kesal.

Spoiler for opening sound:
Diubah oleh nyunwie 31-10-2020 12:21
efti108
aftzack
sargopip
sargopip dan 65 lainnya memberi reputasi
62
132K
723
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
nyunwieAvatar border
TS
nyunwie
#432
Suara Karina
Untuk aku, baik saja tidak cukup. Karena orang baik banyak di dunia ini. Aku juga sadar laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik. Sekali pun dia tidak baik namun dia bisa menerimaku apa adanya, mencintaiku dengan tulus dan murni hanya karena dua cinta yang bertemu, bukan dua nafsu yang beradu, menganggapku istimewa bukan berbeda. Aku pasti akan menerimanya. Tapi… yang aku jumpai hanya selalu saja sebatas baik, namun dia, dia, dan dia masih menganggapku istimewa karena berbeda. Aku tidak suka!

"Buat aku spesial karena diriku, karena aku. Bukan karena fisik serta gen-ku! Aku bukan obat untuk memperbaiki keturunan. Aku ingin dikagumi bukan karena dari ras apa aku lahir, aku ingin dikagumi karena apa yang tidak melekat dari diriku sejak lahir dan yang tumbuh selama perjalananku hidup, buatlah aku istimewa dari apa gerakku, sikapku, atau apa pun itu asal jangan kagumi aku karena aku bermata biru".

Betapa malangnya aku, karena satu-satunya yang mampu membuatku begitu istimewa dengan alasan-alasan sederhana telah pergi ke Negeri nun jauh di seberang samudra, dia juga telah bahagia tinggal bersama orang yang di cintainya.

***


Aku selalu berdoa pada Tuhan, karena hanya itu yang aku bisa lakukan; usaha tidak memungkinkan; berjuang tidak dibenarkan. Aku tidak menginginkan dia. Aku membutuhkannya; seperti aku membutuhkan udara. Matilah aku tercekik derita tanpa dirinya; aku tidak bisa bernafas karena udara tidak menyelimutiku lagi seperti sebelumnya. Aku serasa manusia paling bernasib buruk tanpa dia.

Dan setelah setahun lebih Nata tiba-tiba kembali, di tengah-tengah keadaan bisnis Ayah dan Daddy sedang diujung kehancuran. Saat itu aku bertemu Nata di rapat pemegang saham bersama dewan direksi. Saat itu Nata benar-benar berbeda, entah kenapa aku melihatnya sedikit bergidik. Aku seperti melihat genderuwo emoticon-Big Grin(hahahah, saatnya pembalasan!). Nata sungguh menakutkan saat itu, sorot matanya tidak seperti sebelumnya, tatapannya tajam serta dalam. Sikapnya dingin dan wajahnya tidak menunjukan ekspresi apapun, datar! Tattonya juga semakin banyak bahkan hingga mencapai lehernya. 

Aku makin takut lagi melihatnya saat dia duduk lalu menopang dagu dengan kedua tangannya seperti seorang kristiani sedang memanjatkan doa.

"Ada apa, Bu Karina?" Ucap Nata memergoki aku melihatnya dengan Nada suara yang dingin yang seolah membekukan ruangan ini yang sebelumnya memang sudah dingin karena di luar sedang turun hujan.

"Aaa… Anu, Itu cincin lo bagus, cocok sama jasnya". Aku berdalih padahal mata cincin Nata berwarna hijau, sedangkan jasnya berwarna hitam. Dari mana cocoknya, hahaha.

Nata hanya merespon dengan sedikit tersenyum, tapi Ayah saat itu langsung menegurku agar bicara sedikit sopan karena Nata adalah pimpinan perusahaan ini sekarang. Saat itu aku langsung tercengang, aku kaget, lalu aku protes. Karena harusnya aku tahu perihal ini sebelumnya, biar bagaimana pun Daddy-ku adalah salah satu pemilik saham terbesar di perusahaan ini, seharusnya aku diberitahu terlebih dahulu. Namun saat itu Ayah menatapku dalam-dalam seolah memberiku pesan agar aku tenang terlebih dahulu. Dan aku pun terpaksa diam karena aku percaya pada Ayah.

Setelah rapat itu selesai aku langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan salam pada Nata seperti yang lainnya. Aku tidak peduli sekali pun saat itu Nata telah menjadi boss-ku. Aku justru membencinya karena dia secara curang telah merampok apa yang serahusnya milik Daddy-ku. Namun saat aku sedang dalam perjalanan kembali ke kantorku, Ayah menghubungiku dan mengajakku makan siang bersama sekaligus menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Nata cerdas, dia menemukan celah dari kesepakatan Bisnis Ayah sama Daddy kamu, Karina". 

"Tetap saja Yah, Nata sudah merampok milik Daddy aku Yah".

"Tidak, Tidak, Nata tidak merampok sedikit pun milik Daddy kam, Nata merampok Ayah dan pemilik saham yang lain. Ini… Ayah sudah bicarakan dengan Mami kamu, memang ini jalan satu-satunya yang lebih baik. Lebih baik kita dirampok Nata dari pada kita dirampok yang lainnya, kan". 


Saat itu Ayah memberiku beberapa cek dengan total nilai uang yang fantastis, itu adalah hasil penjualan saham Daddy-ku dan Ayah juga mengatakan kalau hanya pada Daddy, Nata membayarnya, sedangkan untuk saham-saham lain tidak sepeser pun uang yang Nata keluarkan untuk mengakuisisi perusahaan tersebut.

"Memang caranya licik, kotor, tapi yah mau bagaimana lagi. Inilah dunia kita, regulasi manusia akan selalu ada celah, tidak ada yang benar-benar bersih. Naif jika terus berdiri pada keyakinan yang percaya kalau orang yang benar-benar baik itu masih ada".

Entah kenapa saat Ayah mengatakan itu, tiba-tiba aku teringat ucapan Nata yang sekali lagi aku katakan pada kamu boleh percaya atau tidak, kalau ucapan itu diucapkan Nata setelah ujian Nasional SMP kala itu.

"Buat urusan dunia, sepintar-pintarnya ajah gimana, selicik-liciknya kalau perlu. Tapi untuk urusan akhirat tidak ada jalan lain selain terus jujur". 

Hih… aku menjadi merasa masa terbaik Nata adalah saat dia SMP saat dia penuh dengan filosofi dan kata-kata mutiara yang keluar dari mulutnya, hahaha.

Lalu uang hasil penjualan saham Daddy-ku, saat itu aku gunakan untuk memulai hidup yang benar-benar baru bersama Mami. Rumah lama kami di daerah Bintaro kami kontrakan, lalu aku dan Mami membeli rumah baru yang ukurannya tidak sebesar rumah kami di Bintaro, karena kami hanya hidup bertiga kala itu, Aku, Mami, dan Embok Yah. Dan sisa uangnya, aku dan Mami gunakan untuk membuka cafe kecil-kecilan, sambil aku kerja juga saat itu setelah diterima menjadi staf exsim di sebuah perusahaan retail yang berkantor di Jl. Sudirman.

Namun itu semua setelahnya, setelah aku menerima undangan pernikahan yang mengejutkan. Sebuah undangan pernikahan dari Nata dan Nina. Aku terus bertanya-tanya dalam hati, kenapa Nata menikah dengan Nina? Bukannya dia dan Dita sudah merencanakan pernikahan setau yang aku tahu dari Kak Bella dan Alodya.

Untuk menjawab rasa penasaran aku pun menanyakan itu semua pada Alodya dan Alodya pun mengatakan padaku semuanya, tentang Nina yang sedang hamil.

"Oh, jadi MBA. Ahahah, mamam dah, itu akibatnya. Biar rasa! Untung gue ga pernah sampe begitu sama Nata".

"Ih, lo jahat banget sih, Neng (Alodya saat itu memanggiku Eneng dan aku memanggilnya Noni). Seneng banget kayanya liat Nata jatoh".

"Biarin, Non. Biar dia rasa. Kualat itu Nata sama gue, siapa suruh waktu itu cuekin gue. Coba kalo masih sama gue. Ga akan dia begitu".

"Hahahah, cie begitu ajah. Lo masih cinta Neng sama dia?" 

"Ihhh, malesin. Cinta sama dia… kapok lah yah".

"Masa sih Neng? Terus kenapa lo masih jomse? Upss… hahahah".

"Kaya lo ga jomblo ajah sih, Non. Urus tuh Malik. Hahaha".

"Ih rese, kenapa jadi Malik, sih?" 

"Hahahah".

"Eh, tapi yah… Kasian tau si Nata…"

"Yang kasian itu Dita, udah pacaran tinggal serumah, eh nikahnya sama Nina. Hahahah".


Alodya diam seperti menerawang jauh entah kemana, jujur saat itu sebenarnya juga aku merasa sedikit kasihan pada Nata. Pasti dia sangat terpukul, biar bagaimana pun dari cerita Alodya, saat bertemu Nina kembali. Nata dan Nina menyepakati untuk tidak lagi bertemu setelah itu. Dan itu adalah suatu bukti kalau Nata memang berusaha untuk tidak dan/atau memang tidak berniat untuk menyakiti Dita.

Sesama wanita aku juga sebenarnya seperti merasakan apa yang dirasakan Dita dan Nina. Dita pasti hancur sehancur-hancurnya mengetahui hal ini dan Nina dia pasti sangat malu dengan keadaan ini, biar bagaimana pun tidak ada perempuan yang ingin hamil di luar nikah. Aku berani jamin 1000% untuk itu.

"Perasaan Dita gimana yah?" Tiba-tiba Alodya menanyakan itu.

"Iyah, gimana yah, Ya Alloh gue engga ngebayangin deh gimana kalo gue jadi Dita, tapi ngebayangin jadi Nina juga rasanya pasti ga enak banget yah, pasti setelah ini hidupnya dipenuhi rasa malu yang gede banget yah. Berasa punya borok di muka kali yah".

"Iya, pasti".

"Belom lagi…" 

"Belom lagi apa?" Tanya Alodya.

"Ahh engga-engga, gapapa. Bagus Nata tanggung jawab yah".

"Nata bukan orang yang lari dari tanggung jawab, Neng. Lo kenal kan pasti".

"Iya, Nata bukan tipe laki yang lari dari kenyataan".

"Sabar yah Neng".

"Dih, kok sabar yah gue?" Tanyaku pada Alodya.

"Gue tau kok lo sebenernya masih percaya kalo lo bisa hidup sama Nata lagi, kan?"


Aku tidak menyangkal ucapan Alodya, aku juga tidak membenarkan ucapan Alodya. Aku hanya bisa tersenyum mengungkapkannya dengan simbolik karena tidak ada bahasa lagi yang menuturkan apa yang aku rasakan dengan tepat, sebab tidak ada ungkapan yang mengandung penafsiran ganda.

Saat itu aku meminta izin pada Alodya untuk memasuki kamar kos Nata untuk terakhir kalinya, mumpung saat itu Nata sedang berada di Chicago bersama Nina untuk menemui Dita katanya.

"Kenapa lo minta izin sama gue. This your place Neng. Gue engga mau bilang ini sebenernya dilarang sama Nata. Tapi gue ini sahabat lo, walau kita bisa bertemen gini karena Nata. Tapi persetan itu semua, gue sahabat lo bukan sahabatnya Nata. Lo tau alasan Nata masih terus sewa kamar ini walau pun dia udah hampir ga pernah pake lagi ni kamar? Itu karena di kamar ini katanya semua kenangan tentang harapan dan mimpinya dia ada di sini, di setiap jengkal kamar ini dan itu juga alasan kenapa dia pada akhirnya…"


"Non… Udah stop".
Sambarku tak lagi bisa membendung air mataku. Alodya lalu memberikan kunci kamarnya Nata dan membiarkan aku masuk seorang diri.

***


"Aku pulang, Se". Kamu tau, Nata. Kenapa dulu setiap kali aku kesini, ke kamar kosmu. Aku selalu mengatakan "Aku pulang". Bukan "aku datang?". Itu karena aku selalu menganggap kamar ini sebagai rumahku. Dan saat ini aku kembali mengatakannya; "Aku pulang". Namun saat ini kamu tidak menyambutku seperti biasanya; pelukanmu, kecupan dikeningku. Tidak ada! Kini aku hanya disambut oleh bayang-bayang aku dan kamu yang memenuhi ruangan ini hingga rasanya tidak ada ruang lagi untuk aku masuk. Se, kalau boleh masih memanggil kamu Hase kelinci besarku yang menggemaskan. Aku rindu kamu yang menengadahkan wajahmu memandangi langi-langit kamar ini sambil kamu mengatakan mimpi kamu, mimpi kamu yang saat itu kamu katakan hanya aku; "Hanya kamu, hanya Karina bin Ahmad, hanya kamu mimpi aku, aku engga punya cita-cita akan jadi apa akan jadi apa nanti, yang aku mau dan aku cita-citakan hanya menjadi suami kamu, ayah dari anak-anak kita, dan menghabiskan umurku di dunia ini yang cuma sebentar cuma dengan keluarga kecil kita Nanti". Aku rindu, Se. Aku rindu semua perkataan yang selalu terngiang-ngiang di dalam telinga, kepala, hati dan terus menembus hingga dimensi heningku kemudian menjelma menjadi bunyi-bunyi hening di dalamnya. Se, masihkah mimpi kamu hanya aku? Tapi sekali pun mimpi dan cita-citamu masih seperti dulu. Bagaimana kamu mewujudkan mimpi itu?. Se, mungkin saat itu aku menganggapmu Naif. Tapi aku selalu merasa kehilangan tiap kali kamu tidak membahas mimpi kamu itu, Se. Rasanya saat ini atas semua yang sudah terjadi. Usahaku untuk menghilangkan cintaku padamu hanya seperti menguras air di dalam perahu yang berlubang yang tengah berlayar di atas samudera. Aku tidak mengerti bagaimana bisa, saat ini aku merasa makin mencintaimu dan aku harus katakan saat ini aku tidak memiliki dan tidak sanggup menghayalkan tentang masa depan tanpa kamu ada di dalamnya. Se, aku harus bagaimana? Haruskah aku masih percaya pada mimpimu? Atau aku harus melupakannya dan membuat mimpiku sendiri. Tapi seperti yang aku katakan,Se. Saat ini cita-cita masa kecilku telah hilang! Aku sekarang adalah manusia tak bermimpi karena harus aku akui selama ini aku hidup hanya untuk menerangi mimpimu; mimpiku adalah mimpumu, cita-citaku adalah cita-citaku dan aku berjalan terus diatas itu. Se, jawab aku!!"

Alodya yang mungkin saat itu mendengar tangisanku langsung datang menghampiri dan memelukku. Jadilah saat itu tangisku makin haru saat itu dalam pelukan Alodya. Saat itu aku terus mengatakan "Gue mau Nata, Non. Gue mau Nata. Gue engga mau Nata sama yang lain, Non. Ga mau".

Setelah beberapa menit aku terus merongrong menangis dalam pelukan Alodya, tiba-tiba Alodya melepaskan pelukannya sambil melihat heran ke arah meja di kamar ini, lalu mengambil sebuah buku yang tergeletak di atas meja itu.

"Perasaan kemaren pas gue beresin ini kamar ga ada buku di sini".Ucap Alodya keheranan sambil melihat buku itu. Sebuah buku yang bersampul berwarna hitam dengan tulisan "Senandung Black n Blue" di tengahnya yang ditulis menggunakan tinta berwarna hijau. "Neng…" Alodya melihat buku itu dan langsung memberikannya padaku dengan penuh keterkejutan tergambar di matanya. 

"Nata itu orang macem apa, sih. Neng?" 

Tidak ada tulisan apapun di dalam buku itu. Setiap halamanya kosong, hanya ada satu kalimat diakhir halaman terakhir "Nata dan Karina hidup bahagia sampai akhir umur mereka di dunia". Dan secarik kertas yang tertempel di sampul belakang buku itu.

***


Hay, Gal. Ahh, masih boleh ga sih aku panggil kamu Gal di saat aku ingin menikah dengan perempuan lain yang bukan kamu. Hehehe, maaf yah, Gal. Sepertinya cintaku sama kamu lebih besar hingga Tuhan memisahkan kita.

Jujur, selama ini aku masih cinta banget sama kamu, Gal. Banget-banget. Mungkin kamu anggap itu bullshit yah, Gal. Ngomong masih cinta sama kamu tapi aku malah pergi dari kamu bahkan sampai tinggal sama perempuan lain, malah mau nikah sama orang yang lain lagi. Anggaplah begitu, Gal. Anggap aku ini bullshit. Aku sadar sepenuhnya kalau aku bukan lagi aku yang kamu kenal dulu waktu kita masih pacaran. Aku memang berubah, dari segala hal aku merubah diriku. Tapi kamu harus mengerti, (sebelumnya jangan anggap ini sebuah pembelaan diri aku yah, Gal.) manusia pasti berubah. Diri kita sendiri itu ga pernah ada. Kita ini serapan waktu dan pelajaran-pelajaran hidup yang telah kita lalui, setiap benturan pasti membawa bentuk baru dan kamu pasti tau sudah berapa kali aku terbentur dan itulah kenapa aku merubah diriku. Tapi, Gal. Walau sejauh apa pun aku berubah satu hal yang engga pernah berubah dari aku, yaitu kesadaran aku yang terus mencintai kamu sebegitu besarnya melebihi cintaku pada siapapun di dunia ini. Hingga detik terakhir sebelum keadaan ini aku terima, sejujurnya aku masih aku yang dulu yang hanya memiliki satu mimpi.

Gal, jika kamu membaca surat ini. Berarti saat ini kamu sudah merasakan apa yang aku rasakan. Semilyar maaf mungkin ga akan cukup untuk merangkai lagi perasaan kamu yang aku yakin saat ini berhamburan tak berbentuk. Gal, sudah cukup. Jangan cintai aku lagi, buatlah mimpi baru, mimpi dirimu, untuk kamu, tanpa aku di dalamnya. Ingat pertanyaan kamu dulu? Tentang bagaimana jika Tuhan tidak mentakdirkan kita berjodoh? Kembali lah pada Tuhan, Gal. Kita sudah terlalu jauh mencintai satu sama lain yang seharusnya cinta yang terbesar itu hanya pantas untuk-Nya.


***


Hanya satu kata yang keluar dari mulut aku setelah aku membaca secarik kertas itu. Rese! Nata itu rese! Dia menyuruhku untuk tidak lagi mencintainya tapi dia menggodaku dengan mengatakan kalau dia masih mencitai aku. Rese! Aku benci! Aku benci kamu Nata! Kamu ini manusia macam apa sih sebenarnya?

"Pokoknya mulai sekarang aku benci sama Nata, Non". 

"Ya, memang seharusnya lo benci sama Nata, Neng".
 

Dan malam itu aku menghabiskannya dengan terus menangis dan terus menangis hingga hari pernikahan Nata dan Nina; aku tidak menghadirinya. Aku hanya mengurung diriku di dalam kamar sambil terus mengucapkan aku benci Nata. Bahkan aku hingga menulis kata itu diseluruh tembok kamarku. Dan di hari itu (hari pernikahan Nata dan Nina) aku menghapus semua akun media sosial Nata. Iya, aku menghapus akun media sosialnya karena semua password akun media sosial Nata adalah tanggal jadian aku dengan dia. Lalu aku mengganti password serta emailnya agar Nata tidak bisa memulihkan kembali akun media sosialnya itu. Setelah hari itu juga aku melarang Alodya untuk membicarakan apa pun tentang Nata.

"Pokoknya, mau Nata mati sekali pun. Lo jangan kasih tau gue! Gue engga mau denger apa pun tentang Nata lagi. Bantu gue yah, Non". 

Selain itu aku juga menutup aksesku dengan Kak Bella, Ayah, Mamah, Abdul, Jono, Faisal dan siapa pun yang masih memungkingkan aku mendengar sekecil apa pun tentang Nata. Bahkan aku juga mengganti nomerku, karena aku sadar dari teman-temanku yang lain aku masih bisa mendapatkan kabar tentang Nata. Aku menggunakan nomer yang biasa aku gunakan menganggu hubungan Nata dan Dita karena nomer itu tidak ada satu pun yang mengetahuinya. Pada Intinya aku membuang menutup akses semua orang-orang dan entah sudah berapa kali aku mengatakan ingin menjalani hidup yang baru.

Cara itu terbukti berhasil. Walau pun di awal-awal rasanya berat. Tapi setidaknya aku bisa melewati itu semua dan benar-benar sudah terbiasa hidup tanpa mendengar nama Nata.

November 2016

Kamu tahu, matahari di musim hujan itu rasanya lebih menyengat dibanding panas matahari di musim kemarau. Aku pun tidak mengerti apa itu hanya perasaanku saja, atau memang pada kenyataannya memang seperti itu. Yang jelas siang itu aku merasa Jakarta sedang panas sekali, hingga membuat kulitku memerah. Bahkan AC di mobilku rasanya tidak bekerja, lalu aku memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah minimarket untuk sekedar ngadem dan membeli beberapa minuman dingin.

Baru aku memarkirkan mobil, belum sempat aku mematikan mesinnya. Aku melihat seseorang sedang duduk di depan minimarket itu, duduk bersandar kursi plastik sambil menikmati sebatang rokok yang dia sedang hisap. Seseorang yang memakai hoodie berwarna hitam serta sebuah masker hitam yang melingkari lehernya. Tidak lama aku melihat orang itu mengeluarkan sepeda motor yang parkirnya terhalang motor lain lalu setelah motor itu bisa keluar orang itu menerima uang dari empunya motor.

"Nata, markir?… Waw, kenapa dia?"Tanyaku dalam hati sambil memperkatikan Nata yang sedang mengeluarkan motor lainnya yang ingin keluar, dari dalam mobilku.
mmuji1575
khodzimzz
oktavp
oktavp dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.