Kaskus

Story

User telah dihapusAvatar border
TS
User telah dihapus
Rahasia Malam
Quote:


Spoiler for Blurb:


Prolog


Malang sedang beranjak petang. Langit hitam mulai memadati gumpalan awan kelabu. Tiupan angin sepoi mengiringi langkah demi langkah dari seorang lelaki jaket hitam bersepatu kets, sedang mengarungi jalanan. Ia mengamati hamparan pemandangan di jantung kota yang indah nan berseri. Sejenak langkah kaki lelaki itu perlahan terhenti.

Didapatinya dari arah pukul dua, sosok gadis berambut ikal memakai bandana duduk di tepi taman. Tanpa seorang teman, ia duduk sendiri dari ingar bingar keramaian. Rasa ingin tahu merasuki pikirannya, lelaki itu seperti tak asing dengan wajah cendayamnya itu. Perlahan ia mulai mendekatinya.

“Eni?”

Gadis itu tersentak kaget.

Lelaki itu menggaruk kepala dan terkekeh. “Ah, maaf. Aku spontan panggil kamu tadi. Kamu Eni Yustanti kan?” Memastikan tak salah sapa.

Gadis itu mengkerutkan dahi. “Benar. Kamu siapa ya?” Balasan tak sedap terlontarkan.

“Wah, sepertinya kita lama enggak bertemu. Pantes kamu lupa,” ujar lelaki itu. “Aku temen SMA kamu dulu,” sambungnya sembari menjulurkan tangan mengajak berjabat.

“Temen SMA? Sebentar, ehmm… Sepertinya pernah ingat wajahnya.” Ia bermaksud untuk menerka. “Oooh Galuh? Iya iya aku ingat. Galuh Pradipta, kan?” Seraya menunjuk kearah lelaki itu dan menjabatnya.

“Nah, inget ternyata.”

Kemudian mereka saling beradu tawa.

“Ngomong-ngomong, ngapain disini sendirian?”

“Enggak ada sih. Cuma ingin menghibur diri saja.”

“Menghibur diri? Enggak lagi sama Edo?”

Edo adalah lelaki tampan kekasih Eni. Sejak SMA dulu, kehadiran Edo di hidup Eni kerap kali menina bobokkan langkah Galuh ketika ia akan mendekati Eni. Meskipun kedekatan Galuh dan Eni layaknya teman terdekat, Edo selalu menghalau kedekatan mereka berdua. Namanya telah menjadi momok tersendiri untuk Galuh pada saat itu.

“Edo..??” Lagaknya bertanya

“Yaaa, Edo Pacar ka–” Belum selesai penjelasan, gadis itu menimpal. “Eh, kebetulan kamu disini, temenin aku ke toko buku yuk. Ada buku yang mau aku cari nih.” Sembari menarik lengan Galuh.

Mau tak mau, Galuh merestui ajakannya.

Tempat toko buku itu hanya berjarak beberapa meter dari taman. Disanalah nostalgia perasaan Galuh mulai menari-nari di dalam benaknya. Ia teringat akan masa-masa indah kala sekolah dulu, sebelum hadirnya sosok Edo. Pasalnya, Eni adalah gadis pertama yang keindahan matanya membawa mimpi kesadaran Galuh menuju taman asmara. Sejak SMA, bunga indah itu selalu nampak harum dengan wewangian yang membius perasaannya. Hingga tiga tahun lamanya setelah tamat sekolah, mereka tak pernah bertemu. Karena bunga indah itu telah pergi ke tanah tetangga, mengikuti jejak ibundanya di tanah Sumatera. Entahlah, mungkin ingin menebarkan harum bunga di tempat sana. Atau mungkin menghidupi tanah yang gersang.

Semenjak saat itulah, Galuh mulai banyak melupakan tentang sosok Eni. Meski terkadang masih terbayang sekilas wajahnya. Bahkan sampai salah satu sahabat Eni yang juga termasuk teman dekatnya ia anggap seperti sosok wajah Eni. Wajahnya memang sebelas dua belas dengan gadis bunga itu. Aini Hana Anjelina, sahabat Eni plus teman dekat Galuh semasa SMA. Namun sosok Aini juga mulai menjauhinya, karena larangan dari orang tua yang–tidak jelas alasannya.

Perasaan Galuh saat itu tak kunjung terungkap karena ia takut akan kehadiran sang kekasih dari Eni. Bukan berarti Galuh takut dengan Edo, melainkan ia tak percaya diri karena wajahnya yang hitam ke cokelatan dan kumal. Sedangkan Edo; putih, tinggi, tampan dan tajir. Itulah yang membuat Galuh mengurungkan diri untuk mengutarakan perasaannya kepada Eni sejak dulu. Ia lebih memilih berada didekatnya sebagai seorang teman dekat, tidak lebih. Iya, tidak lebih. Galuh menyadari bahwa ia tidak akan bisa bersaing dengan Edo untuk memperebutkan Eni Yustanti yang–juwita, kulitnya putih kekuningan, berparas indah beraroma Pour Femme.

Spoiler for INDEKS:




Mampir ke cerita baru saya ya kawan-kawan
Amor Único Dente

Spoiler for Identitas Cerita:


Cerita ini hanyalah fiktif. Apabila ada kesamaan nama tokoh, latar, atau alur cerita, itu hanya kebetulan belaka.
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 12 suara
Bagaimana pembawaan cerita dalam Thread ini?
Bagus
67%
Lumayan
33%
Jelek
0%
Diubah oleh User telah dihapus 25-12-2019 15:49
sekiraileonhartAvatar border
delia.adelAvatar border
someshitnessAvatar border
someshitness dan 15 lainnya memberi reputasi
14
23.6K
481
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
User telah dihapusAvatar border
TS
User telah dihapus
#82
kaskus-image


Melati Dua Sembilan


Tanpa menunggu terlalu lama, Galuh segera menuju ke lokasi yang dimaksud oleh pesan singkat itu. Beny yang kebetulan asli orang Palembang tahu persis Rumah Sakit yang ada di daerah sana. Beny dan Ilyas pun ikut mengantarkannya. Mereka maklum, masalah percintaan tak mungkin menyebabkan Galuh sampai sepanik ini. Pasti ada masalah yang lebih besar dari itu.

Dalam perjalanan, Galuh menceritakan semua tentang pesan dari nomor tak dikenal itu kepada kedua sahabatnya. Ia memaki dirinya sendiri yang begitu bodoh. Sifat pengecutnya masih saja ada. Saat jauh, ia mencarinya. Ketika dekat, ia justru menjauh dan menghilang yang membuat gadis itu celaka. Mungkin ia masih tak terima dengan zona pertemanan ini, atau mungkin ia hanya merasakan cinta sepihak.

Padahal dirinya belum mengetahui, apakah gadis itu mencintainya atau tidak. Namun dirinya sudah berasumsi bahwa ia mencintai tapi gadis itu tidak mencintainya. Ia pun juga masih belum tahu jelas hubungannya dengan Edo, apakah masih berlanjut atau tidak. Ia sudah lebih dulu termakan cemburu. Semestinya ia lebih mengerti, semestinya ia dapat lebih mengetahui. Perasaan tak menentu berkecamuk dalam hatinya.

***

Galuh melangkah cepat di koridor rumah sakit. Kedua sahabatnya menyusul di belakangnya. Ia menghampiri kursi besi memanjang di tepi ruang masuk kamar. Seorang bapak-bapak bertubuh besar duduk di kursi itu bersama seorang gadis. Galuh bertanya apakah ia tak salah kamar. Bapak itu ternyata pamannya, dan gadis itu ternyata anaknya, yang bernama Anggun; adik sepupu Eni.

“Bagaimana kondisi Eni Om?” tanya Galuh.

“Alhamdulillah, kata dokter kondisinya sudah cukup membaik. Ini kami sedang menunggu hasil Lab-nya.”

“Ibunda Eni dimana?”

“Ada di dalam, sedang jagain Eni.” Sambil menunjuk kearah pintu masuk kamar.

Galuh menoleh mengikuti petunjuk dari bapak itu. “Saya boleh masuk Om?”

“Iya boleh kok, mari silahkan.” Balasnya mempersilahkan.

Kamar Melati nomor dua puluh sembilan, tempat Gadis itu dirawat. Pintu kamar dibuka perlahan, mengeluarkan suara derit panjang. Ibu berusia 45 tahun duduk di sebelahnya dengan tangan menggenggam anak sematawayangnya. Matanya yang lebam usai menangis menyapa ketiga pria itu dan mempersilahkan duduk. Galuh mencium tangan ibunda Eni takzim. Mereka sedikit berbincang tentang penyakit yang telah lama Eni derita.

Semenjak remaja, Eni memang sering keluar masuk rumah sakit karena infeksi lambungnya. Penyebabnya karena kebiasaan Eni sendiri yang telat makan dan sekali makan ia mengkonsumsi makanan pedas dan berlemak. Mungkin karena kurang perhatian dari kedua orang tuanya yang sibuk dan sering cekcok sekali keduanya saling bertemu.

Ayahnya yang memiliki perusahaan besar di beberapa kota mengakibatkan jarang ada waktu untuk berkumpul dengan keluarga. Ibunya pun seorang pegawai di sebuah perusahaan swasta. Waktunya lebih sering mengutamakan pekerjaannya dibanding mengurus Eni. Sedari kecil, Eni hanya diasuh oleh Pramusiwi.

***

“Nak Galuh sama yang lain tolong jagain Eni sebentar ya. Saya mau kedepan nunggu hasil Labnya,” ujar ibunda Eni berdiri permisi.

Galuh mengamini takzim.

“Ngapain kamu kesini!”

Gadis itu menilik pria yang duduk di sofa ruangan kamar. Tak sedikitpun ekspresi yang ia torehkan di wajah manisnya. Ternyata gadis itu tidak benar-benar tertidur. Galuh memandang balik dengan canggung menunduk. Beny dan Ilyas memaklumi situasi yang kurang kondusif dihadapannya. Mereka pun ikut permisi dengan dalih ingin menjanggal perut dan meneguk satu dua gelas kopi.

Galuh semakin mendekati ranjang gadis itu. Ia letakkan buah-buahan yang sudah terhias indah dan satu buket bunga mawar yang dibelinya saat perjalanan kemari.

“Maafin aku.”

“Untuk?”

“Semuanya.”

“Karena?”
Sesaat Galuh terdiam tak menjawabnya. Ia menghela nafas panjang. Tangan Eni yang diinfus di pegang dan dielusnya.

“Jangan seperti ini!” Sambil melepas genggaman Galuh.

“Maaf, Tanganku bandel,” celoteh Galuh asal.

“Kamu tau kan, aku sudah punya Edo?”

“Sudahlah, apa perlu kamu membohongi perasaanmu sendiri?” tegas Galuh.

Eni mengernyitkan dahi. “Maksud kamu?”

“Dengan kamu yang sejauh ini, sampai mengoleksi buku dan mencari penulis itu, apa masih kurang jelas?” Galuh menatap tajam. Eni tak menjawab. Pertanda tak paham dan mencoba mencerna matang-matang maksud penjelasan Galuh.

“Penulis yang selama ini kamu cari ‘G. Dipta’ itu, sekarang sedang duduk di samping kamu.” Galuh kembali merebut tangannya. Eni menoleh kearahnya.

“Galuh Pradipta, adalah orang dibalik semua buku itu. 3 tahun lamanya aku mendambakanmu, bertahun-tahun aku mencintaimu dalam diam. Aku hanya bisa mendo’akanmu. Aku hanya bisa menulis dalam buku harianku. Disitu aku menceritakan semuanya bahwa akulah orang yang paling tepat selama ini, akulah orang yang bisa membahagiakan kamu.” Sejenak Galuh berhenti menjelaskan.

Eni memandanginya. Ia tersenyum, kemudian memilih mengalihkan pandangan dan mengamati senja yang mulai menguning di jendela yang sebentar lagi akan hilang.

“Maafkan aku, selama ini telah merahasiakan semuanya darimu. Bahkan sejak pertemuan kita malam itu, aku enggak mampu mengungkapkan. Aku sekarang duduk disini, aku berada disini, karena terlalu takut kehilangan kamu. Selama 3 tahun lalu, kita selalu bersama, susah, sedih, senang, sehat, sakit selalu bersama. Dan saat ini aku ingin semua itu kembali lagi, terulang lagi seperti dulu. Aku ingin kamu sembuh.”

*Plaakk!

“Kamu jahat. Tega sampai aku mikir tentang pesan kamu dua hari yang lalu. Aku enggak bisa tidur, aku nyoba hubungi kamu. Kamu enggak respon sama sekali. Aku baru tersadar sehari setelah aku baca-baca ulang novel itu. Aku merasa kalau penulis itu orang yang udah dekat lama denganku. Dan aku merasa bahwa itu kamu Luh,” jelas Eni.

“Kamu lebih jahat, karena pertemuan malam itu kamu sempat melupakan wajahku. Pun membohongiku kalau kamu saat itu sedang jalan sama Edo.” balas Galuh.

“Maaf, sejak 3 tahun lalu setelah kita lulus. Aku jarang sekali bertemu denganmu. Aku panggling melihat kamu.”

Galuh memaklumi, ia hanya terdiam memandang wajah imutnya.

“Kenapa aku bisa begitu bodoh sampai melupakan itu semua ya. Padahal jika di ingat-ingat, isi novel itu memang hampir sama dengan kisah kita,” ujar Eni mengingat. “Tapi kamu enggak sedang bohong kan?” Eni meragu.

Galuh tersenyum, “Selama kita kenal, apa aku pernah membohongimu?”

“Pernah!” sahut Eni ketus.

“Kapan?”

“Kamu bohong soal novel ini. Kamu tega main rahasia dari aku.” Sambil mencubit lengan Galuh.

“Kan sudah aku bilang. Karena aku mencintaimu dalam diam. Dan buku itu adalah sebagian dari isi hatiku. Ya mana mungkin aku jujur didepanmu. Sedang, wanita yang aku cinta dan aku ceritakan dalam novel itu adalah dirimu.” Sembari meraih tangan Eni.

“Bukannya kamu pernah bilang sudah LDR-an dengan seseorang?” tanya Eni.

Galuh sambil tersenyum gemas. “Kamu cukup bodoh untuk seorang gadis pintar.”

“Jangan buat sandiwara lagi.”

“Siapa yang sandiwara. Kenapa kamu enggak sadar-sadar sih. Yang aku maksud waktu itu kamu, Eni Yustanti.” Jelas Galuh sambil mengelus keningnya.

Sesaat Eni terdiam. Episode kilas balik berputar dalam ingatannya. Kala itu, ia sedang bertanya kepada Galuh perihal Long Distance Relationship saat di taman kota. Eni baru sadar. Benar juga, Galuh tak menjawabnya. Ketika Galuh sedang ingin mengatakan sesuatu, dirinya sontak refleks mengibaskan tangannya karena gugup.

“Kamu juga cukup licik untuk seorang pria cerdik,” ujar Eni tersenyum dan membalas genggaman Galuh. “Selama aku jalan dengan Edo, Aku enggak pernah bisa se-bahagia dengan kamu. Walaupun saat itu kita hanya sebatas teman sekolah, tapi aku nyaman saat dekat dengan kamu. Aku begitu bodoh enggak menyadari perasaan kamu saat itu.” Galuh hanya terdiam mendengarkan.

“Maafkan aku, telah banyak menyia-nyiakan kamu. Tapi kamu selalu sabar menungguku. Aku sudah lama putus dengan Edo. Dia telah menghianati hubungan ini. Berkali-kali dia selingkuh dengan wanita lain. Bahkan…”

“Bahkan…?” sahut Galuh penasaran.

Eni menghela nafas berat. Lalu berujung menjelaskan, “Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dia pernah masuk hotel bersama gadis malam. Entah apa yang mereka lakukan. Yang jelas, itu benar-benar fatal. Aku memang masih berhubungan baik dengannya, hanya sebatas teman, enggak lebih. Aku enggak mau hanya karena mantan berujung permusuhan.” Eni masih menggenggam tangan lelaki itu.

“Galuh…”

“Hmm…”

“Love me just the way I am.”

“Tanpa perlu kamu suruh,” balas Galuh.

Eni menatap tajam kearah Galuh. Semakin ia genggam erat tangan Galuh.

“Kamu tau kan, aku sangat gugup ketika kamu sedang menatapku tajam begini. Terlebih, tangan halusmu menggenggamku seperti ini.”

“Aku tau, tanganku saja yang bandel,” balas Eni tersenyum penuh arti.

Tatapan mereka semakin beradu, Jantung berdebar kejar-kejaran. Untuk pertama kalinya, bibir mereka bertemu dan saling melebur. Kamar Melati dua sembilan telah menjadi saksi malam itu, untuk kedua anak insan yang sedang jatuh cinta.

Back to Beranda
Diubah oleh User telah dihapus 04-10-2019 20:22
i4munited
Rapunzel.icious
yusufchauza
yusufchauza dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.