sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
4Love: Tentang Patah Hati, Kesetiaan, Obsesi, dan Keteguhan Hati



Quote:


Spoiler for Daftar Bab:


Diubah oleh sandriaflow 01-12-2020 12:11
santinorefre720
blackjavapre354
rizetamayosh295
rizetamayosh295 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
14.5K
134
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
#24
Bab 5: Celah & Rumit
JOJO


Lelaki itu tengah presentasi di depan kelas saat ini. Kebetulan, dia kali ini mendapatkan materi tentang gramatikal yang lumayan sulit. Di depan kelas, ia setengah gugup dan cara bicaranya sedikit kurang tertata. Apalagi, ibu dosen yang mengampu mata kuliah ini lumayan galak. Dia jadi tambah gugup.

“Jadi, apa ada yang ingin ditanyakan teman-teman?” katanya gemetaran. Ia takut jika ada yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan sulit. Hatinya terus-terusan berdoa semoga tidak ada yang bertanya agar dia bisa segera duduk.

Tiba-tiba, seorang dari bangku depan mengangkat tangannya. Jojo refleks tambah deg-degan karena yang bertanya adalah Zulfa. Ia pun mempersilahkan perempuan itu untuk bertanya.

“Saya kurang mengerti materi yang kamu jelaskan tadi. Apakah bisa kamu jelaskan ulang secara singkat?” dia bertanya polos sembari mengumbar senyuman manis yang membuat Jojo bego seketika.
“Apa? Bisa kamu ulangi pertanyaanmu?” bukannya menjawab pertanyaan, Jojo malah bertanya ulang. Menatap wajah Zulfa yang polos dan cantik, membuat Jojo kian salting dibuatnya.

Entah mengapa, Zulfa malah tertawa kecil. Ia pun mengulangi pertanyaannya. Setelah beberapa saat otaknya blank, Jojo pun menjawab pertanyaan Zulfa dengan seadanya.

Presentasi menegangkan itu pun selesai dan untung dia tidak dikomentari habis-habisan oleh ibu dosen. Satu hal yang jelas adalah Jojo kini memiliki celah untuk bisa masuk ke dalam kehidupan Zulfa.

****

Suatu waktu, Jojo tengah asik duduk menikmati kopi bersama teman-temannya di kantin fakultas. Seperti biasa, ia juga tak lupa menikmati rokok mild yang setiap saat menemaninya. Slogan rokok mild itulah yang memberinya keyakinan bahwa dia ingin menjadi cowok sejati dan ideal.

Tak jauh dari tempat duduknya, ia melihat Zulfa tengah asik ngobrol dengan temannya. Tanpa sengaja, kedua mata mereka saling bertemu. Jojo menatap Zulfa sembari mengumbar senyuman kepada perempuan itu. Zulfa membalas senyuman Jojo dengan malu-malu sembari tertawa kecil. Senyuman Zulfa sangat manis dan membuat hati Jojo tambah deg-degan.

Namun, Jojo merasa heran karena setiap kali Zulfa tertawa, dia selalu menutupi tawa itu dengan tangannya. Tapi tak apa, malah itu yang membuat perempuan itu spesial.

Sesaat setelah mengumpulkan keberanian, Jojo pun mencoba mendekati Zulfa. Dia ingin mengenal perempuan itu lebih dekat. Barangkali, Zulfa ialah orang yang bisa memberinya harapan baru dan melupakan bayangan Rara yang masih sering terngiang di kepalanya.

“Aku boleh duduk?” tanyanya memastikan. Zulfa mengangguk pelan. Dia sepertinya juga agak salting ketika berada di dekat Jojo.
“Kamu nggak ada kelas, Jo?” tanya Zulfa.
“Oh, enggak ada. Kamu sendiri?”
“Aku sudah nggak ada kelas lagi hari ini,”
“Kamu asli mana kalau aku boleh tahu?” tanya Jojo pura-pura. Ia sendiri sebenarnya sudah tahu setelah stalking akun media sosial perempuan itu.

“Aku dari Makasar. Kamu sendiri asli Malang, kan?”
Jojo mengangguk pelan. Tiba-tiba, teman Zulfa yang sedari tadi mendengar perbincangan mereka batuk-batuk kecil. Dari suaranya, jelas terdengar bahwa batuk itu hanyalah akting. Zulfa pun tersipu malu dan mencubit kelakuan temannya.
“Ehm, kamu merokok, Jo?” tanya dia lagi.
“Iya. Memangnya ada apa? Kamu nggak suka cowok perokok?” Jojo bertanya memastikan. Perempuan itu mengangguk. Dari gerak-geriknya, Jojo tahu bahwa Zulfa sangat tidak suka dengan cowok yang hobi merokok.
“Memangnya, apa sih keuntungan dari merokok?” dia kembali bertanya penasaran.
“Entahlah, mungkin karena faktor keluargaku yang hampir semuanya merokok,” jawab Jojo agak terkekeh. Ia kemudian bercerita sedikit tentang keluarganya.

Jojo memang tumbuh di lingkungan perokok. Kakek, paman, dan bapaknya merupakan perokok aktif. Jadi, bukan hal yang mengherankan jika Jojo ikut-ikutan merokok. Apalagi, Jojo juga memiliki banyak teman yang juga merokok.

Pernah suatu ketika, Jojo tidak berniat merokok dan mencoba berhenti. Namun, kakeknya malah membelikannya rokok. Dengan sangat terpaksa, Jojo pun mengurungkan niatnya untuk berhenti merokok. Sepertinya, memang dia ditakdirkan untuk menjadi seorang perokok. Toh, rokok juga tidak haram berdasarkan fatwa MUI.

“Kamu lucu juga ya. Kupikir kamu orangnya judes. Ternyata, kamu itu asik kalau diajak ngobrol,” ujar Zulfa malu-malu.
“Kamu juga lucu kok,” balas Jojo sambil tersenyum.

Selang beberapa saat, teman Zulfa mengajaknya balik untuk mengerjakan tugas. Zulfa pun pamit kepada Jojo sambil menjabat tangannya. Lelaki itu masih terdiam dan terlarut dengan suasana. Dia menatap Zulfa yang perlahan menjauh dengan hati yang tak menentu.
Ah, mungkin inilah yang dinamakan cinta.

ARMAN


Suasana di kafe kali ini cukup serius. Arman dan Dewi tengah berada pada perbincangan yang sangat penting dan riskan. Lelaki itu ingin menegaskan kembali hubungan mereka.

Arman sudah lelah menjalani hubungan yang tidak jelas dengan Dewi. Dari lubuk hatinya yang terdalam, ia ingin agar Dewi mengakui dirinya secara terang-terangan.

“Aku tidak bisa mengerti jalan pikiranmu,” ujar Arman.
“Bisa nggak sih kita nggak ngomongin hubungan seperti ini?” sahut Dewi sedikit kesal.
“Itu dia masalahnya. Aku lelah dengan semua ketidakjelasan ini. Maka dari itu, hari ini aku ingin mempertegas itu denganmu,”
“Memangnya ada yang salah dengan hubungan kita? Bukankah semua ini sudah jelas tanpa perlu diperjelas ulang?”
“Aku ingin kamu menganggap aku lebih dari ini. Aku tidak mau jadi teman pelampiasanmu saja. Aku jenuh dengan semua ini. Kau sendiri tidak pernah mau mengerti aku,” ujar Arman dengan nada emosi.

“Jangan seperti anak kecil! Jujur, aku tidak menyangka kamu sampai seperti ini. Kamu sendiri tahu kalau aku saat ini fokus dengan cita-citaku. Aku tidak mau terjebak dengan hubungan rumit yang ada di kepalamu,” ujar Dewi. Ia pun menutup pertemuan mereka hari ini dengan akhir yang tidak menyenangkan.

Dewi pergi begitu saja tanpa menatap Arman sedikitpun.

“Dewi, tunggu. Aku belum selesai…”
Kalimat terakhir Arman menggantung di udara. Dewi telah pergi.
“Arman, kau bodoh banget. Sumpah, kau bodoh sebodoh-bodohnya,” Arman merutuki dirinya sendiri sembari mengacak-acak rambutnya.
Para pengunjung tempat kopi itu menatap Arman setengah heran. Sepertinya, mereka sedari tadi melihat percekcokan Arman dengan Dewi.
Entah mengapa, ada rasa bersalah sekaligus penyesalan di hati Arman. Andai saja dia tidak melakukan hal bodoh ini, pasti hubungannya dengan Dewi seperti biasanya.

Arman pun bergegas meninggalkan kafe itu. Ia ingin menenangkan pikiranya yang tengah kacau.
Sesampainya di rumah, Arman langsung merebahkan tubuhnya ke tempat tidurnya. Dia terlalu lelah hari ini. Meskipun demikian, ia tidak dapat memejamkan kedua matanya. Hanya ada Dewi yang memenuhi kepalanya. Ia terus kepikiran dengan perempuan itu. Ditatapnya foto Dewi lamat-lamat.

“Meskipun kamu keras kepala, aku akan selalu menyayangimu,” Arman pun mencium foto itu dengan penuh perasaan.

Meskipun hari ini tidak berjalan baik, Arman sekarang tahu apa yang menjadi prioritas Dewi saat ini. Perempuan itu mungkin hanya butuh waktu untuk dirinya sendiri. Arman yakin jika keadaan akan kembali seperti sediakala.

****

Sejak dulu, Dewi memang perempuan yang sangat keras kepala dan terkesan tak peduli. Namun, Arman tahu bahwa perempuan itu memiliki ketulusan yang tak ternilai jauh di lubuk hatinya.

Barangkali, sudah hampir sepuluh tahun berlalu sejak perkenalan mereka berdua. Arman dan Dewi selalu bersama dari dulu. Banyak yang berkata bahwa mereka adalah pasangan yang serasi. Meskipun demikian, mereka tidak pernah berani mengungkapkan perasaan mereka masing-masing.

Sebenarnya, masalah Arman hanya satu yaitu rasa percaya diri.

Dewi merupakan anak seorang pengusaha yang kaya di kota Malang. Ayah Dewi memiliki perusahaan mebel yang besar dan target pasarnya sudah merambah ke berbagai daerah di luar Jawa seperti Sumatera, Bali, dan Kalimantan.

Sementara itu, Arman hanyalah anak kota biasa yang hidupnya pas-pasan. Bapaknya hanya seorang penjual tembakau di sebuah kios yang tak terlalu besar. Oleh sebab itu, ia sering merasa minder ketika bersama dengan Dewi. Ia tidak tahu bagaimana masa depannya dengan Dewi kelak.

Kerapkali, kasta adalah penghalang utama dari kisah cinta dua insan.

Suatu waktu, Arman pernah berbicara berdua dengan Jojo di sebuah warung kopi. Dia merasa bahwa hanya Jojo yang paling bisa memahami kisah cintanya dengan Dewi, berhubung kisah Jojo dengan Rara juga hampir mirip dengan kisahnya.

“Kita ini hanyalah lelaki dengan masa depan yang belum pasti,” ucap Arman waktu itu kepada Jojo.
“Kau benar. Kita hanyalah binatang jalang dari kumpulannya terbuang,” jawab Jojo dengan mengutip sebaris lirik puisi dari Chairil Anwar.
Mereka tertawa keras sampai batuk-batuk karena tersedak asap rokok.
“Saranku, kau harus sukses dulu. Aku yakin, jika kau sudah sukses, maka kau akan bisa memberikan masa depan yang baik buat Dewi,” ujar Jojo yang tiba-tiba sok bijak.
Thanks my brother,” sahut Arman dengan ekspresi yang menggelikan dan bergaya sok cool.
“Najis,” jawab Jojo sarkas lalu tertawa.

Arman selalu teringat kata-kata Jojo mengenai kesuksesan dan perempuan. Meski teori yang dibuat Jojo terkesan ngawur, tapi dia menyakini kebenaran teori itu. Setiap kesuksesan selalu berbanding lurus dengan kehidupan percintaan yang ideal.

Apabila Arman sudah sukses kelak, ia pasti bisa lebih percaya diri untuk bersanding dengan Dewi. Dia harus bisa menyakinkan ayah Dewi bahwa dia memang pantas menjadi menantunya. Itulah motivasi yang saat ini dipegang Arman.
fransjabrik
pulaukapok
pulaukapok dan fransjabrik memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.