- Beranda
- Stories from the Heart
Teror Hantu Kos Baru Pejaten (berdasar pengalaman nyata)
...
TS
pakdhegober
Teror Hantu Kos Baru Pejaten (berdasar pengalaman nyata)
Assalamualaikum, semoga agan dan aganwati semua sehat, punya pacar dan enggak kehabisan uang.
Agan pernah, diganggu jin atau sejenis makhluk astral lainnya. Kalau belum, Alhamdulillah. Bagi yang udah pernah, agan berarti nggak sendirian. Karena Ane kali ini mau berbagi cerita tentang pengalaman 7 tahun lalu di sebuah rumah kos di Pejaten, Jakarta Selatan. Sekadar overview, ane sudah lama mau nulis cerita ini, tapi banyak pertimbangan. Yang paling berat karena kos-kosan ini masih ada sampe sekarang. Setahu ane juga rame terus. Semoga kondisinya sudah lebih baik sekarang. Karena itu sebelum membaca ada beberapa rules ya, mohon dimaklumi.
1. Ini beneran cerita nyata gan? Iye ada benernye, tapi ane menulis cerita ini dengan metodologi prosa modern, ambil gampangnya novel. Jadi ane perlu nambahin bumbu buat dramatisasi. Kalau terpaksa dibikin komposisi, kira-kira 50:50 gan.
2. Kos gue juga Pejaten gan! Ini Pejaten sebelah mananya? Udeh ye nikmatin aje, jangan ganggu lapak rejeki orang. Jangan-jangan kos ente yang ane maksud lagi, berabe kan?
3. Gan bagusnya ada foto kali, supaya lebih kentara aslinya, bisa difoto gan? Yah entar ane usahain dah, pura2 nanya kamar kosong, tapi ane bakal ambil foto yang anglenya kelihatan susah ditebak ya. Lagi-lagi ini properti orang gan, mereka punya hak. Tapi entar insya allah ane usahain.
4. Kayanya ane ngerti deh tempatnya di mana, yang di jalan ini kan, sebelah ini kan? Udeh kalo ngerti simpen aja dalem hati.
5. Apdetnya kapan gan? Insya allah paling enggak seminggu sekali, antara malem jumat sampe malem minggu. kalo ada waktu banyak bisa dua kali.
6. Gan, kalo penampakan yang ini asli? suara yang itu juga asli apa rekayasa? Ya udah sih baca aja, ini bukan tayangan fact or fiction.
Nah, gitu aja sih rulesnya. semoga cerita ini menghibur dan bermanfaat. kalau ada kesamaan nama, mohon maaf ya. Buat penghuni kos yang kebetulan baca (soalnya kamarnya banyak banget gan sekarang) semoga gak sadar. Kalopun sadar, ane doain sekarang kondisinya udah nyaman sekarang.
Selamat membaca.
Last Update 13/3/2019
Bersambung....
Agan pernah, diganggu jin atau sejenis makhluk astral lainnya. Kalau belum, Alhamdulillah. Bagi yang udah pernah, agan berarti nggak sendirian. Karena Ane kali ini mau berbagi cerita tentang pengalaman 7 tahun lalu di sebuah rumah kos di Pejaten, Jakarta Selatan. Sekadar overview, ane sudah lama mau nulis cerita ini, tapi banyak pertimbangan. Yang paling berat karena kos-kosan ini masih ada sampe sekarang. Setahu ane juga rame terus. Semoga kondisinya sudah lebih baik sekarang. Karena itu sebelum membaca ada beberapa rules ya, mohon dimaklumi.
1. Ini beneran cerita nyata gan? Iye ada benernye, tapi ane menulis cerita ini dengan metodologi prosa modern, ambil gampangnya novel. Jadi ane perlu nambahin bumbu buat dramatisasi. Kalau terpaksa dibikin komposisi, kira-kira 50:50 gan.
2. Kos gue juga Pejaten gan! Ini Pejaten sebelah mananya? Udeh ye nikmatin aje, jangan ganggu lapak rejeki orang. Jangan-jangan kos ente yang ane maksud lagi, berabe kan?
3. Gan bagusnya ada foto kali, supaya lebih kentara aslinya, bisa difoto gan? Yah entar ane usahain dah, pura2 nanya kamar kosong, tapi ane bakal ambil foto yang anglenya kelihatan susah ditebak ya. Lagi-lagi ini properti orang gan, mereka punya hak. Tapi entar insya allah ane usahain.
4. Kayanya ane ngerti deh tempatnya di mana, yang di jalan ini kan, sebelah ini kan? Udeh kalo ngerti simpen aja dalem hati.
5. Apdetnya kapan gan? Insya allah paling enggak seminggu sekali, antara malem jumat sampe malem minggu. kalo ada waktu banyak bisa dua kali.
6. Gan, kalo penampakan yang ini asli? suara yang itu juga asli apa rekayasa? Ya udah sih baca aja, ini bukan tayangan fact or fiction.
Nah, gitu aja sih rulesnya. semoga cerita ini menghibur dan bermanfaat. kalau ada kesamaan nama, mohon maaf ya. Buat penghuni kos yang kebetulan baca (soalnya kamarnya banyak banget gan sekarang) semoga gak sadar. Kalopun sadar, ane doain sekarang kondisinya udah nyaman sekarang.
Selamat membaca.
Spoiler for Prolog:
Quote:
Last Update 13/3/2019
Bersambung....
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 112 suara
Part bagusnya pake foto ilustrasi apa nggak?
Pake, biar makin ngefeel
42%
nggak usah, ane penakut
11%
terserah TS, yang penting gak kentang
47%
Diubah oleh pakdhegober 14-05-2022 11:55
bebyzha dan 141 lainnya memberi reputasi
128
1.2M
3.4K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
pakdhegober
#3162
Part 58: Malam yang Ditunggu-Tunggu
Aku membaca tulisan Pak Wi sambil sesekali menahan nafas. Pengakuannya sungguh membuat takjub sekaligus ngeri.
Di luar itu aku menduga masih ada banyak yang tersembunyi.
Pak Wi menyebut kematian Sukma seharusnya menjadi akhir perjanjiannya. Dengan kata lain, dia tak lagi berkuasa bersamaan dengan hidup yang telah berakhir. Sedikit bsnysk sku turut berpikir demikian. Lebih tepatnya tidak ada keuntungan yang dapat dinikmati lagi dari perjanjian tersebut.
Kemungkinan lainnya adalah kabar Azazil yang lebih faktual, yang menyebutkan perjanjian yang dimaksud itu bisa semacam diwariskan atau dilanjutkan oleh orang lain. Keterangan itu sama sekali bertentangan dengan catatan Pak Wi. Sebab Pak Wi secara tersurat menerangkan dirinya tidak diuntungkan oleh misteri ini.
Dalam situasi seperti ini siapa yang dapat dipercaya. Apabila meyakini tulisan Pak Wi, dengan sendirinya Azazil keliru. Begitu pun sebaliknya. Kebenaran yang kuyakini sebelumnya ialah versi penulis yang selalu bersembunyi itu. Bahwa Pak Wi merupakan oknum yang berniat mendapat keuntungan dari kasus ini. Agaknya aku dituntut menganalisis ulang keyakinan tersebut.
Umpamanya Pak Wi ingin mengarang cerita, hendaknya dilakukan terang-terangan. Yang dia buat melalui catatannya justru mengesankan tidak ingin diketahui siapa pun kecuali selepas ia mati.
Bagaimana misalnya, Azazil yang salah.
Jujur saja, sampai sekarang aku tak pernah memvalidasi petunjuk-petunjuk secara menyeluruh. Azazil sendiri pernah berkata bahwasanya Sukma adalah sosok pembohong. Oleh karenanya bisa saja dia sendiri terkecoh oleh kebohongan Sukma.
Lantas siapa identitas Azazil itu juga akhirnya baru menjadi pertanyaan dan mesti terjawab. Kata Pak Wi ada banyak makhluk halus di dalam bangunan ini. Kemampuan berikut sifat-sifat mereka tentu berbeda. Bisa saja itu satu oknum, bisa juga berlainan. Bukankah wajar bila mereka saling mengetahui kebiasaan manusia?
Lama-lama aku jengkel juga memikirkan hal begini. Apes-apesnya, ini bisa jadi sangat berhubungan dengan nasib diri sendiri.
Tiba-tiba terpikir sesuatu yang baru lagi:
Jika setiap yang terikat pada perjanjian itu memiliki kekuatan luar biasa, maka Sukma masih berhak atas keuntungan tersebut.
Mengutip kata-kata Azazil:
"Ia bisa melakukan apa pun, bahkan mematikan yang hidup dan menghidupkan yang mati."
Demikian tulisan Pak Wi yang baru-baru ini aku baca:
“Pengikat perjanjian tersebut berharap akan memiliki segala kekuatan di dunia.”
Mungkin saja tanpa sadar aku baru saja membuat satu langkah kuda. Korban terakhir akan menghidupkan kembali Sukma. Kedua keterangan tersebut sekali-kali tidak bertentangan. Azazil menerangkan kekuatan yang berasal dari perjanjian itu tak terkira dahsyatnya, sehingga ia dapat menghidupkan yang mati. Jadi bukan tidak mungkin kekuatan itu pada akhirnya menghidupkan Sukma sendiri. Dan Pak Wi menyatakan kekuatan yang dimaksud adalah segala-galanya di dunia. Yang dimaksud dunia bukanlah soal umur seseorang atau masa hidup matinya, melainkan masa kehidupan duniawi di atas bumi sepanjang tata surya dan tata alam semesta masih berputar. Dapat dikatakan pula; Dengan perjanjian ini Sukma akan bangkit dan aku tidak berani menerka-nerka apa yang bakal dia perbuat setelah dia mendapatkan hidupnya kembali.
Pak Wi menulis Sukma mengumpulkan 101 korban. Taruhlah Pak Wi benar, dengan begitu ada tiga orang lagi. Menurut firasatnya Sukma akan datang meminta korban terakhir pada pertengahan Sadha, Selasa Kliwon. Mangsa kasadha adalah masa terakhir atau yang ke-12 dalam Pranata Mangsa. Berlangsung dalam 42 hari, dimulai 12 Mei berakhir 22 Juni. Pertengahan Sadha kemungkinan jatuh pada tanggal 1 atau 2 Juni. Aku segera mencabut handphone untuk melihat tanggal dan hari.
Hari Selasa, 1 Juni 2010. Inilah pertengahan Sadha yang dimaksud. Dengan demikian juga tanggal tersebut bertepatan dengan Selasa Kliwon.
Beberapa saat sebentar jam dinding berdenting 12 kali. Bibirku berikut persendian mendadak bergetar hebat. Setengah tidak percaya aku menatap ponsel. Sudah masuk Selasa, 1 Juni 2010.
Aku sempat terduduk lemas di ranjang Pak Wi. Gerakan tubuhku tak terkontrol hingga tanpa sengaja menyepak rak penyangga televisi. Sebuah buku yang lain yang ukurannya cukup besar jatuh dari dalam rak itu. Masih dengan gemetar aku memungutnya. Dari sela-sela halaman berhamburan beberapa lembar kertas lainnya yang berukuran kecil.
Rupanya beberapa kartu identitas penghuni kos. Temuan ini harus kuperiksa. Aku juga pernah dimintai fotocopy identitas sebagai pengganti milik Wina yang hilang.
Selain salinan KTP terdapat catatan pembayaran sewa, penerimaan paket serta beberapa urusan lainnya. Aku menemukan puluhan salinan, nampaknya juga dari para penyewa terdahulu. Hanya beberapa yang perlu disortir.
Lis Winarti, lahir 17 Juni 1986. Hari kelahirannya sama denganku. Lalu Vianda Infanteri atau Via, lahir 22 Mei 1990. Berdasarkan kalender ponsel itu juga Selasa. Sedangkan Roni Subagyo atau Mas Ron lahir 14 Juni 1977. Itu juga Selasa.
Tidak mungkin! aku memprotes dalam batin. Sebagian penghuni di rumah ini lahir pada Selasa di bulan Sadha. Demikian pula Pak Wi. Aku cepat menduga kalau ini menjadi rencana yang telah disiapkan begitu matang.
Sekali lagi memeriksa sekian lembar salinan identitas tersebut, juga turut memeriksa penghuni yang lain. Justru hasil pemeriksaan yang terbaru menunjukkan:
Ruben Happy, lahir Bukittinggi, 17 Mei 1988. Itu hari Selasa. Begitu pun beberapa penyewa yang lain, tidak ketinggalan Mbak Asih yang bekerja di sini. Seluruh penghuni rumah ini memiliki kesamaan hari, pasaran, dan bulan lahir berdasarkan kalender Pranata Mangsa.
Kalimat terakhir dalam catatan Pak Wi tiba-tiba menyerbu pikiran:
"Saya harus menghindari kehadirannya sekalian mencari pertolongan. Agar tidak ada korban mati. Mudah-mudahan tidak ada siapa-siapa di dalam rumah ini pada malam yang celaka itu."
Inikah alasan sesungguhnya mengapa rumah kos begitu ditinggalkan akhir-akhir ini. Dengan serta merta terbongkar pula motif Pak Wi mengusirku dengan kasar. Boleh jadi ada semacam cipta kondisi yang dilakukan Pak Wi guna mengosongkan rumah pada hari ini. Apakah aku sudah salah sangka terhadapnya selama ini? Di luar itu, bagaimana caranya rumah ini menyeleksi para penghuni, dari pemilik, penyewa sampai pekerja dalam suatu irisan data yang sama?
Jangan-jangan Fani berbohong soal kepergiannya. Jangan-jangan pula cuma aku seorang diri di dalam bangunan ini.
Tiba-tiba saja timbul keinginan untuk bergegas keluar guna memastikan siapa saja yang masih berada di rumah ini. Pintu demi pintu kugedor-gedor, mulai bagian basement luar sampai yang di sekitar tangga spiral. Sekali saja tidak ada yang menyahut. Parkiran kendaraan hanya memuat motorku. Kamar-kamar gelap belaka!
Aku harus pergi sekarang juga! Tidak ada pilihan yang lebih menguntungkan lagi. Seisi rumah entah sebab apa seolah-olah dikondisikan kosong. Aku menduga sama sekali kosong kecuali diri sendiri. Dan ini saatnya pergi daripada terlambat. Akan tetapi kunci motor dan tas ransel masih lagi di dalam. Menuju kamar Wina dengan langkah gesit. Bahkan mendaki tangga dengan setengah berlari. Yang kuperlukan hanya tas dan kunci kendaraan, tidak yang lain-lain. Keselamatan diriku lebih penting dari apa pun.
Hap! Anak tangga terakhir, menembus pintu koboi yang membuat muak hingga aku melabraknya kasar. Kakiku bertambah cepat dan akhirnya sampai di kamar.
Akan tetapi waktuku tertunda sedikit lebih lama lantaran telepon berbunyi. Fani! Ada yang ingin kutanya pada dia.
"Alvin, kamu di rumahku?"
"Aku sudah tahu semuanya. Kenapa kamu sembunyikan rahasia itu dariku?"
"Vin, kamu kenapa?"
"Kapan kamu lahir? Jawab!"
"Alvin…"
"Jawab!"
"Oke, oke..., tenang dulu, Vin…"
“Jawab!!”
Fani akhirnya menjawab, 3 Juni 1980.
“Itu hari Selasa?" desakku seketika.
"Vin, dengar aku dulu...,"
"Jawab saja!"
"Iya, Selasa!" jawabannya hilang kendali.
"Jadi kamu selama ini enggak pernah pergi untuk kerja," gigi grahamku menggeretak menahan kesal.
"Kamu benar-benar mengetahui semuanya?"
"Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa kamu begitu gampang melakukan itu padaku?"
Fani diam di sana. Aku mendengar nafas yang tersengal. Ia menahan tangis?
Benar. Fani menangis.
"Apa perlunya menangis?" aku harus ketus kepadanya.
"Aku sudah meminta Pak Wi membuat kamu menjauh dari rumah itu..., Kuharap kamu mengerti."
"Kamu bisa katakan langsung! Apa salahnya?"
"Masalahnya aku nggak mau kamu terlibat. Dan kamu pasti berlagak ingin terlibat."
Berat lagi aku untuk berkata-kata. Hanya menggaruk-garuk kepala dengan kasar. Aku ingin segera pergi dari sini, tapi terhalang suatu keingintahuan yang baru.
"Di mana kamu sekarang?"
"Aku baru sampai bandara, sebentar lagi mencari taksi untuk pulang."
"Apa maksud kamu?"
"Ada banyak cerita. Aku juga baru tahu lebih banyak belakangan ini dari Pak Wi. Aku ingin memastikan tidak ada seorang pun di dalam rumahku."
"Apa yang terjadi pada seseorang yang berada di rumah kamu malam ini?"
"Makhluk itu akan mempengaruhi orang tersebut untuk melaksanakan ritual terakhir sekaligus mengambil hidupnya sebagai korban terakhir. Dengan begitu kekuatan jahatnya kembali hidup."
"Fani..."
"Halo Alvin. Kamu di mana sekarang ini? Jauhi rumah itu, jangan sekali-sekali masuk!"
"Aku di rumahmu...seorang diri."
Aku mendengar Fani menceracau panik. Lantas ia berkata dengan menekan. "Dengar aku, dengar baik-baik; pergi sekarang juga dari situ!"
Di luar itu aku menduga masih ada banyak yang tersembunyi.
Pak Wi menyebut kematian Sukma seharusnya menjadi akhir perjanjiannya. Dengan kata lain, dia tak lagi berkuasa bersamaan dengan hidup yang telah berakhir. Sedikit bsnysk sku turut berpikir demikian. Lebih tepatnya tidak ada keuntungan yang dapat dinikmati lagi dari perjanjian tersebut.
Kemungkinan lainnya adalah kabar Azazil yang lebih faktual, yang menyebutkan perjanjian yang dimaksud itu bisa semacam diwariskan atau dilanjutkan oleh orang lain. Keterangan itu sama sekali bertentangan dengan catatan Pak Wi. Sebab Pak Wi secara tersurat menerangkan dirinya tidak diuntungkan oleh misteri ini.
Dalam situasi seperti ini siapa yang dapat dipercaya. Apabila meyakini tulisan Pak Wi, dengan sendirinya Azazil keliru. Begitu pun sebaliknya. Kebenaran yang kuyakini sebelumnya ialah versi penulis yang selalu bersembunyi itu. Bahwa Pak Wi merupakan oknum yang berniat mendapat keuntungan dari kasus ini. Agaknya aku dituntut menganalisis ulang keyakinan tersebut.
Umpamanya Pak Wi ingin mengarang cerita, hendaknya dilakukan terang-terangan. Yang dia buat melalui catatannya justru mengesankan tidak ingin diketahui siapa pun kecuali selepas ia mati.
Bagaimana misalnya, Azazil yang salah.
Jujur saja, sampai sekarang aku tak pernah memvalidasi petunjuk-petunjuk secara menyeluruh. Azazil sendiri pernah berkata bahwasanya Sukma adalah sosok pembohong. Oleh karenanya bisa saja dia sendiri terkecoh oleh kebohongan Sukma.
Lantas siapa identitas Azazil itu juga akhirnya baru menjadi pertanyaan dan mesti terjawab. Kata Pak Wi ada banyak makhluk halus di dalam bangunan ini. Kemampuan berikut sifat-sifat mereka tentu berbeda. Bisa saja itu satu oknum, bisa juga berlainan. Bukankah wajar bila mereka saling mengetahui kebiasaan manusia?
Lama-lama aku jengkel juga memikirkan hal begini. Apes-apesnya, ini bisa jadi sangat berhubungan dengan nasib diri sendiri.
Tiba-tiba terpikir sesuatu yang baru lagi:
Jika setiap yang terikat pada perjanjian itu memiliki kekuatan luar biasa, maka Sukma masih berhak atas keuntungan tersebut.
Mengutip kata-kata Azazil:
"Ia bisa melakukan apa pun, bahkan mematikan yang hidup dan menghidupkan yang mati."
Demikian tulisan Pak Wi yang baru-baru ini aku baca:
“Pengikat perjanjian tersebut berharap akan memiliki segala kekuatan di dunia.”
Mungkin saja tanpa sadar aku baru saja membuat satu langkah kuda. Korban terakhir akan menghidupkan kembali Sukma. Kedua keterangan tersebut sekali-kali tidak bertentangan. Azazil menerangkan kekuatan yang berasal dari perjanjian itu tak terkira dahsyatnya, sehingga ia dapat menghidupkan yang mati. Jadi bukan tidak mungkin kekuatan itu pada akhirnya menghidupkan Sukma sendiri. Dan Pak Wi menyatakan kekuatan yang dimaksud adalah segala-galanya di dunia. Yang dimaksud dunia bukanlah soal umur seseorang atau masa hidup matinya, melainkan masa kehidupan duniawi di atas bumi sepanjang tata surya dan tata alam semesta masih berputar. Dapat dikatakan pula; Dengan perjanjian ini Sukma akan bangkit dan aku tidak berani menerka-nerka apa yang bakal dia perbuat setelah dia mendapatkan hidupnya kembali.
Pak Wi menulis Sukma mengumpulkan 101 korban. Taruhlah Pak Wi benar, dengan begitu ada tiga orang lagi. Menurut firasatnya Sukma akan datang meminta korban terakhir pada pertengahan Sadha, Selasa Kliwon. Mangsa kasadha adalah masa terakhir atau yang ke-12 dalam Pranata Mangsa. Berlangsung dalam 42 hari, dimulai 12 Mei berakhir 22 Juni. Pertengahan Sadha kemungkinan jatuh pada tanggal 1 atau 2 Juni. Aku segera mencabut handphone untuk melihat tanggal dan hari.
Hari Selasa, 1 Juni 2010. Inilah pertengahan Sadha yang dimaksud. Dengan demikian juga tanggal tersebut bertepatan dengan Selasa Kliwon.
Beberapa saat sebentar jam dinding berdenting 12 kali. Bibirku berikut persendian mendadak bergetar hebat. Setengah tidak percaya aku menatap ponsel. Sudah masuk Selasa, 1 Juni 2010.
Aku sempat terduduk lemas di ranjang Pak Wi. Gerakan tubuhku tak terkontrol hingga tanpa sengaja menyepak rak penyangga televisi. Sebuah buku yang lain yang ukurannya cukup besar jatuh dari dalam rak itu. Masih dengan gemetar aku memungutnya. Dari sela-sela halaman berhamburan beberapa lembar kertas lainnya yang berukuran kecil.
Rupanya beberapa kartu identitas penghuni kos. Temuan ini harus kuperiksa. Aku juga pernah dimintai fotocopy identitas sebagai pengganti milik Wina yang hilang.
Selain salinan KTP terdapat catatan pembayaran sewa, penerimaan paket serta beberapa urusan lainnya. Aku menemukan puluhan salinan, nampaknya juga dari para penyewa terdahulu. Hanya beberapa yang perlu disortir.
Lis Winarti, lahir 17 Juni 1986. Hari kelahirannya sama denganku. Lalu Vianda Infanteri atau Via, lahir 22 Mei 1990. Berdasarkan kalender ponsel itu juga Selasa. Sedangkan Roni Subagyo atau Mas Ron lahir 14 Juni 1977. Itu juga Selasa.
Tidak mungkin! aku memprotes dalam batin. Sebagian penghuni di rumah ini lahir pada Selasa di bulan Sadha. Demikian pula Pak Wi. Aku cepat menduga kalau ini menjadi rencana yang telah disiapkan begitu matang.
Sekali lagi memeriksa sekian lembar salinan identitas tersebut, juga turut memeriksa penghuni yang lain. Justru hasil pemeriksaan yang terbaru menunjukkan:
Ruben Happy, lahir Bukittinggi, 17 Mei 1988. Itu hari Selasa. Begitu pun beberapa penyewa yang lain, tidak ketinggalan Mbak Asih yang bekerja di sini. Seluruh penghuni rumah ini memiliki kesamaan hari, pasaran, dan bulan lahir berdasarkan kalender Pranata Mangsa.
Kalimat terakhir dalam catatan Pak Wi tiba-tiba menyerbu pikiran:
"Saya harus menghindari kehadirannya sekalian mencari pertolongan. Agar tidak ada korban mati. Mudah-mudahan tidak ada siapa-siapa di dalam rumah ini pada malam yang celaka itu."
Inikah alasan sesungguhnya mengapa rumah kos begitu ditinggalkan akhir-akhir ini. Dengan serta merta terbongkar pula motif Pak Wi mengusirku dengan kasar. Boleh jadi ada semacam cipta kondisi yang dilakukan Pak Wi guna mengosongkan rumah pada hari ini. Apakah aku sudah salah sangka terhadapnya selama ini? Di luar itu, bagaimana caranya rumah ini menyeleksi para penghuni, dari pemilik, penyewa sampai pekerja dalam suatu irisan data yang sama?
Jangan-jangan Fani berbohong soal kepergiannya. Jangan-jangan pula cuma aku seorang diri di dalam bangunan ini.
Tiba-tiba saja timbul keinginan untuk bergegas keluar guna memastikan siapa saja yang masih berada di rumah ini. Pintu demi pintu kugedor-gedor, mulai bagian basement luar sampai yang di sekitar tangga spiral. Sekali saja tidak ada yang menyahut. Parkiran kendaraan hanya memuat motorku. Kamar-kamar gelap belaka!
Aku harus pergi sekarang juga! Tidak ada pilihan yang lebih menguntungkan lagi. Seisi rumah entah sebab apa seolah-olah dikondisikan kosong. Aku menduga sama sekali kosong kecuali diri sendiri. Dan ini saatnya pergi daripada terlambat. Akan tetapi kunci motor dan tas ransel masih lagi di dalam. Menuju kamar Wina dengan langkah gesit. Bahkan mendaki tangga dengan setengah berlari. Yang kuperlukan hanya tas dan kunci kendaraan, tidak yang lain-lain. Keselamatan diriku lebih penting dari apa pun.
Hap! Anak tangga terakhir, menembus pintu koboi yang membuat muak hingga aku melabraknya kasar. Kakiku bertambah cepat dan akhirnya sampai di kamar.
Akan tetapi waktuku tertunda sedikit lebih lama lantaran telepon berbunyi. Fani! Ada yang ingin kutanya pada dia.
"Alvin, kamu di rumahku?"
"Aku sudah tahu semuanya. Kenapa kamu sembunyikan rahasia itu dariku?"
"Vin, kamu kenapa?"
"Kapan kamu lahir? Jawab!"
"Alvin…"
"Jawab!"
"Oke, oke..., tenang dulu, Vin…"
“Jawab!!”
Fani akhirnya menjawab, 3 Juni 1980.
“Itu hari Selasa?" desakku seketika.
"Vin, dengar aku dulu...,"
"Jawab saja!"
"Iya, Selasa!" jawabannya hilang kendali.
"Jadi kamu selama ini enggak pernah pergi untuk kerja," gigi grahamku menggeretak menahan kesal.
"Kamu benar-benar mengetahui semuanya?"
"Seharusnya aku yang bertanya. Kenapa kamu begitu gampang melakukan itu padaku?"
Fani diam di sana. Aku mendengar nafas yang tersengal. Ia menahan tangis?
Benar. Fani menangis.
"Apa perlunya menangis?" aku harus ketus kepadanya.
"Aku sudah meminta Pak Wi membuat kamu menjauh dari rumah itu..., Kuharap kamu mengerti."
"Kamu bisa katakan langsung! Apa salahnya?"
"Masalahnya aku nggak mau kamu terlibat. Dan kamu pasti berlagak ingin terlibat."
Berat lagi aku untuk berkata-kata. Hanya menggaruk-garuk kepala dengan kasar. Aku ingin segera pergi dari sini, tapi terhalang suatu keingintahuan yang baru.
"Di mana kamu sekarang?"
"Aku baru sampai bandara, sebentar lagi mencari taksi untuk pulang."
"Apa maksud kamu?"
"Ada banyak cerita. Aku juga baru tahu lebih banyak belakangan ini dari Pak Wi. Aku ingin memastikan tidak ada seorang pun di dalam rumahku."
"Apa yang terjadi pada seseorang yang berada di rumah kamu malam ini?"
"Makhluk itu akan mempengaruhi orang tersebut untuk melaksanakan ritual terakhir sekaligus mengambil hidupnya sebagai korban terakhir. Dengan begitu kekuatan jahatnya kembali hidup."
"Fani..."
"Halo Alvin. Kamu di mana sekarang ini? Jauhi rumah itu, jangan sekali-sekali masuk!"
"Aku di rumahmu...seorang diri."
Aku mendengar Fani menceracau panik. Lantas ia berkata dengan menekan. "Dengar aku, dengar baik-baik; pergi sekarang juga dari situ!"
bebyzha dan 8 lainnya memberi reputasi
9