ProfAneUnionAvatar border
TS
ProfAneUnion
My Struggle with this particular Fetish (BB?)
Halo rekan-rekan kaskuser dan pembaca SFTH semua, setelah jadi silent reader akhirnya saya memutuskan buat akun untuk ikut cerita-cerita disini. Mohon maaf kalau semrawut dan tidak terstruktur, saya masih nubi dan kadang susah menyampaikan apa yg ada di otak, kayak kalo kita mau ngomong tapi di ujung lidah ga mau keluar gitu emoticon-Big Grin


Spoiler for Biar ngeh sama yang namanya fetish:


Ya, pada cerita ini saya ingin share pengalaman dan cerita saya pribadi terkait satu hal yang mungkin kurang menjadi perhatian mainstream masyarakat kita sekarang ini, yaitu tentang fetishism. Saya kurang paham kalo di bahasa indo terjemahannya gimana, jadi silakan dibaca atau digali sendiri informasi terkait ini. Sebagai permulaan bisa baca spoiler di atas.

Di sini saya tidak ada maksud untuk melecehkan maupun merendahkan siapapun, tapi saya berharap, untuk rekan-rekan yang mungkin memiliki kelainan seperti saya, ketahuilah bahwa kalian tidak sendirian. Dan lawanlah kelainan itu. Jika kalian beragama, perbanyaklah ibadah dan jauhilah hal pemicu kelainan kalian. Carilah aktivitas yang positif. Pergilah ke tempat-tempat yang baru. (general advice sih buat yg demen main sabun emoticon-Big Grin)

Why ? Because this thing sucks. It literally disrupts your life. Every single day. Who knows ? Mungkin fetish kalian terletak pada barang-barang yang lebih umum. Mungkin reaksi kalian lebih intens daripada yang kualami. Mungkin ini. Mungkin itu. Yang jelas, don't give in to the temptations.(Tapi kalo ga bisa yaudah sih lepasin aja wkwkwkwk, its your sexual life anyway)

Quote:



Oh iya berhubung ceritanya ini bakal ditulis kalo pas lagi keinget masa-masa lalu, jadi harap maklum kalo terkesan ndak runut ya.... tapi kalau memang satu arc (wilih pake arc segala, emangnya arc warden) bakal diselesaiin kok.


Quote:


Quote:


Selamat membaca & terima kasih sudah mampir agan-agan sekalian, mohon maaf apabila ada yang kurang berkenan emoticon-Baby Boy 1
Diubah oleh ProfAneUnion 24-08-2019 15:57
crystal.bright
Onyonyoi
exoluris
exoluris dan 11 lainnya memberi reputasi
12
22.5K
202
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Tampilkan semua post
ProfAneUnionAvatar border
TS
ProfAneUnion
#72
11. Daily Routine


Yogyakarta, 2014. 23 years old, anxious and hyped at the same time

Hari-hari awal kuliahku di program profesi tidak terlalu spesial. Same classmate, same lecturer, same classroom, and even same subject. Iya lah, secara memang masih satu fakultas dengan S1-nya emoticon-Big GrinSatu-satunya hal yang membuat semester pertamaku spesial adalah wisudaku yang berlangsung di pertengahan semester. Wisuda yang 'tidak bermakna', kalau boleh aku bilang, karena memang seperti dokter, gelar sarjanaku tidak cukup untuk melakukan praktek secara penuh. Tapi yang namanya wisuda tetaplah wisuda. Orang tua atau wali yang ikut meramaikan suasana wisuda kadang memberikan gambaran betapa berartinya gelar baru yang ada pada putra-putri mereka. Tidak terkecuali orang tuaku.

Masih kuingat kilauan dari mata ibuku yang berkaca-kaca saat menyambutku keluar dari ruangan. Pelukan hangat darinya, ayahku, kakekku, serta pamanku membuatku turut larut dalam kebahagiaan, tidak menghiraukan kondisi saat itu yang sangat panas suhunya karena di bawah terik matahari serta jubah dan toga wisuda yang berwarna hitam pekat. Mereka tidak peduli meski teman-teman disekitarku mengenakan selendang cumlaudenya (IPK-ku hanya di level 2 emoticon-Wink emoticon-Big Grin ), hanya rasa syukur yang terucap saat mereka memberiku ucapan-ucapan selamat.

"Nanti jam 2 langsung ke studio foto ya, kita nunggu di sana." Ibuku berkata padaku sambil berjalan menuju kendaraannya yang diparkir.

Aku dan keluargaku tidak datang bersamaan, karena, you know, dandannya cewek itu membutuhkan waktu yang cukup signifikan emoticon-Big Grin Apalagi jika mengendarai mobil ke area gedung saat wisuda, waktu perjalanan pasti akan menjadi lebih lama. Saat itu aku putuskan untuk berangkat sendirian dengan motor, karena aku juga masih harus mencetak dan mengumpulkan tugas di kampus setelah wisuda selesai. Berbeda dengan lulusan fakultas lain yang sepertinya tinggal berpesta seusai wisuda emoticon-Big Grin

Aku menyeberang dari Gedung Seminar & Pernikahan (disingkat jadi .... emoticon-Big Grin ) menuju fakultasku, dimana motorku diparkir dengan aman dan jauh dari keramaian. Aku segera melepas toga dan jubah yang amat sangat menyulitkan pergerakanku ini di kamar mandi dan lalu mengeprint tugasku di perpustakaan fakultas. Harga print di sini memang lebih mahal, but come on, who wants to walk 15 minutes for half the price, if you can do it in 5 ? emoticon-Big Grin Flashdisk berisi tugas kuserahkan pada petugas fotokopian, ketika lagi-lagi datanglah orang yang akhir-akhir ini menjadi bagian dari sudut kekhawatiran di pikiranku.

"Assalamu'alaikum mas, nuwun sewu, sibuk nggak ya sekarang ?" Dewi bertanya sambil menghampiriku.

"Wa'alaikumsalam, ndak kok ini cuma ngeprint aja." Aku menjawabnya dengan singkat. Aku tidak suka dengan nada bicaranya, sepertinya ada hal serius yang ingin ia sampaikan.

"Boleh kita bicara bentar mas di sana ?" Dewi menunjuk sudut perpustakaan yang kosong. Saat wisuda seperti ini perpustakaan cukup ramai karena banyak dosen yang tidak mengisi kuliah, sehingga mahasiswa banyak yang menghabiskan waktunya di perpustakaan untuk sekedar bersantai atau mengerjakan tugas.

"Ya....tak tinggal sik yo mas, itu ada 30an halaman yang diprint." Aku berkata pada petugas fotokopi sambil berjalan ke arah yang ditunjuk Dewi. "Siap bos." Petugas tadi menjawabku sambil menyelesaikan penjilidan buku yang ada di hadapannya.

Aku lalu duduk bersebelahan dengan Dewi di sudut perpustakaan yang ada sekat-sekatnya di antara meja, untuk menjaga agar pembicaraan kami lebih private.

"Minggu lalu itu aku dan ibuku berbicara agak serius terkait masa depanku, mas." Dewi memulai pembicaraan dengan pelan. "Salah satu yang kami bicarakan itu masalah pernikahan."

Glek. Aku sudah tahu pembicaraan ini akan dibawa kemana. Kupu-kupu dalam perutku mulai bergejolak, detak jantung mulai meningkat, dan nafasku mulai memendek. "Maaf sebelumnya kalau aku kesannya mendadak banget bicara kayak gini mas. Tapi..." Ia terdiam setelahnya, sepertinya ia juga tidak yakin harus berkata apa.

"Iya ndak papa, kemarin itu aku sempet denger-denger juga jauh pas Bu Iyah mampir ke rumah." Aku memotong pembicaraannya sebelum situasi menjadi lebih awkward.

"Berarti njenengan udah tau ya mas." Dewi nampak lega karena tidak perlu menjelaskannya lebih lanjut. "Jujur aku juga bingung mau bilang apa saat ibuku njelasin itu, tapi aku juga ndak berani ngelawan atau njawab perintahnya ibu..."

Setelah keheningan singkat di antara kami, akhirnya datang juga kata-kata yang menjadi gong pemicu adrenalinku.

Quote:


Jantungku serasa berhenti sesaat, aku seperti anak yang ketahuan mencontek di ruang ujian oleh pengawas. Rasa malu mulai menyelimutiku dari atas kepala hingga kaki, hingga lidahku menjadi kelu dan tidak ada yang bisa kata yang kuucapkan untuk menjawabnya.

"Emm..... " Hanya itu suara yang kekeluarkan sambil memandangi sekeliling perpus, aku tidak sanggup menatap wajah seriusnya. "Tapi... Aku...." The longest 'tapi aku' that I ever said, pengucapan dua kata simpel itu menghabiskan lebih dari 10 detik.

Setelah mengambil nafas panjang, akhirnya kukumpulkan nyali yang sudah berceceran di pikiranku untuk menatap Dewi langsung pada matanya dan menjawab pertanyaannya. "Sebenarnya begini Wi...."

....................

Pemandangan pertama yang kulihat saat mengangkat wajahku adalah muka Dewi yang menahan tawa.

"Huahahahahahahah" Ia lalu mengeluarkan suara tertawa terbahak-bahak seakan-akan dia telah menonton sitkom terlucu sedunia. "Raimu ki lhoooohahahahah, udah lama aku nggak liat muka malumu kayak gitu." Dewi tiba-tiba berkata dengan bahasa jawa kasarnya, hilang sudah volume suara pelan yang ia ucapkan sejak 5 menit yang lalu.

"Woooo lha buajiguuuurrrr (translationnya.... itu lah ya emoticon-Big Grin ), kurang kerjaan banget sih !" Aku berkata padanya dengan suara cukup keras, sampai-sampai mahasiswa kakak angkatanku yang ada beberapa meter di sebelahku terhenyak kaget. Rupanya Dewi yang ada di sebelahku saat ini bukan Dewi asli.

"Hahahah sori yo dab" Kabi meminta maaf padaku. "Selamat udah wisuda, wis dadi cah pinter saiki. Nah, udah siap kan ?"

"Siap apaan, siap digarapi (dikerjain) ?" Aku membalasnya sambil membanting badanku pada sandaran kursi yang kududuki. Lega sekali rasanya aku tidak perlu berada dalam situasi itu, otakku sudah berada dalam mode overdrive yang mungkin akan menimbulkan asap bila digambarkan pada kartun anime emoticon-Big Grin

"Siap buat itu." Kabi berkata sambil menunjuk ke arah pintu perpustakaan yang baru saja terbuka. Aku langsung menghadapkan kepalaku ke belakang, dan kulihatlah Dewi mendekatiku dari arah pintu perpustakaan dengan busana syar'i-nya seperti biasa, hanya saja dengan tambahan make-up tebal yang ia pakai saat wisuda kami barusan.

"Assalamu'alaikum mas, nuwun sewu, sibuk nggak ya sekarang ?" Dewi berkata padaku yang saat ini duduk sendirian di sudut perpustakaan, Kabi sudah menghilang entah kemana dari pandanganku.

"Faaaaaaak....." Adalah kata-kata yang kuulang berpuluh kali dalam pikiranku.

=========================================================
Quote:


Alea2212
nyahprenjak
jiyanq
jiyanq dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.