Iya, gua memang terlahir dikeluarga yang Cina.
Papah dan Mamah pun terlahir sebagai Cina dan Kristen. Hanya Opa dan Oma yang mungkin masih mengenal agama kakek moyang-nya; Kongjiao atau orang ‘kita’ biasa menyebutnya dengan Khonghucu. Sejak kecil, tak ada yang berbeda dari kehidupan gua sebagai keturunan Cina. Ya mungkin karena gua dibesarkan dilingkungan Cina dan kebetulan, gua juga bersekolah di sebuah sekolah kristen yang mayoritas Cina.

Setelah lulus SMP, gua memutuskan untuk mencoba masuk Sekolah Negeri. Dengan harapan, dapat menemukan habitat yang lebih ‘heterogen’ dibanding sekolah gua sebelumnya yang bisa dibilang ‘membosankan’. Kenapa?, Karena sekolah gua sebelumnya berada dalam naungan sebuah yayasan yang memiliki grade dari Taman kanak-kanak hingga SMA. So, sekali lo berteman dengan seseorang dari Kelas pertama, kalian akan tetap berteman dengannya saat lulus SMA nanti. Tentu saja, jika lo masih tetap bersekolah disana dengan tetap melanjutkan Grade selanjutnya. Dengan asumsi, orang tua lo masih sanggup membayar SPP-nya yang (sampai sekarang) masih terbilang tak masuk akal buat gua.

Gua sempat mengalami apa yang namanya ‘Culture Shock’ saat pertama kali masuk SMA Negeri. Siswa-siswi disini sangat plural, hal tersebut tentu menyebabkan gua menjadi ‘Minoritas’.

Yup, karena gua ‘sipit’ dan Kristen.

Namun, bukan hal itu yang bikin gua shock. Melainkan perlakuan para teman-teman ‘baru’ yang memperlakukan gua dengan ‘normal’. Tak ada mata yang memandang gua sinis, tak ada sindiran ‘Cina Pelit’, yang selama ini gua bayangkan akan menimpa gua, begitu keluar dari habitat sebelumnya.

“Eh..Sorry..sorry…” Ujar gua saat tanpa sengaja menyenggol sendok batagor seorang cowok disebelah.

Si cowok yang berperawakan kurus dengan gelang segambreng melingkari tangan kirinya hanya tersenyum membalas permintaan maaf gua.

“Santai..” Dia menjawab

“Kelas satu?” Cowok tersebut bertanya ke gua, sementara mulutnya masih mengunyah batagor.

“Iya kak..” Jawab gua, memanggilnya ‘Kak’ bukan tanpa alasan. Seragam putihnya yang terlihat tak lagi ‘putih’ memunculkan teori kalau dia merupakan siswa kelas 2 atau kelas 3.

Cowok tersebut lalu mengelap tangan di celana abu-abu seragamnya, lalu menjulurkannya ke gua. “Ilham…” Ujarnya.
“Marcella…” gua menjawab seraya meraih jabat tangannya.

“Kelas satu berapa?”

“1 dua kak..”

“Ooh.. wali kelasnya pak Samsuri yah?”

“Iya, kalo kakak kelas berapa?” gua balik bertanya.

Ia lalu menjawab dengan acungan jarinya yang menunjukkan angka dua dan lima.

“Udah beli buku paket?”

“Belum kak”

“Kalo mau ntar bayarin buku bekas gua, masih bagus, bayar setengah aja..” Ilham bicara sambil memelankan suaranya.

Gua menjawabnya dengan sebuah anggukan.

Hari berikutnya, ditempat yang sama, disebuah meja panjang dengan banyak coretan-coretan tipe-ex dan spidol, di kantin. Ilham duduk dihadapan gua sambil menggenggam gelas es kelapa ditangan kiri, sementara tangan kanan-nya memutar-mutar pulpen dengan lincahnya.

“Lo mau gua kenalin sama cowok nggak cel?” ia membuka obrolan

Gua mengernyitkan dahi, “Ini alasan dia manggil gua kesini?” ujar gua dalam hati.

“Cowok?” Gua balik bertanya.

“Iyaa.. cowok.. lo belum punya pacar kan?”

Gua menggeleng sambil tersenyum.

“Yaudah ntar gua kenalin, abis pulang sekolah mau ya?”

“Anak sini juga kak?”

“Iya..”

“Aku pernah liat gak?”

“Mungkin pernah, tuh anaknya..” ujar Ilham sambil menunjuk seorang cowok yang tengah berdiri bersandar di salah satu tiang sambil menungu antrian membeli es kelapa.
Gua memandangnya cukup lama, cowok tersebut memiliki tinggi yang hampir sama dengan Ilham. Rambutnya disisir belah pinggir, sementara cambang rambutnya dibiarkan tumbuh tipis nyaris hingga dagu.

“Mau kan?” Ilham kembali bertanya, yang langsung gua respon dengan anggukan cepat.

“Yaudah, ntar pulang sekolah yah..”

“Eh.. kak, tapi..” Gua menghentikan ucapan, ragu. Maksud hati ingin berkata, “apa dia mau pacaran sama cewek cina kayak gua?”

“Apaan?”

“Ngga jadi deh…”

“Yee…” ia lalu bergegas pergi.

Sementara gua masih duduk sambil memainkan kulit ujung kuku ibu jari. Sesekali gua mencuri pandang ke sosok cowok tersebut. Lalu ‘I Knew I Loved You’-nya Savage Garden mulai menggema dikepala.
… I knew I loved you before I met you, I think I dreamed you into life …