Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

inginmenghilangAvatar border
TS
inginmenghilang
Mbak Ryana










Quote:


Puisi oleh :  @indahmami

(Terima kasih untuk mba Indah yang udah bantu bikinin puisi)





Terima kasih atas segala apresiasi yang diberikan, baik dari pihak Kaskus maupun para Kaskuser kepada gw selama menulis di rumah tercinta kita ini. Karena kalianlah, gw sebagai penulis amatir ini masih percaya diri untuk menulis dan berbagi cerita di SFTH. Mohon izin kepada momod setempat beserta jajarannya yang selalu sabar dalam menjalankan tugas. Juga para sesepuh, rekan penulis dan pembaca setia cerita-cerita di SFTH. Semoga semua selalu diberi kesehatan dan dilapangkan rizkinya, Amin.Terlepas dari semua kekurangan yang gw miliki, dengan segala kerendahan hati, gw meminta maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran sangat diterima. Bisa colek via PM, kok.

 

****


Ketika ada yang bertanya, siapa orang yang berjasa dalam hidup gw selain orang tua? Tanpa perlu berpikir panjang, gw akan menyebut sebuah nama.. dia yang selalu hadir dalam tiap ingatan. Untaian kata tak dapat menggambarkan betapa istimewa dirinya.



Prolog

Quote:

  




Rules : 

1. Jaga bicara, hindari komen negatif
2. Saling menghargai sesama 
3. Jangan mengomentari kehidupan TS
4. Taati peraturan yang ada di subforum (SF) ini.




Quote:


Diubah oleh inginmenghilang 05-08-2019 17:04
karetkutang69
JabLai cOY
xue.shan
xue.shan dan 49 lainnya memberi reputasi
50
45.3K
227
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
inginmenghilangAvatar border
TS
inginmenghilang
#97

PART. 2 : Latar Belakang




Sebagai anak ingusan yang masih bau kencur dan mulai beranjak remaja, gw senang mencoba berbagai hal baru. Dari mulai merokok, mengenal obat-obatan terlarang dan mencicipi minuman keras. Semua gw alami pada fase ini.

Kehidupan masa kecil gw yang mungkin kurang normal sebagai anak pada umumnya, serta ditakdirkan menjadi anak broken home, tak serta merta membuat gw terus larut dalam kesedihan.. karena gw percaya, setelah badai berlalu akan muncul badai-badai yang lainnya. Jadi gw harus belajar membiasakan diri.

Dan saat ini gw adalah anak pertama dari dua bersaudara. Gw selalu berusaha menjadi figur kakak yang teladan di depan adik semata wayang gw, Vivi. Meskipun usaha itu selalu gagal. Usia kami berdua hanya terpaut 3 tahun. Konsekuensi dari perpisahan kedua orang tua, artinya gw harus tinggal dengan salah satu dari keduanya. Entah apa yang ada di pikiran kedua orang tua gw saat itu, sampai-sampai mereka memutuskan untuk berpisah. Akhirnya melalui pemilihan yang jurdil alias jujur dan adil, gw ikut bokap sedangkan Vivi ikut nyokap.

Saat ini gw dan bokap tinggal di Bogor, kota di mana gw menjalani aktifitas sebagai pelajar berseragam putih biru. Gw hidup di kota yang para pelajarnya punya hobi absurd yaitu tawuran. Setiap pulang sekolah, kegiatan gw bersama teman-teman sekolah cuma nongkrong dan melakukan hal unfaedah lainnya. Biasanya sepulang sekolah kami berkumpul di jembatan rel kereta dekat pusat perbelanjaan Ramayana (sekarang Mall BTM). Bagi pelajar dari sekolah lain, tempat ini dikenal sebagai jalur tengkorak, karena selalu menjadi lokasi favorit untuk tawuran. Tempat ini juga merupakan basis anak-anak STM Aoet 14. Kebetulan SMP gw berafiliasi (ceileh) dengan STM Aoet 14, karena banyak lulusan dari SMP gw yang masuk ke STM tersebut.

Selain itu untuk menambah uang saku, gw pun berjualan di sekolah. Tapi bukan makanan ringan yang dititipkan ke kantin atau alat-alat tulis. Barang yang gw jual adalah pil koplo berbagai jenis atau kami biasa menyebutnya boti/dados. Yup, gw adalah pengedar yang cukup punya nama di beberapa sekolah. Obat penenang itu kerap kali kami salah gunakan untuk keperluan ngefly. Gw mendapatkan barang itu dari anak buah bokap dan beliau ga tau anaknya jadi pengedar. Andai gw sampai ketauan, gw bisa dipermak sama bokap.

Konyol memang, gw ga pernah cari pembenaran atas apa yang gw perbuat. Gw telah terjerumus ke dalam sebuah lingkungan yang keras dan brutal. Andai saja gw bisa memilih, jalan hidup mana yang akan gw pilih? Jelas gw akan memilih menjalani kehidupan normal ditengah keluarga yang bahagia. Tapi untuk saat ini, gw harus terima kenyataan bahwa itu semua hanya mimpi belaka dan gw ga pantas untuk membayangkannya.

Terkadang gw merasa kesepian, karena itu seringkali gw melakukan hal-hal di luar norma dan batas kewajaran. Semua hanya sekedar untuk melampiaskan keresahan dalam diri ini. Tanpa disadari, perlahan jati diri gw terbentuk dari kerasnya kehidupan jalanan.



Kesempatan mengenal lebih dekat sosok mba Ryana.


Pukul 19.30 WIB

Liburan berikutnya gw kembali ke Semarang. Beberapa bulan menjelang ujian tepatnya. Saat itu warga komplek perumahan mengadakan acara 17 Agustus-an. Malam harinya ada acara ramah tamah dan makan-makan di gedung aula komplek. Sekira kurang lebih 50-100 orang berkumpul di dalam ruangan berukuran sedang dengan dinding kaca disekelilingnya. Dari sekian banyak tamu, hanya beberapa yang gw kenali, salah satunya mba Ryana.

Penampilannya terlihat sederhana tapi menawan dengan dress hitam polos selutut berlengan panjang putih. Pipinya merah merona oleh polesan make up tipis-tipis. Bentuk rahang dan dagunya menonjol menyempurnakan kecantikannya.

Gw berdiri di depan pintu masuk aula menunggu Rio dan Jeremy, hanya mengenakan celana jeans biru atasan kaos polo putih. Karena acara ini ga terlalu formal jadi ga perlu dandan heboh juga pikir gw.

"Prim, sini.." Mba Ryana memanggil gw dari kejauhan. Dia baru saja selesai berbincang dengan beberapa orang.

Gw berjalan sekitar 5 meter mendekatinya. Mata dengan bulu lentik itu memandang kearah gw sembari bibir merahnya melemparkan senyum. Rambutnya panjang lurus sedikit bergelombang pada ujungnya.

"Ya, mba?" Sapa gw saat jarak kami ga kurang dari 1 meter.

"Ngapain kamu berdiri disitu sendirian? Kaya sekuriti aja." Canda mba Ryana.

"Oh, itu.. aku nunggu Rio sama Jeremy."

"Oalah, anak dua itu, tah.." Sautnya.

"Iya, katanya mereka mau nyusul."

"Gimana? Betah ga di sini?" Tanya mba Ryana.

Gw mengangguk tapi tatapan gw ga fokus sama lawan bicara. Kaya anak gagu.

"Kamu orangnya pemalu, ya?" Tanyanya lagi.

"Engga, sih.. kalo malu-maluin, iya." Jawab gw seadanya.

Mba Ryana pun terkekeh sambil menutup mulut dengan telapak tangannya. Sekilas terlihat gigi-gigi putihnya yang berjajar rapih.

Obrolan kami berdua mengalir begitu saja. Jujur, gw tipe orang yang sulit berkomunikasi sama orang yang belum begitu gw kenal, kecuali orang terdekat. Tapi dengan mba Ryana, rasanya gw ngobrol sama seseorang yang seperti sudah gw kenal lama.

Di tengah obrolan antara gw dan mba Ryana, tiba-tiba ada dua anak nyosor dari belakang gw. Mereka langsung sungkem sama mba Ryana. Tampak sekali Rio dan Jeremy begitu menghormati perempuan yang berdiri di depan gw. Dan gw baru sadar kalo gw belum sungkem sama mba Ryana.

Gw pun ikutan latah mencoba mencium tangan mba Ryana seperti yang dilakukan anak dua tadi.

"Udah telat, lu ngapain aja dari tadi baru kepikiran sungkem?" Celetuk Rio.

Mba Ryana hanya tersenyum sambil menjulurkan telapak tangannya ke gw.

"Yauwis, kalian sana pada makan dulu.." Perintah mba Ryana.

Kami bertiga pun berlalu dan pergi ke meja makan berukuran panjang yang dipenuhi banyak aneka hidangan. Sambil mengambil nasi, sesekali gw menyempatkan untuk curi-curi pandang ke mba Ryana. Kulitnya putih segar bagaikan bunga melati yang baru mekar. Kakinya yang mulus dan jenjang begitu elok dipandang mata. Sosoknya begitu sederhana namun amat bisa menyita perhatian. Ga sedikit para bapak-bapak terlihat melakukan hal sama seperti yang gw lakukan saat ini. Saat istri mereka lengah, para mata itu akan mencuri pandang ke arah mba Ryana.

"Ndes, dolan CS nang omahmu iso ra?" Tanya Jeremy pada Rio.

"Iso, telu ngewu perjam." Jawab Rio sambil melahap makanan dipiringnya.

"Jaran tenan, konco dewe di bisniske." Saut Jeremy ketus.

"Makane ra usah basa basi, biasane koe ra tau ijin ko nganggo kompi ku."

"Huh, mripatmu iku loh.." ucap Jeremy.

"CS apa? Counter strike?" Tanya gw menimpali.

"Iya, Prim. Di sini lagi musim."

"Gw juga suka main gituan, tapi masih belajar."

"Ya, sama lah, kita aja masih pada bego." Saut Jeremy.

Akhirnya kami bertiga sepakat pergi ke rumah Rio untuk bermain CS setelah acara selesai.


Acara hampir selesai ditandai dengan pidato penutupan dari ketua RT setempat. Berselang beberapa waktu kemudian para tamu sedikit demi sedikit mulai membubarkan diri. Acaranya lumayan meriah, diisi dengan berbagai hiburan seperti kuis dan musik.

Gw, Rio dan Jeremy pun meninggalkan gedung aula bercat putih itu. Kami berjalan kaki melewati jalanan komplek yang terbuat dari susunan paving blok. Jalanan terlihat begitu ramai dipadati oleh para tamu acara yang akan pulang ke rumahnya masing-masing. Mba Ryana terlihat berjalan dengan rombongan ibu-ibu termasuk nyokap gw di depan. Dari belakang gw terus memantau pergerakan dari pinggul yang membulat sampai betis mba Ryana. Sekilas gw berpikir, betapa indah Tuhan menciptakannya. Dengan segala keanggunan yang dimilikinya. Begitu banyak perempuan berparas cantik di dunia ini, tapi menurut gw dia berbeda. Ada satu hal yang membuatnya terasa lebih spesial, tapi apa? Gw belum menemukan jawabannya.

Gw berjalan seorang diri di belakang Rio dan Jeremy yang asik mengobrol sambil bercanda. Perasaan gw masih gundah karena memikirkan kepindahan gw ke habitat baru ini. Berbagai pertanyaan terngiang di kepala. Salah satunya adalah apa gw bisa beradaptasi di lingkungan seperti ini?

Tanpa terasa gw tiba di pertigaan jalan yang menuju ke lapangan badminton. Mba Ryana terlihat baru saja menutup pagar rumahnya. Gw menoleh ke arahnya dan tanpa sengaja dia juga melakukan hal yang sama. Hanya senyuman yang gw dapat darinya tapi mendingan daripada dicuekin.

Baru saja gw melewati pertigaan tapi seperti ada suara yang memanggil nama gw. Sejenak gw menghentikan langkah untuk mendengarkan lebih seksama. Gw berjalan mundur beberapa langkah.

"Prim, mau kemana? Rumah kamu kan lewat sini.." ucap mba Ryana yang masih berdiri dari balik pagar rumahnya

"Eh, mba Ryana.. aku pikir siapa yang manggil tadi. Aku mau ke rumah Rio, mba.." jawab gw.

"Oh, kirain kamu lupa jalan pulang."

"Ya engga, lah.."

"Em, kamu ada urusan penting sama mereka?" Tanya mba Ryana. Gesturnya bikin gw penasaran.

"Engga, sih.. cuma mau main aja."

"Boleh pinjem waktumu sebentar, nda?"

Gw berpikir sejenak.

"Ada apa, mba?" Tanya gw.

"Aku mau ngobrol sama kamu, boleh?"

"Oh, kirain apa. Boleh, kok.. tapi ngobrolin apa dulu, nih?"

"Ngobrol biasa aja, ga yang rumit-rumit, kok.."

Gw pun memanggil kedua teman gw dan meminta mereka untuk duluan.

Ini pertama kalinya gw memasuki pekarangan rumah mba Ryana. Ada taman berukuran sedang yang ditumbuhi beragam bunga dengan kolam ikan di sudutnya. Mba Ryana mempersilahkan gw duduk di kursi teras yang menghadap ke lapangan badminton. Kursinya terbuat dari kayu jati dan nyaman di duduki. Suara gemericik air mancur dari kolam ikan terdengar merdu ditengah keheningan malam. Hanya cahaya dari lampu teras berwarna putih yang menyinari kami berdua.


adityazafrans
leinnad
redrices
redrices dan 22 lainnya memberi reputasi
23
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.