Ada 4 hal yang tidak bisa kita hindari di dunia ini
yakni lahir, sakit, tua dan kematian.

Teknologi
mungkin sudah dapat mencegah atau meniadakan
kelahiran, sakit dan proses penuaan.
Tapi teknologi masih belum bisa
membatalkan kematian.

Kematian seringkali dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan bahkan menyeramkan karena dianggap sebagai titik akhir perjalanan. Banyak upaya yang sudah dilakukan untuk mencegah atau menunda kematian, namun seleksi alam akan terus berlangsung.

Yang mengherankan, teknologi seharusnya bisa menekan angka kematian atau meningkatkan rata-rata usia kematian. Tapi kenyataannya, teknologi tetap tidak kuasa untuk mencegah kematian bahkan meningkatkan angka usia kematian.

Kalo dulu di jaman nenek moyang kita, usia kematian ada yang mencapai lebih dari 100 tahun. Tapi sekarang di usia 70 tahun saja sudah dianggap bonus karena masih belum meninggal.



Jujur, Gan dan Sis
Pada saat ayah ane meninggal, ane sempat tidak percaya. Bagaimana mungkin kematiannya begitu cepat karena secara fisik, ayah ane itu berbadan sehat dan jarang sakit. Demikian juga dengan ibu ane. Kematian itu seakan hanya terhitung dalam hitungan jari.

Pada kasus ayah ane, ane ingat betul bahwa jam 1 pagi kita masih ngobrol bareng dan masih membahas mengenai kuliah, pacar dan sebagainya. Masih ada canda dan tawa kita berdua (ane emang paling deket ama bapak).
Tapi hanya hitungan beberapa jam kemudian, bapak ane sudah tidak sadar walau tenaga medis sudah berusaha untuk mencegah kematian yang diakibatkan oleh stroke.
Demikian juga ibu dan kakak ane, hanya dalam hitungan hari beliau meninggal karena kanker yang diketahui beberapa hari sebelumnya.

Begitu gampangkah kematian menjemput ?

Gan dan Sis.
Kematian itu bisa kapan saja. Kita seperti sedang mengantri menuju lorong kematian, tanpa ada barisan antriannya.

Tidak ada seorang pun sepertinya akan siap untuk menghadapi kematian, kecuali orang yang dalam keputusasaan yang selalu menyalahkan dirinya sendiri.

Kematian itu tidak hanya lepasnya jiwa dalam raga, tapi juga hilangnya harapan dan ketidakpuasan.

Setiap orang selalu mempunyai masalah masing-masing. Kita seringkali terjebak dalam lingkaran ketidak puasan dan selalu membandingkan hidup kita dengan orang lain yang jauh lebih baik.

Kita kadang lupa bahwa di luar sana masih banyak orang yang hidupnya jauh menderita dari kita, jauh mengalami keputusasaan, hilangnya harapan bahkan kesendirian. Harusnya kita masih bisa bersyukur atas rahmat dan kebahagiaan yang telah kita peroleh.

Akhirnya, di kesempatan kita yang sempit ini, sudahkah kita mensyukuri atas segala rahmat dan kebahagiaan yang sudah kita peroleh ? Maukah kita membagikan rahmat dan kebahagiaan kita untuk orang lain terutama keluarga kita sendiri ?

Pa, Ma..
maaf kalo saya belum bisa membahagiakan
pada saat kita masih bersama.
Tapi semoga Pa dan Ma masih bisa bangga di alam sana
karena mempunyai anak seperti aku.
Maafkan aku, Pa, Ma.