Pertengahan bulan Juli 2017, di hari itu tiba tiba gw terbangun pagi pagi buta. Anehnya gw ga merasakan kantuk setelah terbangun, tubuh gw seperti langsung segar begitu terbangun dari istirahat malam kemarin. Gw kemudian menyalakan lampu kamar dan melihat ke arah jam dinding yang masih menunjukkan pukul 5 pagi. Gw duduk kembali di kasur dan kembali mengingat hal hal apa saja yg akan gw kerjakan pada hari ini.
Seperti biasanya, gw akan menemui Vania lagi pagi hari ini. Gw berjanji akan menjadi orang pertama yg menemaninya melangkah ke salah satu langkah terbesar yang akan ditapakinya pada hari ini. Vania sudah membuat sebuah keputusan besar untuk hidupnya pada hari ini, yang setelah melalui banyak pertimbangan dan perdebatan tetaplah menjadi haknya untuk mengambil keputusan ini.
Selama kurang lebih 2 tahun hubungan gw bersama Vania, belum pernah sekalipun gw merasa kecewa dengan segala keputusannya. Vania selalu tahu apa yg terbaik untuk dirinya. Hebatnya lagi, ia bahkan bisa mengetahui apa yang terbaik untuk orang lain disekitarnya, seringkali dalam beberapa kesempatan, saat gw bingung untuk memutuskan sesuatu, Vania bisa memberikan sebuah pilihan yang setelah gw ikuti ternyata merupakan pilihan terbaik untuk gw.
Ahh.. Memikirkan hal hal tentang Vania memang tidak ada habisnya, dan tidak ada jelek jeleknya. Ia selalu bisa menjadi sosok seorang kekasih yang baik untuk gw, ia juga sosok seorang adik yang baik untuk gw, terlebih sosok seorang sahabat yg baik untuk gw. Sebagaimana gw selalu berusaha menjadi yg terbaik untuk dirinya, baik sebagai seorang kekasih, sebagai seorang kakak, maupun seorang sahabat. Gw hanya bisa berharap kalau Vania juga mempunyai penilaian yg sama seperti gw menilai dirinya selama ini.
Ssshhh.. Beberapa butir airmata mengalir membasahi pipi gw tanpa gw sadari. Bukan, ini bukanlah karena gw sedang bersedih atau kecewa. Melainkan air mata bahagia karena seorang Vania yg sudah beranjak dewasa, karena seorang Vania yg akhirnya menjadi penolong bagi dirinya sendiri setelah selama ini menjadi seorang penolong bagi orang orang di sekitarnya.
Tepat pukul 8 pagi gw sudah berada di depan kost Vania. Tidak ada yg berbeda pada hari ini, seperti biasa gw selalu siap didepan kostnya sebagaimana gw menjemputnya untuk sama sama berangkat kerja. Sebelum resign dari tempat kerjanya yg lama, Vania sudah memikirkan kemana ia akan melangkah selanjutnya. Ia mempunyai begitu banyak impian yang ingin ia capai di usianya yg terbilang masih muda. Dan layaknya seseorang yg selalu siap untuk mensupportnya, gw pasti akan mendukung dan mendoakan semoga ia mendapatkan apa yg ia kejar.

Gw : Van, ayo kita berangkat sekarang. Nanti kamu telat loh..
Vania : Iya ini aku udah siap kok, kita berangkat sekarang ya.. Tempatnya agak jauh jadi kita ga bisa naik motor kesana. Lagian bisa boncos juga kamu kalo tiap pagi nganterin aku kesana kan?
Gw : Hahaha.. iya kita naik taksi online aja deh, kan aku anterin juga hari ini doang. Sisanya ya udah urusan kamu sendiri deh. Semua yg perlu kamu bawa udah masuk tas? Ga ada yg ketinggalan kan?
Vania : Udah siap semua kok tinggal jalan aja, dari semalem aku udah cek. Ini kan hari pertama aku di tempat yg baru, jadi aku harus siapin sebaik mungkin.
Gw : Oke deh aku pesen taksi onlinenya dulu
Vania : Makasih ya sayang, kamu udah mau temenin aku ke tempat yg baru. Kamu hari ini emangnya ga kerja?
Gw : Engga sayang, kemaren kan aku udah ajuin cuti ke boss aku. Khusus lah karena aku kan juga mau anterin kamu ke langkah kamu selanjutnya.
Vania : Aku sayang kamu Wen
Gw : Aku juga Van

Sepanjang jalan entah kenapa sangat jarang gw berkomunikasi dengan Vania. Kami hanya berbicara ala kadarnya, membicarakan hal hal yg perlu dibicarakan. Sisanya kami lebih memilih untuk terdiam dalam pikiran kami masing masing. Seperti halnya saat itu gw pun sedang berpikir, bagaimana Vania nanti saat sudah berada di tempatnya yg baru.
Apakah ia akan mendapatkan lebih baik daripada apa yg selama ini ia dapatkan. Ataukah ternyata ini hanya sebuah kemunduran untuk Vania? Ngga!! Gw ga boleh sedikitpun ragu akan pilihannya, selama ini ia belum pernah salah memilih dan gw yakin hari inipun ia tidak akan salah.
Kendaraan yg kami tumpangi menempuh perjalanan yg cukup jauh pagi itu, kami mengambil rute tol menuju ke arah Tangerang. Dan syukurlah pagi itu kondisi jalanan cukup lenggang membuat perjalanan kami tidak memakan waktu terlalu lama. Hingga akhirnya sampailah kami di tempat yang dituju. Gw segera membayar ongkos taksi dan kemudian turun dari mobil bersama Vania. Kami sama sama menuju ke langkah baru yang akan dimulai Vania pada hari itu.

Gw : Hmm.. Jadi kesinilah langkah kamu selanjutnya ya Van?
Vania : Iya Wen, aku udah mantap banget. Kesinilah selanjutnya aku akan melangkah. Kamu akan tetap berada di belakang aku kan?
Gw : Ga sekedar dibelakang, Aku pasti akan selalu berada di samping kamu, aku ga akan pernah ragu sama kamu. Kemanapun kamu melangkah, aku selalu siap untuk mensupport kamu. Kita jalan sama sama ya.
Vania : Makasih sayang, kamu emang the best. Masih ada waktu, yuk kita masuk ke dalam dulu.
Gw : Yuk..

FLASHBACK

Di sebuah cafe, menyambung pembicaraan gw dengan Vania sewaktu kita menyelesaikan masalah yang cukup berkepanjangan. Buat teman teman yg bingung silahkan baca lagi Part 15.

“Mungkin aku bakal balik ke Manado Wen”

DEGG!! Baru aja gw menyelesaikan masalah gw dengan Vania, baru saja perasaan berbunga bunga gw kembali lagi. Tapi ga sampai hitungan 10 menit gw kembali dihujam dengan masalah baru lagi. Seperti yg gw katakan, gw juga pernah mengalami rasa takut akan kehilangan sesuatu yg sangat gw sayangi. Ternyata itu menjadi kenyataan, dalam otak gw langsung terbayang bagaimana sedihnya gw saat Vania tidak ada lagi disini. Bagaimana sepinya hari hari gw jalani tanpa dia yg ada disini.
Teknologi sangat membantu manusia, gw akui itu. Tapi tetap saja teknologi tidak akan bisa menggantikan yg namanya chemistry saat pertemuan langsung terjadi. Ngga bisa ngobrol bisa diakalin dengan teleponan, ga bisa bertemu bisa diakali dengan video call. Tapi tetap saja semua itu tidak bisa memenuhi rasa rindu untuk bertemu secara langsung didepan mata.
Gw langsung tertunduk lesu, hancur hati gw mendengar kata kata Vania barusan. Langsung otak gw dipenuhi dengan kata kehilangan, kehilangan dan kehilangan.

Vania : Kenapa? Kok kamu mendadak lesu gitu?
Gw : Kalau kamu tahu dalam waktu dekat bakal meninggal, tapi ga tahu tanggalnya kapan. Cuman tau dalam waktu dekat aja, kamu bakal kepikiran terus ga?
Vania : Ish kamu mah ngomongnya horror banget, jangan disamain sama meninggal atuh
Gw : Ya perumpamaan aja, ato kamu tahu dalam waktu dekat kamu bakalan kehilangan sesuatu yg berharga gitu. Gimana coba?
Vania : Ya kalo aku jadi kamu, aku bakal jaga sesuatu yg berharga itu baik2.
Gw : Kenapa kamu harus pergi dari sini sih Van? Karena homesick? Karena takut kangen sama ortu kamu gitu?
Vania : Wen, aku belom cerita ke kamu. Sebenarnya aku udah lama punya rencana buat balik Manado. Aku dari SMA 1 disini, rencananya aku mau cari pengalaman kerja dulu disini beberapa lama tapi nanti balik ke Manado buat buka usaha bareng ortu aku. Nah sekarang setelah aku dapet 2 tahunan pengalaman kerja disini. Aku rasa cukup
Gw : (Gw hampir menangis waktu itu tapi masih gw tahan) Kapan Van?
Vania : Untuk kapannya masih belum tahu, ini baru rencana doang. (Kemudian memegang kedua tangan gw) Kamu jangan sedih Wen, kamu ga benar benar kehilangan aku. Fisik aku nanti emang ga deket lagi sama kamu, tapi hati kita bakalan tetep deket kok. Kita bisa komunikasi tiap hari, bisa video call tiap hari. Kita manfaatin semua sarana itu untuk tetep deket oke.

Gw bangkit dari tempat duduk gw, menggandeng Vania dan mengajaknya ke sisi taman dari cafe itu. Gw merasa percakapan seperti ini lebih cocok dibicarakan disini. Spontan gw peluk Vania, gw ga peduli lagi dengan banyak pasang mata yg memperhatikan kami, dengan banyak mulut yg sedang membicarakan kami. Yang gw pedulikan saat ini hanyalah sesosok wanita yang ada dipelukan gw saat ini. Gw ga ingin saat saat seperti ini cepat berakhir, gw ingin terus berada disisinya sampai maut yg memisahkan kami.

Gw : Jangan pergi Van, aku ga mau kehilangan kamu
Vania : Engga Wen, aku ga akan pergi. Hati aku tetep buat kamu, walaupun kita beribu2 kilometer jauhnya. Nah, selagi aku masih disini, kita nikmatin aja saat saat berdua kita ya. Jadikan moment2 aku masih disini itu berarti, oke? Aku sayang kamu
Gw : Aku juga sayang kamu Van
Vania : Udah kamu ga usah sedih gitu, lagian aku perginya juga kayanya masih lama. Cuman baru kepikiran sekilas doang diotak kalau aku mau balik kesana. Mungkin aja sebelum itu terjadi kamu udah keburu nikahin aku, jadi aku ga usah balik kesana. Paling beberapa bulan sekali aku nengokin keluarga aku disana.
Gw : Iya juga sih Van, kamu ada benernya juga
Vania : Makanya, dari sekarang kamu musti mikirin masa depan ya, udah cukuplah main mainnya. Setelah lulus kuliah nanti, kamu juga bisa lebih fokus untuk kejar karir kamu. Dan langsung serius sama hubungan kita, oke? Kalau aku udah menikah kan aku juga punya alasan buat tinggal serumah dengan suami aku.
Gw : Hahahaha.. iya Van, doain aku ya semoga aku bisa
Vania : Aku yakin kamu pasti bisa, semangat Wen

Ada sedikit perasaan tenang yg diberikan Vania, malam itu gw mengetahui bahwa ia benar benar serius dalam menjalani hubungan dengan gw. Dia bahkan memberikan kode secara terang2an bahwa ia bersedia menjadi pasangan hidup gw. Entah lucu rasanya gw malah merasa jadi gw yg dilamar oleh pihak wanita. Hahaha..
Rasa takut kehilangan tetap tidak bisa disembunyikan, baik gw maupun Vania. Apapun yg sudah terjadi di masa lalu antara kita, apapun yg sudah kita lalui bersama, kita sama sama punya tempat di hati masing masing. Kami sama sama memantapkan pilihan dalam hati kami, jarak dan waktu tak akan menjadi penghalang untuk kami tetap bersama.
Vania memang sudah memberikan kode keras untuk gw, tapi bukan berarti gw jadi bergantung akan hal itu dan memaksakan dia tetap stay disini. Kalau suatu saat dia harus kembali ke kota asalnya, gw tetap harus siap untuk itu. Dan gw pun sekarang mendapatkan sebuah misi yg harus segera gw selesaikan, yaitu memantapkan diri gw dan siap untuk membawa hubungan ini ke tingkat selanjutnya.
Malam itu, gw serahkan seluruhnya di tangan Tuhan. Apapun yg terjadi gw berserah penuh kepada Tuhan, gw percaya rencananya selalu yg terbaik. Begitupun dengan hubungan ini, biarlah Tuhan saja yg campur tangan. Apabila memang ini yg terbaik, gw percaya Tuhan pasti akan buka jalan untuk gw dan Vania.







KEMBALI KE MASA KINI

Kemudian gw bersama Vania, bersama sama kita masuk ke pintu masuk utama dari sebuah gedung bertuliskan Bandar Udara Soekarno Hatta, Terminal 2A Keberangkatan. Saat menarik koper milik Vania, kaki gw mendadak seperti terasa berat. Bukan, bukan karena banyaknya barang bawaan milik Vania yg gw bawa saat itu. Tapi gw seperti merasa di setiap langkah gw disamping Vania pada saat itu, ini adalah tapak terakhirnya disini. Ia tidak akan berjalan mundur lagi walaupun hanya untuk keluar dari gedung terminal. Ia tidak akan menapaki lagi lantai yang bahkan jaraknya hanya 1 meter dibelakangnya. Mulai dari detik ini sampai seterusnya, ia hanya akan berjalan maju kedalam menjauhi gerbang terminal.
Gw kemudian menemani Vania untuk melakukan check in penerbangannya pada hari itu, Ia sudah memutuskan jauh jauh hari dari sebelum resign untuk kembali ke Manado dan melanjutkan karirnya disana. Sudah cukup pengalaman yang ia kumpulkan selama berada di Jakarta. Seperti yg gw katakan diatas, apapun keputusan Vania gw tetap merasa bangga dengannya dan gw selalu siap untuk memberikan full support untuk apapun keputusannya.
Semua selesai, waktu penerbangan Vania sebentar lagi tiba. Tiba waktunya untuk gw menghantarkan Vania ke gerbang menuju ruang tunggu boarding. Hanya pemegang tiket yang boleh memasuki gerbang itu. Sebuah gerbang yang bagi beberapa orang adalah gerbang perpisahan, di depan gerbang ini, entah berapa pelukan perpisahan telah terjadi. Di depan gerbang ini, entah berapa banyak air mata yg telah tertumpah sebagai saksi dari sebuah perpisahan yg sebentar lagi akan terjadi.

Gw : Jaga diri kamu baik baik ya sayang, semoga kamu sukses di tanah kelahiran kamu (gw mengucapkan ini sambil menahan air mata yg berusaha keluar dari kelopak mata gw)
Vania : (Suaranya terdengar berat) Pasti sayang, doain aku ya.. Semoga kamu juga sukses disini, makasih buat semua kebersamaan kita selama ini. Benar benar 2 tahun yg sangat berarti buat aku.
Gw : Jangan lupain aku ya
Vania : Aku ga akan pernah lupain kamu, berkat kamu aku juga belajar banyak di hidup ini. Kamu adalah torehan dalam hati aku, selamanya nama seorang Wendy akan selalu punya tempat spesial di hati aku
Gw : (Melihat jam tangan) Udah waktunya kamu boarding sayang, ini barang bawaan kamu. Kalau udah sampe kabarin aku ya. Bye sayang.. I Love You
Vania : Iya pasti aku kabarin, bye juga sayang.. Love You too

Saat itulah Vania melangkah menjauhi gw menuju ke gerbang terakhir sebelum keberangkatannya. Sekilas ia melihat kearah gw dari antriannya, ada sedikit ekspresi sedih terlihat dari wajahnya, yang kemudian gw balas dengan tersenyum sambil melambaikan tangan. Sesaat kemudian gw membalikkan badan bermaksud untuk keluar dari terminal dan segera kembali ke rumah. Sampai gw mendengar ada seseorang yg memanggil gw dari belakang, yang setelah gw menoleh ke belakang gw melihat Vania sedang berlari ke arah gw dan langsung memeluk gw.
Gw balas memeluknya erat, terasa detak jantungnya saat itu. Hangat dekapannya begitu terasa bagi gw. Bahunya bergetar sewaktu memeluk gw, jelas sekali ia menangis. Mau tidak mau hati gw juga tersentuh saat itu, air mata yg gw tahan semenjak tadi akhirnya berhasil menembus pagar kelopak mata gw.

Vania : (Dengan suara terisak) Sampai jumpa lagi ya sayang, kamu jangan nakal ya disini.. hiks..
Gw : Aku ga akan pernah lupain kamu, sampai kapanpun kamu selalu punya tempat di hati aku. Aku cinta kamu Van

Spontan Vania melepaskan pelukannya, kemudian memandang wajah gw dalam dalam. Cuuupppp... Seketika gw rasakan hangat menyentuh bibir gw. Ciuman itu, sebuah ciuman perpisahan dari Vania untuk gw. Gw begitu menikmati momen momen saat itu, sekali lagi gw tidak ingin momen seperti ini berakhir begitu saja.
Jauh didalam hati gw menyadari, mungkin ini adalah ciuman pertama dan terakhir gw bersama Vania. Ciuman yg cukup mewakili apa yang sudah kami lalui selama 2 tahun bersama. Sebuah ciuman yg cukup mewakili sebuah ungkapan cinta tanpa harus Vania mengatakannya. Berat rasanya gw menjalani hari itu, salah satu hari paling sedih dalam sejarah kehidupan gw.
Jadwal penerbangan tetap tidak bisa berubah, kami tetap harus berpisah pada saat itu. Akhirnya Vania melemparkan pandangan terakhirnya untuk gw dari dalam gerbang, yang perlahan lahan menghilang seiring dengan langkahnya yang semakin menjauhi gw. Tidak ada kata penyesalan sama sekali dalam otak gw pada hari itu. Sekali lagi, gw selalu siap untuk memberikan support apapun keputusan Vania.