counterjihad.01Avatar border
TS
counterjihad.01
130 Orang Meninggal Akibat Kelaparan di Pengungsian Nduga
Tim Solidaritas untuk Nduga, Hipolitus Wangge mengungkap ada seorang balita asal Nduga yang meninggal karena kelaparan. Anak tersebut tinggal di kamp pengungsian Wamena. Anak-anak tersebut terpaksa mengungsi pascaperistiwa penembakan di Nduga, Papua pada akhir tahun lalu.

"Pengungsi yang meninggal di Wamena 129 orang, terakhir pagi ini di Wamena itu ada anak berusia kurang lebih 2 tahun baru meninggal, bulan Juli sendiri ada 3 pengusi internal yang meninggal di Wamena," ujar Hipolitus saat diskusi situasi Nduga, Papua di kantor LBH, Jakarta Pusat, Kamis (18/7/2019).

Dia menyebut, bocah tersebut baru beberapa hari tiba di Wamena lantaran terjebak lama di hutan karena mengungsi.

"Anak yang 2 tahun ini salah satu penyebabnya adalah kelaparan, karena dia terperangkap sekian minggu di hutan, bersama orangtuanya, baru beberapa hari terakhir turun ke Wamena," kata Hipolitus.

Sementara, tim relawan Nduga, Doly Ubruwangge berharap pemerintah memberikan bantuan makanan bergizi untuk seluruh pengungsi wilayah Papua yang terdampak pascaperistiwa penembakan di Nduga, Papua. Dia ingin negara menyoroti masalah kemanusiaan ini.

"Kami melihat bahwa negara sudah tidak tanggung jawab kepada kemanusiaan, sehingga kalau ada lembaga terkait yang berpihak kepada kemanusiaan mohon untuk lakukan tindakan terkait untuk tupoksi, dan yang paling dibutuhkan disana adalah kesehatan, terus bantuan makanan," kata Doly.

"Kalau pakaian kami mungkin satu dua hari bisa dipakai, karena daerah di sana dingin, sehingga bisa pakai satu dua hari, artinya kami butuh tapi kami lebih membutuhkan makanan," sambungnya.

Doly menuturkan, satu rumah pengungsian terdapat lima keluarga yang menampung 20 hingga 40 orang. Mereka memiliki beras sebanyak 50 kilogram dan hanya masak satu hari sekali.

"Jadi kalau mereka hari ini makan malam, besoknya tidak lagi, sehingga ini mungkin kami lembaga-lembaga kemanusiaan ada bisa bertindak sesuai tupoksi yang ada untuk melihat," imbuhnya.

Hipolitus Wangge mengatakan, banyak anak-anak pengungsi trauma saat melihat aparat.

Dia bercerita, saat itu anak-anak pengungsi sedang belajar di sekolah darurat pengungsian yang dibangun relawan. Ketika aparat melihat kondisi pengungsian, anak-anak takut dan kabur.

"Ketika aparat datang dan melihat kondisi, anak anak ini lari dan kabur, salah satunya ketakutan yang sangat mendalam ketika melihat aparat memakai pakaian resmi," kata Hipolitus.

Menurutnya, perlu ada proses penyembuhan trauma dari bantuan negara. Pihaknya pun saat ini belum memiliki relawan profesional guna menyembuhkan trauma mendalam. Relawan yang ada saat ini juga bantuan dari warga Nduga yang mengungsi dan menetap di Wamena.

"Jadi karena mereka tidak memiliki pengalaman sehingga menimbulkan kesulitan, salah satunya penaganan trauma," kata Hipolitus.

"Memunculkan rasa takut ketika berhadapan dengan aparat TNI dan Polri dalam satu momen ketika gelombang pengungsian di bulan Januari (2019) ada beberapa pihak aparat sempat datang ke lokasi pengusian," tambahnya.

Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan supaya negara menarik aparat di wilayah Nduga.

"Sejauh ini dalam satu rekomendasi laporan kami adalah mengevaluasi keberadaan sekian ratus aparat yang berada di Nduga," ujar Hipolitus.

tragedi terlupakan

Tragedi yang tak diperhatikan
0
2.3K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.7KThread40.7KAnggota
Tampilkan semua post
bani.bahloolAvatar border
bani.bahlool
#3
Minta tolong negara sembari pengen merdeka...
TerlahirJelek
TerlahirJelek memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.