- Beranda
- Stories from the Heart
Riding to Jannah
...
TS
neopo
Riding to Jannah
Don't choose the one who is beautiful to the world. But rather, choose the one who makes your world beautiful. Keep her close to Allah. Keep him close to Allah. Together for Jannah. I want love that will say: "Not even death will do us part, because we'll be reunited in jannah, insyaallah”
Welcome to my thread. Dimana disini kalian diperbolehkan untuk mengkritik, memberi saran, share, dan memposting komentar yang sekiranya bermanfaat baik bagi penulis ataupun pembaca. Fiksi atau non fiksi, semoga bukan menjadi masalah bagi pembaca. Karena penulis harap bisa memberikan banyak manfaat kepada orang-orang melalui tulisan yang tidak seberapa ini. Terima kasih.
Welcome to my thread. Dimana disini kalian diperbolehkan untuk mengkritik, memberi saran, share, dan memposting komentar yang sekiranya bermanfaat baik bagi penulis ataupun pembaca. Fiksi atau non fiksi, semoga bukan menjadi masalah bagi pembaca. Karena penulis harap bisa memberikan banyak manfaat kepada orang-orang melalui tulisan yang tidak seberapa ini. Terima kasih.
Tokoh :
- Ardian - Aku, pria dengan tinggi 176cm yang hobinya main motor
- Azril Riswan - Sahabat sejak kuliah, beda jurusan tapi masih satu fakultas
- Elriko - Kenalan saat pertama kali touring, so cool but nice guy
- Dina Resti - Bagiku dia perfect, tetapi sedikit cerewet
- Alyssa Erica - Gadis cerdas dan sangat mempedulikan lingkungannya
- Rofila Afifah - Kakakku yang cantik, cerewet tapi selalu bisa jaga adik-adiknya
- Nuri Freska - Adikku yang sangat manja, segalanya harus dituruti, tapi ia juga penurut
- Raden Dimas - Sometime good guy, sometimes bad guy (dalam arti sifat, bukan tindakan menyimpang)
- I N D E X -
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34 by Nuri
Part 35 by Dina
Part 36 by Alyssa
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32
Part 33
Part 34 by Nuri
Part 35 by Dina
Part 36 by Alyssa
Part 37
Part 38
Part 39
Part 40
Part 41
Part 42
Part 43
Part 44
Diubah oleh neopo 16-09-2022 12:17
JabLai cOY dan 27 lainnya memberi reputasi
28
42.7K
308
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.8KAnggota
Tampilkan semua post
TS
neopo
#172
Part 27 - Tentang Dina
Saat itu juga aku mendapat chat dari Alyssa. Ia bertanya keberadaanku.
Seketika pesananku datang, aku langsung menikmati hidangan yang disajikan.
Aku yang fokus dengan makananku, sementara Reka dan Lukman sedang mengobrol, entah apa yang diobrolan. Tetapi aku sempat mendengar ia mengucap tentang “ceweknya Ardi” yang dimaksud adalah Alyssa. Siapa lagi.
Setelah makan, kulihat hujan sudah sedikit mereda, namun air hujan masih saja menetes dari langit. Dengan mengenakan jas hujan, aku kembali kerumah Alyssa, diikuti Lukman yang membonceng Reka. Setibanya aku dirumah Alyssa, aku disambut oleh Nuri yang berdiri didepan pintu.
Kamipun masuk. Kulihat Alyssa sedang duduk menghadap televisi. Aku menghampirinya, dan kupegang pundaknya. Ia sedikit kaget ketika aku datang.
Aku mengajaknya untuk ke ruang tamu dimana Lukman dan Reka sudah menunggu. Sementara Nuri membuatkan minum untuk mereka.
Aku menuliskan nama mereka dari handphoneku. Alyssa mengangguk memahami apa yang aku maksudkan.
Alyssa tersenyum dikala itu. Reka banyak bertanya tentang Alyssa, tetapi dengan keadaan Alyssa sekarang, agak sedikit sulit berkomunikasi dengannya. Rasanya malah seperti wawancara tertulis. Waktu berlalu. Hujan sudah mulai reda. Lukman dan Reka memutuskan untuk pulang. Beberapa hari kemudian, Alyssa tak ikut denganku ke kampus karena sedang tidak ada jadwal. Pada sore hari setelah aku pulang kuliah, aku berniat membeli makan untuk kak Afifah dirumah. Namun seperti biasa, sebelum aku pulang kerumah, aku kerumah Alyssa untuk melihat keadannya. Setelah shalat magrib, aku sedang mengerjakan tugas di kamarku. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku
Waktu menunjukkan jam 10 malam. Tugas kuliahku sudah aku selesaikan. Baru saja aku hendak merebahkan tubuh lelah ini di kasur, tiba-tiba ada telefon masuk. Kulihat nama di layar tertulis “Dina”
Aku juga meminta izin pada Alyssa untuk menjemput Dina, agar tidak ada salah paham diantara kami berdua. Dan Alyssa mengizinkan aku untuk pergi. Karena sudah cukup larut, jalanan sudah agak kosong sehingga aku mengebut. Aku mengejar waktu agar tidak terlalu malam nantinya. Setibanya di daerah Braga, aku menepikan motorku dan menghubungi Dina. Tetapi saat aku hendak menelfonnya nomornya tak aktif. Kenapa pula ini anak? Aku coba menunggunya, dan kembali menghubunginya. Tetapi nomornya tetap ga aktif juga. Apa Dina mencoba mengerjaiku? Entahlah. Aku memutuskan untuk kembali menunggunya selama lima belas menit.
Ia terlihat sangat panik. Aku mengikuti permintaanya dan segera pergi. Sempat aku dengar ada yang berteriak, tetapi aku tak terlalu menghiraukannya. Seketika beberapa meter aku berhenti dan memakaikannya helm.
Dina nampak terdiam. Ia sedikit kaget ketika itu. Tapi kenapa Dina begitu menyembunyikannya? Bukan langsung memberitahuku? Meski jarak setelah aku bertemu dia dan Alyssa tak terlalu jauh.
Aku sedikit kaget melihat ia nampak sedikit gemetar sambil tertunduk. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan sesekali ia mengusap matanya.
Aku mengikuti sarannya dan segera menepi untuk berteduh. Waktu sudah begitu larut, udarapun dingin. Ditambah lagi hujan menambah suhu udara semakin dingin. Jika aku menembus, tentu akan sangat membahayakan. Hujan ini tak terlalu deras, namun tak terlalu kecil juga. Hanya saja, bisa aku lihat jarak pandang menjadi terbatas. Dina tak banyak berbicara lagi setelah kejadian tadi. Aku merasa tak enak padanya. Aku baru sadar kalau Dina hanya mengenakan baju lengan panjang tanpa memakai jaket.
Dina mengambil jaketku dan memakainya. Agak sedikit besar memang untuk tubuhnya yang hanya memiliki tinggi sekitar 157cm. Sebenarnya aku tak benar-benar memakai rompi. Bahkan hanya kaos saja. Tapi aku sudah terbiasa dengan udara dingin. Waktu menunjukkan jam setengah 12 malam. Hampir tengah malam dan hujan masih saja turun.
Aku menelfon kak Afifah untuk mengabari kalau aku pulang terlambat karena sedang berteduh.
Pada akhirnya, kami nekat untuk menembus hujan malam itu. Kendaraan satu persatu mulai hilang dan jalananpun sangat sepi. Dina berpegangan begitu erat. Mungkin lebih ke memeluk karena udara benar-benar dingin dan aku sedikit cepat.
Jam 12 kurang, kami tiba dirumah Dina. Pakaian kami basah karena hujan tadi.
Aku beristirahat sejenak sambil menunggu hujan mereda. Pakaianku benar-benar basah semua. Waktu menunjukkan tengah malam. Dan hujan sudah mulai mereda namun masih turun.
Setelah mengeringkan tubuh, aku hendak pulang kerumahku. Dina meminjamkan salah satu jaketnya padaku. Pada awalnya ia menawarkan untuk menginap saja karena sudah terlalu malam. Tetapi aku menolak karena kak Afifah sudah menungguku sedari tadi.
Setibanya dirumah, kak Afifah menyambutku. Ia langsung menghujaniku dengan seribu pertanyaan. Tetapi dengan apa yang terjadi malam ini, aku ceritakan saja. Kak Afifahpun mengerti dan menyuruhku membersihkan diri lalu istirahat karena besok aku ada kuliah. Keesokan harinya aku terbangun dipagi hari dan bersiap untuk menjemput Alyssa. Aku merasa tubuhku masih sedikit berat, mungkin karena terlalu lelah kemarin. Mataku sedikit perih, dan ubun-ubunku terasa sedikit sakit.
Sedikit pusing memang, tapi aku rasa aku masih sanggup. Setibanya aku dirumah Alyssa, Nuri langsung salim padaku sebelum akhirnya berangkat sekolah.
Kami berangkat ke kampus. Aku membawa motor sedikit pelan karena kepalaku sudah mulai terasa pusing. Tapi akhirnya kami tiba dikampus, dan seperti biasa aku mengantar Alyssa ke kelasnya.
Alyssa mengangguk. Akupun kembali berjalan ke kelasku. Selama kuliah, aku tak terlalu konsentrasi terhadap pelajaran.
Setelah selesai matkul, aku berjalan menuju klinik kampus yang letaknya agak lumayan jika ditempuh jalan kaki. Tetapi aku sampai disana. Aku beristirahat disebuah ruangan dan tanpa aku sadari, aku malah tertidur disana. Ketika aku terbangun, kulihat ada seseorang sedang duduk di kursi. Dia menatapku ketika aku terbangun.
Alyssa mengeluarkan HPnya dan menunjukkan chatnya padaku yang belum sempat aku balas.
Kami berjalan menuju taksi. Barang-barangku di kelas dibawakan kemari oleh Gilang dan Alyssa. Selama perjalanan, aku tak banyak bicara. Alyssa nampak menjagaku. Setibanya kami dirumahku, kami masuk dan Alyssa menemaniku hingga aku sampai di kamar.
Alyssa mengangguk menanggapi jawaban ibu. Bagaimana caranya? Alyssa membaca gerakan mulut ibuku. Alyssa membantu melepas jaketku dan bahkan ia mencoba melepas sepatuku.
Aku benar-benar dibuat kaget dengan sikapnya. Aku rasa hal tadi sedikit berlebihan. Sudah cukup aku merepotkan Alyssa. Aku tak ingin terlihat seperti memperbudak dia. Seketika Alyssa kembali membawakan secangkir teh untukku. Kemudian ia duduk disampingku
Aku sedikit kaget, kemudian ia tersenyum manis padaku. Sore hari, aku duduk diruang tengah ditemani Ayah yang baru saja pulang dan Alyssa. Tak lama kemudian kak Afifah pulang datang bersama Nuri.
Malam hari, kami masih berkumpul di ruang tengah. Kebersamaan inilah yang membuatku merasa lebih baik. Sedang kami menikmati malam ini, ada seseorang mengetuk pintu rumahku. Nuri keluar untuk memeriksanya.
Alyssa: Ardi, kamu dimana? Hujannya gede banget
Aku: Aku lagi neduh kok
Alyssa: Kamu hati-hati
Aku: Iya. Kamu udah makan?
Alyssa: Udah kok sama Nuri. Kamu hati-hati
Aku: Iya pasti.
Aku: Aku lagi neduh kok
Alyssa: Kamu hati-hati
Aku: Iya. Kamu udah makan?
Alyssa: Udah kok sama Nuri. Kamu hati-hati
Aku: Iya pasti.
Seketika pesananku datang, aku langsung menikmati hidangan yang disajikan.
Reka: Gimana? Udah ada kabar dari cewe lo?
Aku: Alhamdulillah udah.
Reka: Alhamdulillah kalau gitu. Baik-baik aja kan?
Aku: Iya, ia baik. Hanya sedikit berbeda
Reka: Beda gimana?
Aku: Nanti deh, kalau ada waktu dan tempat, gue kenalin.
Reka: Emm okey . . . Oh iya, terus ga ada kabar itu gimana?
Aku: Kecelakaan, pesawat.
Lukman: Hah? Serius? Kapan?
Aku: Kecelakaan terakhir di kita aja
Reka: Tapi dia baikkan?
Aku: Iya
Reka: Syukur deh kalau gitu.
Aku: Alhamdulillah udah.
Reka: Alhamdulillah kalau gitu. Baik-baik aja kan?
Aku: Iya, ia baik. Hanya sedikit berbeda
Reka: Beda gimana?
Aku: Nanti deh, kalau ada waktu dan tempat, gue kenalin.
Reka: Emm okey . . . Oh iya, terus ga ada kabar itu gimana?
Aku: Kecelakaan, pesawat.
Lukman: Hah? Serius? Kapan?
Aku: Kecelakaan terakhir di kita aja
Reka: Tapi dia baikkan?
Aku: Iya
Reka: Syukur deh kalau gitu.
Aku yang fokus dengan makananku, sementara Reka dan Lukman sedang mengobrol, entah apa yang diobrolan. Tetapi aku sempat mendengar ia mengucap tentang “ceweknya Ardi” yang dimaksud adalah Alyssa. Siapa lagi.
Reka: Di, boleh nengok cewek lo?
Aku: Hah? Secepet itu? Emang ga ada kegiatan lain?
Lukman: Ga ada sih. Malah kita baru selesai
Reka: Tapi kalau ga boleh juga gapapa sih
Aku: Yaudah serah lo aja.
Aku: Hah? Secepet itu? Emang ga ada kegiatan lain?
Lukman: Ga ada sih. Malah kita baru selesai
Reka: Tapi kalau ga boleh juga gapapa sih
Aku: Yaudah serah lo aja.
Setelah makan, kulihat hujan sudah sedikit mereda, namun air hujan masih saja menetes dari langit. Dengan mengenakan jas hujan, aku kembali kerumah Alyssa, diikuti Lukman yang membonceng Reka. Setibanya aku dirumah Alyssa, aku disambut oleh Nuri yang berdiri didepan pintu.
Nuri: Kakak kok hujan-hujanan?
Aku: Iya kan lagi hujan hehe
Nuri: Yeeh. Itu siapa kak?
Aku: Temennya Dina.
Nuri: Oh, iya suruh masuk kak
Aku: Masuk aja.
Reka: Iya makasih.
Aku: Iya kan lagi hujan hehe
Nuri: Yeeh. Itu siapa kak?
Aku: Temennya Dina.
Nuri: Oh, iya suruh masuk kak
Aku: Masuk aja.
Reka: Iya makasih.
Kamipun masuk. Kulihat Alyssa sedang duduk menghadap televisi. Aku menghampirinya, dan kupegang pundaknya. Ia sedikit kaget ketika aku datang.
Alyssa: Udah pulang? Kamu hujan-hujanan? *sambil memegang wajahku yang sedikit basah
Aku: Gapapa kok. Ada temen didepan
Alyssa: Siapa?
Aku: Gapapa kok. Ada temen didepan
Alyssa: Siapa?
Aku mengajaknya untuk ke ruang tamu dimana Lukman dan Reka sudah menunggu. Sementara Nuri membuatkan minum untuk mereka.
Reka: Inikah Alyssa?
Aku: Iya.
Aku: Iya.
Aku menuliskan nama mereka dari handphoneku. Alyssa mengangguk memahami apa yang aku maksudkan.
Reka: Ga nyangka yah
Aku: Apaan?
Reka: Ya, lo bisa dapet cewek secantik dia hahaha
Aku: Gue gitu haha
Alyssa: Kamu kenal mereka darimana?
Aku: Reka ini temennya Dina. Waktu itu ga sengaja ketemu Dina sama Reka lagi di kafe favorit kita
Alyssa: Ooh okey.
Aku: Mereka mau nengokin kamu
Aku: Apaan?
Reka: Ya, lo bisa dapet cewek secantik dia hahaha
Aku: Gue gitu haha
Alyssa: Kamu kenal mereka darimana?
Aku: Reka ini temennya Dina. Waktu itu ga sengaja ketemu Dina sama Reka lagi di kafe favorit kita
Alyssa: Ooh okey.
Aku: Mereka mau nengokin kamu
Alyssa tersenyum dikala itu. Reka banyak bertanya tentang Alyssa, tetapi dengan keadaan Alyssa sekarang, agak sedikit sulit berkomunikasi dengannya. Rasanya malah seperti wawancara tertulis. Waktu berlalu. Hujan sudah mulai reda. Lukman dan Reka memutuskan untuk pulang. Beberapa hari kemudian, Alyssa tak ikut denganku ke kampus karena sedang tidak ada jadwal. Pada sore hari setelah aku pulang kuliah, aku berniat membeli makan untuk kak Afifah dirumah. Namun seperti biasa, sebelum aku pulang kerumah, aku kerumah Alyssa untuk melihat keadannya. Setelah shalat magrib, aku sedang mengerjakan tugas di kamarku. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku
Aku: Siapa?
Dia: Ini kakak
Aku: Masuk aja kak, ga dikunci
Afifah: Kamu lagi sibuk de?
Aku: Ngerjain tugas aja kak. Kenapa?
Afifah: Engga kok. Tumben rajin hehe
Aku: Buset . . selama ini kan rajin
Afifah: Iya deh. Oh iya, kita jadi kan liburan ke pantai?
Aku: Iya kak, insyaAllah.
Afifah: Ga akan ajak Alyssa?
Aku: Emm kan keluarga kak
Afifah: Ya gapapa sih ajak aja. Aku kasian sama dia. Dengan keadaannya yang sekarang, pasti dia masih terasa tertekan.
Aku: Tapi kan
Afifah: Udah ga usah pake tapi. Kalau mau ajak, ajak aja. Siapa tau dia jadi anggota keluarga kita hehehe
Aku: Aamiin
Afifah: Cieee hehehe. Kuliah dulu yang bener
Aku: Ish godain aja terus. Iyalah, kuliah dulu
Afifah: Ajak aja yah
Aku: Iya deh kak
Dia: Ini kakak
Aku: Masuk aja kak, ga dikunci
Afifah: Kamu lagi sibuk de?
Aku: Ngerjain tugas aja kak. Kenapa?
Afifah: Engga kok. Tumben rajin hehe
Aku: Buset . . selama ini kan rajin
Afifah: Iya deh. Oh iya, kita jadi kan liburan ke pantai?
Aku: Iya kak, insyaAllah.
Afifah: Ga akan ajak Alyssa?
Aku: Emm kan keluarga kak
Afifah: Ya gapapa sih ajak aja. Aku kasian sama dia. Dengan keadaannya yang sekarang, pasti dia masih terasa tertekan.
Aku: Tapi kan
Afifah: Udah ga usah pake tapi. Kalau mau ajak, ajak aja. Siapa tau dia jadi anggota keluarga kita hehehe
Aku: Aamiin
Afifah: Cieee hehehe. Kuliah dulu yang bener
Aku: Ish godain aja terus. Iyalah, kuliah dulu
Afifah: Ajak aja yah
Aku: Iya deh kak
Waktu menunjukkan jam 10 malam. Tugas kuliahku sudah aku selesaikan. Baru saja aku hendak merebahkan tubuh lelah ini di kasur, tiba-tiba ada telefon masuk. Kulihat nama di layar tertulis “Dina”
Aku: Hallo, assalamualaikum
Dina: Waalaikumsalam. Di, lo lagi dimana?
Aku: Dirumah. Kenapa?
Dina: Lo lagi sibuk ga?
Aku: Mau tidur sih. Emang kenapa?
Dina: Gue mau minta tolong
Aku: Minta tolong apa? Gue cape Din
Dina: Plis . . . Azril ga bisa dihubungin. Dimas, boro-boro. Lo doang nih untung bisa dihubungi
Aku: Tolong apaan sih?
Dina: Tolong jemput gue
Aku: Lah? Emang lo lagi dimana?
Dina: Gue di klub di deket Braga. Lo bisa kesini ga?
Aku: Aduuh, gimana yah
Dina: Pliss . . .
Aku: Yaudah tunggu, 20 menit gue sampai sana
Dina: Okey, makasih ya. Maaf repotin. Lo hati-hati
Aku: Iya iya
Dina: Waalaikumsalam. Di, lo lagi dimana?
Aku: Dirumah. Kenapa?
Dina: Lo lagi sibuk ga?
Aku: Mau tidur sih. Emang kenapa?
Dina: Gue mau minta tolong
Aku: Minta tolong apa? Gue cape Din
Dina: Plis . . . Azril ga bisa dihubungin. Dimas, boro-boro. Lo doang nih untung bisa dihubungi
Aku: Tolong apaan sih?
Dina: Tolong jemput gue
Aku: Lah? Emang lo lagi dimana?
Dina: Gue di klub di deket Braga. Lo bisa kesini ga?
Aku: Aduuh, gimana yah
Dina: Pliss . . .
Aku: Yaudah tunggu, 20 menit gue sampai sana
Dina: Okey, makasih ya. Maaf repotin. Lo hati-hati
Aku: Iya iya
Aku juga meminta izin pada Alyssa untuk menjemput Dina, agar tidak ada salah paham diantara kami berdua. Dan Alyssa mengizinkan aku untuk pergi. Karena sudah cukup larut, jalanan sudah agak kosong sehingga aku mengebut. Aku mengejar waktu agar tidak terlalu malam nantinya. Setibanya di daerah Braga, aku menepikan motorku dan menghubungi Dina. Tetapi saat aku hendak menelfonnya nomornya tak aktif. Kenapa pula ini anak? Aku coba menunggunya, dan kembali menghubunginya. Tetapi nomornya tetap ga aktif juga. Apa Dina mencoba mengerjaiku? Entahlah. Aku memutuskan untuk kembali menunggunya selama lima belas menit.
Seseorang: Ardi
Aku: Dina? Kemana aja sih, gue hubungi . . .
Dina: Ayo jalan Di. Cepet
Aku: Sabar Din. Ini helmnya pake dulu
Dina: Udah ajalan dulu cepeeet ! ! !
Aku: Dina? Kemana aja sih, gue hubungi . . .
Dina: Ayo jalan Di. Cepet
Aku: Sabar Din. Ini helmnya pake dulu
Dina: Udah ajalan dulu cepeeet ! ! !
Ia terlihat sangat panik. Aku mengikuti permintaanya dan segera pergi. Sempat aku dengar ada yang berteriak, tetapi aku tak terlalu menghiraukannya. Seketika beberapa meter aku berhenti dan memakaikannya helm.
Aku: Lo kenapa sih?
Dina: Tadi atasan gue. Gue ga dibolehin pulang dulu
Aku: Atasan? Lo kerja?
Dina: Iya sebenernya.
Aku: Lo kerja apa?
Dina: Ada. Kapan-kapan lah gue cerita. Makasih ya. Maaf gue jadi repotin lo
Aku: Iya emang repotin
Dina: Gitu banget iiih
Aku: Bercanda.
Dina: Gimana Alyssa?
Aku: Udah pulang Din
Dina: Bisa berhenti sebentar?
Aku: Ada apa lagi Din? *sambil menepi
Dina: Sebenernya, waktu gue ajak lo kerumah gue, setelah lo pulang Alyssa nemuin gue
Aku: . . . . . *aku menatapnya heran
Dina: Gue tau keadaan dia saat itu. Pada awalnya gue mau kasih tau lo. Tapi gue ga tega. Dia minta gue buat jangan ngasih tau lo
Aku: Kenapa lo ga bilang ke gue?
Dina: Permintaan dia
Aku: Lo tau gimana khawatirnya gue sama dia?
Dina: Gue tau, tapi
Aku: Lo sembunyiin dari gue??? *ucapku sedikit meninggi.
Dina: Tadi atasan gue. Gue ga dibolehin pulang dulu
Aku: Atasan? Lo kerja?
Dina: Iya sebenernya.
Aku: Lo kerja apa?
Dina: Ada. Kapan-kapan lah gue cerita. Makasih ya. Maaf gue jadi repotin lo
Aku: Iya emang repotin
Dina: Gitu banget iiih
Aku: Bercanda.
Dina: Gimana Alyssa?
Aku: Udah pulang Din
Dina: Bisa berhenti sebentar?
Aku: Ada apa lagi Din? *sambil menepi
Dina: Sebenernya, waktu gue ajak lo kerumah gue, setelah lo pulang Alyssa nemuin gue
Aku: . . . . . *aku menatapnya heran
Dina: Gue tau keadaan dia saat itu. Pada awalnya gue mau kasih tau lo. Tapi gue ga tega. Dia minta gue buat jangan ngasih tau lo
Aku: Kenapa lo ga bilang ke gue?
Dina: Permintaan dia
Aku: Lo tau gimana khawatirnya gue sama dia?
Dina: Gue tau, tapi
Aku: Lo sembunyiin dari gue??? *ucapku sedikit meninggi.
Dina nampak terdiam. Ia sedikit kaget ketika itu. Tapi kenapa Dina begitu menyembunyikannya? Bukan langsung memberitahuku? Meski jarak setelah aku bertemu dia dan Alyssa tak terlalu jauh.
Dina: Ardi, maafin gue
Aku: Yaudah lah, lupain aja. Ga penting
Dina: Di? Lo marah sama gue?
Aku: Gue anter lo pulang
Dina: Gue turun disini aja *ucapnya sedikit pelan sambil turun dari motorku
Aku: Kenapa?
Aku: Yaudah lah, lupain aja. Ga penting
Dina: Di? Lo marah sama gue?
Aku: Gue anter lo pulang
Dina: Gue turun disini aja *ucapnya sedikit pelan sambil turun dari motorku
Aku: Kenapa?
Aku sedikit kaget melihat ia nampak sedikit gemetar sambil tertunduk. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan sesekali ia mengusap matanya.
Aku: Lo nangis?
Dina: Engga. Udah lo pulang aja. Gue sendiri aja. Mungkin bakal nemu taksi
Aku: Jangan gitu. Oke gue minta maaf udah bentak lo tadi.
Dina: Ga, Di. Lo ga salah. Gue yang salah. Dan wajar kalau lo marah.
Aku: Yaudah, gue minta maaf. Udah ayo naik
Dina: Gue gamau repotin lo lagi, Di
Aku: Lo ngomong apa sih. Udah ayo naik. *aku menariknya dan diapun naik
Aku kembali menjalankan motorku menuju rumah dina. Baru berapa meter saja, hujan turun. Kenapa harus hujan di jam-jam malam seperti ini.
Dina: Di, lo ga bawa jas hujan?
Aku: Engga Din. Gue kira ga bakal hujan
Dina: Yaudah, kita berhenti dulu aja di minimarket situ.
Dina: Engga. Udah lo pulang aja. Gue sendiri aja. Mungkin bakal nemu taksi
Aku: Jangan gitu. Oke gue minta maaf udah bentak lo tadi.
Dina: Ga, Di. Lo ga salah. Gue yang salah. Dan wajar kalau lo marah.
Aku: Yaudah, gue minta maaf. Udah ayo naik
Dina: Gue gamau repotin lo lagi, Di
Aku: Lo ngomong apa sih. Udah ayo naik. *aku menariknya dan diapun naik
Aku kembali menjalankan motorku menuju rumah dina. Baru berapa meter saja, hujan turun. Kenapa harus hujan di jam-jam malam seperti ini.
Dina: Di, lo ga bawa jas hujan?
Aku: Engga Din. Gue kira ga bakal hujan
Dina: Yaudah, kita berhenti dulu aja di minimarket situ.
Aku mengikuti sarannya dan segera menepi untuk berteduh. Waktu sudah begitu larut, udarapun dingin. Ditambah lagi hujan menambah suhu udara semakin dingin. Jika aku menembus, tentu akan sangat membahayakan. Hujan ini tak terlalu deras, namun tak terlalu kecil juga. Hanya saja, bisa aku lihat jarak pandang menjadi terbatas. Dina tak banyak berbicara lagi setelah kejadian tadi. Aku merasa tak enak padanya. Aku baru sadar kalau Dina hanya mengenakan baju lengan panjang tanpa memakai jaket.
Aku: Lo ga bawa jaket?
Dina: Engga
Aku: Yaudah, lo pake jaket gue aja
Dina: Jangan lah. Nanti lo yang dingin. Lagian kan di motor lo didepan pasti keanginan
Aku: Engga, gue pake rompi didalem
Dina: Ga usah Di. Tar lo sakit
Aku: Udah pake, ga usah bawel
Dina: Iya deh.
Dina: Engga
Aku: Yaudah, lo pake jaket gue aja
Dina: Jangan lah. Nanti lo yang dingin. Lagian kan di motor lo didepan pasti keanginan
Aku: Engga, gue pake rompi didalem
Dina: Ga usah Di. Tar lo sakit
Aku: Udah pake, ga usah bawel
Dina: Iya deh.
Dina mengambil jaketku dan memakainya. Agak sedikit besar memang untuk tubuhnya yang hanya memiliki tinggi sekitar 157cm. Sebenarnya aku tak benar-benar memakai rompi. Bahkan hanya kaos saja. Tapi aku sudah terbiasa dengan udara dingin. Waktu menunjukkan jam setengah 12 malam. Hampir tengah malam dan hujan masih saja turun.
Aku menelfon kak Afifah untuk mengabari kalau aku pulang terlambat karena sedang berteduh.
Dina: Di, hujannya ga berhenti
Aku: Iya tumben hujan malem lama gini
Dina: Gue ngantuk Di
Aku: Emang lo doang yang ngantuk. Mau tembusin aja apa gimana?
Dina: Lo yakin? Lo pake jaket lo lagi aja kalau gitu
Aku: Engga, lo aja pake. Gue udah biasa kok
Dina: Ih jangan lah. Kalau lo sakit gue ga enak
Aku: Lo penumpang gue. Lo tanggung jawab gue.
Dina: Ih lo maah
Aku: Tembusin aja yuk
Dina: Yakin?
Aku: Iya
Dina: Tapi hati-hati ya. Pelan juga gapapa biar lo ga dingin
Aku: Udah ga udah pikirin gue.
Aku: Iya tumben hujan malem lama gini
Dina: Gue ngantuk Di
Aku: Emang lo doang yang ngantuk. Mau tembusin aja apa gimana?
Dina: Lo yakin? Lo pake jaket lo lagi aja kalau gitu
Aku: Engga, lo aja pake. Gue udah biasa kok
Dina: Ih jangan lah. Kalau lo sakit gue ga enak
Aku: Lo penumpang gue. Lo tanggung jawab gue.
Dina: Ih lo maah
Aku: Tembusin aja yuk
Dina: Yakin?
Aku: Iya
Dina: Tapi hati-hati ya. Pelan juga gapapa biar lo ga dingin
Aku: Udah ga udah pikirin gue.
Pada akhirnya, kami nekat untuk menembus hujan malam itu. Kendaraan satu persatu mulai hilang dan jalananpun sangat sepi. Dina berpegangan begitu erat. Mungkin lebih ke memeluk karena udara benar-benar dingin dan aku sedikit cepat.
Dina: Di, pelan-pelan aja
Aku: Iya Din
Aku: Iya Din
Jam 12 kurang, kami tiba dirumah Dina. Pakaian kami basah karena hujan tadi.
Dina: Di, masuk dulu
Aku: Ga usah, gue pulang aja Din. Udah malem
Dina: Udah lo masuk dulu. Lo keringin badan dulu. Urusan keluarga lo, ataupun Alyssa gue yang bilang ke mereka.
Aku mengikuti saran Dina saja. Dina membawakan handuk untukku dan bibi membuatkan teh hangat untuk kami berdua.
Dina: Makasih banyak ya, bi. Bibi istirahat aja. Nanti biar aku yang kunci pintu
Bibi: Iya neng
Aku: Ga usah, gue pulang aja Din. Udah malem
Dina: Udah lo masuk dulu. Lo keringin badan dulu. Urusan keluarga lo, ataupun Alyssa gue yang bilang ke mereka.
Aku mengikuti saran Dina saja. Dina membawakan handuk untukku dan bibi membuatkan teh hangat untuk kami berdua.
Dina: Makasih banyak ya, bi. Bibi istirahat aja. Nanti biar aku yang kunci pintu
Bibi: Iya neng
Aku beristirahat sejenak sambil menunggu hujan mereda. Pakaianku benar-benar basah semua. Waktu menunjukkan tengah malam. Dan hujan sudah mulai mereda namun masih turun.
Aku: Lo kerja apaan sih? Terus katanya lo tadi di klub. Klub mana?
Dina: Gue jadi pelayan disitu
Aku: Ooh kirain
Dina: Kirain apaan??
Aku: Ya kirain .....
Dina: Lo pasti mikir gue kerja yang aneh-aneh yah
Aku: Engga juga haha. Terus kenapa tadi kaya yang panik gitu?
Dina: Atasan gue minta gue untuk nemenin dia dulu. Tapi gue ga mau.
Aku: Maksud nemenin?
Dina: Dia pengen gue jadi lady escortnya dia.
Aku: Kenapa lo mau kerja ditempat kaya gitu?
Dina: Gue butuh uang, Di. Dan atasan gue menjamin. Gue bisa masuk kesana karena temen gue. Tapi dia ga pernah macem-macem. Cuma suka minta temenin kalau lagi main Biliar. Dia bilang gue adalah keberuntungan dia
Aku: Lo ga mau cari kerja ditempat lain?
Dina: Kalau gue udah dapet, gue pasti keluar
Aku: Orang tua lo tau?
Dina: Mereka hanya tau gue kerja di restoran
Aku: Orang tua lo kemana?
Dina: Mereka lagi mudik, Di.
Aku: Okey
Dina: Lo jangan bilang siapapun tentang ini ya
Aku: Iya
Dina: Gue jadi pelayan disitu
Aku: Ooh kirain
Dina: Kirain apaan??
Aku: Ya kirain .....
Dina: Lo pasti mikir gue kerja yang aneh-aneh yah
Aku: Engga juga haha. Terus kenapa tadi kaya yang panik gitu?
Dina: Atasan gue minta gue untuk nemenin dia dulu. Tapi gue ga mau.
Aku: Maksud nemenin?
Dina: Dia pengen gue jadi lady escortnya dia.
Aku: Kenapa lo mau kerja ditempat kaya gitu?
Dina: Gue butuh uang, Di. Dan atasan gue menjamin. Gue bisa masuk kesana karena temen gue. Tapi dia ga pernah macem-macem. Cuma suka minta temenin kalau lagi main Biliar. Dia bilang gue adalah keberuntungan dia
Aku: Lo ga mau cari kerja ditempat lain?
Dina: Kalau gue udah dapet, gue pasti keluar
Aku: Orang tua lo tau?
Dina: Mereka hanya tau gue kerja di restoran
Aku: Orang tua lo kemana?
Dina: Mereka lagi mudik, Di.
Aku: Okey
Dina: Lo jangan bilang siapapun tentang ini ya
Aku: Iya
Setelah mengeringkan tubuh, aku hendak pulang kerumahku. Dina meminjamkan salah satu jaketnya padaku. Pada awalnya ia menawarkan untuk menginap saja karena sudah terlalu malam. Tetapi aku menolak karena kak Afifah sudah menungguku sedari tadi.
Dina: Lo hati-hati
Aku: Iya. Gue balik ya. Assalamualaikum
Dina: Waalaikumsalam
Aku: Iya. Gue balik ya. Assalamualaikum
Dina: Waalaikumsalam
Setibanya dirumah, kak Afifah menyambutku. Ia langsung menghujaniku dengan seribu pertanyaan. Tetapi dengan apa yang terjadi malam ini, aku ceritakan saja. Kak Afifahpun mengerti dan menyuruhku membersihkan diri lalu istirahat karena besok aku ada kuliah. Keesokan harinya aku terbangun dipagi hari dan bersiap untuk menjemput Alyssa. Aku merasa tubuhku masih sedikit berat, mungkin karena terlalu lelah kemarin. Mataku sedikit perih, dan ubun-ubunku terasa sedikit sakit.
Afifah: Kamu gapapa dek? Kamu kaya agak pucat gitu
Aku: Gapapa kak. Aku berangkat ya
Ibu: Lhoo ga sarapan dulu?
Aku: Nanti aja bu. Ardi berangkat. Assalamualaikum
Aku: Gapapa kak. Aku berangkat ya
Ibu: Lhoo ga sarapan dulu?
Aku: Nanti aja bu. Ardi berangkat. Assalamualaikum
Sedikit pusing memang, tapi aku rasa aku masih sanggup. Setibanya aku dirumah Alyssa, Nuri langsung salim padaku sebelum akhirnya berangkat sekolah.
Alyssa: Ayo *Alyssa mengajakku
Aku: Yuk
Alyssa: Kamu kenapa?
Aku: Gapapa kok
Aku: Yuk
Alyssa: Kamu kenapa?
Aku: Gapapa kok
Kami berangkat ke kampus. Aku membawa motor sedikit pelan karena kepalaku sudah mulai terasa pusing. Tapi akhirnya kami tiba dikampus, dan seperti biasa aku mengantar Alyssa ke kelasnya.
Alyssa: Makasih *katanya tersenyum manis
Aku: Chat aja kalau udah pulang. Nanti aku jemput
Aku: Chat aja kalau udah pulang. Nanti aku jemput
Alyssa mengangguk. Akupun kembali berjalan ke kelasku. Selama kuliah, aku tak terlalu konsentrasi terhadap pelajaran.
Gilang: Di, lo kenapa? Pucet banget dah
Aku: Pusing gue.
Gilang: Ke klink kampus aja Di. Jangan dipaksain
Aku: Iya nanti abis matkul ini
Gilang: Lagian lo sakit pake sok kuliah. Istirahat aja dirumah
Aku: Cuma gini doang Lang
Gilang: Iyalah serah lu.
Aku: Pusing gue.
Gilang: Ke klink kampus aja Di. Jangan dipaksain
Aku: Iya nanti abis matkul ini
Gilang: Lagian lo sakit pake sok kuliah. Istirahat aja dirumah
Aku: Cuma gini doang Lang
Gilang: Iyalah serah lu.
Setelah selesai matkul, aku berjalan menuju klinik kampus yang letaknya agak lumayan jika ditempuh jalan kaki. Tetapi aku sampai disana. Aku beristirahat disebuah ruangan dan tanpa aku sadari, aku malah tertidur disana. Ketika aku terbangun, kulihat ada seseorang sedang duduk di kursi. Dia menatapku ketika aku terbangun.
Alyssa: Kamu kenapa
Aku: Aku gapapa
Alyssa: Kamu sakit
Aku: Aku cuma pusing aja. Besok juga sembuh kok.
Alyssa: Ke dokter ya
Aku: Ga usah Lis
Alyssa: Kita pulang naik taksi. Motor kamu nanti dibawa sama temen kamu
Aku: Siapa?
Alyssa: Gilang
Gilang: Dah motor sama gue, sama Ardan. Lo pake taksi aja. Anak-anak udah bilang lo sakit *tiba-tiba datang
Aku: Ga usah lah
Gilang: Cewek lo nyuruh gitu. Gue ga berani ah hahaha. Yaudah gue sama Ardan ke kelas dulu. Nanti kalau kuliah beres, gue langsung kerumah lo
Aku: Yaudah thanks
Alyssa: Kamu nurut sekarang
Aku: Iya iya. Kamu kenapa dateng ke kelas?
Aku: Aku gapapa
Alyssa: Kamu sakit
Aku: Aku cuma pusing aja. Besok juga sembuh kok.
Alyssa: Ke dokter ya
Aku: Ga usah Lis
Alyssa: Kita pulang naik taksi. Motor kamu nanti dibawa sama temen kamu
Aku: Siapa?
Alyssa: Gilang
Gilang: Dah motor sama gue, sama Ardan. Lo pake taksi aja. Anak-anak udah bilang lo sakit *tiba-tiba datang
Aku: Ga usah lah
Gilang: Cewek lo nyuruh gitu. Gue ga berani ah hahaha. Yaudah gue sama Ardan ke kelas dulu. Nanti kalau kuliah beres, gue langsung kerumah lo
Aku: Yaudah thanks
Alyssa: Kamu nurut sekarang
Aku: Iya iya. Kamu kenapa dateng ke kelas?
Alyssa mengeluarkan HPnya dan menunjukkan chatnya padaku yang belum sempat aku balas.
Alyssa: Aku khawatir
Aku: Maaf udah bikin kamu khawatir.
Alyssa: Gapapa. Yuk. Taksinya udah didepan
Aku: Maaf udah bikin kamu khawatir.
Alyssa: Gapapa. Yuk. Taksinya udah didepan
Kami berjalan menuju taksi. Barang-barangku di kelas dibawakan kemari oleh Gilang dan Alyssa. Selama perjalanan, aku tak banyak bicara. Alyssa nampak menjagaku. Setibanya kami dirumahku, kami masuk dan Alyssa menemaniku hingga aku sampai di kamar.
Ibu: Lhoo . . kamu kenapa nak?
Aku: Cuma pusing aja bu
Ibu: Pasti gara-gara tadi pagi ga sarapan ya
Aku: Gapapa kok bu.
Ibu: Kita ke dokter ya
Aku: Ga usah bu. Besok juga udah enakan.
Ibu: Yaudah, nanti ibu nitip obat sama kakak. Kamu istirahat aja
Aku: Iya bu.
Ibu: Ibu titip Ardi ya *ucap ibu pada Alyssa
Aku: Cuma pusing aja bu
Ibu: Pasti gara-gara tadi pagi ga sarapan ya
Aku: Gapapa kok bu.
Ibu: Kita ke dokter ya
Aku: Ga usah bu. Besok juga udah enakan.
Ibu: Yaudah, nanti ibu nitip obat sama kakak. Kamu istirahat aja
Aku: Iya bu.
Ibu: Ibu titip Ardi ya *ucap ibu pada Alyssa
Alyssa mengangguk menanggapi jawaban ibu. Bagaimana caranya? Alyssa membaca gerakan mulut ibuku. Alyssa membantu melepas jaketku dan bahkan ia mencoba melepas sepatuku.
Aku: Eh, jangan jangan. Aku buka sendiri aja
Alyssa: Oh iyah *katanya mengangguk tersenyum kemudian keluar dari kamarku
Alyssa: Oh iyah *katanya mengangguk tersenyum kemudian keluar dari kamarku
Aku benar-benar dibuat kaget dengan sikapnya. Aku rasa hal tadi sedikit berlebihan. Sudah cukup aku merepotkan Alyssa. Aku tak ingin terlihat seperti memperbudak dia. Seketika Alyssa kembali membawakan secangkir teh untukku. Kemudian ia duduk disampingku
Aku: Makasih banyak
Alyssa: Kamu cepet sembuh
Aku: Iya, aku pasti sembuh
*Cupp . . . Alyssa mencium keningku.
Alyssa: Kamu cepet sembuh
Aku: Iya, aku pasti sembuh
*Cupp . . . Alyssa mencium keningku.
Aku sedikit kaget, kemudian ia tersenyum manis padaku. Sore hari, aku duduk diruang tengah ditemani Ayah yang baru saja pulang dan Alyssa. Tak lama kemudian kak Afifah pulang datang bersama Nuri.
Nuri: Assalamualaikum kak *sambil salim padaku
Afifah: Kamu ini, mau liburan malah sakit
Aku: Siapa sih yang mau sakit kak. Malah diomelin
Afifah: Hehe bercanda. Udah makan?
Aku: Udah tadi
Afifah: Yaudah sekarang diminum obatnya.
Nuri: Oh iya kak, weekend nanti, kita mau liburan. Kakak ikut yah *katanya pada Alyssa
Alyssa: Aku? Ikut?
Afifah: Iya, kamu ikut ya
Alyssa: Emm baiklah *sambil mengangguk
Afifah: Kamu ini, mau liburan malah sakit
Aku: Siapa sih yang mau sakit kak. Malah diomelin
Afifah: Hehe bercanda. Udah makan?
Aku: Udah tadi
Afifah: Yaudah sekarang diminum obatnya.
Nuri: Oh iya kak, weekend nanti, kita mau liburan. Kakak ikut yah *katanya pada Alyssa
Alyssa: Aku? Ikut?
Afifah: Iya, kamu ikut ya
Alyssa: Emm baiklah *sambil mengangguk
Malam hari, kami masih berkumpul di ruang tengah. Kebersamaan inilah yang membuatku merasa lebih baik. Sedang kami menikmati malam ini, ada seseorang mengetuk pintu rumahku. Nuri keluar untuk memeriksanya.
Nuri: Kak, ada temennya tuh
Aku: Siapa?
Nuri: Kak Dina
Aku: Siapa?
Nuri: Kak Dina
nasihiber dan 7 lainnya memberi reputasi
8