Kaskus

Story

blackrosestAvatar border
TS
blackrosest
MISTERI DI BALIK TEMBIKAR
MISTERI DI BALIK TEMBIKAR
Pict by google

(Cerita ini bergenre Creepypasta )

-Chepter 1-

Dari pintu inilah kegiatanku dimulai. Sebagai pengrajin tembikar, dalam ruangan bawah tanah peninggalan Kakek. Darah seni mengalir darinya, terbiasa sejak kecil melihat Kakek sedang mengolah tanah liat menjadi karya seni menakjubkan. Karyanya tak hanya tersebar di negeri sendiri tapi juga sampai ke mancanegara.

Sayangnya hidupku tak seindah tembikar Kakek, meski aku tumbuh di tangan yang sama, ditempa oleh orang yang sama. Aku tumbuh menjadi anak yang tertutup, lebih banyak menghabiskan waktu di dalam rumah daripada main dengan teman sebayaku. Akhirnya, aku tak punya banyak teman.

Rahasia tentang orang tuaku berhasil Kakek tutupi tanpa celah sedikit pun. Hingga umurku genap tujuh belas tahun. Aku tak meminta kado istimewa dari lelaki yang terlihat semakin renta itu, hanya memohon agar tabir rahasia di balik kehidupanku tersingkap. Aku berhak tau siapa dan di mana orang tuaku.

Kemudian mengalirlah kisah diriku, mengobrak-abrik rasa dalam dada. Lebih banyak sayatan dan tikaman menembus hatiku, tak secuilpun terukir kisah bahagia di sana. Lalu kami berdua tenggelam dalam kubangan air mata.

Ibuku bernama Puspa, wanita muda, cantik, sedikit pendiam. Kakek teramat menyayanginya, karena hanya dia putri semata wayang, peninggalan nenek yang meninggal saat Ibu berumur lima belas tahun.

Hubungan Ibu dan Ayah tak dapat restu kakek, menurutnya Ayahku sosok yang tidak bertanggung jawab, terkenal suka gonta-ganti perempuan. Namun, Ibu telah dibutakan cinta, menenggelamkan diri dalam buaian dan rayuan lelaki yang dia sebut kekasih. Pada akhirnya Kakek mengalah, tak sanggup kehilangan permata dalam hidupnya.

Saat memasuki pernikahan yang baru seumur jagung, pasangan muda suami-istri itu terdengar bertengkar hebat, suara benda pecah saling bersahutan, tak lama Ayah keluar kamar dengan tas ransel menempel di punggungnya. Sejak saat itu, tak pernah sekali pun ia kembali menginjakkan kakinya di sini. Lupa bahwa telah ada benih dalam perut istrinya, aku.

Puspa–Ibuku– depresi sepeninggal Ayah. Cinta yang terlampau besar berbalas pengkhianatan. Hatinya terkoyak kala melihat foto lelaki pujaannya tengah bersama wanita jalang dalam satu selimut, terlihat mereka sudah bergumul dalam gelora nafsu, bermandikan peluh. Ternyata luka itu tak hanya merenggut cintanya, tapi juga nyawanya.

Usiaku belum genap dua bulan ketika Ibu mati bunuh diri. Depresi mengakibatkan goncangan jiwa, hingga ia memutuskan menggantung dirinya sampai jiwa terlepas dari raga. Kehadiranku tak cukup mampu mengobati luka hatinya. Kekecewaan telah melenyapkan kewarasannya. Hingga tega meninggalkan darah daging yang baru saja ia lahirkan.

Kakek tak ingin aku hidup dalam bayang-bayang kelam mereka, itulah alasannya menutup rapat masa laluku.

***

“Keluar kau dari rumahku!” Kudengar suara gaduh di teras rumah, tak biasanya Kakek berbicara setinggi itu. Penasaran, kulangkahkan kaki menghampirinya.

“Tolong, Pah. Maafkan saya, kasih kesempatan agar bisa jumpa dengan anak saya. Sekali ini saja, saya mohon.” Terdengar suara asing seorang pria yang sedang bersimpuh di bawah kaki kakek. Matanya memindai setiap inci tubuhku ketika aku mendekati Kakek.

Wajah itu seperti tak asing. Aku bergeming, menyadari sosok di hadapanku adalah lelaki penyebab semua aib kehidupanku. Foto pernikahan kedua orang tuaku, satu-satunya benda yang mengenalkan rupa mereka.

Gejolak darahku membuncah, ke dua tangan mengepal sedetik kemudian mendarat bertubi-tubi pada tubuh lelaki yang seharusnya ku panggil Ayah. Tubuh ringkih Kakek menghentikanku, membawaku masuk ke dalam rumah. Kami sudah tak lagi menghiraukan suara gedoran pintu dan teriakan orang yang sedari dulu kami anggap sudah mati.

***
Di atas pusara yang masih basah, dengan taburan bunga segar aku kembali ditinggalkan. Oleh manusia yang seperti malaikat bagiku. Bersamanya aku tumbuh, dengannya aku hidup, ditempa agar menjadi lelaki kuat penuh harga diri.

"Kakek menamaimu Bima, agar kamu kuat seperti Bima dalam tokoh pewayangan," ucapnya suatu hari.

Usai keributan tempo hari, Kakek mengeluh sakit dada, tensi darahnya langsung tinggi. Baru kali ini melihat ia begitu rapuh, hampir setiap hari terisak, memeluk foto anak kesayangannya. Kedatangan lelaki yang bahkan aku pun tak sudi mengakuinya sebagai Ayah hanya membawa kepedihan dalam hidupku. Membuatku kembali kehilangan dan kesepian.

“Bima, aku ini ayahmu, Nak. Maafkan ayah,” ucap pria itu yang kembali ke rumah ini, entah untuk apalagi.

“Simpan semua omong kosongmu, Tuan. Brengsek! Sialan! Ayahku sudah lama mati.”

Hatiku sudah beku, di sana hanya ada benci dan dendam. Aku berjalan membelakanginya kemudian mengangkat guci keramik seukuran pinggang, kuhantamkan tepat di pundak bajingan itu. Harga mahal guci itu terbayar dengan cucuran darah dari kepala lelaki sialan itu. Tawa menyeringai membentuk bibirku, sengaja tak kuarahkan langsung ke kepala, tak ingin si brengsek menemui ajal dengan begitu mudah. Semua kesakitan harus dibalas kesakitan. Luka dibalas dengan luka.

Kuseret tubuh yang terkulai bersimbah darah, meninggalkan jejak merah di lantai menuju ruang bawah tanah. Tawaku menggema, bersamaan dengan ide-ide baru yang akan kumulai malam ini. Lihatlah, akan kubuat karya seni paling indah, kupersembahkan khusus untuk Kakek dan Ibuku, agar mereka hidup tenang di sana.


-Bersambung-

Black Rose
01.07.19
---@@@---

Rekomendasi Thread Ane yang lain:

Kumpulan Cerpen Horor

Kumpulan Kisah Urband Legend & Scary Game

---***---
Kumpulan Indeks

Misteri Di Balik Tembikar Part 2

Kutukan Mickey Mouse : Part 1

Kutukan Mickey Mouse : Part 2

Kutukan Mickey Mouse: Part 3


Kutukan Mickey Mouse : End

Andien Si Gadis Cupu : Chapter 1


Andien Si Gadis Cupu : Chapter 2
Diubah oleh blackrosest 24-08-2019 10:55
bukhoriganAvatar border
mantap.jiwa.idAvatar border
prayformyskyAvatar border
prayformysky dan 21 lainnya memberi reputasi
22
11.2K
55
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
blackrosestAvatar border
TS
blackrosest
#9
MISTERI DI BALIK TEMBIKAR
--Chapter 2 --

Di ruangan bawah tanah ini aku kembali bekerja, mengerahkan segenap konsentrasi, tak ingin melewati setiap detailnya. Cetakan demi cetakan hampir separuhnya kuselesaikan.

“Hm ... hm ....”

Di ruangan sebelah terdengar erangan kesakitan, rintihannya berdengung mengalun bagai melodi pengganti musik yang biasa kuputar.
Setelah cetakan terakhir selesai, aku menghampiri asal suara itu.

“Heh, baik! Teruslah mengerang, manjakan telingaku dengan suaramu.” Lelaki berkulit kecoklatan tergeletak di atas dipan, tubuh tanpa sehelai benang pun terkulai dengan tangan dan kaki terikat serta mulut tertutup rapat oleh lem Alteco yang aku oleskan pada bibirnya. Noda darah di kepala sudah mengering menutupi sebagian wajahnya.

“Kenapa kau diam, Tuan?” hardikku.
Krak! Terdengar suara patahan tulang saat sekuat tenaga kakiku menginjak pergelangan tangannya. Jari jemari sudah remuk tak berbentuk saat palu di tangan menghantamnya satu persatu.

“Kaki ini yang melangkah pergi dari hidup kami, membuatku kehilangan kasih sayang ibu!”

Krak! Kupatahkan kaki kanan lelaki sialan ini, bahkan aku tak sudi mengotori mulutku dengan menyebut namanya. Suara jeritan terdengar bagai gumaman. Sayangnya, air mata yang kulihat darinya bukanlah air mata penyesalan.

“Lalu kenapa kau bawa kembali kakimu ke sini hingga aku kehilangan kakekku, hah?!”

Prank! Sebuah kendi berukuran kepala berhasil mendarat tepat di lututnya. Cairan merah mulai mengalir dari celah-celah kulit yang terkoyak.

“Arghhh!” Jeritan Si baik itu menggema, mulutnya terbuka mengeluarkan darah dari kulit bibirnya yang terkelupas. Kuakhiri hiburanku hari ini saat melihat matanya terpejam tak sadarkan diri. Masa bodoh! Persetan!

Matahari sudah tertidur di peraduannya, berganti dengan gemerlap bintang. Malam ini, rembulan tak menampakan wajahnya, bersembunyi di balik awan seolah takut melihat seringai yang tercipta di wajahku. Puas telah menyiksa bajingan itu, saat ini hawa dingin tengah membelai tiap inci tubuhnya yang penuh luka. Sakitnya tak seberapa di banding penderitaan Kakek, juga hidupku.

***

Cuaca siang ini seolah ingin membuatku bahagia, teriknya terasa membakar kulit. Waktu yang sempurna untuk menjemur hasil cetakan kemarin. Seluruh tubuh lelaki itu sudah tertutupi tanah liat, hanya mata dan bagian lubang hidung sengaja kubuka karena belum saatnya dia mati.

Sebelum dipanggang di bawah matahari, patung berisi manusia itu sudah terlebih dahulu dihaluskan dengan air dan lap kecil, lalu diukir menggunakan batu api.

Aku berdiri di tengah taman, pekarangan belakang rumahku, tempat biasa Kakek menjemur gerabah ciptaannya. Kupandangi raga berbalut tanah liat dengan bola mata masih mendelik, patung manusia sedang mengalami proses penjemuran. Matanya kian melotot menikmati belaian Si Raja siang, sedangkan tubuhnya sama sekali tak bisa digerakkan. Bukan hanya karena lemas tak kuberi makan, terlebih sudah banyak tulang yang hancur dan kulit penuh sayatan.

***

Setelah kemarin patung manusia itu mengalami proses penjemuran, teksturnya sudah kering dan siap menjalani proses selanjutnya.

Beruntung, Kakek memiliki tanah luas di rumah ini. Hampir separuh lahan kakek pergunakan untuk proses pembuatan tembikar. Dengan sepuluh orang karyawan tetap di sini. Sepeninggal Kakek, seluruh karyawan aku liburkan sampai betul-betul siap memulai kembali usaha ini.

Tungku pembakaran telah siap, ukurannya yang lumayan besar muat meski dimasukan lima patung berukuran dewasa sekaligus.
Terakhir kali kuliat mata yang mulai sayu berwarna kemerehan.

“Ibu, kakek, lihatlah! Meski waktu tak dapat diputar kembali, setidaknya waktu memberikanku kesempatan membalas perbuatan manusia ini. Lelaki baik yang telah merebut segalanya dariku. Sebelum dia dibakar di neraka, aku dulu yang akan menghanguskannya di sini."

Api tengah berkobar di bawah tungku yang siap melahap mangsanya. Kembali netra kami saling bertatap, tak ada sedikitpun rasa iba di hatiku. Jiwa manusiaku seolah lenyap di makan dendam.

Perlahan, tubuh berselimut tanah itu mulai memasuki tungku. Terpanggang dalam suhu 450 derajat Celsius selama dua belas jam. Terdengar jeritan maha dahsyat, kunikmati setiap lantunan kematiannya sampai benar-benar menghilang.

Lebur sudah, nyawa telah meninggalkan raga. Manusia yang dulu kami anggap mati sekarang telah kubuat mati sungguhan. Biarkan mereka berkumpul di alam baka, menuntaskan persoalan yang masih tersisa.

***

Nama besar Kakek sebagai pengrajin tembikar ikut mendongkrak popularitasku di dunia seni ini. “Bima Anggara Putra.” Siapa tak kenal nama itu, berbagai pameran dan galeri tersebar di berbagai penjuru negeri.

Di salah satu sudut ruangan, terpajang patung manusia dengan wajah tersenyum, kumis dan jambang tipis menghiasi wajah bahagia itu. Sengaja saat finishing aku sematkan bulu menghias wajahnya, menyamarkan rupa asli lelaki yang tak pernah sekalipun kupanggil Ayah.

Tak terhitung sudah berapa kolektor menawar dengan harga tinggi, tapi maha karyaku akan abadi di tempat ini. Karena dia yang akan menemaniku di sini, mengganti waktu yang telah dia lewatkan.

-END-

Black Rose
03.07.19
DianAhmadKaskus
pinknam00
pulaukapok
pulaukapok dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.