Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

nana81280Avatar border
TS
nana81280
Belenggu
Kumpulan Cerpen  Nana Herlina



Belenggu




Aku terpuruk dengan kondisi saat ini, harapanku hilang ditelan ganasnya cinta. Setelah menamatkan pendidikan di perguruan tinggi setahun lalu, aku memilih berdiam diri di rumah, membantu Bunda di warung. Beliau senantiasa menasihatiku agar aku bangkit, mengubur rasa kecewa dalam-dalam. Nasib setiap insan memang telah digariskan oleh yang di atas, tapi terkadang aku merasa batapa tragisnya nasib ini. Cinta serta impian dari sebuah asa kandas karena masa lalu. 

Bunda adalah perempuan tangguh yang pernah ku kenal. Beliau berjuang sendiri setelah ditinggalkan ayah semenjak aku masih bayi. Kegigihan Bunda telah mengantarkan putrimya hingga meraih gelar sarjana. Suatu hari warung Bunda kedatangan seorang wanita cantik yang kebetulan ingin berbelanja. Pertemuan yang tak terduga itu merupakan perjumpaan dua sahabat yang telah terpisah cukup lama. Bu Susi adalah teman sepermainan Bunda sejak kecil hingga bangku SMA. Namun, dua sahabat itu terpisah ketika Bu Susi memilih pindah ke kota lain untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Sejak saat itu hubungan dua sahabat karib itu terputus. Setahun kemudian, Bunda menikah dengan seorang pria yang berasal dari pulau seberang. Maka hadirlah seorang bayi dalam kehidupan Bunda sebagai buah cinta mereka. Rumah tangga yang dibina atas dasar cinta pada pandangan pertama kandas karena Bunda enggan pindah ke pulau, kampung halaman ayah. Setelah sekian lama dalam kesepian, Bunda bercerai dengan lelaki pujaan hati. Bunda total menjadi singgle parent demi aku putrinya. 

" Mea...ayo kenalkan, Bu Susi sahabat Bunda," kata Bunda sambil melirik pada perempuan cantik di sebelahnya. 

"Ya Bun ...,' jawabku sambil menyalami tangan Bu Susi.

"Wah putrinya cantik, mirip benar dengan Bundanya," ucap Bu Susi sambil memujiku.

"Ah ... Ibu bisa aja," kilahku  sedikt merendah.

"Sudah bekeluarga?'' selidik beliau kemudian. 

"Belum ... jangankan bekeluarga untuk bekerja saja ia ogah-ogahan Bu," pangkas Bunda seketika. 

"Tak mengapa ... biarlah ia melepas penatnya dulu, bosan mungkin selama masa kuliah," ucap Bu Susi sambil tersenyum. 

Aku berlalu, ku biarkan Bunda bernostalgia dengan sahabat beliau. Dua perempuan itu terlihat sangat akrab, sesekali terdengar gelak tawa bahagia dari keduanya. Bunda dan  Bu Susi saling bertukar cerita termasuk tentangku. Di akhir pertemuan Bu Susi memintaku agar berkunjung ke tempatnya sambil menyerahkan selembar kartu nama. 

"Ibu dan keluarga baru saja pindah ke kota ini dan sedang merintis mendirikan sebuah PAUD, kami menunggu kedatanganmu untuk bergabung di sana."

" Baik, Bu."

***


Aku dan Angel, putri Bu Susi berhasil mengelola PAUD milik beliau. Bu Susi kemudian mempercayaiku mengurus lembaga itu sepenuhnya. Hingga suatu ketika beliau mengundang aku dan Bunda untuk menghadiri grand openingresto milik anaknya di dekat kampusku dulu.

Bu Susi tergopoh-gopoh menyambut kedatangan kami di restro yang mewah itu namun terkesan minimalis bergaya modern, sehingga membuat pengunjung makan serasa di rumah sendiri. Tak lama kemudian terlihat Angel dan seorang pemuda menuju ke arah kami.

Aku dan pemuda itu beradu pandang sesaat, dadaku berdegub kencang. Batinku memberontak kuat untuk menghindari pertemuan ini. Bunda mencengkram tanganku erat, sepertinya beliau mengerti akan kegundahan hatiku. Aku paham akan isyarat yang diberikan Bunda, dan demi beliau aku bertahan, membelenggu jiwa berhadapan dengan sosok yang pernah singgah di hatiku mesti dengan cara yang tak lazim. Aku dan Loe pernah punya hubungan khusus karena tantangan dari sahabat-sahabat Leo untuk menaklukkan hati seorang senior dengan tantangan Loe harus berhasil menjamah tubuhku. 

"Mea ... ini putra Ibu, Leo," kata Bu Sysi pada ku.

"Hai, selamat datang di resto kami". Suara pria itu membuatku gugup. "Silakan dicicipi semua makanan di sini sebagai permohonan maafku". Lanjut pria  bermata elang itu.

"Mea ... kalian sudah saling kenal?" tanya Angel keheranan.

"Leo teman Mea, semasa kuliah dulu," tutur Bunda kemudian.

Setelah acara santap siang yang menegangkan usai, aku dan Bunda segera pamit pulang. Bagi ku, pertemuan ini hanya membuat luka lama tergores kembali. Apalagi kalimat terakhir yang diucapkan Bu Susi membuat dunia terlalu sempit bagiku.

"Mea ... Ibu bermaksud menjodohkanmu dengan Loe", kata Bu Susi sambil memandang Bunda, "Ingin menyambung silaturrahmi yang pernah terputus".

"Hmm ... saya gimana Mea aja," jawab Bunda santun.

"Apalagi kalian sudah saling mengenal, bulan  depan kami sekeluarga berencana datang meminangmu Mea. Karena ayah Leo masih di pulau seberang," tukas perempuan cantik itu dengan kalimat yang cukup mengagetkan.

"Ma ... beri kesempatan agar kami mempertimbangkan pertunangan ini," Leo mengajukan suatu permohonan kepada ibunya.

***


Pada hari yang telah ditentukan, Bu Susi akhirnya menepati janjinya. Beliau datang bersama seorang laki-laki bertubuh tinggi dengan kulit sawo matang, berhidung bangir dan berkumis tebal. Ya Allah...alangkah gagahnya ayah Leo, semoga ia memilki watak yang lembut dan berbalikan dari watak Leo. Batinku menggelora, aku tak kuasa menolak pinangan ini, mengingat bunda adalah penderita jantung akut. Biarlah derita ini ku belenggu di relung hati paling dalam sebagai bakti kapada orang paling ku hormati.
"Bunda...Bu Susi dan keluarganya telah tiba".

"Ya Mea, segeralah kau menyambutnya. Bunda berbenah dulu".

Ku persilakan rombangan kecil itu masuk, sesaat kemudian Bunda telah berada di sisiku, tepat berhadapan dengan calon ayah mertuaku.

"Bang Raja....!"

Tubuh bunda tiba-tiba ambruk, dengan sigap tangan lelaki itu menangkap tubuh lunglai Bunda.

"Maafkan Abang, Ratih. Bertahun aku mencari kalian, tapi Tuhan mempertemukan kita dengan cara begini."

Seisi ruangan menjadi hening, pertemuan ini telah mengantarkan ku pada akhir penantian. Leo memapah tubuh ibu ke dipan, dibantu oleh lelaki itu. Bu Susi mengusapkan minyak kayu putih ke hidung Bunda. Lamat-lamat terdengar suara Bunda, nanar beliau menatap wajah sahabatnya.

"Susi...dia suamiku, ayah dari anakku".

"Ratih, maafkan aku".

Dua sahabat itu saling berpelukan. Tak terduga lelaki itu bersimpuh di kaki Bunda dan Bu Susi. Ia mohon maaf kepada kedua bidadarinya. Netraku terasa menganak sungai, ku lihat Angel juga menyeka matanya.

"Maafkan Ayah, Mea. Empat tahun setelah kelahiranmu, Ayah pernah datang ke rumah yang pernah kalian tempati. Tapi aku tak mendapati kalian, dari orang-orang di sana aku mendengar kalian telah pindah ke kota lain, karena kawasan tanah yang kalian tempati akan dibangun mall mewah".

Leo yang dari tadi mematung, melangkah memelukku.

"Kakak...maafkan aku. Andai pada saat itu kau tak menolak ajakanku, maka aku akan berada di neraka jahannam."

"Maafkan aku juga Leo, takdirlah yang membuat kita begini."

"Dan pertunangan ini batal, karna kita sedarah."

Aku meranggul Angel dan Leo dalam pelukan. Sementara lelaki berhidung bangir itu memeluk dua bidadarinya erat-erat.




Tamat
Diubah oleh nana81280 01-01-2020 07:04
Lailahr88
anton2019827
bukhorigan
bukhorigan dan 35 lainnya memberi reputasi
36
7.2K
131
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43.1KAnggota
Tampilkan semua post
nana81280Avatar border
TS
nana81280
#58
Rahasia Sang Gadis
Belenggu



Aku mengenal gadis itu tidak sekedar teman biasa, selain teman semenjak di masa taman kanak-kanak hingga ke masa SMA ia juga salah satu tetangga kami yang baik hati. Tak jarang aku dan adikku-Dina bertandang ke rumahnya di setiap akhir pekan atau jika libur tiba.
Rumah mewah yang terletak di ujung jalan sering terlihat sepi dari keramaian. Halaman rumah yang luas itu terlihat sepi, gerbang dan pintu pagar selalu terlihat tertutup, tak pernah ada orang yang berlalu-lalang di sana. Semua anggota keluarga terbiasa beraktivitas di dalam rumah. Rani si anak tunggal tinggal bersama kedua orang tuanya di sana.

Bertahun aku bertandang ke rumah Rani, tetapi aku jarang berjumpa dengan kedua orang tuanya. Menurut cerita yang tersebar di lingkungan tempat tinggalku, kedua orang tuanya memiliki pekerjaan yang tak lazim serta mereka juga sering bersikap aneh. Mungkin itulah alasan Rani tak pernah bermain di luar rumah, karena ia pasti akan merasa risih akan sindiran tetangga kami. Dan... ternyata akulah satu-satunya teman setianya setelah Dina menghilang setahun lalu.

Malam itu, Rani megajakku menginap di rumahnya. Ayah-bundanya sedang berada di liar kota dan akan kembali pada keesokan harinya. Suasana rumah begitu sunyi di malam hari, ditambah lagi penerangan di setiap ruangan sangat minim membuatku bergidik. Hatiku risau tiada terkira, di kasur empuk nan mewah aku belum mampu memejamkan mata. Ku lihat Rani terlelap disampingku dengan gurat wajah yang penuh emosi.

Demi mengusir rasa gelisah, aku mencoba berpindah ke sofa yang berada di sudut ruangan. Aku bebas menatap ke luar melalui jendela mungil di sebelahku. Semilir angin malam membuatku beringsut menepi agak ke ujung sofa, di sana terdapat sebuah meja kecil dan beberapa buku tergelatak di atasnya.

Ketika tangan ku meraih salah satu buku yang terletak agak terpisah, selembar foto terjatuh dari buku tersebut. Foto yang telah dicoret muka serta bagian perut. "Ah...mungkin Rani tak sengaja mencoret wajah salah satu di foto itu." Aku hanya membatin sambil menikmati desiran angin yang menembus jendela.

"Dini...belum tidur?"

"Belum, rasanya mata ini tak bisa terpejam."

"Mungkin tubuhmu belum terbiasa dengan tempatku, sudahlah aku punya sesuatu untukmu."

Aku mengikuti langkah Rani menuju dapur. Ia dengan cekatan membuka lemari es, mengeluarkan beberapa bahan makanan. Entah kenapa, aku merasa aneh melihat sahabatku mengolah makanan secepat kilat. Hidangan makanan tersaji di depan mata lengkap dengan saus kesukaanku.

"Ran... ini apa, rasanya sangat gurih."

"Ini masakan yang ku saji untukmu saat Dina menghilang setahun lalu."

"Ceker goreng tepung?"

"Ya, kau suka?"

"Tidak Rani, ini bukan ceker ayam. Lihat..., ini jari manusia."

"Ya, tepatnya ini adalah jari gadis kampung sebelah yang hilang tadi pagi."

"Jadi...Dina hilang karena..."

"Tewas di tanganku, dan kau adalah korban berikutnya."

Badanku kaku, keringat dingin mengucur di kening. Sebilah pisau menancap di dadaku, cairan merah mengalir deras di lantai, mataku gelap seketika.


Tamat
Diubah oleh nana81280 30-06-2019 07:13
bekticahyopurno
YulianAnggita
IztaLorie
IztaLorie dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.