Sleipnir9Avatar border
TS
Sleipnir9
Pemain PUBG Dicambuk, Kenapa Koruptor Tak Bisa Kena Hukum Cambuk Di Aceh
Pemain PUBG Dicambuk, Kenapa Koruptor Tak Bisa Kena Hukum Cambuk Di Aceh

Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Barat meminta MUI Pusat mendukung fatwa haram PUBG.[/size][/I]



Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Barat, Teungku Abdurrani Adian, menganjurkan agar pemerintah Provinsi Aceh mengadopsi fatwa haram Player Unknown's Battlegrounds (PUBG) sebagai hukum dan memberikan sanski cambuk bagi mereka yang masih memainkan game online tersebut.

Teungku Abdurrani Adian, yang ditemui Antara di Meulaboh, Aceh, Senin (24/6/2019), mengatakan bila polisi syariat Islam mengambil tindakan seperti hukuman cambuk terhadap para pemain PUBG, sebagaimana pelanggaran Qanun Syariat Islam yang lain, maka ulama juga akan sangat mendukung.

"MPU juga disarankan melobi Pemerintah Aceh agar menjadikan fatwa haram game online ini sebagai pegangan untuk menjalankan syariat Islam di Aceh," tegas dia.

Lebih lanjut Teungku Abdurrani Adian meminta kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat agar mendukung fatwa yang sudah dikeluarkan oleh MPU Provinsi Aceh, terkait fatwa haram game online PUBG.

"Kita berharap, apa saja fatwa yang sudah dikeluarkan oleh MPU Provinsi Aceh terkait fatwa haram game online atau fatwa lainnya, maka MUI Pusat harus mendukung fatwa ini," kata dia.

Menurutnya, fatwa haram yang menegaskan permainan game online seperti PUBG tersebut sangat didukung oleh ulama di Provinsi Aceh, agar segera direalisasikan kepada seluruh masyarakat di daerah itu.

Ulama menilai, permainan yang ditampilkan dalam game online yang mudah diakses melalui perangkat elektronik seperti telepon pintar (smartphone) tersebut lebih banyak unsur mudharat (merugikan) ketimbang sisi baiknya.

Permainan tersebut juga menyebabkan para pemain menjadi ketagihan dan menggiring karakter tingkah laku kekerasan, dan memberikan dampak tidak baik lainnya khususnya terhadap mental dan kondisi pribadi si pemain.

Teuku Abdurrani Adian juga berharap, fatwa haram PUBG atau game yang mengandung sisi kekerasan atau menyimpang dari ajaran agama Islam juga wajib didukung penuh oleh MUI Pusat dan diharapkan dapat diberlakukan secara nasional khususnya bagi umat Islam di Indonesia.

"Kalau fatwa game online PUBG atau sejenisnya ini direalisasikan secara nasional, maka lebih bagus. Hal ini dapat menyelamatkan ahklak dan perilaku generasi muda di Indonesia dari ancaman kerusakan moral dan mental," harap dia.



sumber

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, DR EMK Alidar mengatakan koruptor tak bisa terkena hukum cambuk di provinsi itu. Alasannya, Qanun Jinayat untuk menghukum pelanggar syariat Islam belum mengatur tentang pelaku korupsi. “Ya, aturan kita belum ke hukuman untuk koruptor,” katanya kepada Tempo.

Hukuman yang berlaku bagi pelanggar syariat Islam pun hanya sebatas cambuk, tidak ke hukuman potong tangan, qishas dan lainnya.

Menurutnya dulu, pernah ada kajian untuk membuat peraturan menghukum pelaku korupsi dengan cambuk. Tetapi kemudian tidak jadi, ada beberapa pendapat bahwa hukuman yang terkandung dalam undang-undang anti korupsi yang diterapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih berat, bahkan ada yang seumur hidup. “Saya dulu ikut dalam beberapa kajian itu, sebelum saya menjabat Kepala Dinas Syariat Islam,” katanya.

Kajian tentang hukuman cambuk untuk koruptor mencuat di Aceh pada Desember 2015, Majalah Tempo pernah menulis laporan terkait hal itu dengan judul “Cambuk Korupsi Urusan Nanti” edisi 27 Desember 2015.

Saat itu, isu menguat dalam rapat persidangan akhir sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), pada Jumat 4 Desember 2015. usulan itu disampaikan dalam pendapat akhir dan saran komisi terhadap Rancangan Qanun Tentang Penyelesaian Kerugian Pemerintah Aceh.

Namun usulan itu ternyata tidak direspons oleh seluruh fraksi, sehingga saat pendapat fraksi dan komisi dibawa ke badan musyawarah (Banmus), usulan dimaksud tidak terakomodir alias diabaikan.

Inisiasi memasukkan klausul hukuman cambuk dalam qanun disampaikan oleh Komisi VII DPRA melalui juru bicaranya, Nurzahri. Klausul itu masuk dalam Pendapat, usul dan saran Komisi VII DPRA terhadap rancangan Qanun Aceh Tentang Penyelesaian Kerugian Pemerintah Aceh.

Saat itu kepada Tempo, Nurzahri mengatakan hukuman cambuk untuk koruptor tidak menghilangkan hukuman pidana lainnya. Keinginan untuk mengusulkan itu adalah bagian mengkoneksikan qanun tersebut dengan Qanun Jinayah yang telah memuat hukum cambuk bagi sejumlah pelanggaran syariat Islam.

sumber
kenpachiku
gabener.edan
gabener.edan dan kenpachiku memberi reputasi
2
4.5K
76
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.5KThread40.6KAnggota
Tampilkan semua post
sfastAvatar border
sfast
#10
Itu yg buat umat Islam diketawain dunia karena saking bodohnya bisa di suruh2.

Kamu Islam? Tanyakan dirimu, apa itu haram? Siapa yg menentukan sesuatu itu haram? Tuhanmu atau ulama mu?

Yg jawab ulama yg tentukan, maka kau idiot, apalagi hanya nurut2 macam keledai.

Ulama yg satu bilang haram, ulama yg satu bilang tidak haram, ulama Indonesia bilang haram, ulama Arab blg tidak haram. Jadi siapa yg benar?

Klo gue berpegang pada perkataan Tuhannya Kristen.

Bukan yg masuk ke dalam mulutmu yg haram, tp apa yg keluar dari mulut mu yg kotor itu yg haram.

Apakah Susah amat menentukan haram tidaknya sesuatu? Apa kamu ngak bisa nentuin sendiri untuk dirimu? Ingat agama itu urusan mu dgn tuhanmu. Bukan urusanmu dgn ulama mu. Tugas ulama menyiarkan agamanya, bukan memaksa yg mereka percayai.
dante_craze
mewtwo68d
kljy
kljy dan 28 lainnya memberi reputasi
29
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.