- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#349
Chapter 2.11
Spoiler for Monster:
-Drap-
-Drap-
-Drap-
-Drap-
Derap langkah yang beradu dengan kerikil-kerikil kecil terdengar pelan dari kejauhan, semilir angin malam yang dingin menusuk sendi-sendi tulang menemani langkah demi langkah seorang pemuda tatkala ia berjalan kedepan, lebatnya hutan Angkora telah terlihat jauh tertinggal dibelakang sedangkan didepan langkah sang pemuda hanya ada pemandangan padang sabana nan luas dihiasi sebuah jalan bebatuan panjang menuju ke sebuah desa kecil diujung jalan.
Desa itu bernama desa kumpul budak, desa yang dahulu disebut desa kera Raksa namun berganti nama dan beralih fungsi setelah sang raja Pujakerana turun tahta, desa ini dulunya adalah tempat singgah dan beristirahat sebelum menuju ke kerajaan Pujakerana namun itu dulu … sekarang desa ini adalah tempat penyortiran tahanan kerajaan menuju penjara kawah hitam dan tempat jual beli para budak.
Di dalam desa kumpul budak tepatnya di sebuah kedai minum-minum tengah ramai para jin yang sedang bercengkrama, jin dari berbagai warna dan berbagai jenis membaur menjadi satu dengan rupa yang beragam dan mengerikan, sebagian besar merupakan sosok jin pekerja yang melepas penat setelah seharian berkerja.
-Krieeeek-
Bunyi pintu bersua pelan dan seorang manusia terlihat berdiri didepan daun pintu, seketika riuh rendah suara menghilang dari dalam ruangan, seluruh sorot pandang mata jin-jin tersebut beralih menatap sang manusia yang berjalan dengan santainya kearah meja depan kedai.
"Minum apa tuan?" tanya sang pemilik kedai yang merupakan jin berwujud kera kecil berpakaian batik bercorak hitam dan putih.
Manusia berhoodie dan bertas beruang merah muda itu duduk di kursi depan meja kedai dengan santai tanpa menghiraukan tatapan tajam penuh curiga para jin disekitarnya.
"Saya sedang tidak haus," serunya kala itu.
"Lalu apa yang anda butuhkan di kedai saya? Disini tidak menyediakan makanan untuk manusia," kilah sang pemilik kedai.
"Santai kera, saya hanya butuh informasi," seru pemuda itu dengan tudung hoodie menutupi sebagian wajahnya dan hanya memperlihatkan lesung dari pipinya. Tangan sang pemuda menyodorkan sebuah koin perunggu diatas meja.
Sang bartender menatap gerak tangan pemuda tersebut, "Jadi informasi apa yang anda butuhkan tuan?" tanya sang pemilik kedai kembali sambil mengambil koin perunggu yang disodorkan lelaki tersebut.
"Aku butuh informasi tentang kawah hitam," jelas sang pemuda.
"Kawah hitam … sangat jarang seorang manusia mengunjungi daerah itu, apa anda sedang mencari bahan untuk sebuah mustika?" tanya sang bartender.
"Tentang itu bukan urusanmu," jawab sang pemuda singkat.
"Hmmm baiklah … Informasi apa yang ingin anda tahu tentang kawah hitam?"
"Informasi tentang penjara tersebut, letaknya, siapa yang bertugas menjaganya dan seberapa jauh jika berjalan kaki dari sini," seru sang pemuda.
Sang bartender menaruh gelas yang tadi ia bersihkan kedalam rak di sebuah lemari kaca, ia mendekatkan wajahnya dekat telinga sang pemuda, "Letaknya berada di utara Pujakerana dan tempat itu lebih tepat jika disebut tambang kematian ketimbang sebuah penjara karena tempat itu dijaga jin yang bernama Rawa, ia merupakan jin yang terkenal kejam dan tidak segan-segan untuk membunuh budak dan tahanan disana, jikalau tidak mati dibunuh mereka akan mati karena kelelahan berkerja tanpa henti disana … untuk jarak mungkin sekitar setengah hari jika ditempuh dengan berjalan kaki," seru sang bartender sembari berbisik.
"Hmm … setengah hari ya," gerutu sang pemuda.
"Iya tuan, lebih cepat jika menggunakan kereta kencana, namun …"
"Namun apa?" tanya pemuda tersebut.
"Yang pergi kesana hanya kereta kencana pengangkut budak dan tahanan," jelas kera kecil tersebut.
-braaak-
Pintu kedai terbuka dengan paksa, terlihat jin hitam besar berwajah menyeramkan dengan cincin tercucuk dihidungnya masuk kedalam kedai dengan beberapa prajurit jin hitam mengekor dibelakangnya. Beberapa tamu kedai langsung lari kocar kacir tatkala melihat jin besar tersebut memasuki kedai.
"Tuan sebaiknya anda pergi," bisik bartender dengan gugup memperingatkan pemuda didepannya.
"Kenapa aku harus pergi? Memang siapa dia?" tanya sang pemuda.
"Dia bos para penjaga disini dan dia paling tidak suka keberadaan manusia," pungkas kera kecil tersebut dengan wajah panik.
"HEI MONYET!! MINUM!" hardik jin itu dengan lantang sambil duduk dengan seenaknya disebuah kursi panjang.
"Si-siap tuan."
Sang bartender sibuk mempersiapkan minuman pesanan sang bos jin sementara sang pemuda misterius berdiri dan hendak bergegas pergi meninggalkan kedai.
"Terima kasih," serunya pelan yang hanya dibalas anggukan pemilik kedai tersebut.
Sang pemuda melangkah pelan kearah pintu keluar namun ditengah jalan sebuah gada besar berayun dan terhenti didepan tubuh sang pemuda yang seketika menghentikan langkahnya.
"Hei … tunggu dulu manusia, siapa bilang elu bisa keluar begitu saja dari sini," seru jin hitam besar itu dengan enteng.
Beberapa jin hitam menghalangi pintu keluar dan beberapa lagi berdiri mengelilingi pemuda tersebut.
"Tolong singkirkan benda ini dari hadapan saya," seru sang pemuda.
"Hehehehe … untuk seorang manusia dengan pakaian aneh elu sopan juga ternyata," seru sang jin dengan wajah meremehkan.
Sang pemuda tersenyum tipis, "didepan mahluk seperti dirimu memang aku harus lebih sopan … untuk memperlihatkan seberapa jauh derajat manusia dan jin rendahan seperti kalian," seru sang pemuda.
Pelipis sang bos jin hitam berkedut mendengar seru pemuda disampingnya itu, "cih!!" decihnya sembari berdiri dengan penuh amarah.
Tubuh sang jin hitam besar yang dua kali besar tubuh sang pemuda itu berdiri dihadapannya dengan gada besar terangkat siap meluncur kapan saja.
"Kita lihat apakah elu masih bisa sombong setelah gua hajar sampai babak belur disini," serunya penuh amarah.
"Pfffft … menggelikan."
Sang bos jin menatap nanar dan dalam dalam satu ayunan gada meluncur kearah pemuda tersebut.
-BRuak!-
Seketika gada besar itu bersarang dilantai kayu namun sang pemuda sudah berada disamping gada dengan senyum tipis mengembang di bibirnya.
"Lambat."
Sang pemuda melompat sembari memutar tubuhnya dan dengan satu kaki terangkat ia menendang perut besar sang bos jin hitam tersebut.
-BUGH!!!-
Sebuah tendangan mendarat telak di perut bos para jin hitam, tubuh besarnya terpental kearah pintu menabrak dua anak buahnya yang sedang menjaga pintu kedai.
-Bruaak-
Melihat sang kapten terpental dalam satu serangan para jin hitam yang mengelilingi pemuda tersebut mulai mengeluarkan senjata mereka. Sang pemuda tidak tinggal diam, ia merentangkan tangannya dan memantapkan kuda-kuda miliknya.
"HIAT!!"
Teriak salah satu jin hitam sembari meluncurkan serangan kearah pemuda tersebut namun dengan sigap pemuda itu mengelak dan membalas memukul tengkuk jin itu dengan punggung tangannya. Tidak tinggal diam tiga jin hitam langsung menyerang bersamaan membuat sang pemuda tersudut dan melangkah kebelakang untuk menghidari serangan pedang tajam milik ketiga jin hitam.
"Hmfh … sepertinya usaha untuk tetap tidak terdeteksi akan percuma disini … hei pelayan," panggil sang pemuda kepada sang jin kera kecil yang sedang berlindung dengan ketakutan dibalik meja.
"I-iya tuan?"
"Tolong jaga tas milikku ini," seru sang pemuda sembari melempar tas beruang teddy berwarna merah muda miliknya kearah sang pemilik kedai tersebut.
-bugh-
"T-tapi tuan s-saya …"
"Siapa namamu?" tanya sang pemuda.
"Imin tuan."
"Namaku Surya, Surya dikala senja, jaga tas itu dengan nyawamu jika tidak … aku akan datang dan menjadi mimpi terburukmu," seru Surya dengan tatapan dingin menatap jin kera kecil itu.
Sang jin kera kecil hanya bisa mengangguk-angguk tanpa bersuara menatap manusia yang memiliki aura menyeramkan didepannya tersebut.
Surya merentangkan tangan kanannya, sebuah bayangan hitam bak ular naga melilit lengannya erat dan sejurus kemudian sebuah pedang panjang hitam keluar dari telapak tangan miliknya, pedang panjang dengan ornamen kepala naga dipangkalnya digenggamnya erat.
Pedang hitam itu teracung kedepan mengarah pada kumpulan jin hitam di depan Surya, "maju kalian," tantang Surya pada mereka.
Satu jin melangkah maju dengan pedang terangkat, pedang itu siap menerjang Surya yang sedang diam tak bergerak.
-Traang-
Bunyi pedang berdentang dan sesaat kemudian pedang milik jin hitam terlepas dari genggaman.
-Slaash-
Jin hitam yang maju sendirian tadi tiba-tiba terjatuh dengan posisi bersimpuh namun tanpa kepala karena kepala sang jin hitam terlepas dan terhempas kebelakang kemudian bergulir kearah teman-temannya.
"Ada lagi?" tanya Surya dingin.
Para jin hitam saling melihat kemudian saling mendorong satu sama lainnya hingga salah satu dari mereka menyadari Surya yang sudah berlari menerjang tanpa suara dengan tatapan nanar bak pembunuh berdarah dingin.
Sementara diluar kedai sang kapten jin hitam tengah berusaha berdiri mengangkat tubuhnya, tubuh besar miliknya itu telah menimpa kedua jin yang tadi menjaga pintu kedai, ia segera berdiri dan mengambil peluit yang melingkar sebagai kalung di lehernya.
-Piiiiiiiiiiiiiiit-
Lengking suara peluit berpendar dengan nyaring, sang kapten jin tengah memanggil seluruh pasukan jin hitam penjaga desa budak untuk menghadap dirinya dan tak lama berselang dengan berbondong-bondong para pasukan anak buah sang kapten jin hitam datang dan mulai berkumpul disekitar dirinya.
"Dengar kalian semua! Di dalam kedai Imin ada manusia pengacau, kita akan menangkapnya hidup atau mati setelah kalian menangkapnya aku ingin Imin dihukum mati sebagai contoh bagi jin kera yang berusaha berbicara dengan manusia, kalian mengerti!!" serunya lantang pada seluruh anak buahnya.
"Siap kapten!!" seru para prajurit anak buah jin hitam besar itu.
-Krieeeek-
Bunyi pintu kedai bersua nyaring membuat para mata jin hitam menatap kearahnya, dengan perlahan sesosok manusia keluar dari celah daun pintu, dari kejauhan terlihat ia sedang menggenggam sesuatu di tangannya.
Semua mata jin hitam diluar kedai terbelalak melihat pemandangan didepan mereka, saat itu Surya keluar dari kedai dengan menggenggam kumpulan kepalan jin hitam di tangan kirinya. Dalam satu ayunan ia melempar kepala-kepala itu kedepan kearah para jin hitam penjaga desa Budak.
Surya melangkah pelan kedepan dengan pedang hitam bersandar di bahunya, ia melangkah sembari melihat satu persatu jin hitam yang tengah mengerumuninya dengan tatapan dingin.
Para jin hitam terdiam melihat manusia didepan mereka, aura aneh seakan menyeruak seiring tatapan dingin milik Surya.
"Apa yang kalian tunggu!! Dia hanya seekor manusia!! Serang dia!!" perintah sang bos kepada anak buahnya.
Dua jin hitam maju menyerang diikuti jin hitam lainnya di belakang mereka, Surya tersenyum miring sambil melangkah cepat kedepan menerjang kerumunan jin hitam yang hendak menyerang dirinya.
-Traaang-
-Traang-
-Traaaang-
"Gyaaaa!!"
"Argggh!"
"Tanganku!!"
Bunyi pedang berdentang silih berganti dengan jeritan kesakitan bersua dari para jin-jin hitam tersebut, tebasan demi tebasan menerpa tubuh hitam dan besar mereka, dilain pihak Surya menyerang bagai hewan buas yang tidak mengenal ampun, geraknya lincah bagai lebah sedangkan serangannya tajam bagai taring serigala, semua serangan yang dilancarkan kearah Surya dapat dihindari dengan mudah seakan-akan ia mengetahui arah serangan tersebut, gerak gerik Surya membuat para jin hitam kewalahan menghadapi dirinya, mungkin jika dilihat secara gamblang Surya kalah jumlah namun jika dilihat secara keseluruhan Surya unggul disegala tingkatan.
"Cih … sial!" decih sang bos jin hitam melihat dari kejauhan, "PEMANAH!! SERANG!" perintahnya pada para pemanah di sampingnya.
"Ta-tapi kapten, bagaimana dengan para prajurit yang sedang bertarung disana?" tanya salah satu pemanah kepada bos jin hitam.
-BRAK-
Gada besar milik sang bos bersarang di kepala jin pemanah yang tadi bertanya, membuat tubuhnya langsung tersungkur tak bernyawa.
"Masih memiliki pertanyaan terhadap perintahku?" tanya sang bos jin dengan tatapan penuh amarah pada para pemanah disampingnya.
-Syuuut-
-Syuuut-
-Syuuut-
-Syuuut-
Panah-panah hitam melesat kearah kerumunan jin hitam dan Surya yang sedang bertarung dengan sengitnya.
-Jleb-
-Jleb-
-Jleb-
-Jleb-
-Jleb-
Panah berpendar dan mengenai sebagian besar prajurit jin hitam, terlihat hanya ada satu jin hitam yang tengah berdiri dengan banyak panah menancap di tubuhnya. Dengan perlahan Surya menggeser tubuh sang jin hitam yang digunakannya sebagai tameng hidup dari serangan panah-panah tersebut.
-Bruk-
Tubuh jin hitam itupun terjatuh dan Surya mulai berjalan pelan kearah para pemanah, "TEMBAK!!" seru sang bos jin hitam kembali, serangan kedua para pemanah berpendar kembali kearah Surya, namun dengan santai Surya tetap melangkah kedepan.
-Traang-
-Traang-
-Traang-
-Traang-
-Traang-
-Traang-
Bunyi pedang hitam berdentang mengenai setiap mata busur yang mengarah pada Surya.
"Ba-bagaimana mu-mungkin?!?" seru bos jin hitam tidak percaya dengan apa yang kedua matanya lihat, Surya menangkis tiap anak panah yang dilesatkan para pemanah pada dirinya bagai menepuk nyamuk.
"B-bos, bagaimana sekarang?" tanya salah satu pemanah.
"Te-tembak terus sampai manusia itu mati!!" perintah sang bos.
Para pemanah kembali menarik tali busur-busur mereka kearah Surya, Surya yang menatap gerak gerik lawannya langsung berlari kearah depan dan dalam satu ayunan ia melempar pedang hitam keatas kearah para pemanah.
Pedang hitam berputar dan seketika membesar berubah bentuk menjadi seekor naga hitam dengan sayap membentang lebar di langit malam. Zil sang naga hitam menarik nafas panjang dan dalam satu hembusan ia menyemburkan nafas bola api kearah para pemanah tersebut.
-DHUAAAR-
Jilatan api menyambar di tubuh para jin pemanah sedangkan sang bos jin terlempar kebelakang karena efek ledakan. "Argh sial!" umpat bos jin tersebut, ia segera berdiri kemudian berlari mundur kearah pintu gerbang desa yang menuju kearah Pujakerana namun sebuah bayangan hitam melewati dirinya, Zil sang naga hitam terbang diatas kepala sang bos jin kemudian bertengger diatas gerbang sembari manatap tajam kearahnya.
Sang bos jin tercelkat dan berbalik arah, disaat hendak berlari ia mendapati Surya sedang melangkah kearah dirinya, jin hitam itu melihat dengan seksama manusia didepannya dan terlihat Surya tidak menggenggam senjata apapun ditangannya, ini merupakan kesempatan untuk menyerang manusia itu pikir sang bos jin.
Jin hitam nan besar itu berlari dengan gada besar terangkat tinggi siap untuk menghancurkan manusia yang tengah berjalan kearah dirinya menjadi berkeping-keping namun dengan perlahan Surya mengayunkan telunjuknya kearah jin hitam itu dan seketika.
-Slaaash-
Kedua tangan yang tengah menggenggam gada besar itu seketika putus membuat sang jin hitam besar itu langsung jatuh bersimpuh dan meringis menahan sakit yang tak terkira, darah hitam mengucur deras dari kedua lengan tangannya yang putus.
Surya tengah berdiri didepan sang jin hitam menatap mahluk didepannya dengan tatapan dingin.
"A-ampuni saya, saya moh…"
-Slaaaash-
-duk-
-duk-
-duk-
Bunyi kepala beradu dengan tanah sang jin hitam mati seketika dalam satu kali tebasan jari tangan Surya dilehernya.
"Menjijikan," gumamnya pelan.
Zil membentangkan sayapnya lebar, ia segera terbang kearah Surya dan kemudian membias dan kembali merasuk kedalam tubuh Surya, Surya pun berbalik arah untuk mengambil kembali tas miliknya dikedai namun ia mendapati ratusan jin kera sudah berdiri dihadapannya, mereka merupakan para penduduk asli desa Raksa yang dipaksa berkerja di desa mereka sendiri sebagai budak.
"Terima kasih," satu kata terucap dari salah satu penduduk desa.
Surya menatap para jin kera tersebut sambil bersuara lantang, "pertama … saya membunuh mereka karena mereka sendiri yang mencari masalah dengan saya, kedua … kalian tidak berhutang apapun kepada saya dan ketiga … jika kalian masih ingin hidup … minggir."
Para jin kera memberikan jalan kepada Surya namun salah satu kera menghalangi jalannya.
"Kau."
"Ini tas tuan," seru Imin sambil menyodorkan tas beruang merah jambu milik Surya.
"Hmm … terima kasih," seru Surya.
"Kami yang seharusnya berterima kasih tuan, tidak ada satupun mahluk yang berani mengganggu anak buah raja Gundara tapi anda … anda bahkan membantai seluruh penjaga desa ini dalam satu malam," balas Imin dengan senyum tersungging di bibirnya.
"Ya terserah," Surya segera memakai tas miliknya dan kembali berbalik arah untuk pergi ke kawah hitam.
"Tu-tuan tunggu sebentar," seru Imin.
"Ada apa lagi?" tanya Surya.
"Sebenarnya ada satu lagi cara untuk ke kawah hitam dengan lebih cepat bahkan anda bisa langsung masuk kedalamnya secara diam-diam," jelas Imin kala itu.
Surya menatap Imin dalam-dalam, "baik … aku mendengarkan," seru Surya sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Saudara saya berkerja sebagai pengantar persediaan makanan ke kawah hitam, saya berpikir untuk menyelundupkan anda kesana menggunakan kereta kencana miliknya," jelas Imin kala itu.
Surya berpikir sejenak, ia tengah mempertimbangkan ide Imin dengan matang, setelah mendengar rencana itu dengan seksama ia melepas tasnya kembali dan menaruhnya di depan Imin.
"Jadi bagaimana tuan?" tanya Imin sambil menerima tas milik Surya.
"Tunjukkan dimana keretanya."
#bersambung..
-Drap-
-Drap-
-Drap-
Derap langkah yang beradu dengan kerikil-kerikil kecil terdengar pelan dari kejauhan, semilir angin malam yang dingin menusuk sendi-sendi tulang menemani langkah demi langkah seorang pemuda tatkala ia berjalan kedepan, lebatnya hutan Angkora telah terlihat jauh tertinggal dibelakang sedangkan didepan langkah sang pemuda hanya ada pemandangan padang sabana nan luas dihiasi sebuah jalan bebatuan panjang menuju ke sebuah desa kecil diujung jalan.
Desa itu bernama desa kumpul budak, desa yang dahulu disebut desa kera Raksa namun berganti nama dan beralih fungsi setelah sang raja Pujakerana turun tahta, desa ini dulunya adalah tempat singgah dan beristirahat sebelum menuju ke kerajaan Pujakerana namun itu dulu … sekarang desa ini adalah tempat penyortiran tahanan kerajaan menuju penjara kawah hitam dan tempat jual beli para budak.
Di dalam desa kumpul budak tepatnya di sebuah kedai minum-minum tengah ramai para jin yang sedang bercengkrama, jin dari berbagai warna dan berbagai jenis membaur menjadi satu dengan rupa yang beragam dan mengerikan, sebagian besar merupakan sosok jin pekerja yang melepas penat setelah seharian berkerja.
-Krieeeek-
Bunyi pintu bersua pelan dan seorang manusia terlihat berdiri didepan daun pintu, seketika riuh rendah suara menghilang dari dalam ruangan, seluruh sorot pandang mata jin-jin tersebut beralih menatap sang manusia yang berjalan dengan santainya kearah meja depan kedai.
"Minum apa tuan?" tanya sang pemilik kedai yang merupakan jin berwujud kera kecil berpakaian batik bercorak hitam dan putih.
Manusia berhoodie dan bertas beruang merah muda itu duduk di kursi depan meja kedai dengan santai tanpa menghiraukan tatapan tajam penuh curiga para jin disekitarnya.
"Saya sedang tidak haus," serunya kala itu.
"Lalu apa yang anda butuhkan di kedai saya? Disini tidak menyediakan makanan untuk manusia," kilah sang pemilik kedai.
"Santai kera, saya hanya butuh informasi," seru pemuda itu dengan tudung hoodie menutupi sebagian wajahnya dan hanya memperlihatkan lesung dari pipinya. Tangan sang pemuda menyodorkan sebuah koin perunggu diatas meja.
Sang bartender menatap gerak tangan pemuda tersebut, "Jadi informasi apa yang anda butuhkan tuan?" tanya sang pemilik kedai kembali sambil mengambil koin perunggu yang disodorkan lelaki tersebut.
"Aku butuh informasi tentang kawah hitam," jelas sang pemuda.
"Kawah hitam … sangat jarang seorang manusia mengunjungi daerah itu, apa anda sedang mencari bahan untuk sebuah mustika?" tanya sang bartender.
"Tentang itu bukan urusanmu," jawab sang pemuda singkat.
"Hmmm baiklah … Informasi apa yang ingin anda tahu tentang kawah hitam?"
"Informasi tentang penjara tersebut, letaknya, siapa yang bertugas menjaganya dan seberapa jauh jika berjalan kaki dari sini," seru sang pemuda.
Sang bartender menaruh gelas yang tadi ia bersihkan kedalam rak di sebuah lemari kaca, ia mendekatkan wajahnya dekat telinga sang pemuda, "Letaknya berada di utara Pujakerana dan tempat itu lebih tepat jika disebut tambang kematian ketimbang sebuah penjara karena tempat itu dijaga jin yang bernama Rawa, ia merupakan jin yang terkenal kejam dan tidak segan-segan untuk membunuh budak dan tahanan disana, jikalau tidak mati dibunuh mereka akan mati karena kelelahan berkerja tanpa henti disana … untuk jarak mungkin sekitar setengah hari jika ditempuh dengan berjalan kaki," seru sang bartender sembari berbisik.
"Hmm … setengah hari ya," gerutu sang pemuda.
"Iya tuan, lebih cepat jika menggunakan kereta kencana, namun …"
"Namun apa?" tanya pemuda tersebut.
"Yang pergi kesana hanya kereta kencana pengangkut budak dan tahanan," jelas kera kecil tersebut.
-braaak-
Pintu kedai terbuka dengan paksa, terlihat jin hitam besar berwajah menyeramkan dengan cincin tercucuk dihidungnya masuk kedalam kedai dengan beberapa prajurit jin hitam mengekor dibelakangnya. Beberapa tamu kedai langsung lari kocar kacir tatkala melihat jin besar tersebut memasuki kedai.
"Tuan sebaiknya anda pergi," bisik bartender dengan gugup memperingatkan pemuda didepannya.
"Kenapa aku harus pergi? Memang siapa dia?" tanya sang pemuda.
"Dia bos para penjaga disini dan dia paling tidak suka keberadaan manusia," pungkas kera kecil tersebut dengan wajah panik.
"HEI MONYET!! MINUM!" hardik jin itu dengan lantang sambil duduk dengan seenaknya disebuah kursi panjang.
"Si-siap tuan."
Sang bartender sibuk mempersiapkan minuman pesanan sang bos jin sementara sang pemuda misterius berdiri dan hendak bergegas pergi meninggalkan kedai.
"Terima kasih," serunya pelan yang hanya dibalas anggukan pemilik kedai tersebut.
Sang pemuda melangkah pelan kearah pintu keluar namun ditengah jalan sebuah gada besar berayun dan terhenti didepan tubuh sang pemuda yang seketika menghentikan langkahnya.
"Hei … tunggu dulu manusia, siapa bilang elu bisa keluar begitu saja dari sini," seru jin hitam besar itu dengan enteng.
Beberapa jin hitam menghalangi pintu keluar dan beberapa lagi berdiri mengelilingi pemuda tersebut.
"Tolong singkirkan benda ini dari hadapan saya," seru sang pemuda.
"Hehehehe … untuk seorang manusia dengan pakaian aneh elu sopan juga ternyata," seru sang jin dengan wajah meremehkan.
Sang pemuda tersenyum tipis, "didepan mahluk seperti dirimu memang aku harus lebih sopan … untuk memperlihatkan seberapa jauh derajat manusia dan jin rendahan seperti kalian," seru sang pemuda.
Pelipis sang bos jin hitam berkedut mendengar seru pemuda disampingnya itu, "cih!!" decihnya sembari berdiri dengan penuh amarah.
Tubuh sang jin hitam besar yang dua kali besar tubuh sang pemuda itu berdiri dihadapannya dengan gada besar terangkat siap meluncur kapan saja.
"Kita lihat apakah elu masih bisa sombong setelah gua hajar sampai babak belur disini," serunya penuh amarah.
"Pfffft … menggelikan."
Sang bos jin menatap nanar dan dalam dalam satu ayunan gada meluncur kearah pemuda tersebut.
-BRuak!-
Seketika gada besar itu bersarang dilantai kayu namun sang pemuda sudah berada disamping gada dengan senyum tipis mengembang di bibirnya.
"Lambat."
Sang pemuda melompat sembari memutar tubuhnya dan dengan satu kaki terangkat ia menendang perut besar sang bos jin hitam tersebut.
-BUGH!!!-
Sebuah tendangan mendarat telak di perut bos para jin hitam, tubuh besarnya terpental kearah pintu menabrak dua anak buahnya yang sedang menjaga pintu kedai.
-Bruaak-
Melihat sang kapten terpental dalam satu serangan para jin hitam yang mengelilingi pemuda tersebut mulai mengeluarkan senjata mereka. Sang pemuda tidak tinggal diam, ia merentangkan tangannya dan memantapkan kuda-kuda miliknya.
"HIAT!!"
Teriak salah satu jin hitam sembari meluncurkan serangan kearah pemuda tersebut namun dengan sigap pemuda itu mengelak dan membalas memukul tengkuk jin itu dengan punggung tangannya. Tidak tinggal diam tiga jin hitam langsung menyerang bersamaan membuat sang pemuda tersudut dan melangkah kebelakang untuk menghidari serangan pedang tajam milik ketiga jin hitam.
"Hmfh … sepertinya usaha untuk tetap tidak terdeteksi akan percuma disini … hei pelayan," panggil sang pemuda kepada sang jin kera kecil yang sedang berlindung dengan ketakutan dibalik meja.
"I-iya tuan?"
"Tolong jaga tas milikku ini," seru sang pemuda sembari melempar tas beruang teddy berwarna merah muda miliknya kearah sang pemilik kedai tersebut.
-bugh-
"T-tapi tuan s-saya …"
"Siapa namamu?" tanya sang pemuda.
"Imin tuan."
"Namaku Surya, Surya dikala senja, jaga tas itu dengan nyawamu jika tidak … aku akan datang dan menjadi mimpi terburukmu," seru Surya dengan tatapan dingin menatap jin kera kecil itu.
Sang jin kera kecil hanya bisa mengangguk-angguk tanpa bersuara menatap manusia yang memiliki aura menyeramkan didepannya tersebut.
Surya merentangkan tangan kanannya, sebuah bayangan hitam bak ular naga melilit lengannya erat dan sejurus kemudian sebuah pedang panjang hitam keluar dari telapak tangan miliknya, pedang panjang dengan ornamen kepala naga dipangkalnya digenggamnya erat.
Pedang hitam itu teracung kedepan mengarah pada kumpulan jin hitam di depan Surya, "maju kalian," tantang Surya pada mereka.
Satu jin melangkah maju dengan pedang terangkat, pedang itu siap menerjang Surya yang sedang diam tak bergerak.
-Traang-
Bunyi pedang berdentang dan sesaat kemudian pedang milik jin hitam terlepas dari genggaman.
-Slaash-
Jin hitam yang maju sendirian tadi tiba-tiba terjatuh dengan posisi bersimpuh namun tanpa kepala karena kepala sang jin hitam terlepas dan terhempas kebelakang kemudian bergulir kearah teman-temannya.
"Ada lagi?" tanya Surya dingin.
Para jin hitam saling melihat kemudian saling mendorong satu sama lainnya hingga salah satu dari mereka menyadari Surya yang sudah berlari menerjang tanpa suara dengan tatapan nanar bak pembunuh berdarah dingin.
Sementara diluar kedai sang kapten jin hitam tengah berusaha berdiri mengangkat tubuhnya, tubuh besar miliknya itu telah menimpa kedua jin yang tadi menjaga pintu kedai, ia segera berdiri dan mengambil peluit yang melingkar sebagai kalung di lehernya.
-Piiiiiiiiiiiiiiit-
Lengking suara peluit berpendar dengan nyaring, sang kapten jin tengah memanggil seluruh pasukan jin hitam penjaga desa budak untuk menghadap dirinya dan tak lama berselang dengan berbondong-bondong para pasukan anak buah sang kapten jin hitam datang dan mulai berkumpul disekitar dirinya.
"Dengar kalian semua! Di dalam kedai Imin ada manusia pengacau, kita akan menangkapnya hidup atau mati setelah kalian menangkapnya aku ingin Imin dihukum mati sebagai contoh bagi jin kera yang berusaha berbicara dengan manusia, kalian mengerti!!" serunya lantang pada seluruh anak buahnya.
"Siap kapten!!" seru para prajurit anak buah jin hitam besar itu.
-Krieeeek-
Bunyi pintu kedai bersua nyaring membuat para mata jin hitam menatap kearahnya, dengan perlahan sesosok manusia keluar dari celah daun pintu, dari kejauhan terlihat ia sedang menggenggam sesuatu di tangannya.
Semua mata jin hitam diluar kedai terbelalak melihat pemandangan didepan mereka, saat itu Surya keluar dari kedai dengan menggenggam kumpulan kepalan jin hitam di tangan kirinya. Dalam satu ayunan ia melempar kepala-kepala itu kedepan kearah para jin hitam penjaga desa Budak.
Surya melangkah pelan kedepan dengan pedang hitam bersandar di bahunya, ia melangkah sembari melihat satu persatu jin hitam yang tengah mengerumuninya dengan tatapan dingin.
Para jin hitam terdiam melihat manusia didepan mereka, aura aneh seakan menyeruak seiring tatapan dingin milik Surya.
"Apa yang kalian tunggu!! Dia hanya seekor manusia!! Serang dia!!" perintah sang bos kepada anak buahnya.
Dua jin hitam maju menyerang diikuti jin hitam lainnya di belakang mereka, Surya tersenyum miring sambil melangkah cepat kedepan menerjang kerumunan jin hitam yang hendak menyerang dirinya.
-Traaang-
-Traang-
-Traaaang-
"Gyaaaa!!"
"Argggh!"
"Tanganku!!"
Bunyi pedang berdentang silih berganti dengan jeritan kesakitan bersua dari para jin-jin hitam tersebut, tebasan demi tebasan menerpa tubuh hitam dan besar mereka, dilain pihak Surya menyerang bagai hewan buas yang tidak mengenal ampun, geraknya lincah bagai lebah sedangkan serangannya tajam bagai taring serigala, semua serangan yang dilancarkan kearah Surya dapat dihindari dengan mudah seakan-akan ia mengetahui arah serangan tersebut, gerak gerik Surya membuat para jin hitam kewalahan menghadapi dirinya, mungkin jika dilihat secara gamblang Surya kalah jumlah namun jika dilihat secara keseluruhan Surya unggul disegala tingkatan.
"Cih … sial!" decih sang bos jin hitam melihat dari kejauhan, "PEMANAH!! SERANG!" perintahnya pada para pemanah di sampingnya.
"Ta-tapi kapten, bagaimana dengan para prajurit yang sedang bertarung disana?" tanya salah satu pemanah kepada bos jin hitam.
-BRAK-
Gada besar milik sang bos bersarang di kepala jin pemanah yang tadi bertanya, membuat tubuhnya langsung tersungkur tak bernyawa.
"Masih memiliki pertanyaan terhadap perintahku?" tanya sang bos jin dengan tatapan penuh amarah pada para pemanah disampingnya.
-Syuuut-
-Syuuut-
-Syuuut-
-Syuuut-
Panah-panah hitam melesat kearah kerumunan jin hitam dan Surya yang sedang bertarung dengan sengitnya.
-Jleb-
-Jleb-
-Jleb-
-Jleb-
-Jleb-
Panah berpendar dan mengenai sebagian besar prajurit jin hitam, terlihat hanya ada satu jin hitam yang tengah berdiri dengan banyak panah menancap di tubuhnya. Dengan perlahan Surya menggeser tubuh sang jin hitam yang digunakannya sebagai tameng hidup dari serangan panah-panah tersebut.
-Bruk-
Tubuh jin hitam itupun terjatuh dan Surya mulai berjalan pelan kearah para pemanah, "TEMBAK!!" seru sang bos jin hitam kembali, serangan kedua para pemanah berpendar kembali kearah Surya, namun dengan santai Surya tetap melangkah kedepan.
-Traang-
-Traang-
-Traang-
-Traang-
-Traang-
-Traang-
Bunyi pedang hitam berdentang mengenai setiap mata busur yang mengarah pada Surya.
"Ba-bagaimana mu-mungkin?!?" seru bos jin hitam tidak percaya dengan apa yang kedua matanya lihat, Surya menangkis tiap anak panah yang dilesatkan para pemanah pada dirinya bagai menepuk nyamuk.
"B-bos, bagaimana sekarang?" tanya salah satu pemanah.
"Te-tembak terus sampai manusia itu mati!!" perintah sang bos.
Para pemanah kembali menarik tali busur-busur mereka kearah Surya, Surya yang menatap gerak gerik lawannya langsung berlari kearah depan dan dalam satu ayunan ia melempar pedang hitam keatas kearah para pemanah.
Pedang hitam berputar dan seketika membesar berubah bentuk menjadi seekor naga hitam dengan sayap membentang lebar di langit malam. Zil sang naga hitam menarik nafas panjang dan dalam satu hembusan ia menyemburkan nafas bola api kearah para pemanah tersebut.
-DHUAAAR-
Jilatan api menyambar di tubuh para jin pemanah sedangkan sang bos jin terlempar kebelakang karena efek ledakan. "Argh sial!" umpat bos jin tersebut, ia segera berdiri kemudian berlari mundur kearah pintu gerbang desa yang menuju kearah Pujakerana namun sebuah bayangan hitam melewati dirinya, Zil sang naga hitam terbang diatas kepala sang bos jin kemudian bertengger diatas gerbang sembari manatap tajam kearahnya.
Sang bos jin tercelkat dan berbalik arah, disaat hendak berlari ia mendapati Surya sedang melangkah kearah dirinya, jin hitam itu melihat dengan seksama manusia didepannya dan terlihat Surya tidak menggenggam senjata apapun ditangannya, ini merupakan kesempatan untuk menyerang manusia itu pikir sang bos jin.
Jin hitam nan besar itu berlari dengan gada besar terangkat tinggi siap untuk menghancurkan manusia yang tengah berjalan kearah dirinya menjadi berkeping-keping namun dengan perlahan Surya mengayunkan telunjuknya kearah jin hitam itu dan seketika.
-Slaaash-
Kedua tangan yang tengah menggenggam gada besar itu seketika putus membuat sang jin hitam besar itu langsung jatuh bersimpuh dan meringis menahan sakit yang tak terkira, darah hitam mengucur deras dari kedua lengan tangannya yang putus.
Surya tengah berdiri didepan sang jin hitam menatap mahluk didepannya dengan tatapan dingin.
"A-ampuni saya, saya moh…"
-Slaaaash-
-duk-
-duk-
-duk-
Bunyi kepala beradu dengan tanah sang jin hitam mati seketika dalam satu kali tebasan jari tangan Surya dilehernya.
"Menjijikan," gumamnya pelan.
Zil membentangkan sayapnya lebar, ia segera terbang kearah Surya dan kemudian membias dan kembali merasuk kedalam tubuh Surya, Surya pun berbalik arah untuk mengambil kembali tas miliknya dikedai namun ia mendapati ratusan jin kera sudah berdiri dihadapannya, mereka merupakan para penduduk asli desa Raksa yang dipaksa berkerja di desa mereka sendiri sebagai budak.
"Terima kasih," satu kata terucap dari salah satu penduduk desa.
Surya menatap para jin kera tersebut sambil bersuara lantang, "pertama … saya membunuh mereka karena mereka sendiri yang mencari masalah dengan saya, kedua … kalian tidak berhutang apapun kepada saya dan ketiga … jika kalian masih ingin hidup … minggir."
Para jin kera memberikan jalan kepada Surya namun salah satu kera menghalangi jalannya.
"Kau."
"Ini tas tuan," seru Imin sambil menyodorkan tas beruang merah jambu milik Surya.
"Hmm … terima kasih," seru Surya.
"Kami yang seharusnya berterima kasih tuan, tidak ada satupun mahluk yang berani mengganggu anak buah raja Gundara tapi anda … anda bahkan membantai seluruh penjaga desa ini dalam satu malam," balas Imin dengan senyum tersungging di bibirnya.
"Ya terserah," Surya segera memakai tas miliknya dan kembali berbalik arah untuk pergi ke kawah hitam.
"Tu-tuan tunggu sebentar," seru Imin.
"Ada apa lagi?" tanya Surya.
"Sebenarnya ada satu lagi cara untuk ke kawah hitam dengan lebih cepat bahkan anda bisa langsung masuk kedalamnya secara diam-diam," jelas Imin kala itu.
Surya menatap Imin dalam-dalam, "baik … aku mendengarkan," seru Surya sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Saudara saya berkerja sebagai pengantar persediaan makanan ke kawah hitam, saya berpikir untuk menyelundupkan anda kesana menggunakan kereta kencana miliknya," jelas Imin kala itu.
Surya berpikir sejenak, ia tengah mempertimbangkan ide Imin dengan matang, setelah mendengar rencana itu dengan seksama ia melepas tasnya kembali dan menaruhnya di depan Imin.
"Jadi bagaimana tuan?" tanya Imin sambil menerima tas milik Surya.
"Tunjukkan dimana keretanya."
#bersambung..
simounlebon dan 20 lainnya memberi reputasi
21
Kutip
Balas
Tutup