Kaskus

Story

tabernacle69Avatar border
TS
tabernacle69
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
Quote:
Polling
Poll ini sudah ditutup. - 0 suara
Siapa tokoh yang paling kamu benci?
Freya
0%
Arang
0%
Burnay
0%
Asbun
0%
Dedew
0%
Diubah oleh tabernacle69 29-11-2020 17:52
wanbillionAvatar border
ekopermonoAvatar border
makgendhisAvatar border
makgendhis dan 50 lainnya memberi reputasi
49
49.5K
632
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
tabernacle69Avatar border
TS
tabernacle69
#271
Part 16. — Gue harus mengingat kembali beberapa aturan lama...
Halo semuanya, halo silent readers.. halo lagi.. sebelum gue kembali ke cerita utama di malam hari itu, gue mohon maaf dan mohon izin terlebih dahulu sebelumnya untuk menuliskan secuil pengalaman gue di waktu yang sudah berlalu.

Sebetulnya ini kayak spoiler sih... karena tadinya gue mau ngejelasin tentang yang satu ini nanti, mungkin lama banget nunggu giliran untuk bisa ngejelasin nya.

Tadinya sih mau gue jelaskan waktu gue ketiban masalah, dan saat itu pembuluh darah udah berada di titik nadir ya kayaknya. Saking krusial dan frustasinya, ha ha ha.

Tapi nggak apa apa, ini gue jelasin sekarang aja, santai aja lagian, bawa asyik aja.

***

Sore hari itu di kediaman salah satu orang yang paling gue takuti, gue segan terhadap dia, mungkin levelnya sama seperti saat gue sedang berhadapan dengan sosok bokap, alias Bapak gue sendiri.

Ada rasa segan, benci, hormat dan takut pada saat yang bersamaan, mungkin kalau sudah paling maksimal, gue paling pengen minggat dari ketemu dengan orang orang yang kayak begini. Kenapa? ya karena enggak fun, enggak humoris, nggak bisa petakilan.

Tapi kabarnya dunia ini tidak melulu hanya tentang bersenang senang saja ya? karena ada beberapa hal yang seharus nya kita waspadai, seperti kisah di bawah ini.

... di sore hari itu, gue, kemudian si Burnay dan si Asbun sedang diminta untuk duduk di hadapan Amih gue dan Amih Ova, sahabatnya Amih gue, beliau adalah neneknya si Asbun. Yang kebetulan sedang mampir berkunjung kerumah Amih gue, Amih Ageung.

Bahasa halusnya sih kami bertiga diminta untuk duduk di hadapan mereka, padahal aslinya kami ini lagi disandera dan menjadi tawanan bagi nenek-nenek yang kaku, rada galak dan amat sangat superior ini.

Motivasi dari mengapa orang orang kolot ini menahan kami cuma satu-sebetulnya; nih... mari kita lihat....

"Coba, Rang.., sekarang kamu praktekkan dan mulai ketok pintunya." ucap Amih Ageung kepada gue.

Lalu gue pun mengetuk pintu nya. Tok tok.

"Gagal.. Rang, Amih mau kamu ulangi lagi, ketok pintunya yang betul." perintah dia kepada gue.

"Tok tok," gue pun kembali mengetuk pintunya.

"Masih gagal, sekarang coba kamu ulangi lagi, ketok pintunya sampai tiga kali, ketok yang jelas, biar Amih dengarkan suara ketokan pintu kamu itu, ayo, mulai." ucapnya lagi.

"Tok tok tok." percobaan gue yang terakhir. Disini gue mulai agak jengkel.

"Bagus, sudah bagus, ketok pi tunya sebanyak tiga kali, suaranya yang jelas dan terdengar ya. Jadi sekarang kamu inget ya Rang, sebelum kamu masuk ke dalam sebuah ruangan, tolong di ketok dulu pintunya, ya..."

"Iya Mih." jawab gue singkat. Kemudian kembali duduk di atas sofa.

"Bagus, sekarang giliran kamu Ash."

"Tok tok tok, permisi." si Asbun pun selesai dalam mempraktikannya.

"Va, incu kamu mah pinter geuningan." (Va, cucu kamu tuh pintar ya ternyata) ucap Amih Ageung kepada Amih Ova,

"Lereus atuh, da abdi nu ngajarna oge." (Iya dong, kan saya yang ngajarin dia juga.) jawab Amih Ova sambil rada tersipu malu.

"Ok, sekarang giliran adik Burnay." jawab Amih Ageung kemudian beliau meminta Burnay untuk mulai mepraktikkan yang baru saja kami lakukan itu.

"BRAK!" spontan terdengar suara pintu yang dibanting dengan kasar.

"AING BUDAK AMIDJAYAKOSOEMAH, AING TEU BUTUH NU JIGA KIEU!!" (Saya adalah anak dari Amijayakusumah, saya nggak butuh yang kayak begini!!) teriak Burnay sambil dia berlalu meninggalkan kami semua yang masih berada di ruang keluarga. Waktu itu kalau nggak salah, kami masih kelas empat SD.

Saat itu, kedua nenek-nenek ini hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Burnay yang berlaku seperti demikian.

"Aduh gusti eta nyariosna..." (Aduh ya tuhan, itu bahasa dan omongan nya...) ucap Amih Ageung sambil mengelap setengah bagian wajah beliau, dalam balutan busana batik dan rambutnya yang di konde itu.

"Ya sudah, untuk kalian berdua, di lanjut lagi ya pelajaran nya..." kata Amih Ageung.

"Okay Oma." jawab Asbun antusias.

"Kalau bertemu dengan orang tidak dikenal yang usianya lebih tua, panggilan untuk mereka adalah..." lanjut Amih Ageung lagi.

"Bapak, atau Ibu." jawab Asbun siap siaga.

"Seratus untuk kamu, Palma." jawab Amih Ageung. Gue hanya mendengarkan sambil menunduk nundukkan kepala gue.

Nggak lama kemudian, sekolah etiket berbasis rumahan kami inipun akhirnya terselesaikan, Amih Ageung pun kembali berbicara kepada kami, "Ini ada uang, hadiah untuk kalian berdua, boleh beli permen atau beli mainan ya, tapi jangan berlebihan, sok (semacam, gih sana pergi, atau silakan) kalian ajak pak Dayat aja.. dia ada di garasi." jawab Amih Ageung, menyuruh kami untuk berlalu.

Di sela sela momen itu, Asbun sempat ngomong lagi sama gue, "I wasn't sure t'was my best, but i'll make sure i know their lessons. Yok, jalan." kata dia lalu kami berlari untuk membeli mainan (kalau nggak salah beli the sims) ke Istana Plaza.

Setelah sekian tahun lamanya berlalu, mungkin sekitar 17 tahun tahun sudah berlalu, Amih ngomong brgini sama gue, "Arang, bukannya Amih enggak sayang sama kamu, justru kamu itu adalah cucu kesayangan Amih, tapi dulu..., Amih galak dan tegas sama kamu itu ada alasan nya, Rang.. Amih mau mengajarkan kamu... agar kamu punya etika dan kesopan santunan.." jelas Amih kepada gue ketika beliau sudah berumur 80 tahunan.

"Baik, Mih.. bisa disesuaikan.." jawab gue kalem, sambil tetap menemani beliau meski di hari tua nya itu.

Nah, yang dapat gue simpulkan dari masa-masa itu adalah...

Di dunia ini ada dua macam jenis orang, jenis yang pertama adalah, orang yang mengetuk pintu, dan jenis kedua adalah orang yang tidak mengetuk pintu samasekali.

Orang yang sopan, dan yang enggak sopan. Yang punya etika, dan yang tidak punya etika sama sekali.

Gue tidak menyalahkan Burnay, gue sayang kok sama dia. Cuma ya begitu, di keluarga kami memang ada kasta-kasta an yang sebetulnya rada salah juga kalau dipikir pikir ulang, misalnya seperti yang baru saja di tampakkan oleh Burnay.

Bahwa keluarga Amijayakusumah memang suka dianggap dan lebih di tua kan oleh keluarga Wira natakusumah yang notabene nya belum lahir sebelum adanya keluarga dari Babap (bokap) nya Burnay... sedangkan nyokapnya Burnay berasal dari keluarga wrntksmh..

Namun semakin kesini... kadang gue suka tersenyum sendiri, karena gue menyadari, sambil merasakan sesuatu yang miris juga... kenapa..? karena aturan lama seperti itu... semakin lama, semakin terkikis oleh jaman...

Jadi sudah tidak banyak... orang yang biasa mempraktikkan nya lagi, bahkan gue sendiri pun terkadang sudah agak lupa soal aturan aturan lama itu...

And yet, gue terjebak di malam hari itu bersama Burnay dan Freya, yang notabene nya kenakalan mereka berkali kali lipat lebih parah daripada gue... ha ha ha ha ha, hidup ini memang nggak bisa ditebak... jadi ya, di nikmati saja...

****

Oke, mari kita lanjut, gue coba untuk bikin beberapa bagian yang ini lebih ringkas dan lebih sederhana ya, tapi gue nggak janji kalau kedepan nya ini bakalan jadi sedikit 'rumit'.

Entah karena kejadian di waktu itu yang memang terbilang rumit, atau karena gue yang mulai kehilangan fokus gue dalam menulis, biarin aja lah, hahaha, namanya juga masih belajar.

***

Sebetulnya ada masalah saat kami pergi ke OJ itu, dan masalah ini bersinggungan dengan masalah saat Amih Ageung mengajarkan kami mengenai etika dan peraturan soal mengetuk pintu.

Semakin malam, suasana di kota sejuta kembang ini semakin sepi, tentunya, apalagi kalau bukan di daerah jalan besar seperti di jalan Jakarta atau jalanan Riau sampai ke daerah Gatot Subroto.

Kalau di daerah Sutami ya sepi... jalanan nya besar dan cuma lurus aja, gelap sekali, juga banyak rumah rumah berpagar tinggi dan besar, yang kadang kala tertutupi oleh rerimbunan pohon yang seolah olah mendadak misterius kalau malam hari sudah menyapa.

. . . . . . gue juga sadar, mau seberapa kuatnya gue menahan intuisi gue, terkadang yang namanya perasaan takut terkadang bisa sukses dan timbul menyelimuti dada.

"Burn, seharusnya elo lebih pay attention di set keempat barusan, karena gue sebetulnya banyak dapet cue balls dari elo...bersih." ucap Freya sembari berjalan berdampingan bersama Burnay, sedangkan gue ada di belakang, mengekori langkah mereka berdua.

Kami bertiga berjalan keluar dari mobil dan menuju ke depan pintu masuk OJ yang bentuk pintuma kayak di cowboy's saloon itu.. tapi tempat minum minum ini adalah tempat dimana beberapa budaya dunia bercampur...

OJ kami yang dulu itu... bukanlah OJ seperti yang sekarang banyak orang-orang ketahui.

OJ kami dulu itu adalah OJ yang berdebu, gelap dan hanya disertai cahaya remang - remang, dengan alunan musik reggae jamaika yang berdendang halus serta belum banyak peraturan.

Namun meski begitu, tetap ada tata krama yang harus dijaga. Salah satunya adalah...

reggae dulu dong...



ha ha ha ha, wah, OJ banget nih, klasik!

***

kaskus-image

***

Gimana... setelah mendengarkan three little birds nya Bob Marley tadi, sudah bisa ngebayangin belomm? ha ha ha ha ha.

Kalau nggak dibayangin juga nggak apa apa... yah... itulah yang gue temukan di saat gue melipir untuk yang kesekian kalinya ke OJ di waktu itu, dengan suasana tempat yang mirip mirip kayak saloon (tempat minum miras) koboi dicampur dengan dekorasi-dekorasi ala suku tribal di amajon, eh salah, amazon, maksud gue, kayak manusia tiki, tiki man, mungkin bahasa linggis nya, terus ada musik reggae nya...

OJ kami yang dulu belum segitu ramai pengunjungnya, paling yang datang kesini hanya orang orang yang tahu soal trmpat ini aja, atau biasanya yang udah punya kenalan dari tempat ini...

Karena dulu kan belum ada situs situs rekomendasi traveling gitu kayak Tripadvisor, jadi media nya ya adalah dari mulut ke mulut, nggak kurang dan nggak lebih, jaman dulu tuh belum ada online business page atau official account di Instagram... jadi ya jelas bakal susah nemuin tempat kayak begini...

Apalagi kategorinya adalah tempat buat minum-minum... nggak kayak nyari pasar loak, yang emang gampang... dan sekarang kalau nyari tempat minum minum lain kayak sotbeng... atau the eighteen... bisa lebih gampang? kenapa? kan ada google yang kasih infonya...

Jaman dulu tuh mana ada Ok, google... atau, Hello, this is Siri, what can i do for you...? ha ha ha ha ha ha. Mana ada itu...

***

Balik lagi ke OJ ya...

Pertanyaan dari Freya rupanya si nggak digubris samasekali oleh Burnay, hingga akhirnya kami tetap melanjutkan langkah kaki kami menuju pintu depan OJ yang berwarna coklat tua...

Setelah berhasil masuk, kita bisa lihat bahwa ada cabinet (lemari) display minuman minuman keras beserta seorang bartender yang berjaga dengan beberapa orang pelanggan yang sudah duduk-duduk dan asyik menikmati atmosfir 'ngambang' dari tempat ini...

***

"Budi... pakabar lo?" omong Freya ke arah sang bartender setelah kami bertiga berhasil memasuki tempat ini.

"Eh ada Reya, kabar gue baik sist, lo sendiri gimana?" tanya Budi, si cowok bartender yang orangnya rada gemuk dan berambut panjang sebahu itu, kulitnya putih, dan waktu itu dia lagi pakai apron atau celemek kalau gue nggak salah.

"Baek gue... si Devo mana?" tanya Freya berlanjut.

"Ada di lantai atas." jawab Budi.
"Mo order apa lo?" tanya Budi lagi.

"Gue biasa aja, cosmo sama water nya ya." jawab Freya centil.

"Ini temen gue juga order, Burn, lo mau apa deh?" tanya Freya ke arah si Burnay duluan.

"Gua Mariachi, open aja." jawab Burnay.

"Haish, Burn, kenapa lo, kesel kalah sama gue?" tanya Freya sewot.

"Enggak, gua emang biasa Mariachi." jawabnya dingin.

"Okey... tekor sih gue... (brengsek, pura-pura aja ini orang) tapi gapapa lah ya, besok kan si merah elo itu juga dianterin ke rumah gue." jawab Freya manis.

Disana Burnay cuma bisa cemberut kala diomongin begitu sama Freya, ha ha ha ha ha.

Nah setelah ini nih... udah mulai rada-rada...

***

"Rang..." Freya berlanjut, sedikit halus dia menyapa gue, yang sejak tadi hanya diam memperhatikan mereka semua berinteraksi.

"Lo mau ordee..." ucapan Freya itu tidak terselesaikan.
"Eh, ini orang Jedi (baca: jeday) bukan sih?" ungkap Freya lagi, mengalihkan hal lain tentang gue kearah si Burnay.

"Ini anak Jedi-anjing." sambut si Burnay tegas.

"HUAHAHA!!" Freya ketawa jahat didepan gue.

"Mahal kelas lu anjing nge-midnight sama kita di OJ." tambah Burnay lagi.

"Eh serius Burn, gue nggak akan nawarin kalau sepupu lo ini ternyata, a jedi."sambung Freya lagi... dari nada nada nya dia rada meremehkan gue.

Masih hangat dalam benak kami, setahun yang lalu dari tahun 2006 itu adalah tahun rilisnya Star Wars; Revenge of the Sith...

Dan yang jadi korban nya adalah gue, kenapa? karena dua orang itu termyata ngedukung Sith Lord, sedangkan gue ngebela Qui Gon habis habisan...

Ibarat kalau di game of thrones, elo ngedukung Lannister, tapi gue ngedukung Stark. Epic? yes, sampai pecah kongsi kami waktu itu tuh.

Gue sebetulnya ngerasa lumayan jengkel kalau udah ingat ingat soal peristiwa ini lagi... karena alasan dari kenapa gue disebut sebut sebagai JEDI adalah karena gue identik sama sosok Jedi itu sendiri... coba dibayangkan... Jedi itu yang kayak gimana... ntar lo pasti bisa jawab deh, itupun kalau lo bisa... ah, gue aja yang lanjut jawab nya ya? ha ha ha ha ha.

... "Suci ini orang... jangan lu tawarin yang aneh aneh Frey." sambung si Burnay setelah dia mulai memegang botol Mariachi di tangan nya.

"Rang, lo minum nggak...?" goda Freya lagi, tepat kearah gue di tengah malam itu.

***

Malam hari itu adalah malam dimana gue harus menanggung malu, nggak dihargai perbedaan nya oleh kedua sohib bermain gue ini, dan kemudian harus mencari tahu jawaban nya setelah belasan tahun keliling-keliling dalam lingkup sosial gue...

Buat ngasih jawaban yang pas untuk orang orang ini... setelah akhirnya gue menemukan jawaban nya, barulah hidup gue bisa tenang.

Tapi di saat itu, gue yang masih seorang budak belia justru merasa nggak nyaman, walaupun sudah sering ke OJ, biasanya sama abang gue, yang selalu mengerti bahwa tiap kali gue diajak mampir kesini...

Gue akan dipesankan satu botol rootbeer float tanpa alkohol dan setelah itu mau terjaga alias begadang sampai larut pagi pun abang-abang gue itu nggak akan memaksa gue untuk minum, karena mereka tahu alasan dari kenapa gue nggak minum.

Pertama gue masih kecil, kedua ya dari nama belakang gue, nama keluarga gue yang tentunya mereka paham betul bahwa anak dari keluarga gue notabene nya adalah orang yang nggak biasa minum-minum...

Namun malam hari itu keadaan nya betul-betul berbeda, gue tahu persis kalau gue nggak bisa menitipkan diri sama Burnay kalau sudah urusan yang begini, karena biasanya dia suka kelewat batas, so dengan sedikit nyali, gue harus menjawab tidak sama mereka.

"Gue nggak minum, nggak boleh." jawab gue santai tapi agak malu malu.

Tapi lihat deh, meski gue sudah jawab enggak, mereka masih ngerecokin gue. Sohib main gue ini memang matang di karbit, alias dewasa sebelum waktunya.

"MAMPUS!" kata itu tiba-tiba keluar dari mulut nya si Burnay.

"Hahahahahah~" Freya kembali tertawa lagi. Budi si bartender malah heran memperhatikan kami.

"Ih, baru gue sadar ya kalo kita ternyata bawa-bawa gabriel sejak tadi." tambah Freya lagi, yang kemudian naik ke tempat duduk di dekat meja bartender.

Gue nggak bergeming, dan masih berdiri.

Yang ada di kepala gue saat itu adalah kode etiket yang sudah menancap dari sesepuh dan anggota keluarga besar gue, terutama dari orang itu, sesepuh yang satu itu.

"Arangggg, elo itu kenapa sihh kalo bandel nanggung...." ucap Freya dengan nada yang dibikin menye-menye.

"Ada alesan nya itu Frey, dia jadi kayak robot begitu." Burnay menambahkan.

"Oh, masa? lo ada alesan Rang sampe nolak minum kayak begini?" tanya Freya ke arah gue.

"Nggak ada, emang nggak minum aja gue.. hmm." jawab gue pelan, mata gue menerawang ke langit-langit OJ's tavern ini.

Padahal gue memang punya alasan dan prinsip yang gue jaga dengan baik untuk nggak minum.

"Sia nanaonan sih Rang, puguh nginum weh da moal nanaon oge ai sia." (Elu kenapa sih Rang, padahal minum aja, orang nggak akan kenapa napa juga.) ucap Burnay kepada gue, sambil dia mulai menyesap Mariachi nya.

"Jangan ngomong pake bahasa daerah dong, gue nggak ngerti nih Burn..." kata Freya bertingkah rada bingung.

"Nevermind." jawab Burnay ke si Freya.
"Lu denger Frey, di keluarga gua ini ada tiga macem anak..."
Diubah oleh tabernacle69 24-09-2020 09:54
masmas222
masmas222 memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.