- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Tak Sempurna
...
TS
aldiansyahdzs
Kisah Tak Sempurna
Quote:

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh.
Selamat pagi warga Kaskus di Seluruh Muka Bumi.
Terimakasih kepada Agan / Aganwati yang sudah mampir di Thread ini. Terimakasih pula untuk sesepuh dan moderator SFTH. Thread ini adalah thread pertama kali saya main kaskus . Saya berharap Thread pertama kali saya di Kaskus bisa membuat Agan / Aganwati terhibur dengan coretan sederhana saya ini.
Thread ini bercerita tentang kisah putih abu - abu seorang laki laki yang saya beri nama Erlangga. Dari pada penasaran, lebih baik langsung baca aja gan! Selamat galau eh selamat membacaaa.
NB; Kritik dan Saran sangat saya butuhkan agar saya dapat menulis lebih baik lagi.
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
Keep in touch with me.
twitter: aldiansyahdzs
instagram : aldisabihat
twitter: aldiansyahdzs
instagram : aldisabihat
Diubah oleh aldiansyahdzs 17-06-2019 18:30
JabLai cOY dan 31 lainnya memberi reputasi
32
132.2K
879
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
aldiansyahdzs
#809
Suara Dean - Part 3
Lampu kota mati, tergantikan oleh sinar mentari yang meyingsing di arah timur. Halte bis hari ini tidak seramai biasanya. Ku lihat hanya orang-orang yang bekerja di akhir pekan yang sedang menunggu bis kota tiba, sama sepertiku. Aku cek dompet, ku pisahkan uang untuk ongkos menuju tempat les.
‘Ngajar les sampai jam berapa?’
‘Sampe jam 12 paling, kenapa Angga?’
‘Oke deh, semangat ya.’
Bis yang ku tunggu tiba. Kursi penumpang tidak penuh. Syukurlah aku bisa duduk di depan, di belakang supir. Perlu waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke tempat les. Aku tidak mau terlambat. Bisa saja gaji ku dipotong 10%. Meskipun sedikit, rasanya aku akan uring-uringan bila aku kena pemotongan gaji.
Selama perjalanan ku habiskan waktu dengan playlist lagu yang ada di ponsel. Aku turun dari bis dan ku serahkan uang ongkos.
Aku mengajar mata pelajaran matematika SMP dan SMA di kelas reguler. Satu kelas reguler berisi 20 siswa. Dalam sehari aku mengajar di tiga kelas. Sebagai seorang pengajar aku harus mampu beradaptasi ke tiap kelasnya. Anak SMP tidak bisa disamakan cara mengajarnya dengan anak SMA. Anak SMP yang masih lugu lebih sering celetak-celetuk. Beda dengan anak SMA yang sudah dewasa.
Mengajar ya seperti biasa. Menerangkan, menjelaskankan, lalu tanya jawab. Bila ada anak yang belum paham aku harus datang ke mejanya lalu menjelaskan ulang sampai benar-benar anak itu paham. Bisa saja memang aku asal-asalan. Tapi aku harus menjaga amanah dari orang tua siswa yang membayar saya untuk membimbing anaknya.
“Hallo Dean”, ku jawab hanya dengan senyum.
“Gimana ngajar hari ini?”
“Ya gitu mas, sama kayak hari-hari biasanya”
“Kalau Mas sih tadi digodain ama anak-anak”, ujarnya sok ganteng.
Bodo amat mas saya nggak peduli.
Aku masuk ke ruangan tutor. Ya, kalau di sekolah tutor mirip dengan guru. Aku duduk diantara tutor yang lain. Sengaja, agar aku menghindari percakapan dengan Mas Arie. Iya memang dia tipikal cowok yang sangat disenangi oleh banyak wanita. Tinggi, putih, atletis, hidung mancung, ya pokoknya ganteng. Aku mengakuinya. Tapi tidak penting bagiku mau Mas Arie ditembak bencong pun aku tidak akan peduli. Ganteng, tapi sok ganteng. Kadang, di kampus Mas Arie suka tebar pesona di depanku. Tentu, aku tidak pernah melihatnya. Jijik.
“Mbak, iki loh Mas Arie nge-whatsapp aku kemaren”, ujar Karina kegirangan
Arie lagi Arie lagi.
“Ya bagus dong kan kamu suka sama si Mas” balasku.
“Duh Mbak aku seneng banget”
Syukur deh biar aku nggak digangguin lagi. Heuuuuuh.
Mas Arie datang menghampiri kami. Aku pura-pura tidak ngeuh dengan kedatangannya. Karina mencubit lenganku, ia nervous. Mereka saling berbicara di depanku. Aku sibuk dengan ponselku membalas chat dari Angga yang tak terbalas saat aku mengajar.
“Karina, sore nanti ada acara gak?”, tanya Mas Arie.
“Nggak Mas”, jawab Karina terbata-bata. Nervous.
“Temani Mas yuk nonton”, aduh Karina kedua kalinya mencubit lenganku. Anggukannya mengiyakan permintaan Mas Arie.
Tadi bilang digodain anak, sekarang ngajak jalan Karina. Mas Arie bukan apa-apa jika ketampanannya dihilangkan.
‘Ngajar les sampai jam berapa?’
‘Sampe jam 12 paling, kenapa Angga?’
‘Oke deh, semangat ya.’
Bis yang ku tunggu tiba. Kursi penumpang tidak penuh. Syukurlah aku bisa duduk di depan, di belakang supir. Perlu waktu sekitar 20 menit untuk sampai ke tempat les. Aku tidak mau terlambat. Bisa saja gaji ku dipotong 10%. Meskipun sedikit, rasanya aku akan uring-uringan bila aku kena pemotongan gaji.
Selama perjalanan ku habiskan waktu dengan playlist lagu yang ada di ponsel. Aku turun dari bis dan ku serahkan uang ongkos.
Aku mengajar mata pelajaran matematika SMP dan SMA di kelas reguler. Satu kelas reguler berisi 20 siswa. Dalam sehari aku mengajar di tiga kelas. Sebagai seorang pengajar aku harus mampu beradaptasi ke tiap kelasnya. Anak SMP tidak bisa disamakan cara mengajarnya dengan anak SMA. Anak SMP yang masih lugu lebih sering celetak-celetuk. Beda dengan anak SMA yang sudah dewasa.
Mengajar ya seperti biasa. Menerangkan, menjelaskankan, lalu tanya jawab. Bila ada anak yang belum paham aku harus datang ke mejanya lalu menjelaskan ulang sampai benar-benar anak itu paham. Bisa saja memang aku asal-asalan. Tapi aku harus menjaga amanah dari orang tua siswa yang membayar saya untuk membimbing anaknya.
“Hallo Dean”, ku jawab hanya dengan senyum.
“Gimana ngajar hari ini?”
“Ya gitu mas, sama kayak hari-hari biasanya”
“Kalau Mas sih tadi digodain ama anak-anak”, ujarnya sok ganteng.
Bodo amat mas saya nggak peduli.
Aku masuk ke ruangan tutor. Ya, kalau di sekolah tutor mirip dengan guru. Aku duduk diantara tutor yang lain. Sengaja, agar aku menghindari percakapan dengan Mas Arie. Iya memang dia tipikal cowok yang sangat disenangi oleh banyak wanita. Tinggi, putih, atletis, hidung mancung, ya pokoknya ganteng. Aku mengakuinya. Tapi tidak penting bagiku mau Mas Arie ditembak bencong pun aku tidak akan peduli. Ganteng, tapi sok ganteng. Kadang, di kampus Mas Arie suka tebar pesona di depanku. Tentu, aku tidak pernah melihatnya. Jijik.
“Mbak, iki loh Mas Arie nge-whatsapp aku kemaren”, ujar Karina kegirangan
Arie lagi Arie lagi.
“Ya bagus dong kan kamu suka sama si Mas” balasku.
“Duh Mbak aku seneng banget”
Syukur deh biar aku nggak digangguin lagi. Heuuuuuh.
Mas Arie datang menghampiri kami. Aku pura-pura tidak ngeuh dengan kedatangannya. Karina mencubit lenganku, ia nervous. Mereka saling berbicara di depanku. Aku sibuk dengan ponselku membalas chat dari Angga yang tak terbalas saat aku mengajar.
“Karina, sore nanti ada acara gak?”, tanya Mas Arie.
“Nggak Mas”, jawab Karina terbata-bata. Nervous.
“Temani Mas yuk nonton”, aduh Karina kedua kalinya mencubit lenganku. Anggukannya mengiyakan permintaan Mas Arie.
Tadi bilang digodain anak, sekarang ngajak jalan Karina. Mas Arie bukan apa-apa jika ketampanannya dihilangkan.
delet3 dan 2 lainnya memberi reputasi
3