- Beranda
- Stories from the Heart
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
...
TS
tabernacle69
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
Quote:

Jurnal ini dapat membuat orang yang membacanya merasa BOSAN, tidak tertarik lebih lanjut dan kehilangan SELERA untuk membacanya, mereka akan merasa bahwa membaca jurnal serta kisah ini hanyalah membuang buang waktu mereka saja. Membencinya, mengkritiknya, membuangnya, dan melupakannya.
Tetapi bagi mereka yang bertahan, berjiwa santai dan pandai mencicil dalam membacanya.
Sebuah keajaiban akan terjadi.
Dan mereka akan mengingatnya.
..... Jurnal yang bakal saya bagikan ini mostly atau kebanyakan, bakalan bercerita tentang gimana cara untuk survive / bertahan di lingkungan sekolahan yang ekstrim dan berantakan, berandalan, dengan siswa cewek dan cowok yang nakal-nakal banget didalamnya, serta yang kebanyakan senang dan hobi banget mojok plus mesum di kantin belakang sekolah. Hehehe.
Dan nakal disini tuh sebutlah, pakai narkoba, nggak nurut sama guru, tawuran dan lain lain nya... betul betul nggak ada yang bisa dibanggain, apalagi kalau nakalnya masih dari duit orang tua. Tapi jangan emosi duluuu, karena ada pelajaran yang bisa diambil dari kenakalan-kenakalan itu.
* * *
PROLOG
"Bang, kau jangan lupa sama janjimu ya, kau kan anak lelaki, terus kau kan sudah lulus SD juga. Nah sekarang, merantau lah kau ke tempat orang."
Ucapan diatas adalah pesan dari bokap buat saya, karena ditagih janji, dan harus menepati janjinya, keputusan itu pun membuat saya harus memberanikan diri saya untuk pergi merantau ke tempat orang, sebuah tempat yang jauh dari kota kesayangan saya, kota yang saya tinggali.
..... nah waktu ituuu saya lagi ngobrol ngobrol santai sambil menikmati perjalanan sama sopir pesanan bokap di pertengahan malam, waktu itu kalau saya coba ingat ingat lagi secara persisnya..., perjalanan saya ini terjadi di bulan Februari, tahun 2007. Pak Amin namanya.
Sekitar jam setengah dua belas malam, dengan menaiki Range Rover Vogue warna hitam yang saya tumpangi, sopir pesanan bokap saya ini membawa kami melaju secara ekstra hati hati tepat didalam rerimbunan serta gelapnya taman hutan raya Bukit Soeharto.
Di Borneo, Kalimantan Timur.
Bukan karena apa apa, tapi karena kabarnya tempat ini adalah tempat yang super duper keramat.. jadi ya saya nggak bisa sembarangan bertingkah laku di tempat ini. Sompral atau belagu sedikit aja, saya yakin kalau saya bisa hilang di bukit yang menyeramkan ini.
.....
"Mas, kalau kita lagi lewat bukit Soeharto ini saya harap mas banyak banyak berdoa ya, jadi biar nanti kita bisa keluar dengan selamat." obrol si pak Amin kepada saya di saat itu, sambil dia tetap fokus dengan kendali setir yang berada didepannya.
Saya yang nggak tahu apa apa, cuma bisa merasakan bahwa bulu kuduk saya agak merinding. Sebab hanya ada kami berdua di tengah malam itu, dan persis seperti yang supir saya bilang, suasana di bukit Soeharto ini terkenal mencekam dan mengerikan.
Gosip gosipnya sih tempat ini adalah tempat rahasia, dulunya, yang dipakai untuk membuang mayat para preman yang dibunuh serta dikarungi selama pada masa pemerintahan yang terhormat... bapak presiden Soeharto. Tapi ini semua masih katanya ya...
Luar biasa...
Cuman, sebelum saya cerita lebih jauh lagi tentang kisah saya di tahun 2007 sampai dengan 2008 pertengahan itu.., saya pengen omongin satu hal yang bakalan bikin semuanya jadi jelas, bahwa, hidup saya nggak akan dimulai sampai akhirnya saya memutuskan untuk memberanikan diri dengan merantau seperti ini...
Ini adalah sebuah perjuangan yang sudah saya lewati di masa lalu saya, yang ternyata memberikan banyak kesan dan kenangan bahkan sampai hari ini.
Jadi waktu itu saya masih kelas 6 SD, baru lulus banget dari SD, kemudian merantau lah saya untuk cari sekolahan baru dan duduk di bangku SMP.
Hidup dan tinggal di keluarga Soematra memang begini, betul-betul keras didikan nya, meski saya tahu mungkin diluar sana ada yang sudah ditempa meski dari umur yang lebih muda, kayak waktu masih di bangku taman kanak kanak, mungkin? saya nggak hafal gimana persisnya.
Yang jelas waktu kelas dua SD saya pernah diguyur air dingin tepat tengah malam dan disuruh tidur di luar rumah, sama bokap saya, nyokap nangis-nangis dan nggak mampu ngelawan bokap, sampai akhirnya saya pun hampir kena hipotermia, dan kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Itu belum seberapa friends, waktu kelas lima SD saya pernah dijebloskan ke dalam penjara setempat sama bokap saya.
Penyebabnya?
Saya membuat skema ponzi (investasi bodong) di sekolah saya yang menyebabkan teman-teman saya kehilangan uang liburan mereka. Total dana yang saya gelapkan itu senilai puluhan juta rupiah. Under tiga puluh juta waktu itu kalau nggak salah.
Karena hal ini lah, saya dijebloskan kedalam sebuah tempat untuk menterapi anak-anak yang memiliki kecenderungan aneh aneh. Termasuk penjara itu tadi.
Seorang Philargyrist. Adalah orang yang suka dengan uang, bentuknya, gambarnya, teksturnya. Ngomong ngomong, under 30 juta, adalah nominal uang yang kecil dan sedikit sih memang, kalau bisa lebih banyak, saya pengen nya 50 juta atau lebih, tetapi untuk ukuran anak SD di tahun 2005, menurut orang-orang itu adalah hal yang agak tidak wajar.
Selain itu saya punya tendensi sebagai seseorang yang mengidap obssesive compulsive disorder, yang menyebabkan saya melakukan suatu kebiasaan secara repetitif, berulang ulang kali secara terus menerus, disini kasusnya saya punya kecenderungan untuk kembali menyedot uang uang itu lagi, buat saya, koin seratus perak yang sudah lecek dan kumal itu adalah sesuatu yang amat sangat mengundang.
Kalau buat kamu situasi seperti itu adalah angin selewat saja, ya mending buat saya aja duitnya, kenapa? karena setelahnya saya akan mencuci koin itu lalu memasukannya kedalam celengan saya.
Suara dentingan dari koin ituloh.... indah. Dan esensinya buat saya, every coins, matter.
Nah, jadi hukuman yang tepat bagi orang seperti saya adalah mencuci otak serta mental nya secara menyeluruh. Salah satunya adalah dengan men-terapi dan menjebloskan saya ke dalam penjara anak serta tempat praktik psikiater dan psikolog, untuk disatukan dengan kriminil-kriminil cilik atau anak-anak 'special needs' yang lainnya.
Hahahahaha, ya nggak sebegitu juga horornya, karena banyak kok yang pintar-pintar juga, di terapi disini, ada yang savant, ada yang synesthesia, ada yang prodigy, haha, mau apa lo? yang imbecile juga ada kok. Dan duit orang tua mereka nggak tanggung-tanggung kalau udah main ke psikiater dan psikolog. Hahahahaha.
Being a criminal mind, hukuman selanjutnya yang dilimpahkan kepada saya—masih yang kayak begitu juga, akhirnya saya pun pernah terpaksa ikutan tidur dirumah sebuah komunitas pemulung yang tinggal di sekitar komplek perumahan kami, ini waktu di Sumatra selatan kalau nggak salah, (saya kenal sama ketua komunitas pemulungnya, dan saya tidak membatasi diri sih.. asyik-asyik aja) Nah, disanalah saya belajar tentang gimana caranya jadi anak laki laki yang tahan banting. Itu semua belum termasuk bogem mentah dan ikat pinggang bokap.
Makanya saya sering ngebayangin, apa jadinya ya kalau teman teman saya yang dimanja itu, diperlakukan begitu sama Bapak mereka, wah sudah bunuh diri kali mereka. Walaupun anak aparat atau anak pejabat, tapi kalau pola asuh nya kayak pola asuh bokap saya, alamat selesai itu anak-anak manja.
.... juga kalau seandainya saya tidak memutuskan untuk merantau di tahun 2007 silam, saya bakalan tetap diusir juga sama bokap saya, nggak diakui sebagai anaknya, karena lembek, lemah, dan nggak mau berjuang. Bokap emang kejam kalau udah soal yang beginian.
Yang membuat saya mampu bertahan hingga hari ini ya adalah karena diri saya sendiri, karena nggak ada yang bisa menyemangati diri selain kita sendiri.
Alasan kedua, saya orangnya rasional, kalau dipukul itu artinya sakit, ya jangan suka mukul orang lain. Ketiga, saya orangnya senang gagal, karena dari gagal saya bisa belajar.
Keempat, saya anak bandel, nggak sempurna, dan suka belajar dari kesalahan yang dibuat oleh diri sendiri.
Kelima? nggak ada, jangan banyak banyak hehe, nanti pusing coy.
* * *
Dan juga... saya nggak akan tulis kisah saya ini kalau motivasinya kurang kuat.. saya sengaja tulis jurnal saya ini untuk mengingat masa masa itu, juga untuk mengenang perempuan terbaik, yang pernah hadir ke dalam hidup saya, selain nyokap saya sendiri tentunya...
Dan ini rasanya sungguh klise (biasa aja) memang... kalau dipikir pikir lagi, tapi ya, saya paham lah resikonya sedikit mengorek masa lalu itu kayak gimana. Makanya saya beranikan untuk menulis ini.
Jurnal dan kisah ini... juga saya tulis dan ceritakan ulang untuk menghormati orang orang didalam kehidupan saya. Harapan saya, semoga saya lancar menulisnya sampai akhir, karena ini bisa dibilang enggak banyak juga.
Jadi ya semoga saya bisa bawa alur cerita saya ini secara ringkas, padat dan jelas. Biar nggak ada yang pusing apalagi sampai sakit jiwa waktu ngebacanya.
So, nama saya Arang (Ara), sering dipanggil begitu karena kadangkala sifat saya yang menyengat kayak bau belerang, dan ini, adalah balada kisah hidup saya.
* * * * *
Indeks
Part 1 — Lagi enak-enaknya, saya ditendang.
Part 2 — Bokap saya yang kamu tidak sukai.
Part 3 — Life is normal.. kalau kamu lagi boker.
Part 4 — Seperti Arang, seperti belerang.
Part 5 — Jangan sampai, berpisah...
Part 6 — Saya yakin, diatas langit, masih ada langit.
Part 7 — Saya yang bawa pesta nya ke tempat kamu.
Part 8 — Masa lalu saya yang terancam punah.
Part 9 — We live in a world full of danger.
Part 10 — The GIANT remains incognito.
Part 11 — Shiz's Laik Dat Maighti Soerawizeza.
Part 12 — Teori sandal jepit Swallow hitam punya saya.
Part 12.2
Part 13 — Waktunya-kamu-ikut-saya-main.
Part 13.2
Part 14. — Mengupas tuntas, menyingkap tabir..
Part 15 — Kita tanding ulang, lo berani?
Part 15.2 — Every hotel is waving.
Part 16 — Saya harus mengingat kembali beberapa aturan lama...
Part 17. — One Level Above
Part 18. — Saya, Gog Magog, kamu, dan kabar yang mengejutkan.
Part 19. — Perdebatan diantara kamu dan saya.

Part 20. — Saya kembali ke tahun 2006.
Part 21. — Jalan Van de Venter.
Part 22. — Saya, moving to Borneo.
Part 23. — Saya dalam dunia perantauan.
Part 24 — Saya, kehidupan baru, dan bencong di masa lalu.
Part 25 — Borneo, saya dan kehidupan yang gokil abis!
Quote:
House of the suspects.
Ilustrasi tokoh.
Ilustrasi tokoh.
Quote:

Polling
Poll ini sudah ditutup. - 0 suara
Siapa tokoh yang paling kamu benci?
Freya
0%
Arang
0%
Burnay
0%
Asbun
0%
Dedew
0%
Diubah oleh tabernacle69 29-11-2020 17:52
makgendhis dan 50 lainnya memberi reputasi
49
49.5K
Kutip
632
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
tabernacle69
#206
Part 14. — Mengupas tuntas, menyingkap tabir.
Quote:

Bagian ampek baleh, saiyo sakato. (Satu tujuan)
Dear, my journal.
Akhirnya, sampai juga awak, eh, gue, di bagian ampek baleh (empat belas), ini gue nggak lama lagi bakal lompat ke Borneo, sebuah zona kehidupan yang jauhhhhhh lebih dag dig dug lagi kalau dibandingkan dengan menjalani hidup di kota kembang... maaf ya... kalau gue suka ngalor ngidul panjang dulu kesana kemari... itu ciri khas awak, eh, gue.
Karena begini deh, kalau cerita gue ini panjangnya cuma dua bab aja, bisa disimpulkan bahwa gue nggak pernah hidup dan eksis di dunia ini, belum lagi kalau digabungkan dengan peristiwa waktu kelas lima SD saat gue dijebloskan ke penjara lokal oleh bokap gue.
Bukan karena tawuran atau perkelahian di sekolah, tapi karena kejahatan kerah putih yang sudah gue lancarkan. Ada sangkut pautnya dengan UUD, apakah itu, ituuu adalah sebuah singkatan dari ujung ujungnya duit. Jadi kejahatan yang gue laksanakan itu memang berhubungan dengan duit, gue tidak mencuri, tapi saudara kembarnya, silakan ditebak sendiri. Pokoknya ada indikasi gelap-gelapnya.
Ini gue bahas nanti aja kapan kapan ya. Nyesek juga soalnya kalau mengingat dulu jam sebelas malam gue pernah diturunkan di sebuah kantor polisi sektor kecamatan, kemudian disuruh untuk tidur di atas ubin lantai yang dingin, dibalik sebuah jeruji besi, bertemankan residivis yang bertato tribal, jelek dan berambut gondrong, congornya bau miras.
Bokap gue memang anjing yang bermoral, kalau nggak begitu, gue nggak akan paham arti kehidupan...
Sekilas, kepala polisi sektornya adalah kawan bokap gue, jadi ya, suka suka bokap gue... mau besok gue jadi bubuk merica juga judulnya tetap sama; selama gue masih jadi bandit, jawabannya adalah; nikmati hukuman dari Bapak...
***
Makanya, pernah ada istilah; diam-diam menghanyutkan... orang yang punya karakteristik seperti itu biasanya melakukan sesuatu yang lebih aneh serta krusial apabila dibandingkan dengan orang yang suka berteriak teriak, namun ternyata kosong aksinya.
Disini kasusnya, kalau dibandingkan dengan semua rekan dan sanak famili gue, gue adalah bandit optimal; ngomong paling sedikit, suara paling kecil, kalau ada konfrontasi biasanya suka putar balik dulu, lalu menjelang malam biasanya sudah mulai menyusun rendjana, lantas bagaimana kalau pagi hari? ya bobo duong... mana ada maling yang bekerja di pagi hari...
To make things straight, gue adalah bandit yang sebenar benarnya bandit, ini sedikit demi sedikit gue cicil... karena kalau ditumpahkan dalam satu momen, bisa bubar satu acara...
***
Tapi selanjutnya kita coba untuk kembali melanjutkan diorama tepat di malam hari itu... karena kalau langsung lompat indah, bisa nggak nyambung nanti drama nya...
Usut punya usut, setelah belasan tahun sudah berlalu, alasan dari mengapa Freya begitu tidak menyukai Opop ikut bergabung dan bermain dalam lingkungan kami adalah karena, Opop suka menjaili Freya, kedua, Freya cemburu, juga karena dia minder dengan mental tangguh seorang Opop. Dibandingkan Opop, Freya sering memposisikan dirinya sebagai pribadi yang cuma bergelimang harta, tapi masalah mental, dia cuma setipis kapas.
Tapi sekarang hubungan pertemanan mereka berdua malah bisa dibilang amat sangat membaik, alias, sudah tidak bermusuhan lagi, kok bisa? coba tanya Opop. Semenjak dia mau menjulurkan tangan nya untuk membela dan melindungi si Freya dari bahaya gerombolan laki laki anjing brengsek yang hanya mau asetnya saja, si Opop udah kayak bodyguard nya itu orang.
Keriting, galak, dan suka menampar pria.
Tidak termasuk gue, karena kalau gue termasuk kedalam salah satu dari serigala anjing brengsek yang suka makan materi dari para perempuan begitu... mungkin sudah dipotong testikel gue sama si Opop. Jangan salah, Opop itu galak.
Nah, semenjak senang melindungi Freya, sekeping dua keping, Opop..., she earn her respect. Memang sih... bagi Freya, si Opop masih Big NO di malam hari itu, either way alasan dari Freya tidak menyarankan gue mengundang Ensey a.k.a Ashburn di malam hari itu dapat ditemukan pada percakapan berikut ini, "Oke, Opop nggak ikut, tapi masa gue nggak boleh ngundang si Asbun sih?" kata gue, mencoba untuk berdiplomasi.
"Elo itu kapan paham, Rangkuti." balas Freya.
"Lo undang dia, kemudian dia telfon Dedew, Dedew buka mulut, the next thing adalah Winsa, Baskara, Helmy, Kevin, Prapanca dan satu lusin anak kelas A bangun dan pada ikut sama kita malem ini." jelas si Ireng alias Freya.
Oh ya, gue lupa untuk menjelaskan sejak kemarin, jadi formasi lengkap nya adalah seperti ini, gue sebutkan yang gue dekat dan ingat aja ya.
Anak kelas B:
Ogut.
Freya.
Lody.
Aulia.
Ashburn.
Ello.
Bagas.
Tiopan.
Clarissa.
Batseba.
Isnan.
Regi.
Bayu.
Shella.
Anak kelas A:
The BIG mouthed drama queen: Dedew.
Kemudian ada Opop, si keren.
Winsa, tukang pukul Se-suryakala.
Baskara.
Prapanca.
Kevin.
Helmy.
Danara tapi biasa dipanggil Dana.
Gelar.
Happy.
Saviera.
Tiopan.
Winsa.
Anak kelas C, gue sebut satu aja karena menurut gue ini cukup relevan, menyangkut dari seisi anak kelas C yang gue doyan cuma si....
Nirwana, doang.
Duh jadi malu.
Jadi intinya semua anak anak di kelas kami suka tiba tiba senang mejeng dan kongkow kalau sudah ada panggilan dari salah satu yang populer di kelasnya. Jadi hati hati, jangan asal buka suara. Meskipun gue tahu, beberapa anak juga pasti dilarang keluar rumah malam hari, tali mayoritas dari anak anak seperti kami sih orang tua nua pada sibuk sama urusan sendiri.
Anaknya sih masa bodoh, yang penting dikasih uang bulanan, tak terkecuali bokap nyokap gue, yang ketatnya udah kayak ikat pinggang bos eksekutif yang memang perutnya buncit.
Kembali ke obrolan kami, "But mainly mereka berdua kan emang cerewet ya Frey..." sambung gue sambil mengangguk angguk.
"Mainly sih begitu... tuh kan, gue mulai kedengeran kayak si Jaksel babi itu, ih aneh nggak sih." Freya mengibaskan pandangan nya sambil cemberut.
"Udahlah cukup si Burnay aja... biar nanti yang ngebacot gue aja di tempat kita billiard... lagian juga Burnay tuh ganteng, gue suka aja ngeliatin dia lama-lama..."
"Halah, lagu lama lo Frey, bilang aja mau ngasih dia hadiah.... paling entar elo sengaja kalah." kata gue mendebat.
"Yeeee~" Freya pun sewot di kala itu.
***
Setelah puas ngobrol-ngobrol di ruang meeting Papi nya Freya, Freya ngomong, "Gue mandi dulu." lalu dia berjalan menjauh, menaiki tangga dkrumahnya dan menghilang di lantai atas yang besarnya sebesar pintu gerbang saat memasuki I*lamic center. Dan, handphone gue pun resmi rusak di malam hari itu, padahal isinya berharga banget bagi gue...
Beberapa diantaranya adalah foto gue sama Nirwana waktu kami lagi mengikuti proyek memasak di dalam kelas untuk proses perpisahan dengan guru guru di sekolah kami, kalau gue adalah seorang sketch artist, mungkin sudah gue gambar ulang itu foto dengan kapasitas 4 megapiksel itu.
Pokoknya fotonya manis sekali, gue sedang berpose gokil, sambil pakai topi seorang chef dan Nirwana lagi menggandeng tangan sebelah kiri gue, kami adalah dua anak adam yang lagi saling suka, gue benci harus ngomong ini karena waktu itu gue harus pindah ke Borneo, mungkin kalau nggak pindah Nirwana udah jadi pacar kesekian gue dan entah hal apalagi yang bakal gue alami.
Freya nggak pernah sewot kalau gue dekat sama Nirwana, tapi disaat dia ngebanting hape gue yang notabenenya adalah foto foto gue sama Nirwana, juga kontak gebetan sekolah sebelah (ban serep seandainya gue nggak diterima sama Nirwana) juga koleksi MP3 dari grup musik lokal yang apapun itu masuk semua ke handphone gue.
Sampai laskar cinta nya dewa 19 pun masuk... gue jadi rada sinis sama elo Frey, kali-kali elo banting lagi hape gue... tapi 12 tahun sudah berlalu, Freya tidak pernah membanting barang lain kepunyaan gue. Kecuali meminjam dan menghilangkan nya.
Menggantinya, lalu entah apalagi kelakuan lo itu, dasar ireng.
Selesainya si Freya mandi, gue lihat dia tampil mengenakan busana khasnya kalau mau main di malam hari. Hoodie lagi, bernada gelap dan jeans panjang warna hitam. Sedangkan gue, nggak mandi, nggak ganti baju atau apa apa, dan nggak ada aroma apa apa yang timbul dari tubuh gue, meski setelah seharian hidup, maklum, kelenjar keringat gue rada kurang berfungsi, ya, namanya juga manusia drakula. Jadi ya hidupnya nggak ribet. Tinggal semprot Abercrombie maka gue pun mendadak mahal.
"Yuk jalan." kata Freya setelah selesai memakaikan sendal berwarna coklat di kedua kakinya.
Jangan salah beranggapan, waktu itu gue dan Freya paling nggak bisa mesra mesraan, apalagi menyentil nyentil soal yang jayus atau genit sekalipun, seperti kalau situasinya Freya lagi mau mandi, dia nggak akan pancing-pancing gue untuk ikut ke kamar mandi dan gue tidak akan berkata kata yang mengundang dia.
Lalu soal busana, kami masih anak sekolah dasar sih, jadi ya busana nya si Freya juga belum jadi suatu keharusan, otherwise dia itu kan tomboy, jadi ya... apa yang bisa diharapkan dari dia kalau udah soal dandan-dandan cantik, dia itu nol besar.
Gue pun sama, paling banter gue berbusana disaat itu ya kaus henley biru gelap lengan panjang, denim biru gelap, bukan slim cut, tapi yang biasa aja, rambut dipotong rapi, nggak pakai minyak rambut, kondisioner, apalagi pakai gel rambut. Dan yang pasti, pakai wrist band dari Nike. Warna biru ultramarine, gue ingat persis itu karena belinya cuma di satu toko di jalan Setiabudi.
Sepatu ya apalagi, kalau bukan sneaker nya Clarks yang warna hitam, kalau nggak mau terlalu terlihat rapi ya paling lari nya ke Morgan Milo atau Converse yang ox original, dan besok besoknya malah beli Red Wing dan selesai di Ackermann. Makanya kalau lihat sneakers addict jaman sekarang, mata gue justru juling, nggak ngotak gue sama waralaba sepatu sepatu atletik itu.
Setelah si Freya turun dari lantai atas dan mengajak gue pergi, sekitar jam setengah delapan malam kami berdua pun hengkang dari rumah dia, keluar dari gerbang Minas Tirith (hahahahahahahaha brengsek, seneng banget gue nyamain yang satu ini Rey) dan masuk kedalam sedan nya si Yondra. Pagar dibukakan, belok ke kanan dan kemudian melenggang pergi dari Setra Raya menuju akses masuk utama residensial tersebut.
Malam itu di kota Bandung, agaknya berjalan sepi... mobil sedan yang kami tumpangi pun lancar melaju dari boulevard residensial dengan sculpture (patung) atas salah satu bagian tubuh manusia itu, berhasil melenggang bebas di jalanan Surya Sumantri, di jalanan ini terletak salah satu kampus seseorang dalam hidup gue... cukup memorable.
Sementara mobil ini berhasil tiba di jalanan Louis Pasteur, di dalam mobil, Freya sibuk memainkan permainan pada ponsel PDA nya, sedangkan gue sibuk memperhatikan sampah yang berserakan di sekitar jalanan Pasteur ini.
Betul, saat itu adalah rapor merah bagi kota Bandung, selama di pimpin oleh walikota yang bernama Dadus Rosadus bin Alakadus tukang Korupdus. Kasus longsor nya tempat pembuangan akhir yang membuat muntah itu sukses mencoret nama kota Bandung dari daftar kompetisi adipura antar Kota se-Indonesia Raya.
Makanya pas gue tiba di Balikpapan kan gue sampai bingung dan bengong, kayak anjing kalau dikasih dog food gitu, luarbiasa edan ini kota, peraih adipura, eh dibalik itu rupanya ada siapa? ada perrrrrtaaamiiiinnnnn... a, yang menyokong segalanya, lalu di Bandung, ada siapa? ada Dadus Rosadus duong.... Dadus Rosadus guendheng!
Eniwei.., gue jadi ingat that little dumay (little America) di Kepri atau Beverly Hills nya sebuah kota kecil di kota pempek yang juga disokong infrastruktur nya oleh beberapa BUMN yang memiliki cabang di beberapa daerah terpencil tersebut, yang jelas, bukan di pulau Jawa.
***
Malam itu, gue sempat merayu Freya untuk mengajak beberapa teman kami, lagi. Gue bilang.. "Frey... masa cuma kita bertiga, nggak rame dong Frey..." kata gue agak memelas, lalu langsung dijawab sama dia, "Bertiga aja, soalnya ini rematch gue sama Burnay, gue mau fokus, tapi kalau besok besok sih gampang, ajak yang lain juga boleh." kata Freya datar.
Dan yeah, keputusan Freya rupanya sudah final, dia tidak ingin gue mengajak siapa siapa lagi kecuali menjemput Burnay di kediamannya, gue tidak boleh ajak si Opop, bahkan tidak juga mengajak si Asbun, padahal kalau sudah urusan main malam, sohib gue yang suka asal bunyi itu sedekat seperti ibu jari dengan jari manisnya, ibarat meja dengan kursi, kalau gue dial nomor ponselnya, kala itu, dia sudah pasti langsung bongkar garasi, keluarkan mobil dan langsung melipir bareng kami.
Cuma sayang, menurut Freya, Ashburn itu rempong setengah mati, dan dirinya tanpa si Dedew ibarat seonggok ayam goreng tanpa sambal terasi, nggak ajak Dedew, kejadian nya pasti bakalan sama persis seperti waktu itu lagi; bikin masalah sampai itu bocah berhasil ajak orang yang bernama Dewinta. Freya dan dunianya yang datar kayak ban mobil kempes, mana mau digebrak sama orang orang itu, apalagi diusik ketenangan nya...
Bandung di tahun itu macetnya sudah lumayan parah, apalagi ketika weekend, karena mall-mall seperti Pevejiv, Chaywalk, dan BIP for gay peOple (semua nama diplesetin), sudah dibangun dan berhasil menjadi mall yang adidaya. Namun kami biasa jalan kalau weekday saja jadi macetnya nggak terlalu parah.
Atau ketika semua anak abege kalau sms-an pasti pakai alfabet dan nomor yang digabung gabung, dan kalau jawab iya dong itu menjadi "Iyha dunkz...." ditambah smiley, yang kayak begini>>> ——> :-p, atau yang ini... B-) smiley yang terakhir itu artinya adalah orang keren, begitu.
Gue sudah muntah berkali kali ketika melihat semua teman gue ketularan virus alay dari western world dan musik musik rock alternatif itu mulai digandrungi oleh mereka semua. Sebut saja My Chemical Romance, Saosin, The Used, Avenjed fucking Fold, Slip fucking Knot yang kalau digabungkan menjadi Slipknot.
Lebih parah lagi di tahun berikutnya ada Pewege dan vokalisnya yang queer abis, ini kata orang orang, ya, gue cuma pasang telinga aja.
Percayalah, gue pernah berada di lautan penyakit kronis itu dan gue berusaha sebisa mungkin untuk tidak tenggelam kesana, and yet i fell on using one single sentence kepada gebetan gue, dalam gaya itu, dan sms serta kata kata itu kenampakannya adalah seperti ini... "H4i, k4mu c4ntik bang3t..." and then, kirim.
Lalu besoknya gue ditertawakan habis habisan sama Freya, karena gebetan gue itu buka suara kalau gue alay, and the next day, gue direbus habis sama sama seisi kelas gue, dibilang nya lah gue sudah tertular virus alay.... the next week, se Bandung lautan api tahu kalau gue adalah orang alay. Burnay, Opop, Asbun, dengan gampangnya ngomong begini sama gue, "Sorry bro, kita ga bisa bantuin elo, elo ternyata anak alay.... hahahahahaha." lalu mereka tertawa, puas dan beringas.
Gue benci masa dimana gue sempat mengetik sms alay kayak begitu, tapi sekarang kalau diingat ingat lagi, rupanya itu indah juga... loh, kok bisa? ya perpaduan antara alfabetikal dan numerikal gituloh... dua dunia yang berbeda, nah, pusing ga lo.... hahaha.
2006 sampai 2007 tuh, gue cap habis itu virus alay lagi ganas ganas nya menyebar di seluruh nusantara Indonesia, belum lagi dengan pose berfoto nya yang kalau diperhatikan secara baik baik, mirip banget kayak orang yang lagi kena penyakit ayan, alias epilepsi... hahahahaha.
Anyway.. mobil sudah berhasil melewati jalanan Doktor Djundunan dan membawa kami melintasi jalanan Pasir Kaliki.. lurus terus... kami pun tiba di areal rumah kawan dan keluarga kami ini. Bandung di malam itu nampak temaram, pohon pohon tua yang tingggi dan besar, daunnya rindang, menghiasi sudut demi sudut di daerah ini.
Meski berserak sampah dan toko kopi belum menjamur seperti belakangan ini, Bandung yang gue cinta tetap punya spot spot khusus yang nyaman untuk dihampiri dan disana kita bisa berbincang didalamnya...
Hanya bisa ditemukan bagi orang yang mau mencari lebih jauh dan mau tahu.... and... at last. "Ding dong..." Freya menekan bel didepan pintu rumahnya Burnay, sebuah rumah dengan arsitektur klasik yang letaknya tersembunyi tepat di tengah tengah dari pusat kota ini...
***
Ding dong ding dong...
Tidak lama kemudian, terdengar suara derap langkah kaki dari dalam ruang tamu yang juga bercahaya temaram di rumah Burnay itu... lalu ada suara orang yang membuka engsel kunci di pintu berwarna coklat ini dan....
"Heyyyy." kata seorang wanita dengan rambut coklat panjang, mengenakan celana jeans biru muda dan kemeja lengan panjang berwarna putih, namun digulung sampai ke tulang siku. Hadir didepan kami.
"Met malem tante Juni.. Burnay nya ada?" tanya Freya ramah, kedua tangan nya mengepal dan dia taruh didepan paha mungilnya itu, gue kan ahli body language nih, dengan begitu gue nyatakan: Freya lagi malu-malu.
"Ada kok." jawab tante Juni.
"Burnnn coba lihatt ini ada siapaaaa." teriak tante Juni mengundang anak lelakinya itu.
"Ya Buuu tunggu..." jawab Burnay dari arah kejauhan.
"Auntie, is Burn ready?" tanya gue ke tante Juni.
"Ya, Rang, yes he is, kamu masuk duluan gih, itu Burnay nya lagi beres beres didalam." jawab tante Juni yang mempersilakan gue untuk masuk kedalam rumahnya.
Kemudian gue pun masuk kedalam rumah, ciri khas rumahnya Burnay adalah.. rumahnya banyak China, bukan sejenis ras atau profil personal ya, tapi tembikar dari negeri Tiongkok yang di taruh di sudut-sudut rumahnya gitu, beberapa porselen lain juga nampak menghiasi rumah itu, seperti porselen anjing Dalmatian dan anjing Beagle...
***
Rumahnya Burnay tidak terasa sepi, malah banyak orang yang tinggal didalam rumahnya, cuma kalau malam memang disana ada aturan tidak boleh bersuara gaduh. Karena katanya banyak hantu di halaman belakang rumahnya Burnay. Menyeramkan, hiiiyy.
Setelah gue masuk dan melihat si Burnay sudah selesai berpakaian, dia baru mandi pakai hot shower nya, sama kayak Freya yang waktu itu juga baru mandi, Burnay suka pakai pengharum badan yang bernama Old Spice, sedangkan gue malam itu tidak pakai apa apa, gue heran, garing banget ya gue di malam malam itu.
Setelah berhasil merapikan diri, Burnay pun mengangguk dan meminta gue untuk segera berjalan kembali ke ruang tamu depan rumah untuk bergabung kembali dengan Freya.
"Adik Burnayyy... coba lihat ini ada siapaaa." kata tante Juni lagi, mengundang Burnay untuk yang kedua kali nya.
"Freya bu, Ibu kenapa sih lebay banget." jawab Burnay sewot setelah tiba di depan pintu rumah.
"Iya, Freyaaaaaa." tante Juni berteriak lalu tiba tiba memeluk bahu si Freya.
"Hehehe iya tante." jawab Freya yang pipinya langsung berubah, menjadi merah.
Diubah oleh tabernacle69 11-06-2019 13:30
masmas222 memberi reputasi
1
Kutip
Balas