.nona.Avatar border
TS
.nona.
Misteri Gunung Lawu ( Kisah Mistis )


Cerita ini berdasarkan pengalaman teman-teman dan TS yang biasa mendaki gunung, nama semua yang ada di cerita ini disamarkan. Begitu juga dengan tokoh utamanya.

Walau cerita ini akan ditambahi bumbu-bumbu penyedap biar lebih seru, tapi based cerita ini adalah kejadian nyata walau hanya kerangka ceritanya saja, jadi anggap saja cerita ini fiktif. Mau percaya atau tidak yang jelas kehidupan tak kasat mata itu memang nyata.

Semoga cerita ini menghibur rekan-rekan pembaca semua, untuk yang tidak suka dengan cerita mistis lebih baik jangan diteruskan membacanya ditakutkan kecanduan.


Prolog


Cerahnya mentari membakar kulit di daerah Solo ini, entah sudah berapa kali kuminum air putih yang kubawa menunggu datangnya kedua kawanku. Nampak 3 tas caril yang kugunakan dan punya kawanku tergeletak di ujung pos entah sepertinya tempat ini adalah pos satpam yang ditinggalkan dekat stasiun Solo Jembres.

Terdengar suara kawanku Joko dan Endri melangkah menuju pos tempatku berteduh, entah sudah berapa kali asap putih mengepul dari mulutku. Waktu yang terasa lambat menunggu kawanku membeli logistik di sekitar pasar agar pendakian ke lawu tidak menjadi teror di kala perut lapar.

"Lama amat" ujarku

Joko dan Endri mesam mesem persis kaya petruk dan gareng lagi nyari bau kentut nya semar.

"Ahh... Elahh Don, nih lihat bawaan lumayan banyak" ujar Joko, sambil menenteng beberapa belanjaan logistik yang sudah dibeli.

"Tau lo Don, lo mah enak cuman bengong sambil ngebul jagain tas doank" Endri pun tak kalah sengit membela Joko.

Aku pun tersenyum kepada mereka, " janc*kk, malah marah-marah ya aku yang salah...puas dah lo.. "

Mereka pun tertawa secara bersamaan, tak banyak yang diceritakan di daerah Solo Jebres ini namun perjalanan masih panjang. Joko pun menelepon seseorang untuk menjemput kami, karena yang lebih paham daerah ini dan Lawu adalah Joko. Jadi aku dan Endri tinggal duduk manis menunggu perintah selanjutnya dari pimpinan pendakian kali ini.

"Waduhh... kita harus nunggu setengah jam lagi, yo wes kalian istirahat dolo dah. Cari tempat ngopi yuk " ujar Joko.

Kami berdua pun mengangguk, rasanya menunggu sambil ngopi dan makan gorengan lebih nikmat dibandingkan harus menunggu di tempat yang mulai panas ini.

Kami pun berjalan, hingga terlihat warung kopi di pinggir jalan. Barang bawaan pun ditumpuk jadi satu, logistik pun sudah dibagi masuk ke dalam caril masing-masing.

Kami pun memesan mie rebus, lumayan untuk ganjalan perut yang sudah mulai teriak lapar. Sembari memakan mie yang sudah terhidang, rasanya air putih di depanku tak sanggup menahan rasa dahaga yang sedang kuderita.

"Bu De aku es teh manisnya satu ?" ujarku, lalu disambut dengan ucapan kedua temanku.

"Aku es Jeruk Bu de, Aku kopi Bu De"

Pemilik kedai yang sudah berumur setengah baya itu pun mengangguk, ia pun mulai membuat pesanan minuman dengan terampil. Mie rebus punyaku pun habis lebih dulu, sedangkan kedua temanku masih asik mengunyah mie yang menjadi idola para pemuda yang sering ngekost.

Sedang asik bersenda gurau datanglah seorang laki-laki paruh baya disamping kedai kopi itu, pandangannya kosong nampak menatap jauh tanpa arah. Aku pun melihatnya dan merasa iba, aku segera beranjak mendekatinya.

"Maaf Pak, ini bangkunya biar enak duduknya"

Ia menoleh kepadaku ada senyum yang terasa berat.

"Makasih Le... "

"Mau minum kopi pak..? "

Ia pun menggeleng, menolak pemberianku.

"Rokok.. "

Ia kembali tersenyum diambil nya satu batang dari bungkus rokok yang kuberikan. Kepulan asap pun mulai keluar dari mulut kami berdua, kulihat tatapannya tidak ada perubahan masih kosong dan tak tentu arah.

"Sampean ini mau kemana, ke Lawu ya.. " ucap si bapak.

"Iya pak.. "

"Ohhh... Hati-hati ya, kalau ke sana. Saat ini banyak aura negatif di gunung lawu" ucapnya.

Aku hanya diam, tanpa bermaksud bertanya lebih jauh. Hanya anggukan kecil yang ku isyaratkan.

Kembali ia mengepulkan rokoknya terlihat olehku dari tampilan tangannya yang menggambarkan ia seorang pekerja keras, terlihat dengan jelas di lengan tangan kanan sebuah tato dengan motif bunga dan di lengan tangan kiri bertato motif naga dan wanita. Nampak masih mudanya bapak ini sosok orang yang di segani oleh orang sekitarnya.

"Ohh iya bapak asli dari sini....??"

"Bukan, Le aku dari Desa Jabung, Kecamatan Panekan, Kabupaten Magetan. Kamu tahu..?? "

"Tidak pak, aku ga ngerti daerah sini asalku dari Jakarta"

"Ohhh... Terima kasih ini Le, Rokokmu... " ucapnya dengan nada berat.

Kemudian temanku memanggil, "Woyy Don, itu bayar makananmu masak lo gw traktir terus bisa bangkrut aku" Joko teriak.

"Ehhh... Iya, bentar ya pak"

Aku pun segera membayar makanan yang sudah kupesan, "Ini bude, lalu memberikan sejumlah uang" setelah selesai pembayaran, aku pun menoleh ke arah tempat bapak tadi duduk ia sudah tidak ada.

"Loh Ndri... Tadi lo liat bapak yang duduk disini ngobrol ma gw pergi kemana ??"

"Bapak-bapak, ngaco lo... Dari tadi juga lo bengong ngerokok sendiri, di panggil juga diam aja makanya si Joko tadi teriak manggil lo... "

"Ahhh yang benerr....tadi aku ngasih... " ucapanku terhenti. Kulihat sebatang rokok yang masih utuh di bangku tempat si bapak itu duduk.

"Ealahhh.. udah ahh ngelindurnya yuk berangkat, tuh mobil kawanku sudah sampai di seberang" Joko pun mengambil carilnya.

Kuambil rokok tadi, masih utuh tanpa terbakar sedikitpun. Bulu kudukku berdiri seakan ada yang janggal, aku pun berdo'a semoga saja itu hanya halusinasi karena beban stress yang menggelayuti kepalaku.

Atau apakah benar dia "Hantu"


#Bersambung


Quote:


Quote:





🙏 terima kasih untuk agan mantab93 yang sudah repot-repot buatin index.. 👍


Tambahan Cerita Mistis Dari Kaskuser

Quote:


Quote:



Quote:


Quote:


Quote:
Diubah oleh .nona. 08-07-2021 04:16
deddydded
gubtifaqih
shinichindo
shinichindo dan 118 lainnya memberi reputasi
115
212.7K
892
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
Tampilkan semua post
.nona.Avatar border
TS
.nona.
#316
Part 15



"Groarrrr..." suara itu mengejutkanku, tapi tidak dengan mas Jati dia tetap merapal mantra hingga semua air yang ada di ember pun habis.

"Pusatkan pikiranmu ke arah kepala"

Aku diam sambil menuruti nasehatnya, namun semacam ada energi yang bolak balik mengalir di area punggung hingga ke kepala, hangat dan rasanya agak gimana gitu tak bisa di jelaskan dengan kata-kata.

Anehnya badanku menjadi ringan, bahkan wangi kembang tersebut seakan melekat pada tubuhku.

"Sudah selesai mas.. "

"Sudah, lekas pakai pakaianmu kembali"

"Mas tadi itu suara apa..?"

"Penunggu Lawu...kita sudah di terima disini untuk menjalankan ritual"

Aku sebenarnya kurang mengerti, siapa penunggunya, bentuknya bagaimana apa mirip dengan demit yang di sinetron. Entahlah yang jelas semakin lama rasanya tubuhku sangat-sangat ringan, aku pun tak mengerti kenapa.

"Hmmm... Bagaimana rasanya enteng kan.. "

"Iya mas... "

Setelah aku berpakaian, sama sekali di sendang ini terasa sunyi sebuah keanehan karena menurutku Lawu selalu saja ada yang mendaki.

"Kamu bingung ya.. Merasa sepi... ?" tanya mas Jati.

"Iya mas... Sebenarnya sendang ini rame sebentar diberikan daun kelor di kedua mataku"

"Lihatlah.. "

Wahh... Keadaan sendang saat itu rame dengan banyak pendaki, bahkan ada penziarah juga yang sedang mandi di dalam bilik seperti kami tadi.

Mungkin bila aku tidak merasakan mandi di sendang tersebut pastinya akan mengejutkan kenapa orang-orang itu mandi dengan mengguyurkan air dingin sendang itu ke tubuh mereka. Karena bila kita belum merasakannya atau hanya melihatnya saja akan heran sebab Gunung Lawu adalah salah satu gunung paling dingin yang pernah ada. Bahkan bisa dibilang lawu lebih dingin daripada Semeru, gunung tertinggi di Jawa. Mereka ini mandi malam hari di lembah gunung terdingin di ketinggian 3000 mdpl. Dan ini bener-bener luar biasa, ritual yang mungkin banyak orang tak percaya tapi ternyata memang ada.

"Mas kok ini rame..??" aku dibuat bingung dengan yang terjadi.

"Ini dunia nyatanya.. "

"Lalu yang tadi.. "

"Kita tadi berada di dunia yang berbeda, rame di dunia nyata namun sepi di dunia lain itu adalah bagian dari sebuah kehidupan masing-masing mahluk yang ada di alam semesta"

"Bagaimana, mau kembali ke dunia yang tadi ?"

"Biarkan dulu aku seperti ini mas, rasanya seru melihat banyak orang di sekitar sini.. "

"Baiklah kalau begitu... "

"Lohh kok, mas !! mereka ga ada yang negor kita ya cuek aja"

Kembali mas Jati terkekeh, lalu ia pun berkata dengan nada berat yang berwibawa..

"Fisik kita ada di alam yang berbeda, tentu saja mereka tak lihat, makanya tadi mau di balikin lagi mata batinnya katanya nanti aja.." kembali ia terkekeh.

"Lohh gitu..."

"Bila mereka bisa melihat kita bisa heboh nanti kalau lihat kekuatanmu"

"Maksudnya mas..? "

"Kundalinimu sudah terbuka hingga cakra mahkota, dan kamu bisa gunakan untuk meringankan tubuh. Langkah kita berjalan akan lebih cepat dibandingkan manusia biasa"

Gila ini pengalaman baru mas, layaknya seorang pendekar yang aku baca di buku-buku. Terutama jagoanku si Wiro Sableng, hmmm...ternyata ini kisahku hampir mirip dengan tokoh silat yang hebat di dalam cerita novel.

"Nah kan, mukanya seneng gitu gimana mau dibalikin lagi nih pandangannya.. " mas Jati kembali menggodaku.

"Ndak usah mas... agak gimana gitu kalau Lawu terasa sepi"

"Yo wes.. Tapi ada kalanya nanti akan aku tutup biar tak ganggu konsentrasi"

"Iya mas...."

"Sekarang kita berjalan dulu untuk sedikit meditasi di Jolotundo, sebentar lagi jam 12 malam tepat bulan purnama hari baik untuk melaksanakan meditasi"

"Aku ikut aja mas.. "

Kami pun meninggalkan Sendang Drajat, sendang tempat petilasan prabu Brawijaya. Terlihat banyak pendaki ngecamp disitu, karena ada juga warung yang bisa buat mengisi perut yang lapar. Jadi jangan takut kelaparan untuk mendaki Lawu, tapi tetap saja harus berhati-hati jangan terlalu jumawa juga bila di atas gunung.

Benar sekali kali ini perjalanan terasa lebih mudah karena efek ringan pada tubuhku, padahal jalan menurun agak curam, tapi tubuhku seperti melayang sangat ringan. Di sela-sela perjalanan selain aku melihat beberapa pendaki yang lewat, aku melihat penduduk desa yang tak biasa, wajahnya manusia tapi terkadang ada yang berbulu, ada juga yang berekor. Bahkan ada yang cantik sekali seperti seorang putri, semuanya beraneka ragam. Yang jelas aku tahu mereka bukanlah manusia di dunia nyata.

Hingga akhirnya sampai juga di pos 5 disini banyak warung dan tempat yang luas juga untuk ngecamp, tak jauh dari pos 5 adalah tempat yang dimaksud yaitu Jolotundo.

"Kita sudah sampai Don"

"Ini sumur itu..? "

"Ya... Pemberian nama Jolotundo sendiri konon diambil dari kosa kata Bahasa Jawa yang berarti sumur yang luas atau besar"

Kulihat sebuah sumur namun bentuknya seperti gua kecil, bahkan Gua ini gelap dan sangat curam turun ke bawah kurang lebih sedalam lima meter lebih dan berbentuk seperti obat nyamuk atau berbentuk seperti spiral.

Untuk turun ke dalam sumur harus menggunakan tali dan lampu senter karena gelap. Di dalam sumur terdapat pintu goa dengan garis tengah 90 centimeter. Bentuknya sih hanya kecil saja. Namun ternyata bisa masuk ratusan orang ke dalamnya,

"Bagaimana kamu siap untuk masuk dan melakukan tapa brata"

"Bagaimana caranya kita masuk, apa harus pakai tali..?" tanyaku.

Mas Jati tersenyum, "Kamu ini ada-ada saja percuma kamu sudah bangkitkan cakramu, langsung loncat saja"

"Ohhh gitu.. "

Huppps.. Mas Jati pun turun lebih dulu kebawah, "ayo Don loncat...!! "

Aku ragu namun kuberanikan diriku untuk loncat, hupss.. Akhirnya walau kuda-kudaku sedikit oleng aku pun berhasil menyusulnya kemudian.

"Taruh saja...perlengkapan campingmu disana", aku melihat di sebuah dinding ada sebuah ceruk dari batu gunung aku pun meletakkan perlengkapan mendakiku di sana.

"Ini ganti pakaianmu dengan baju ini, lalu kamu ikut aku.."

Sebuah baju dengan ciri khas Jawa, aku kurang paham namanya kalau ndak salah pakaian untuk berperang gitu? entahlah !! Pakaian perang ala Jawa ini terdiri atas celana yang berkancing. Panjangnya dari pinggang hingga mata kaki. Selain celana panjang umumnya celana untuk berperang yang disebut kathok juga dilengkapi dengan celana pendek. Hanya saja celana pendek tersebut diletakkan (dipakai) di luar celana panjang. Jadi kira-kira seperti pakaian Super Man dengan celana dalam diletakkan di luar celana panjangnya.

Celana-celana tersebut umumnya terbuat dari bahan kain yang halus. Selain itu pakaian perang Jawa juga dilengkapi dengan amben, yakni semacam sabuk yang dililitkan mengelilingi tubuh sebanyak 7-8 kali. Amben ini berfungsi untuk melindungi bagian tubuh dari pinggang hingga dada dan punggung. Jadi fungsinya mirip seperti baju zirah. Umumnya amben juga terbuat dari kain yang bagus.



Pakaian perang ala Jawa juga dilengkapi dengan rompi ketat tanpa kancing yang sering disebut sangsang. Di atas sangsang terdapat rompi dengan kancing yang dimulai dari leher sampai perut. Rompi semacam ini sering juga disebut kutang berkancing. Di atas semua jenis baju itu dikenakan baju lengan panjang yang disebut sikepan. Baju lengan panjang ini jika dilihat model atau potongannya agak mirip dengan jaket panjang. Baju ini menutupi seluruh tubuh bagian atas. Umumnya pakaian perang juga dilengkapi dengan tutup kepala. Kadang penutup kepala ini rangkap. Penutup kepala pertama umumnya berupa kain yang diikat dan disimpulkan. Kemudian penutup kepala paling luar umumnya berupa tutup kepala semacam topi atau kuluk. Pakaian perang Jawa ini masih bisa di lihat di kesultanan Yogyakarta.

"Apa benar ini pakaian perang khas jawa mas..?"

"Ya tepat sekali... "

Setelah aku kenakan semuanya, tentu saja dibantu oleh mas Jati, waduh kok aku jadi lucu gini ya macam ingin ke pementasan ketoprak, tapi masih ada kain yang tersisa.

"Mas ini apa?"

"Itu adalah angger dililitkan di pinggang, gunanya untuk senjata seperti pedang umumnya ditaruh di pinggang bagian kiri. Kemudian tiga bilah keris diletakkan di kanan kiri pinggang dan satu bilah lagi diletakkan di belakang. Keris yang dikenakan ini umumnya terdiri atas satu keris pribadi, satu keris warisan leluhur, dan satu keris yang diberikan oleh ayah mertuanya ketika orang tersebut menikah. Keris dari mertua ini umumnya diletakkan di pinggang bagian kiri. Namun untuk saat ini, angger tidak usah kau gunakan Don, disimpan saja, ini masukkan dalam tas"

Tas tersebut hanya terbuat dari kain berwarna hitam, talinya menjuntai panjang hingga ke pinggang.

"Mas bukankah kita ingin meditasi kenapa berpakaian macam prajurit seperti ini ? Bukannya pakaian prajurit Majapahit tak seperti ini, hanya kain dan celana lalu bertelanjang dada mirip di film saur sepuh"

"Ini bukan film Don, coba kamu rasakan dan dengar apa yang ada di dalam sumur ini.? "

"Suara ombak mas.. Loh kok aneh ini kan gunung ?"

"sumur di puncak lawu ini bukan sembarang sumur. Karena sumur Jolotundo ini memiliki alur sampai ke laut selatan"

Aku pun disini bisa mendengar suara debur ombak pantai laut selatan yang jauhnya mencapai ratusan kilometer dari puncak Lawu."Meskipun orang awan sekalipun, bisa mendengar deburan ombak dari sumur tersebut" pikirku karena memang terasa jelas di telinga.

Kemudian mas Jati sedikit bercerita tentang hubungan Lawu dan Pantai Selatan juga dengan Yogyakarta.

"Sebenarnya Kanjeng Ratu Kidul penguasa pantai selatan dahulu mengikat perkimpoian dengan Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram Islam, terkait dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Menurut catatan sejarah pada abad ke 9, tak jauh dari Gunung Merapi ada kerajaan Mataram Hindu/Buda Dinasti Syailendra yang berada di bawah naungan Sriwijaya. Kerajaan ini terpaksa dipindahkan ke Timur karena bencana Merapi . Kerajaan Mataram kuno dibawah dinasti syailendra ini dikisahkan sebagai kerajaan yang sangat maju dan makmur, beberapa peninggalannya masih dapat kita lihat seperti candi Borobudur, Candi Boko, dan Candi Prambanan yang masih berdiri kokoh. Selama berabad abad seperti halnya Candi Borobudur tertutup oleh material vulkanik akibat letusan gunung merapi. Selain itu, bangunan juga tertutup berbagai pepohonan dan semak belukar dan terlupakan setelah masuknya Islam sekitar abad 15.

Antara sejarah dan mitologi yang didasarkan cerita turun temurun bisa saja selaras, bencana merapi seperti yang terjadi baru2 ini pernah terjadi hingga menewaskan juru kunci Merapi mbah Maridjan, hal tersebut pernah terjadi juga di abad pertengahan yang menyebabkan pindahnya pusat kekuasaan Mataram kuno kewilayah jawa timur sekarang. Namun letusan tersebut meninggalkan mitos yang dipercaya oleh masyarakat bahwa Gunung Merapi adalah sebagai rumah para Dewa. Itulah sebabnya, Merapi dianggap keramat oleh rakyat yang tinggal di sekelilingnya. Acapkali ia marah. Jika tak terlalu berang, ia hanya mengirim wedus gembel – awan panas – ke daerah-daerah di Ngayogyakarta Hadiningrat. Tapi bila ia benar-benar murka, lidah apinya menyulur ke mana-mana, menjilat pepohonan, rumah, dan penduduk. Kurang lebih 7 abad kemudian setelah bencana merapi, sekitar abad 16, lahir Mataram Islam di bawah Panembahan Senopati. Merapi pun menjadi satu kesatuan rangkaian legenda tentang Mataram dan Panembahan senopati.

Selain Keraton Ngayogyakarya Hadiningrat, di sekeliling Merapi ada keraton mahluk halus di empat arah yaitu,

Keraton Laut Selatan yang dipimpin oleh Kanjeng Ratu Kidul.

Keraton Merapi di utara yang dikuasai oleh Kyai Sapujagat. Di kaki Gunung Merapi ada bukit kecil bernama Gunung Wutoh yang merupakan pintu gerbang utama Keraton Merapi.

Keraton Gunung Lawu di timur yang dipimpin oleh Kanjeng Sunan Lawu.

Khayangan Dlepih di sebelah Barat yang dipimpin oleh Sang Hyang Pramoni.

Ratu Kidul dipercaya sebagai penjelmaan dari Dewi Srengenge adalah anak dari Raja Munding Wangi , Mataram Hindu di masa Syailendra yang menikah dengan Panembahan Senopati. Apa yang dapat dimengerti dari kisah itu? Ratu Kidul adalah lambang Mataram Hindu dan laut selatan adalah benteng yang sulit ditembus. Legenda perkimpoian antara Panembahan Senopati dan Ratu Kidul bermakna bahwa Panembahan Senopati adalah pewaris dan penerus Mataram Hindu.



Gunung Lawu di Karang Pandan adalah tempat bertapa Panembahan Senopati, pendiri Mataram. Gunung ini konon dihuni oleh Sunan Lawu, jelmaan raja Majapahit, Prabu Brawijaya V. Pada tahun 1478 Majapahit diserang oleh Girindrawardana dari Kaling. Karena tentara Majapahit tidak mampu menahan serangan Girindrawardhana, Prabu Brawijaya V melarikan diri ke Gunung Lawu. Kemudian ia hidup sebagai pertapa di puncak Gunung Lawu dan terkenal dengan Sunan Lawu atau Raden Angkawijaya. Setelah Sunan Lawu meninggal, rohnya menjadi penguasa kerajaan halus di Gunung Lawu. Makanya dari legenda ini, Sunan Lawu adalah lambang Majapahit. Ketika Penembahan Senopati bertapa di sana, maka ia menganggap dirinya sebagai penerima Mahkota Majapahit. Berarti Mataram adalah penerus Majapahit, kerajaan perkasa di nuswantoro, yang disegani oleh India, Cina, Campa, dan kerajaan-kerajaan lain di seluruh jagat. Cita-cita Panembahan Senopati adalah menyatukan seluruh nusantara hingga sebesar Majapahit dan Sriwijaya, dan sekarang mereka telah berhasil menyatukan itu semua dengan nama Indonesia"

Penjelasan mas Jati, membuatku terpana ternyata banyak hal baru yang kita tidak ketahui di alam ini dan misteri alam ini sangatlah terasa kecil untuk di cari, banyak hal yang di luar nalar dan tentu saja akal dan logika di kalahkan dengan hal-hal berbau ritual.

Aku hanya diam tidak berkata apapun, sambil memperbaiki pakaian yang agak kedodoran. Setelah pakaian kami sudah siap, begitu juga dengan mas Jati. Ia pun menepuk pundakku.

"Kamu sudah siapp.. "

"Sudah mas.. "

Mas jati kembali merapal mantra yang bagiku sangat asing, lalu tiba-tiba dinding gua bergetar seperti ada celah kecil pas satu badan saja bisa masuk.

"Ayo ikuti aku.."

Mas Jati masuk kecelah-celah tersebut, kemudian aku pun mengikutinya. Celah ini tidak besar namun tidak pula kecil pas dibadanku suasana pun sangat gelap hanya lampu senter mas Jati yang berpendar.

Tak lama di ujung dari celah ini ada sebuah cahaya, bahkan debur ombak semakin jelas terdengar, jujur hatiku semakin ciut. Tapi semua sudah terlanjur aku kuatkan tekatku untuk terus membantu mas Jati dalam memburu puspa karsa.

Lambat laun celah ini pun sudah berada di ujung dalam perjalanan, aneh perjalanan yang kita lakukan adalah malam bulan purnama sedangkan di seberang celah itu menandakan hari sudah pagi dengan adanya sinar mentari yang menembus sisi-sisi celah yang kulalui ini.

Akhirnya tiba juga kami di ujung celah, hamparan pasir putih yang indah menyapa kami dengan burung-burung camar menari menyambut kami.

Sebelum aku sempat menyentuh pasir putih khas pantai selatan,

"Siapa Kalian"

# Bersambung
Diubah oleh .nona. 08-07-2021 13:23
dwex80
shinichindo
69banditos
69banditos dan 21 lainnya memberi reputasi
22
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.