- Beranda
- Stories from the Heart
Sarangkala (Kisah horor demit penculik bayi)
...
TS
endokrin
Sarangkala (Kisah horor demit penculik bayi)
Tanpa basa-basi lagi bagi agan dan sista yang sudah pernah membaca dongeng-dongeng saya sebelumnya kali ini saya ingin mempersembahkan sebuah dongeng baru

WARNING!!
Quote:
Saya mohon dengan sangat untuk tidak mengcopy paste cerita ini. semoga agan dan sista yang budiman bersikap bijaksana, dan mengerti bahwa betapa susahnya membuat cerita. Terima kasih
Quote:

Diubah oleh endokrin 11-11-2019 05:57
bagasdiamara269 dan 40 lainnya memberi reputasi
33
67.1K
Kutip
309
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
endokrin
#39
Quote:
CHAPTER 4
Sholat taraweh baru setengah jalan. Perut Kamu terasa sakit, mules melilit sehingga membuat kamu ingin pergi ke kamar mandi. Ketika orang lain kembali berdiri setelah tahiyat terakhir, kamu berjalan keluar masjid.
Saat dikamar mandi kamu melihat noda darah dicelana. Kamu baru sadar tamu bulanan baru saja datang. Kamu tidak bisa melanjutkan sholat tarawih, Kamu kembali masuk kedalam masjid hanya untuk mengambil sejadah. Berbisik kepada Sari, untuk memberitahunya bahwa Kamu akan pulang duluan.
“Aku juga mau ikut pulang bareng. Tidak kuat, badan pegal semua rasanya.” Jawab Sari.
“Tidak enak sama bu Yuyun nanti dia pulang dengan siapa, kamu lanjut saja biar aku pulang sendiri.”
Waktu menunjukan jam 8, belum terlalu malam pikir Kamu. Walaupun perjalanan pulang akan menyusuri jalan besar, tapi tidak ada penerangan kecuali senter yang dibawanya. Tidak ada lampu jalan didesa, ditambah jarak dari masjid ke rumah bidan Yuyun cukup jauh. Hal tersebut membuat Kamu mengurungkan niat untuk pulang pada awalnya. Saat berangkat tadi mungkin jalanan cukup ramai karena banyak warga yang juga pergi ke masjid, namun sekarang tidak ada seorangpun, jalanan sepi dan hening.
Menunggu bidan yuyun dan teman-teman Kamu selesai sholat pasti akan lama dan membuat Kamu bosan, ditambah darah yang terus keluar akan membuat celana Kamu semakin basah oleh darah. Kamu merasa risih dan tidak nyaman, maka memutuskan untuk pulang.
Kamu keluar dari halaman masjid, berjalan menyusuri jalanan besar. Disamping kiri dan kanan adalah lahan kosong. Kadang Kamu juga melewati pohon beringin atau mahoni yang menjulang tinggi. pohon beringin yang sudah sangat tua, banyak dahan-dahannya yang seperti akar menjuntai kebawah seperti tali ayunan. Ketika tertiup angin, suara gemuruh daun yang bergesekan terdengar. Pohon besar didesa ini jumlahnya cukup banyak. Warga desa tidak ada yang berani menebangnya, bukan karena alasan mistis tapi karena letak pohon-pohon itu berada dipinggir jalan, menjadi tidak jelas siapa pemiliknya.
Kalaupun saat berjalan kamu melewati rumah warga, tetap saja tidak memberi penerangan. Karena letak rumahnya menjorok kedalam, tidak persis dipinggir jalan. Rumah terhalang oleh halaman yang cukup luas, yang oleh warga biasanya ditanami pohon rambutan dan cengkeh.
Kamu tidak bisa berjalan cepat, karena saat kamu melangkah dengan terburu-buru perut kembali terasa ngilu. Setiap kali Kamu berjalan beberapa langkah, kepala Kamu selalu berbalik kebelakang, hanya untuk memastikan tidak ada yang mengikuti.
Kamu berjalan persis ditengah jalan. Semakin jauh kamu dari masjid, semakin Kamu berharap ada kendaraan atau orang yang lewat. Siapapun itu, kalau motor yang lewat kamu akan merasa lebih tenang karena suaranya dapat mengusir keheningan.
Badan Kamu menggigil , mungkin karena udara malam ini terasa lebih dingin. Atau mungkin karena sakit dibagian perut, membuat Kamu lebih sensitif. Disaat seperti ini, Kamu teringat pada sesuatu tentang cerita hantu yang pernah dia dengar saat jam kosong dikelas. Orang percaya bahwa kehadiran hantu selalu datang disertai dengan udara dingin, membuat bulu kuduk merinding dan kadang disertai bau busuk yang menyengat.
Tapi seberapa sering orang merasakan hal itu. Orang yang benar-benar ketemu hantu tidak pernah merasakan apapun, tidak pernah mencium bau apapun. Mereka biasanya hanya mendengar suara atau melihat pergerakan yang tidak wajar. Tubuh terasa dingin dan bau busuk tidak masuk akal, Kamu mencoba meyakinkan diri untuk mengusir ketakutan didalam kepalanya.
“Jangan berpikir, jangan berpikir, aku tidak takut, aku tidak takut.” Sambil berjalan Kamu terus melafalkannya seolah-olah itu adalah mantra untuk mengusir rasa takutnya.
“Semuanya gelap, semua bayangan adalah pohon, tidak ada yang bergerak. Setan hanya halusinasi manusia, mereka tidak benar-benar nyata..”
“Kalaupun ada, ini bulan puasa. Tidak ada setan yang berkeliaran semuanya dikurung dineraka.” Kamu terus berbicara untuk menghibur diri sendiri dan mengusir keheningan.
Kamu terus menundukan kepala, hanya melihat kearah jalan. Kamu menahan diri dari godaan untuk melihat kebelakang.
“Hey..hey..” terdengar suara memanggil dari arah belakang.
Kamu kaget, tapi tidak menghentikan kakimu untuk terus berjalan. Kamu berpura-pura tidak mendengarnya. Namun suara itu semakin mendekat. Hingga akhirnya Kamu merasakan tepukan dipundak. Karena kamu kaget, dengan reflek kamu berbalik sambil melayangankan senter.
Kamu melihat seorang laki-laki yang sedang menutup wajahnya dengan tangan karena silau oleh cahaya senter. Kamu hendak berlari karena takut, bukan takut setan tapi takut pria itu mempuyai maksud yang buruk. Namun baru beberapa langkah saja, perut Kamu terasa sakit.
“Jangan lari, saya warga disini. Bukan rampok, bukan orang jahat.”
“Maaf, saya kira tadi neng orang jahat. Makanya saya panggil untuk memastikan.” Lanjut pria itu.
“Maaf mang, saya juga kira mang orang jahat.” Kamu menjawab.
Kamu sekarang merasa sedikit tenang, walaupun Kamu tidak mengenal pria itu tapi kehadirannya bisa sedikit mengusir rasa takut. Setelah melakukan perkenalan singkat akhirnya mereka berjalan bersama.
“Saya Ahmad, ulu-ulu desa neng.”
“Apa itu ulu-ulu mang ?”
“Itu orang yang bertanggung jawab mengurus air irigasi. Saya yang ditugasi untuk mengatur pembagian jadwal untuk mengairi sawah warga. Saya baru pulang tugas. Neng kan yang tinggal dirumah bu bidan yah ?”
“Iyah mang.”
“Saya liat tadi dari belakang, saya kira neng ini pocong.”
Kamu baru sadar bahwa dari masjid tadi kamu masih mengenakan mukena. Dengan cepat kamu membuka mukena, menggulungnya kemudian mengapitnya dengan tangan.
“Kalau mengira saya pocong, kok mang ga lari malah nyamperin saya ?” Tanya Kamu.
“Hanya untuk memastikan, soalnya dulu pernah ada kejadian.”
“Kejadian ?”
“Iyah, sekitar tiga tahun kebelakang. Ada fenomena poling, sempat geger dibeberapa desa. Teramasuk desa ini juga. Poling, pocong keliling.”
Kamu mengerutkan jidat, tidak mengerti apa yang dibicarakan mang Ahmad.
“Jadi dulu itu ada pocong berkeliaran, setiap tengah malam selalu mengetuk pintu rumah warga. Menakuti-nakuti warga. Saat yang punya rumah pingsan karena ketakutan, rumahnya dijarah. Ternyata itu hanya modus perampokan.”
“Oh.. saya kira pocong beneran mang.”
“Walaupun itu pocong bohongan, tapi udah ada tiga rumah yang jadi korban disini neng. Bayangin saja, neng lagi tidur enak-enak, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu tengah malem. Kondisi neng yang masih setengah sadar kemudian membuka pintu, didepan neng ada sosok pocong. Tubuh terbalut kain putih dengan wajah yang menyeramkan, siapa yang tidak akan pingsan coba.”
“Terus kalau tadi seandainya bukan saya dan pocong beneran gimana mang ?” Kata Kamu sambil tertawa
“Huss.., jangan ngomong begitu neng. Neng kan masih jauh sampe rumahnya, saya didepan juga sudah belok langsung sampe. Hati-hati ketemu beneran.” Mang Ahmad malah balik mengerjai.
“Ah mang bisa aja, saya ini tidak begitu percaya hantu.” Kamu mencoba membela diri.
“Iya juga, kebanyakan orang kota ga percaya hantu yah neng.”
“Tapi mang, kalau sarangkala mang tau tidak ? Soalnya bu bidan pernah cerita sedikit.”
“Huss.. neng. Jangan ngomongin itu, jangan sebut nama itu. Hukumnya pamali kalau ada orang yang sedang melahirkan terus membicarakan itu.”
Jawaban mang Ahmad membuat kamu kaget. Sekaligus bulu kudukmu merinding. Kamu baru teringat dengan bu Warsih yang tadi pagi rumahnya Kamu kunjungi.
Dipertigaaan jalan, Kamu berpisah dengan mang Ahmad. Jalam pulang kamu masih jauh, harus menempuh setengah perjalanan lagi jaraknya. Namun sebelum berpisah, mang Ahmad memberitahu Kamu jalan pintas, sebuah jalan kecil melewati belakang rumah warga, katanya itu lebih baik daripada harus terus menyusuri jalan utama.
“Nanti didepan ada rumah bilik. Diibelakang rumah tersebut nanti ada jalan kecil. Tinggal ikutin aja jalan itu nanti juga keliatan rumah bu bidan. Kalau menurut saya lebih dekat daripada terus lewat jalan besar ini.” Pesan mang Ahmad sebelum dia berbelok dan mengambil jalan lain.
Kamu melanjutkan perjalanan. Mungkin sekitar tiga menit, Kamu melihat rumah yang dimaksud mang Ahmad. Rumah berdinding bilik bambu, tapi anehnya lampu rumah itu tidak menyala, dan sialnya ketika semakin kamu mendekatinya kamu baru tahu bahwa itu rumah kosong.
Rumah panggung yang memiliki tiang penyangga dan papan kayu sebagai lantai, ukurannya cukup besar. Dilihat dari dinding bilik yang sudah usang, sepertinya rumah itu sudah lama terabaikan. Pada awalnya kamu ragu untuk berjalan melewatinya, namun karena sekitar sepuluh meter dibelakang rumah tua itu ada rumah warga lainnya rasa takutmu sedikit berkurang.
Ketika kamu berjalan kedepan untuk lewat, dari kolong rumah kamu mendengar suara. Suara dengusan nafas dan decak mulut. Terdengar sangat dekat, sehingga membuat kamu berhenti berjalan karena rasa penasaran. Kamu ingin menantang dirimu untuk membuktikan bahwa suara itu bukan setan. Mungkin hanya seekor anjing kampung yang berkeliaran. Kamu teringat kejadian tempo hari saat ke kamar mandi tengah malam.
Kamu menyorotkan senter kearah suara, namun yang terjadi selanjutnya adalah terdengar suara lain, seperti orang atau makhluk yang sedang berlari. Suara kakinya terdengar jelas ketika menyentuh tanah. Bahkan terdengar suara benturan, seperti ada Sesuatu yang menabrak lantai papan rumah tua itu.
Jantung Kamu berdetak lebih cepat. Bulu kudukmu merinding dan telapak tangan Kamu mulai berkeringat. Tapi didalam hati kecil Kamu masih yakin bahwa itu adalah anjing kampung. Sangat normal ketika seekor binatang diberi cahaya akan lari ketakutan, pikir kamu.
Namun saat kamu menyorotkan senter kearah jendela kaca, didalam rumah tersebut kamu melihat samar-samar bayangan hitam. Seperti sosok manusia namun dengan postur yang lebih tinggi tetapi kurus. Kamu hanya melihat bagian perut sampai pahanya saja. Hingga akhirnya bayangan itu mendekat dan menyentuh kaca jendela.
Brenggg!
Kaca jendela bergetar seperti mau pecah. Sontak kamu kaget dan takut. Kamu berlari sekencang mungkin melewati rumah itu. Ketakutan mengalahkan rasa sakit diperut Kamu. Dengan nafas yang tersengal-sengal dan bibir meringis menahan sakit, Kamu masih terus berusaha mengeluakan tenaga sebesar mungkin untuk berlari, tujuannya untuk sampai didepan rumah warga yang ada didepan sana.
Ketika sampai didepan rumah warga yang lampunya menyala, Kamu sempat ingin berteriak meminta tolong. Namun begitu kamu baru satu kali mengetuk pintu, kamu sadar bahwa apa yang dilihatnya mungkin bukan manusia, bukan perampok. Memang apa yang akan dirampok dirumah kosong.
Kamu kembali berbalik melihat rumah kosong itu dari kejauhan, kamu mengarahkan senter kesana. Sosok itu kembali terlihat, hanya berupa bayangan hitam. Sedang berdiri persis dijalan yang tadi Kamu lewati. Kini Kamu bisa melihat sosok itu seutuhnya, dari kepala hingga kakinya. Tapi dengan cepat kamu menundukan kepala, kamu sangat takut bila harus melihat wajahnya atau bahkan matanya.
“Permisi..permisi…permisi…sampurasun..ibu… sampurasun bapak.” Kamu mengetuk pintu sambil terus mengucapkan salam dengan nada sedikit berteriak.
Namun dari dalam rumah tidak terdengar jawaban. Sampai akhirnya kamu sadar, mungkin pemilik rumah sudah tertidur pulas. Kamu semakin panik. Kamu kembali melihat kebelakang dan menyorotkan senter karena penasaran, sosok bayangan hitam itu kembali terlihat, namun kali ini dia tidak berdiri tapi sedang merangkak seperti bayi. Kepalanya terlihat bergoyang kekiri dan ke kanan seperti sedang memperhatikan Kamu.
Kamu melafalkan doa. Surat alfatihah dan aliklas berulang-ulang berharap makhluk itu akan ketakutan. Tidak ada surat lain, kamu hanya hafal dua itu saja.
Sampai akhirnya pintu yang kamu ketuk tadi terbuka. Seorang anak kecil berdiri didepan Kamu, segera kamu masuk dan dengan cepat menutup pintu.
“Siapa yah ?” Tanya anak kecil itu.
“Bapak sama ibu ada ?”
“lagi ke masjid. Sholat tarawih.”
Bersambung.....
Jangan lupa like, comen, share and subcribe
Diubah oleh endokrin 29-05-2019 12:18
regmekujo dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas