- Beranda
- Stories from the Heart
Tanah Pemakaman (Zombie Apocalypse Survival)
...
TS
irazz1234
Tanah Pemakaman (Zombie Apocalypse Survival)
Met pagi momodku tercinta dan met pagi juga kaskuser semua.
Kali ini gw mau bikin cerita yang bertema Horror Survival Zombie Apocalypse.
Tema cerita yang cukup jarang ada di Kaskus SFTH
Oh iya, gw juga sempet bikin cerita yang bertema sama di sini (masih on going). Jadi sambil nunggu apdetan, kalian bisa juga ikut baca thread gw yang lain
Dunia Para Monster (Zombie Apocalypse Story)
Bagi mereka yang bosan dengan tema cinta-cintaan, boleh mantengin thread gw yang satu ini
Anyway, selamat membaca
Chapter 0 : Prologue
Chapter 1 : A Brave New World
Chapter 2 : Hard Road Ahead
Chapter 3 : Old Friend
Chapter 4 : A Bargain
Chapter 5 : Family Ties
Chqpter 6 : Carry Me Home
Chapter 7 : See No Evil
Chapter 8 : Crossing Over
Chapter 9 : Unto Himself
Chapter 10 : The Doctor Is Out
Chapter 11 : Home Sweet Home
Chapter 12 : Mindless Over Matter
Chapter 13 : Awakening
Chapter 14 : Home, Sweet Home
Chapter 15 : This Is My Country
Chapter 16 : A Small World
Chapter 17 : A Moving Day
Kali ini gw mau bikin cerita yang bertema Horror Survival Zombie Apocalypse.
Tema cerita yang cukup jarang ada di Kaskus SFTH
Oh iya, gw juga sempet bikin cerita yang bertema sama di sini (masih on going). Jadi sambil nunggu apdetan, kalian bisa juga ikut baca thread gw yang lain

Dunia Para Monster (Zombie Apocalypse Story)
Bagi mereka yang bosan dengan tema cinta-cintaan, boleh mantengin thread gw yang satu ini

Anyway, selamat membaca

Spoiler for INDEX STORY:
Chapter 0 : Prologue
Chapter 1 : A Brave New World
Chapter 2 : Hard Road Ahead
Chapter 3 : Old Friend
Chapter 4 : A Bargain
Chapter 5 : Family Ties
Chqpter 6 : Carry Me Home
Chapter 7 : See No Evil
Chapter 8 : Crossing Over
Chapter 9 : Unto Himself
Chapter 10 : The Doctor Is Out
Chapter 11 : Home Sweet Home
Chapter 12 : Mindless Over Matter
Chapter 13 : Awakening
Chapter 14 : Home, Sweet Home
Chapter 15 : This Is My Country
Chapter 16 : A Small World
Chapter 17 : A Moving Day
Diubah oleh irazz1234 16-06-2019 09:37
nomorelies dan 12 lainnya memberi reputasi
13
6.7K
Kutip
46
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irazz1234
#18
Chapter 9 : Unto himself
Spoiler for :
Jake Marlow dan Sarah Kern sedang diawasi dalam dua puluh empat jam terakhir dari upaya bunuh diri, setelah mereka menyaksikan kematian kedua puteri mereka. Pistol mereka diambil paksa, karena tiap sepuluh menit mereka akan mencari alat lain untuk bunuh diri, seperti tali, pisau, ataupun jarum. Matthew mengira bahwa mreka akan melakukan upaya bunuh diri, setelah mereka membunuh kedua anaknya yang telah terkena infeksi. Dia telah mengiranya, dan telah bersiap untuk mencegah kemungkinan terburuk.
Itulah mengapa Matthew merasa terkejut ketika menemukan mayat Marie Hinelli dan Marcus flat keesokan harinya, dengan sebutir peluru yang bersarang dikepala masing-masing.
Peredam senjata telah terpasang, dan tubuh mereka baru ditemukan keesokan harinya. Keduanya menggenggam sebuah kertas dengan catatan yang menuliskan bahwa mereka tidak ingin lagi hidup di dunia ini. Dimana orang tua harus membunuh anak-anak mereka karena sesuatu.
"Harusnya aku tahu hal ini akan terjadi." Ucap Matt yang sedang membakar jasad kedua temannya. Menggali kuburan membutuhkan tenaga dan waktu. Jika kuburannya tidak terlalu dalam, para zombie akan segera menemukan mayat mereka dan segera melahapnya.
Setelah bis itu pergi, John Kasada dan James Cater menaburkan abu sisa pembakaran keluar dari jendela. Kaitlin Comeau duduk di bangku dekat supir, menggulung dirinya sendiri dan menangis sesegukan. Dia terus saja menangis sejak empat jam yang lalu ketika ia bersama Matt menemukan bahwa kedua temannya telah ditemukan tidak bernyawa. Tidak ada yang mencoba menenangkannya. Tidak ada yang mengatakan semuanya akan baik-baik saja.
Berbohong padanya merupakan hal yang sia-sia.
Matt duduk di tangga dekat pintu belakang yang terbuka, menyaksikan abu sisa pembakaran terbang terbawa angin. Air mata terlihat menggenang di matanya. Michael Rayanson duduk di sebelahnya.
"Aku berjanji padanya hari itu," ucap Matt dengan air mata mengalir. "Aku telah berjanji akan membuat hidup gadis itu aman dan tenang."
Michael hanya bisa mengangguk, menyadari bahwa tidak ada kata-kata yang akan membuatnya tenang. Adalah Matthew yang waktu itu menemukan Marie saat sedang mencari kawan-kawannya di Boston, Michael dan John. Gadis itu sedang berada di dalam stasiun kereta bawah tanah ketika para Undead mulai menyerang kota. Cukup banyak juga zombie yang ada di dalam sana pada waktu itu. Kereta bawah tanah yang Marie tumpangi keluar dari jalur rel ketika menabrak puluhan zombie, dan untungnya kereta itu tidak terguling. Dalam sekejap, para zombie pun mengerubunginya, hendak memangsa penumpang yang terjebak di dalam gerbong.
Pemandangan dari dalam gerbong seketika berubah mengerikan. Wajah-wajah monster dan tapak-tangan-berdarah memenuhi dinding kaca gerbong. Para penumpang lain pun berteriak histeris. Teriakan para penumpang dibalas dengan lebih banyak raungan zombie, dan lebih banyak lagi noda darah di kaca.
Setelah dua hari menunggu regu penyelamatan datang, Marie sudah hendak memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan memotong urat nadinya menggunakan pecahan kaca. Ia memilih mati bunuh diri sebelum kelaparan, kegilaan, atau zombie membunuhnya terlebih dahulu. Ia pun sempat menulis surat yang ditujukan kepada keluarganya, meskipun ia tahu, tidak akan ada yang sempat membaca surat itu. Setidaknya ia masih memiliki harapan bahwa anggota keluarganya yang lain masih hidup.
Tidak lama setelahnya, sebuah suara asing terdengar. Suara tembakan. Para Undead seketika berbalik ke arah suara itu, diiringi dengan lebih banyak suara tembakan dan tubuh yang terpotong-potong. Suara kaca jendela yang pecah membuatnya berteriak, dan ia mendengar suara lain, kali ini suara seorang manusia. Marie melihat seseorang dengan baju pelindung. Helm yang sosok itu kenakan dengan kaca helm yang berwarna merah membuatnya terlihat seperti sebuah robot. Tapi tak diragukan lagi, sosok itu adalah seorang manusia.
Sosok misterius itu menjulurkan tangannya, lalu berkata. "Ikutlah denganku," katanya. "Kau akan aman bersamaku."
Ron Birm mendatangi mereka berdua yang sedang duduk sambil menatap matahari yang mulai terbit. "Marie tidak cocok berada di dunia yang gila ini, kawan." Ucapnya.
Matthew melihat ke arahnya. "Apa katamu tadi?"
"Dunia ini." Ucap Ron yang melihat sebuah sekolah yang sudah hancur di kejauhan. "Dunia yang mengerikan ini. Kau harus melakukan banyak hal buruk hanya untuk bertahan hidup. Demi melihat hari esok, kau harus membunuh orang asing yang tak bersalah, teman-temanmu, bahkan anakmu sendiri. Hanya orang kejam, orang-orang jahat yang tidak pantas hidup di masyarakatlah yang dapat hidup. Kehidupan seperti ini bukanlah untuknya. Marie adalah orang baik-baik. Hatinya tulus, dan dia tidak akan pernah bisa berubah menjadi jahat walaupun keadaan memaksanya. Hanya saja... Dia tidak layak berada disini."
Matthew mengangguk pelan. "Aku tahu. Harusnya aku biarkan saja ia memotong nadinya waktu itu."
Ron menggelengkan kepalanya tanda tak setuju. "Janganlah kau berpikir seperti itu tentang dirinya, nak. Kau telah menyelamatkannya. Memberikan padanya alasan untuk tetap bertahan hidup. Jika ia membunuh dirinya waktu itu, jiwanya akan tersiksa oleh panas api neraka, aku yakin itu."
"Tapi, Ron. Dia memang benar-benar bunuh diri." Ucap Michael.
"Yeah, memang benar. Tapi aku yakin Tuhan akan membuat pengecualian untuknya." Kata Ron. Berhenti sejenak untuk menyulutkan rokok. "Melihat dari keadaan dunia ini sekarang, Tuhan tidak akan berlaku kejam padanya."
Sebuah supermarket terlihat masih utuh. Tidak ada kaca yang pecah dan pintunya pun masih tertutup, sebuah tanda bahwa belum pernah ada orang-orang yang menjarahnya. John menginjak pedal gas dalam-dalam, sebuah cara yang bagus untuk menarik perhatian para zombie di sekitarnya. Saat bus itu melaju kencang mendekati supermarket, Michael dan Matthew segera melompat keluar, lalu berguling di tanah, dan berlari menuju kedalam supermarket saat bus itu menjauh dengan lusinan zombie yang mengejarnya.
Meskipun listriknya mati, mereka tetap dapat mendorong pintu otomatisnya terbuka. Suasana yang sunyi dan mendekap menyelimuti ruangan di dalam supermarket. Sepertinya, toko itu baru saja buka ketika wabah ini menyebar. Hanya terdapat beberapa zombie di dalam, yang dengan mudah mereka bunuh dengan kapak dan pistol.
Memandangi sekitarnya, Matthew hampir dapat mendengar sebuah suara seorang anak kecil yang merengek untuk dibelikan permen oleh ibunya. Mencium aroma ayam panggang di cafe kecil di dalam supermarket, dan jika ia berkonsentrasi dengan imajinasinya, ia dapat melihat antrian panjang di kasir. Seorang remaja yang meminta pengunjung agar segera menuntaskan belanjanya agar ia dapat pulang tepat waktu, dan tidak harus bekerja lembur.
"Hantu," Ucap Matt.
Michael melirik dari balik makanan kalengan yang berusaha ia jejalkan ke dalam tas. Pada saat ini, barang-barang yang berasal dari peternakan atau perkebunan mengandung lebih banyak bakteri daripada zombie itu sendiri. Menemukan makanan yang dapat bertahan lama adalah hal yang paling penting. Banyak grup lain yang mencari buah-buahan dan daging segar, padahal spam, corned beef, dan koktail kalengan merupakan yang paling dicari.
"Apa?" Tanyanya saat sedang memasukkan coklat batangan kedalam tasnya.
"Ada banyak hantu disini." Jawab Matthew.
Michael memandang sekitar seolah percaya atas apa yang dikatakan temannya. "Hantu." Ulangnya.
"Bayangan dari kehidupan lama kita. Singkirkan wajah konyolmu itu dariku, aku tidak bercanda." Ujarnya sambil berkeliling di dalam toko. "Hanya saja, aku dapat mengingat pernah berada di sini sebelum semuanya berubah. Aku dapat mendengar suaranya, mencium baunya, dan mengingat seperti apa bentuknya. Semuanya terlihat familiar."
Seketika keheningan menyeruak, dan keheningan itu seolah menjawab semua pertanyaan. "Keadaan ini tidak akan pernah membaik, benar kan?" Tanya Matt dengan putus asa.
Bunyi berkelontangan terdengar saat Michael menggendong tasnya. "Kau telah melihat semuanya, sama sepertiku. Aku pun ragu masih ada banyak orang yang hidup hingga saat ini selain kita. Dan orang-orang itu mungkin telah berubah menjadi pencuri, pembunuh, ataupun monster hanya untuk dapat bertahan hidup. Mungkin ada banyak orang lagi diluar sana, tapi kau telah menyaksikan sendiri seberapa cepat para Undead dapat melenyapkan sebuah kota. Kau telah melihat Boston. Membangun tembok pun percuma. Cepat ataupun lambat mereka akan dapat menembusnya. Atau mungkin mereka akan membuatmu menjadi gila hingga kau membunuh dirimu sendiri. Umat manusia selalu dapat hidup dengan beradaptasi, tidak perduli bagaimanapun lingkungan mereka berubah. Namun sekarang, lingkungan kita telah berubah menjadi tanah kuburan massal, bagaimana kita akan dapat bertahan?"
"Jadi kenapa kita tidak menembak saja kepala kita sendiri dan meninggalkan ini semua?"
"Kenapa tidak, tentu saja." Jawab Michael sambil berjalan kearah pintu keluar. "Aku tidak tahu denganmu, tapi jika dunia ini mencoba membunuhku, yang sepertinya sudah mereka lakukan, aku bersumpah untuk tidak menyerahkan diriku seperti babi yang masuk ke alam oven."
Matthew menatap dengan sinis. "Hanya itu jawabanmu? Menantang takdir?"
Michael mengangguk. "Itulah pilihanku."
Michael dan Matthew hanya menatap yang lain saat sedang makan. Di hari-hari sebelumnya, barang-barang yang barusan mereka jarah dapat membuat mereka bertahan selama berbulan-bulan. Tapi dengan adanya beberapa orang baru, keadaan harus berubah dan harus cepat. Dibutuhkan sebuah rencana baru.
Untungnya, mereka sedang tidak berada dalam bis karya wisata.
"Perhatian semuanya." Ucap Matthew. "Inilah saatnya kita harus bergerak dengan rencana baru."
Ron dan John lalu mengangguk dan mulai menyimpan makanan yang baru saja 'didapat'. Yang lain hanya bisa melihat dengan tatapan kebingungan. "Apa yang terjadi?" Tanya Sarah.
"Apa yang sedang terjadi adalah kami sedang mengalami masalah." Ucap Matthew. "Apakah kalian ingat ketika kami menyelamatkan kalian, aku berkata kami memang kebetulan berada disana?"
Para mantan jurnalis itu mengangguk. "Jadi, kami berada disana pada waktu itu bukanlah tanpa sebab. Kami sedang dalam perjalanan menuju rumah baru kami. Hidup dengan berpindah-pindah seperti ini tidak akan bertahan lama, dan sejujurnya, aku senang tidur di atas kasur yang empuk daripada tidur di atas kursi bis sialan ini."
"Jadi, kita akan pergi kemana?" Tanya Jake.
"Kebun anggur Martha. Tempatnya terisolir, dan akan ada cukup banyak makanan untuk para turis yang harusnya akan berlibur disana pada musim ini."
James ikut bertanya. "Apakah ada banyak orang disana?"
Matthew tersenyum menyeringai. "Kuharap tidak. Aku tidak menyukai kata berbagi."
"Jadi, seperti yang kita semua tahu, disana pasti dikerumuni oleh zombie." James berkata dengan nada frustasi.
Matthew mengangguk pertanda setuju dengan perkataan James. "Tentu saja, tapi kemungkinannya kecil. Ketika orang-orang sibuk melarikan diri, mereka tidak akan berpikir akan pergi ke sana. Banyak orang yang pergi menuju lautan, meminta perlindungan ke negara lain. Dan meskipun akan ada zombie disana, kita akan mampu membersihkannya dalam beberapa hari saja."
"Atau kita bisa berkeliling ke seluruh negara bagian untuk mencari pertolongan." Timpal James. "Pasti ada banyak pengungsi selain kita. Mungkin saja mereka ada di suatu tempat di salah satu negara bagian."
John tertawa mendengar perkataan James. "Apa kau berpikir mereka akan sanggup melakukan itu?"
Jake ikut nimbrung. "Memangnya kenapa? Kita bisa dapatkan kendaraan lain. Aku setuju dengan James. Kita bisa saja berkeliling, mencari ada apa saja di luar sana."
"Aku bisa menjawab pertanyaanmu sekarang." Kata Michael. "Kematian. Ada banyak diluar sana."
"Tidak ada salahnya mencoba." Kata Jake memaksa. "Lagipula sampai kapan kita akan bertahan di pulau itu? Keadaan akan menjadi kacau saat musim dingin tiba."
Suara klik dari pistol yang di kokang menghentikan perdebatan ini. "Keadaan akan menjadi kacau lebih cepat dari datangnya musim dingin jika kau menginginkannya. Kami telah membuat keputusan. Jika kau tidak mau ikut, silahkan saja. Semoga beruntung dengan petualangan kalian diluar sana." Ujar Matthew lalu membuka pintu belakang bis.
Para Undead terdengar meraung, dengan tangan terjulur, mulut meringis terbuka yang dikuasai rasa lapar tak berkesudahan. Mereka mulai merangkak naik.
Jake dan kawan-kawan perlahan mundur sambil mencari senjata. Matt lalu tersenyum menyeringai dan kemudian menjentikkan jari. Michael dan Ron menghajar para zombie dengan kapak dan pedang tanpa berkata apa-apa. Dengan mudahnya mereka memenggal kepala zombie-zombie itu. Saat John mulai menginjak pedal gas, jalanan dipenuhi oleh potongan tubuh zombie yang dilemparkan dari dalam bis.
"Tenang." Ucap Matthew sambil duduk dengan santai. "Nyawa kalian berada di tangan orang-orang yang tepat."
kudo.vicious dan 3 lainnya memberi reputasi
4
Kutip
Balas