- Beranda
- Stories from the Heart
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
...
TS
tabernacle69
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
Quote:

Jurnal ini dapat membuat orang yang membacanya merasa BOSAN, tidak tertarik lebih lanjut dan kehilangan SELERA untuk membacanya, mereka akan merasa bahwa membaca jurnal serta kisah ini hanyalah membuang buang waktu mereka saja. Membencinya, mengkritiknya, membuangnya, dan melupakannya.
Tetapi bagi mereka yang bertahan, berjiwa santai dan pandai mencicil dalam membacanya.
Sebuah keajaiban akan terjadi.
Dan mereka akan mengingatnya.
..... Jurnal yang bakal saya bagikan ini mostly atau kebanyakan, bakalan bercerita tentang gimana cara untuk survive / bertahan di lingkungan sekolahan yang ekstrim dan berantakan, berandalan, dengan siswa cewek dan cowok yang nakal-nakal banget didalamnya, serta yang kebanyakan senang dan hobi banget mojok plus mesum di kantin belakang sekolah. Hehehe.
Dan nakal disini tuh sebutlah, pakai narkoba, nggak nurut sama guru, tawuran dan lain lain nya... betul betul nggak ada yang bisa dibanggain, apalagi kalau nakalnya masih dari duit orang tua. Tapi jangan emosi duluuu, karena ada pelajaran yang bisa diambil dari kenakalan-kenakalan itu.
* * *
PROLOG
"Bang, kau jangan lupa sama janjimu ya, kau kan anak lelaki, terus kau kan sudah lulus SD juga. Nah sekarang, merantau lah kau ke tempat orang."
Ucapan diatas adalah pesan dari bokap buat saya, karena ditagih janji, dan harus menepati janjinya, keputusan itu pun membuat saya harus memberanikan diri saya untuk pergi merantau ke tempat orang, sebuah tempat yang jauh dari kota kesayangan saya, kota yang saya tinggali.
..... nah waktu ituuu saya lagi ngobrol ngobrol santai sambil menikmati perjalanan sama sopir pesanan bokap di pertengahan malam, waktu itu kalau saya coba ingat ingat lagi secara persisnya..., perjalanan saya ini terjadi di bulan Februari, tahun 2007. Pak Amin namanya.
Sekitar jam setengah dua belas malam, dengan menaiki Range Rover Vogue warna hitam yang saya tumpangi, sopir pesanan bokap saya ini membawa kami melaju secara ekstra hati hati tepat didalam rerimbunan serta gelapnya taman hutan raya Bukit Soeharto.
Di Borneo, Kalimantan Timur.
Bukan karena apa apa, tapi karena kabarnya tempat ini adalah tempat yang super duper keramat.. jadi ya saya nggak bisa sembarangan bertingkah laku di tempat ini. Sompral atau belagu sedikit aja, saya yakin kalau saya bisa hilang di bukit yang menyeramkan ini.
.....
"Mas, kalau kita lagi lewat bukit Soeharto ini saya harap mas banyak banyak berdoa ya, jadi biar nanti kita bisa keluar dengan selamat." obrol si pak Amin kepada saya di saat itu, sambil dia tetap fokus dengan kendali setir yang berada didepannya.
Saya yang nggak tahu apa apa, cuma bisa merasakan bahwa bulu kuduk saya agak merinding. Sebab hanya ada kami berdua di tengah malam itu, dan persis seperti yang supir saya bilang, suasana di bukit Soeharto ini terkenal mencekam dan mengerikan.
Gosip gosipnya sih tempat ini adalah tempat rahasia, dulunya, yang dipakai untuk membuang mayat para preman yang dibunuh serta dikarungi selama pada masa pemerintahan yang terhormat... bapak presiden Soeharto. Tapi ini semua masih katanya ya...
Luar biasa...
Cuman, sebelum saya cerita lebih jauh lagi tentang kisah saya di tahun 2007 sampai dengan 2008 pertengahan itu.., saya pengen omongin satu hal yang bakalan bikin semuanya jadi jelas, bahwa, hidup saya nggak akan dimulai sampai akhirnya saya memutuskan untuk memberanikan diri dengan merantau seperti ini...
Ini adalah sebuah perjuangan yang sudah saya lewati di masa lalu saya, yang ternyata memberikan banyak kesan dan kenangan bahkan sampai hari ini.
Jadi waktu itu saya masih kelas 6 SD, baru lulus banget dari SD, kemudian merantau lah saya untuk cari sekolahan baru dan duduk di bangku SMP.
Hidup dan tinggal di keluarga Soematra memang begini, betul-betul keras didikan nya, meski saya tahu mungkin diluar sana ada yang sudah ditempa meski dari umur yang lebih muda, kayak waktu masih di bangku taman kanak kanak, mungkin? saya nggak hafal gimana persisnya.
Yang jelas waktu kelas dua SD saya pernah diguyur air dingin tepat tengah malam dan disuruh tidur di luar rumah, sama bokap saya, nyokap nangis-nangis dan nggak mampu ngelawan bokap, sampai akhirnya saya pun hampir kena hipotermia, dan kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Itu belum seberapa friends, waktu kelas lima SD saya pernah dijebloskan ke dalam penjara setempat sama bokap saya.
Penyebabnya?
Saya membuat skema ponzi (investasi bodong) di sekolah saya yang menyebabkan teman-teman saya kehilangan uang liburan mereka. Total dana yang saya gelapkan itu senilai puluhan juta rupiah. Under tiga puluh juta waktu itu kalau nggak salah.
Karena hal ini lah, saya dijebloskan kedalam sebuah tempat untuk menterapi anak-anak yang memiliki kecenderungan aneh aneh. Termasuk penjara itu tadi.
Seorang Philargyrist. Adalah orang yang suka dengan uang, bentuknya, gambarnya, teksturnya. Ngomong ngomong, under 30 juta, adalah nominal uang yang kecil dan sedikit sih memang, kalau bisa lebih banyak, saya pengen nya 50 juta atau lebih, tetapi untuk ukuran anak SD di tahun 2005, menurut orang-orang itu adalah hal yang agak tidak wajar.
Selain itu saya punya tendensi sebagai seseorang yang mengidap obssesive compulsive disorder, yang menyebabkan saya melakukan suatu kebiasaan secara repetitif, berulang ulang kali secara terus menerus, disini kasusnya saya punya kecenderungan untuk kembali menyedot uang uang itu lagi, buat saya, koin seratus perak yang sudah lecek dan kumal itu adalah sesuatu yang amat sangat mengundang.
Kalau buat kamu situasi seperti itu adalah angin selewat saja, ya mending buat saya aja duitnya, kenapa? karena setelahnya saya akan mencuci koin itu lalu memasukannya kedalam celengan saya.
Suara dentingan dari koin ituloh.... indah. Dan esensinya buat saya, every coins, matter.
Nah, jadi hukuman yang tepat bagi orang seperti saya adalah mencuci otak serta mental nya secara menyeluruh. Salah satunya adalah dengan men-terapi dan menjebloskan saya ke dalam penjara anak serta tempat praktik psikiater dan psikolog, untuk disatukan dengan kriminil-kriminil cilik atau anak-anak 'special needs' yang lainnya.
Hahahahaha, ya nggak sebegitu juga horornya, karena banyak kok yang pintar-pintar juga, di terapi disini, ada yang savant, ada yang synesthesia, ada yang prodigy, haha, mau apa lo? yang imbecile juga ada kok. Dan duit orang tua mereka nggak tanggung-tanggung kalau udah main ke psikiater dan psikolog. Hahahahaha.
Being a criminal mind, hukuman selanjutnya yang dilimpahkan kepada saya—masih yang kayak begitu juga, akhirnya saya pun pernah terpaksa ikutan tidur dirumah sebuah komunitas pemulung yang tinggal di sekitar komplek perumahan kami, ini waktu di Sumatra selatan kalau nggak salah, (saya kenal sama ketua komunitas pemulungnya, dan saya tidak membatasi diri sih.. asyik-asyik aja) Nah, disanalah saya belajar tentang gimana caranya jadi anak laki laki yang tahan banting. Itu semua belum termasuk bogem mentah dan ikat pinggang bokap.
Makanya saya sering ngebayangin, apa jadinya ya kalau teman teman saya yang dimanja itu, diperlakukan begitu sama Bapak mereka, wah sudah bunuh diri kali mereka. Walaupun anak aparat atau anak pejabat, tapi kalau pola asuh nya kayak pola asuh bokap saya, alamat selesai itu anak-anak manja.
.... juga kalau seandainya saya tidak memutuskan untuk merantau di tahun 2007 silam, saya bakalan tetap diusir juga sama bokap saya, nggak diakui sebagai anaknya, karena lembek, lemah, dan nggak mau berjuang. Bokap emang kejam kalau udah soal yang beginian.
Yang membuat saya mampu bertahan hingga hari ini ya adalah karena diri saya sendiri, karena nggak ada yang bisa menyemangati diri selain kita sendiri.
Alasan kedua, saya orangnya rasional, kalau dipukul itu artinya sakit, ya jangan suka mukul orang lain. Ketiga, saya orangnya senang gagal, karena dari gagal saya bisa belajar.
Keempat, saya anak bandel, nggak sempurna, dan suka belajar dari kesalahan yang dibuat oleh diri sendiri.
Kelima? nggak ada, jangan banyak banyak hehe, nanti pusing coy.
* * *
Dan juga... saya nggak akan tulis kisah saya ini kalau motivasinya kurang kuat.. saya sengaja tulis jurnal saya ini untuk mengingat masa masa itu, juga untuk mengenang perempuan terbaik, yang pernah hadir ke dalam hidup saya, selain nyokap saya sendiri tentunya...
Dan ini rasanya sungguh klise (biasa aja) memang... kalau dipikir pikir lagi, tapi ya, saya paham lah resikonya sedikit mengorek masa lalu itu kayak gimana. Makanya saya beranikan untuk menulis ini.
Jurnal dan kisah ini... juga saya tulis dan ceritakan ulang untuk menghormati orang orang didalam kehidupan saya. Harapan saya, semoga saya lancar menulisnya sampai akhir, karena ini bisa dibilang enggak banyak juga.
Jadi ya semoga saya bisa bawa alur cerita saya ini secara ringkas, padat dan jelas. Biar nggak ada yang pusing apalagi sampai sakit jiwa waktu ngebacanya.
So, nama saya Arang (Ara), sering dipanggil begitu karena kadangkala sifat saya yang menyengat kayak bau belerang, dan ini, adalah balada kisah hidup saya.
* * * * *
Indeks
Part 1 — Lagi enak-enaknya, saya ditendang.
Part 2 — Bokap saya yang kamu tidak sukai.
Part 3 — Life is normal.. kalau kamu lagi boker.
Part 4 — Seperti Arang, seperti belerang.
Part 5 — Jangan sampai, berpisah...
Part 6 — Saya yakin, diatas langit, masih ada langit.
Part 7 — Saya yang bawa pesta nya ke tempat kamu.
Part 8 — Masa lalu saya yang terancam punah.
Part 9 — We live in a world full of danger.
Part 10 — The GIANT remains incognito.
Part 11 — Shiz's Laik Dat Maighti Soerawizeza.
Part 12 — Teori sandal jepit Swallow hitam punya saya.
Part 12.2
Part 13 — Waktunya-kamu-ikut-saya-main.
Part 13.2
Part 14. — Mengupas tuntas, menyingkap tabir..
Part 15 — Kita tanding ulang, lo berani?
Part 15.2 — Every hotel is waving.
Part 16 — Saya harus mengingat kembali beberapa aturan lama...
Part 17. — One Level Above
Part 18. — Saya, Gog Magog, kamu, dan kabar yang mengejutkan.
Part 19. — Perdebatan diantara kamu dan saya.

Part 20. — Saya kembali ke tahun 2006.
Part 21. — Jalan Van de Venter.
Part 22. — Saya, moving to Borneo.
Part 23. — Saya dalam dunia perantauan.
Part 24 — Saya, kehidupan baru, dan bencong di masa lalu.
Part 25 — Borneo, saya dan kehidupan yang gokil abis!
Quote:
House of the suspects.
Ilustrasi tokoh.
Ilustrasi tokoh.
Quote:

Polling
Poll ini sudah ditutup. - 0 suara
Siapa tokoh yang paling kamu benci?
Freya
0%
Arang
0%
Burnay
0%
Asbun
0%
Dedew
0%
Diubah oleh tabernacle69 29-11-2020 17:52
makgendhis dan 50 lainnya memberi reputasi
49
49.5K
Kutip
632
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
tabernacle69
#162
13. — Waktunya elo-ikut-gue-main.
Quote:

Terakhir sampai mana ya.. oh ya.. sampai teori sandal jepit swallow hitam punya ogut.. punya gue...
Yang intinya ngajarin gue bahwa sesuatu yang sering dipakai, sering ditabung, atau di investasikan.. nanti biasanya akan memberikan pleasure atau hasil yang kita harapkan... bukan biasanya lagi malah, tapi pasti bakal memberikan hasil... (ya asal jangan invest di lembaga yang fraud aja, kayak lembaga dan paket investasi yang gue bikin waktu masih kecil dulu...hahahhahaa)
Well, kayak sendal Swallow warna hitam itu, semakin gue investasikan waktu gue untuk memakainya, semakin enak lah sandal itu di kala gue sedang memakainya...
Jadi poin intinya, menabung dulu, baru tuai kemudian... gue sengaja harus mendidik diri gue dengan pola pikir seperti ini... karena semua anggota keluarga dan teman teman gue, meskipun mereka sudah financially independent, atau punya revenue yang luber sampai sampai salah satunya dicari cari sama prestige untuk jadi cover akhir tahun mereka, tahu dong... glamoritas nya seperti apa... bikin pusing kepala deh pokoknya.
Gue lanjut ya...
"Bapak pulang dulu. Kamu jadinya mau disini aja?" tanya bokap gue.
"Iya, Pak." jawab gue.
"Oke boleh, tapi Freya... nanti malam Arang harus pulang, dia jangan sampai nginap dirumah kamu ya? kan ada rumah keluarga kami juga nggak jauh dari rumah kamu ini." jelas bokap lagi.
"Siapa om? Opa Irja?" tanya Freya singkat.
"Iya, nanti minta dia untuk pulang kerumah opa nya aja ya. Oke kalau gitu om pergi dulu, ini om harus beredar lagi nih soalnya." jawab bokap ke arah kami berdua.
"Oh, padahal nggak apa apa sih om Arang nginep dirumah Freya juga.." jawab Freya halus.
"Jangan, Freya, Arang udah cukup banyak ngerepotin kamu, om nggak mau dia lebih ngerepotin kamu lagi, belum lagi kalau nanti tengah malam dia sleepwalking, kamu repot nantinya."
"Hahahaha, iya om, Freya tau kok... waktu camping di Bukit Bintang juga Arang sempet bikin panik guru guru kelas kami om..."
Dalam hati gue ngomong begini, 'Ini ada orangnya disini, digosipin juga didepan orangnya.. wah jahat...'
Dan akhirnya, Bapak pun beranjak pulang sekitar pukul tiga sore, kami berdua (gue dan Freya) melepasnya didepan gerbang rumah dia, yang kalau jalan menuju kesana jaraknya sekitar 30 meter, iya, jauh banget memang... sampai ada security yang membukakan pagar dan mobil bokap gue pun kembali melenggang di Setra Raya.
Bandung is fine, that day. Dan party kami yang masih berlangsung sampai sekitar jam enam petang, dimana semuanya sudah pulang, tapi Lody masih stay sampai malam hari bertiga bersama kami. Betul, ini party cuma buat anak kelas 6B, kalaupun ada anak kelas 6A, paling cuma pacarnya Lody, si Ello aja. Bicara soal pesta hari itu, ya intinya nggak banyak yang sudah kami obrolin...
Yang kami obrolin ya paling cuma kemana rencana kami selanjutnya. Freya yang mau lanjut ke BSJ tapi malah jatuh hatinya ke Bikèn, ini namanya disingkat sama diplesetin maaf ya. Dan waktu itu gue sempat bilang gini ke Freya, "Nggak kaget lo? dari Suryakala langsung nyebrang ke Bikén? kenapasih nggak bareng Lody aja ke Tebe?" kata gue, terus disambung sama si Lody yang juga ngomong, "Ho'oh Frey, kenapa? ntar kalau lo jadi sulking dan gruesome gara-gara tugas sekolah nya yang banyak, gimana deh?"
Terus si Freya alias si Ireng ini dengan gampangnya ngejawab, "The force is with me, elo berdua nggak perlu khawatir. Lagian Tebe kan sama aja Dyy, tugas banyak." katanya santai, kami bertiga sadar banget waktu itu, kami tuh duduk diatas office chair, di ruang meeting tempat kerja papinya Freya dan kolega bisnisnya. Sedangkan kami masih kecil, tapi sudah memikirkan masa depan kami, unik juga sebetulnya kalau diingat ingat lagi.
Bicara tentang pesta kami, waktu itu gue ingat banget bahwa Bagas sempat berantem sama Ello, masalahnya sungguh simpel, Ello nggak mau kalau bagas sekolah di Hi-scope. Karena mereka berdua juga sudah jadi sobat yang dekat banget semasa di sekolah, tapi si Bagas setelah lulus SD, malah di komando sama bokapnya untuk masuk Highscope junior high school, sedangkan Ello, di komando untuk masuk sekolah salah satu boarding school (Prbd Psiad) di kota Bandung.
Masalah ini tidak berlanjut, karena kami semua menyarankan kepada mereka berdua untuk ketemu saja di Purwacaraka, gila nya, meski si Bagas suka dengan dunia astronomi dan Ello suka dengan dunia metalurgi. Dua orang brengsek itu sama sama jago nge jazz. Anjrit gue envy setengah mati sama elo berdua, udah pintar, banyak didekati cewek cewek, pacarnya bisa banyak, terus... pintar main musik lagi. Wah, kalah deh gue...
Dan pelajaran yang bisa diambil disini adalah, buat Ello, jangan memaksakan kehendak orang lain... terus kedua... cari jalan tengah nya, udah dapat tuh... karena akhirnya mereka berdua pun masih bisa fokus dengan sekolah masing masing, tapi kadangkala bertemu di Purwacaraka meski hanya untuk sekedar ambil kelas kursus, jamming dan main musik bareng... lalu, bagaimanakah dengan gue?
Nah makanya, kala itu, yee... hehehe. Kala itu, nasib gue tidaklah lebih dari seekor anak ayam yang kecil dan kehilangan harapan, seakan akan seperti sedang mencari induknya, atau sedang ketinggalan dari kawanan nya.
Gue tersesat, merasa linglung, lemah, letih dan lesu sekali. Mengingat bahwa nasib gue nggak jelas akan masuk ke sekolah apa selanjutnya, bukan karena nggak bisa dan nggak mampu, toh waktu itu grade dari assesment gue di BIS Surya Sumantri saja qualified dan gue tinggal membayar first stage of tuition nya aja. Belum lagi rekomendasi untuk gue dari tiga biro edukasional di kota ini, diberikan langsung ke pihak sekolahan, maka semakin gampanglah gue kalau mau enroll kesana.
Dan semua itu terjadi hanya karena gue adalah anak mulatto yang kebetulan cucu dari nyonya besar, the big Wiranatakoesoemah. Yang kemudian diputus sepihak sama mister Azimat Revoelusi, alias bokap gue yang sungguh budiman dan sungguh rupawan... berikut percakapan gue dengan kedua kawan gue di malam itu, membicarakan tentang bokap gue.
"Eh, bukannya dari hasil placement kemarin, gue denger elo tuh masuk ke Band*ng International School ya Rang? ato malah ke Pr*badi sih? gue bingung," kata Lody sambil menengok kearah gue.
"Nggak, gue jadinya masuk Angela." jawab gue datar dan muram.
"Hah serius lo? wah siap siap aja, bakal dicecer lo sama sister-sister disana. Eh, Dedew masuk Angela kan ya Frey?" tanya Lody lagi.
"Bercanda Lody, gue nggak masuk kesana kok..." jawab gue menepis pernyataan gue yang sebelumnya.
Disini si Freya udah mulai Cekikikan nggak jelas. Karena dia tahu persis nasib gue ini kayak gimana di saat itu...
"Frey, kok ketawa gitu, emang apa yang lucu?" tanya Lody.
"Huhahahahaha," Freya ketawa puas banget.
"Lo denger lah Dyy, si Arang tuh bakalan diekspor sama bokapnya." jawab Freya.
"Ha, maksud lo gimana si?" Lody semakin bingung.
Disini gue cuma bisa mingkem.
"Iya, ini anak bakal dimasukin ke sokola rimba sama bokapnya." jawab Freya lagi.
"HAHAH! Ih serius Frey, gue nanya beneran, lo kan yang sering bareng sama Arang, jadinya lo kemana deh Rang?"
"Frey, nggak lucu anda ini ah. Iya Lody, itu assesment gue di refuse semua sama bokap..." jawab gue lesu.
"Wah, terus kalo nggak gitu, lo jadinya mau masuk SMP mana, Rang?
"Nggak boleh Lody... semua aplikasi masuk SMP gue di Bandung di tolak sama bokap." kata gue merespon Alody.
"Hah? gue masih bingung nih, elo kan padahal udah diterima, tapi kenapa bokap lo tolak semuanya?" tanya Lody.
"Iya kan gue mau pindah kota..." kata gue lagi, rada sedih juga.
"Ohhh iyaaa gue lupaaaa, maaf yaaa hahahaha." dia pun ketawa.
"Hahahaha Frey, si Lody lupaaa." kata gue menyambut tawa itu.
"Semua orang tuh lupa kaleee kalo elo mau pindah ke Borneo, udahlah Rang, kita tuh ingetnya elo masih disini. Ngapain sihh pake pindah pindah segala..." kata Freya yang justru malah membuat gue semakin malas buat pindah, tapi didalam hati kecil gue, selalu ada keinginan untuk pergi keluar dari kota ini.
Karena seperti yang Freya bilang, "Kalo lo tau sifat aslinya si Arang, dia itu anaknya seneng main jauh."
***
Kembali ke Alody, "Sebetulnya gue nggak ngegubris sih kalo elo mau pindah, tapi ternyata beneran pindah..." kata Lody lagi kearah gue.
"Ya pindah lah Dyy, makanya bubar barisan ini kita semua..." Freya menambahkan.
"Hahahaha, kok tiba-tiba gue jadi inget waktu itu yang pas kita lagi acara outdoor yang di kebun teh itu ya, gue ngilang, terus dicariin satu kelas." kata gue menyambung perbincangab diantara kami bertiga.
"Siapa ya yang nangis...." goda gue lagi, agak senewen.
Terus Lody menunjuk nunjuk kearah si Freya sambil berbisik, "Nih." tunjuknya.
"Berisik!" Freya jadi tiba tiba judes. Hahahahahaha. Gue pun ketawa di momen itu.
"Oke jadi udah pasti ya elo ke Tebe Dyy? Frey, lo belum tau tapi pastinya lo ke Jakarta kan ya?" ucap gue mencoba mengabsen lagi.
"Iya gue Jakarta." jawab Freya.
"Ello ke Praybody, Regi ke Deha, Bagas ke Hi-scope, eh ada yang lanjut ke Nehru nggak by the way di kelas kita?"
"Nggak ada sih setau gue, paling standar sih ya, geng nya Isnan sama Dana pada ke Temasek, terus Tiopan ke SMP lima... kalo gue sama Karris sih emang udah keterima di Tebe."
"Aulia dimana?" tanya gue ingat sama dia karena aroma tubuhnya yang selalu semerbak begitu.. kayak kalau lagi main ke SOGO dan kita belok ke bagian perfumery nya, hahahaha.
"Aul tuh kalo nggak salah masuk ke Salman deh... coba, Frey, dia masuk mana sih?"
"Salman..." jawab Freya datar..
Melihat ekspresi wajah datar Freya yang seperti itu sudah biasa buat seorang gue. Jadi, biarkanlah mau bagaimanapun juga dia mengeluarkan ekspresi wajah nya, gue tetap tidak akan terlalu berlebihan dalam menanggapi dia.
Disini gue akan sedikit bercerita jauh lebih banyak lagi tentang dunia dan lingkup sosial kami, mungkin juga berakhir dengan menceritakan jauh lebih jelas mengenai siapa itu gue, siapa itu dia, atau siapa itu mereka. Yang utama sih, gue hanya ingin berdialog saja dengan diri ini.
Waktu itu, jam menunjukkan pukul setengah enam sore, yang artinya matahari terbenam disini lumayan bagus, terlihat di daerah ini, tapi lebih bagus lagi kalau dilihat dari rumah di daerah gue. Kenapa? karena gue tinggal di dataran tinggi, yang tentunya jauh lebih tinggi kalau dibandingkan dengan rumah Freya.
Jujur, kalau diingat ingat lagi, gue terkadang jadi kangen banget sama rumah gue yang warna rumahnya itu warna abu-abu gelap, besarnya sebesar besarnya rumah hanya di kawasan hunian itu, berlumut, menyeramkan, dan tidak terurus. Tapi ketika matahari turun, itu rumah bisa tersentuh warna keemasan yang dihasilkan oleh cahaya matahari terbenam.
Dan gue dengan begitu keren nya berdiri di lantai lima, lalu bersantai di balkon rumah gue sambil memutar musik yang dimainkan oleh Carlos Santana dan bermain layang layang. Nggak peduli deh kalau layangan gue putus atau gue memutuskan layangan milik orang lain. Dan menurut gue, rumah gue ini, kalau dibandingkan dengan rumah Freya dan arsitektur modern nya, adalah yang paling keren.
Atau rumahnya Burnay, mungkin, yang memiliki arsitektur ala Nedhandel House, artinya ya rumah dia itu dibangun nya pada masa dimana Belanda masih menjajah kota ini, atau rumah nya Lody yang...
Terletak diatas ketinggian pada sekian ribu kaki di kota ini. Anak gaul Newton Bandung, yang emang-kalau-soal-keren sih udah pastiiii begetooo. Penthouse dia adalah yang paling bikin cemburu kami semua, karena kalau di tempat Lody, kami bisa menikmati Bandung bukan dari dataran tinggi lagi, tapi memang benar-benar dari titik tertinggi di kota ini.
Nah, bisa disimpulkan bahwa meski rumahnya Freya adalah salah satu sebesar besarnya rumah di daerah Bandung kota, kalau rumah gue 2000 acre dan rumah Freya itu 4000 acre, termasuk aviary, atrium, planetarium, atau sebuah kebun binatang dan segala macam kegilaan nya yang mengalahkan rumah gue.
Atau rumah Burnay yang nggak jauh letaknya dari rumah Ashburn, dan yang jelas rumah mereka ini sama sama punya satu kesan khusus, yaitu rumah yang tersembunyi di sudut sudut keramaian kota. Semacam apa ya, hidden gem atau hidden treasure mungkin kalau dalam bahasa Inggrisnya.
Jadi bayangkan saja ketika kita lagi panik paniknya berjalan jalan di tengah kemacetan di kota ini, penat, pusing, semua terasa, tapi kalau tujuan kita adalah menuju ke salah satu dari rumah mereka... jadi ya tinggal belokkan setir mobil sedikit... masuk kedalam jalanan itu... dan abracadabra, bertemulah kita dengan rumah mereka. Karena mereka tidak tinggal di sebuah gated community. Beda dengan Freya, gue dan Lody yang memang tinggal di gated community. Setraduta dan Regency Six.
Dengan rumah mereka semua yang berada di regional kelas 1, seperti rumah Burnay, rumah kelas 1 dia itu kalau nggak salah, dan Freya kelas 2, jadi pajak bumi bangunan tahunan nya yang satu itu 30 juta, yang satunya lagi sekitar 10 jutaan kurang, ini sangat menarik untuk di perhatikan, mengingat karena rumah gue pajak tahunan nya hanyalah 500 ribu saja.
Iya, gue hanyalah orang terpencil :-(
Bokap gue yang mau nya begitu, dan gue malah suka suka aja, karena yang sisa 20 juta nya lagi bisa untuk gue belikan seekor felis catus yang sangat gue senangi. Jadi ya, apalah daya gue kalau dibandingkan dengan teman teman gue yang rumahnya di Bandung 1 biji, di Jakarta 3 biji, di Bali 2 biji, di Lexington 1 biji, di Edmonton 2 biji :-)
***
Meskipun semua orang didalam hidup gue punya hal yang lebih apabila dibandingkan dengan gue, gue sebisa mungkin menanggapi nya dengan bijak. Oke, sepupu dan teman teman gue memang punya semuanya, sedangkan gue tidak sehebat mereka... gue juga sering di ejek karena bokap gue yang katanya menolak untuk dekat dengan keluarga besar kami.
Tetapi, tidak apa apa.. karena kalau ada yang menjatuhkan gue, berarti sama dengan membangunkan keluarga besar gue yang ah sudahlah, nanti saja gue bahas lagi ya.. utamanya, walaupun semua orang dalam lingkup bersosial gue memang lebih daripada yang lebih, gue tetap jadi yang paling keren *pasangkacamata*
Kalau gue nggak keren... nggak akan dong Burnay nge bela belain datang dan main kerumah gue hanya untuk memasak pasta dan jadi ikutan berani bermain layang layang. Kalau gue nggak keren, nggak akan dong Freya mengadakan pesta dengan tema halloween dirumah gue dan jadi merasa happy setelahnya. Atau Opop, yang takut banget sama hantu, karena gue emang keren, gue bisa meyakinkan Opop untuk belajar bareng dirumah gue dengan cara, "Pop, ajarin matematika dirumah aku dong, nanti dipesenin Arby's deh habis itu... tenang aja, nggak ada hantu kok, paling suara burung merpati aja di lantai atas."
Sehabis gue berikan penawaran itu, Opop tanpa berpikir panjang langsung pergi ke rumah gue, untuk mengajarkan gue beberapa soal matematika yang nanti akan kami hadapi menjelang ujian nasional di tahun 2006 silam itu.
Intinya, gue memang keren, tetapi bukan berarti gue tidak butuh orang lain dalam hidup gue, ada kalanya gue harus bisa nego dengan orang agar mereka mau berteman dengan gue, dan, ada kalanya pula harus menyimak dan mendengarkan keluh kesah mereka...
Disini, gue rasa, hanya hal yang asyik asyik aja yang kita pikirkan, kalau mau berpikir kritis, sudah tentu, masih ada orang yang tidak punya tempat bernaung sama sekali, gue bingung, awalnya gue takut sekali bermain dengan mereka, anak anak orphanage yang tinggal hanya beberapa ratus meter saja dari rumah gue itu.
Tapi karena kami semua sama sama suka bermain layangan dan bermain burung merpati, kami jadi akrab tanpa perlu berpikir tentang latar belakang kami, darimana kah kami berasal. Disana, seingat gue, hanya ada kami yang mendekatkan diri, belajar mendengar permasalahan satu sama lain dan ya intinya... bermain bersama.
Tapi sekali lagi gue harus katakan, bahwa gue memang keren, dan harus merasa lebih grateful atau bersyukur, karena semua sepupu gue dan teman teman gue itu sangat anti terhadap yang kotor-kotor, ada yang takut ini lah, ada yang takut itu lah, pokoknya mereka serba alergi terhadap hal-hal yang bersifat remeh temeh.
Gue sangat menyayangkan ini dari mereka. Dan untuk menyukai hal yang bersifat remeh temeh ini, adalah didikan dari bokap gue yang sekarang menular kepada gue, tapi kalau nggak salah dari kecil pun gue sudah biasa main sampah dan petasan didalam hutan di komplek rumah gue, jadi ya, nggak aneh lah melihat gue bertingkah seperti itu.
Gue juga, boleh saja takut akan sesuatu, tetapi ketakutan akan sesuatu itu harus diukur dan dianalisa terlebih dahulu, apakah masih dalam taraf wajar ataukah malah tidak wajar samasekali? sehingga ketakutan yang gue takuti itu adalah ketakutan yang timbul karena dibuat dibuat, atau karena di sugesti.
Meskipun sudah keren begitu, gue punya suatu masa dimana disaat semua orang menertawakan bokap gue dan menganggap bahwa gue adalah orang yang berada di bawah kendalinya, terlepas bahwa kami adalah bagian dari sebuah keluarga besar yang kebesarannya jauh lebih besar dari mereka semua itu. Yang kalau anggota nya menelpon lalu bicara, "Tolong urus masalahnya."
Semua masalah pun beres dan terselesaikan.
Namun di saat yang ditertawakan nya adalah kami. Gue hanya bisa tersenyum, lantas apalagi? inilah keluarga kami, yang jatuh bangun nya tidak orang lain rasakan, tidak perlu juga gue mengurusi urusan orang lain. Karena apa yang terjadi dirumah kami, terkadang, ya kami kami lagi yang mengetahuinya, nggak tiba tiba orang di ujung komplek itu jadi serba tahu mengenai rahasia dan masalah dalam keluarga kami, ya kan...
Jadi... kembali lagi ke petang hari itu dirumah Freya. Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan Lody pun akhirnya undur diri alias pulang lalu dadah dadah kepada kami berdua. Dia pulang dijemput sama kakaknya, dan selalu dengan kakak yang sama, kakak Lody yang membuat kami suka dengan cara dia dalam menjemput Lody setiap kali Lody main ke rumah Freya.
Di sela sela itu, Freya ngomong lagi sama gue. Namun gue tidak merespon karena gue sedang memikirkan hal lain dalam kepala gue sampai kalimat, "Hello... ground control to major tom, hello..." itu gue dengar dalam hidup gue, Freya yang mengenalkannya kepada gue karena Freya adalah pecinta musik rock klasik, salah satunya ya adalah si David Bowie itu.
Selera musik sepupu dan teman gue aneh-aneh deh pokoknya, termasuk gue juga sih sebetulnya. Dan lebih aneh lagi kalau kalian semua sudah melihat Opop berdendang manis ketika dia mendengarkan Bee Gees dan justru tidak seperti gue, yang waktu itu malah lagi suka banget sama Peterpan dan Indonesian Idol. Hah, capek deh, rupanya gue memang suka Ghea idol, sampai diejek ejek malahan, tapi nggak apa apa lah, toh selera musik gue ini bukan mereka... hahahaha.
Diubah oleh tabernacle69 08-06-2019 15:31
0
Kutip
Balas