- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.3K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52.1KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#333
Chapter 2.10
Spoiler for kegagalan:
-Swush-
-Swush-
-Swush-
-Swush-
Panah-panah melesat dari balik busur melewati dedaunan namun tidak ada satupun anak panah itu menembus tubuh Gondel, aura hitam nan pekat seakan menjadi jubah pelindung sang raksasa dengan kulit terbakar itu dari serangan bertubi-tubi para prajurit pembebas Pujakerana. Arga melaju untuk menyerang kedepan dengan kepalan tangan siap meluncur kearah tubuh Gondel.
-Bugh-
-Bugh-
-Bugh-
Tiga pukulan mendarat telak ditubuh raksasa itu namun tidak ada sedikitpun rona kesakitan tersirat dari wajah Gondel, Gondel hanya menatap nanar kera merah didepannya dengan tatapan dingin ingin membunuh.
-BUM-
Satu hempasan tangan Gondel putih mengenai tubuh Arga membuat kera merah itu terhempas kesamping hingga membentur pohon beringin, benturan tersebut membuat beberapa prajurit pembebas pujakerana yang bertengger didahan pohon jatuh ketanah.
"Sial kuat sekali!" runtuk Arga. Arga langsung beranjak berdiri kemudian memasang kuda-kuda sembari merapal mantera. Sejurus kemudian aura merah melingkupi tubuh kera merah tersebut.
Sementara diujung sana Luna sedang berkutat dengan peralatan miliknya, ia membuat dua lapis perangkap disekitar semak-semak guna menjebak sang Gondel.
Luna menoleh kebelakang dan berjalan kearah semak-semak untuk melihat kearah teman-temannya, "Naura aku titip dua keledai ini," Seru Luna pada Naura.
Naura yang saat itu sedang mengobati luka-luka Saka mengangguk mengerti.
"Urgh … aku akan membantumu Lun," seru Devan berusaha berdiri sambil menahan sakit di tangan kanannya.
"Jangan bertingkah bodoh, beristirahat saja sejenak dan lindungi mereka, jika keadaan semakin memburuk baru lu bertingkah sok jagoan," ucap Luna dingin.
Dengan sambil cemberut Devan pun kembali duduk mengikuti arahan Luna, benar yang dikatakan Luna, disaat seperti ini bantuan bisa menjadi bencana jika digunakan tidak maksimal. Luna beranjak keluar semak-semak ia menatap Arga dan pasukannya yang sedang kelimpungan menghadapi sang Gondel yang tengah mengamuk tersebut.
Dengan Aura merah menyelimuti tubuhnya Arga melompat tinggi kearah Gondel, ia melompat keatas punggung Gondel dan memukul-mukul kepala raksasa tersebut bertubi-tubi.
"GROOAAAR!!"
Auman Gondel menggelegar Cumiakkan telinga mahluk disekitarnya. Tanpa mengindahkan auman tersebut Arga tetap fokus memukul kepala Gondel terus menerus hingga sebuah cengkraman menggapai bulu merahnya dan menghempaskan tubuh besarnya kedepan dengan mudahnya.
-BRUaak-
"Argh."
Gondel berjalan kedepan kearah Arga dengan kuku-kuku tajam siap mencabik-cabik kera merah tersebut, namun.
-Dor-
-Dor-
-Dor-
Tiga peluru air suci meluncur kearah lengan Gondel mengakibatkan ledakan di lengan mahluk tersebut. Langkah kaki sang raksasa jangkung itu terhenti tatkala merasakan aura manusia berpendar di kejauhan.
Dengan satu kaki terangkat menginjak batu Luna berdiri menantang sang Gondel, dua bilah senjata sudah di genggamnya dengan erat dengan aura biru muda berpendar dari tubuhnya.
"HEI BURUK RUPA!! LAWANMU DISINI!" teriak Luna memprovokasi Gondel.
Dengan wajah penuh luka terbakar Gondel menoleh sambil tersenyum mengerikan menatap sesosok manusia berdiri tegap diujung sana yang siap untuk ia santap, itu semua karena darah manusia akan langsung meregenerasi tubuhnya dan memperpanjang umurnya, entah sudah berapa banyak manusia yang ia nikmati hingga membuat dirinya menjadi Gondel yang lebih kuat diantara gondel-gondel lainnya.
"Daraaah," ucap sang Gondel sambil berjalan pelan kearah Luna.
Luna berdiri tegap sambil menatap lawannya, aura biru muda mengembun membentuk uap es disekitaran tubuhnya dan seketika kabut putih pekat perlahan menyelimuti tubuh gadis itu.
Gondel berlari kearah Luna seiiring pekatnya kabut disekelilingnya, ia menoleh kesegala arah mencari keberadaan gadis tadi namun yang ia temukan hanya kabut yang semakin pekat menghalangi pengelihatannya.
"Grrrrrrr!!!" geram Gondel kesal.
"Hei … aku disini," sebuah suara terdengar dari arah kanan Gondel, ia pun berlari ke asal suara dan mencabik-cabik sembarang kesegala arah.
-Dor-
Sebuah peluru air suci mendarat dipunggung Gondel membuat tubuh raksasa jangkung itu tersentak untuk sesaat, sekejap Gondel menoleh kebelakang namun sekali lagi hanya ada kabut sepanjang ia melihat, merasa gusar Gondel berlari kembali kearah peluru tadi melesat sambil kembali melesatkan cakar tajamnya kesembarang arah.
-Dor-
-Dor-
-Dor-
Tiga peluru air suci melesat dan mengenai telak di lengan kanan Gondel.
"ARRGGH!!"
Rintih Gondel kesakitan, darah hitam mengucur dari lengan kanannya, merasa sia-sia untuk mengejar kembali Gondel berdiam diri ditempat, ia memusatkan tenaga dan fikirannya.
"GROAAAAAAR!!!"
Auman menggelegar kembali di hutan Angkora untuk kesekian kalinya, seketika dentuman energi hitam menyeruak membuat kabut putih disekitar terdorong memberikan ruang untuk Gondel melihat sekeliling, di sebelah kirinya tengah berdiri Luna hendak berusaha berlari menjauh.
"Kikikikiki … manusia bodoh," kikih Gondel yang langsung berlari mengejar Luna penuh ekspetasi kemenangan.
Langkah kaki Luna yang pendek bukan tandingan bagi langkah panjang Gondel, tidak memakan waktu lama sang raksasa jangkung itu sudah berada dibelakang Luna dengan kedua tangan terbuka siap untuk membelah manusia itu menjadi dua dengan cakar tajamnya. Dilain pihak Luna terus berlari menjauh dengan senyum tipis tersungging dari balik bibirnya.
Disaat Luna berlari melewati dua buah pohon sebuah bola menyembul dari bawah tanah dan seketika mengeluarkan cahaya menyilaukan pandangan mata. Gondel tersentak dan kehilangan keseimbangan, tubuh besarnya lunglai dan membentur pohon dengan kerasnya, seutas benang tak terlihat telah melilit tubuh raksasa itu hingga menyatu dengan salah satu pohon.
Luna berjalan perlahan memutar arah hendak berhadapan langsung dengan Gondel, kedua tangannya kebelakang hendak mengambil senjata andalan miliknya. Dua buah pistol revolver berisikan peluru air suci sudah berada digenggaman kedua tangannya.
Gondel berontak hendak berusaha melepas ikatan tali benang di tubuhnya tapi usahanya hanya berbuah sia-sia, semakin ia berontak semakin kencang ikatan tali benang tersebut.
"Percuma saja … benang itu terbuat dari campuran baja dan perak yang berguna untuk melemahkan mahluk sepertimu," ucap Luna dingin dengan kedua senjata miliknya mengacung kearah Gondel.
-Dor-Dor-
-Dor-Dor-
-Dor-Dor-
-Dor-Dor-
-Dor-Dor-
Ledakan demi ledakan menerpa tubuh raksasa itu membuat kabut asap mengepul disekitar tubuh Gondel, tanpa henti dan tanpa ampun Luna menembakkan peluru air suci kearah Gondel hingga.
-Klik-Klik-Klik-Klik-
Peluru di dalam senjata sudah habis tak tersisa, Luna memutar kedua senjatanya bak koboi kemudian memasukkan senjata kedalam sarung senjata di belakang tubuhnya.
"Fiuh … akhirnya semua sele…"
Belum selesai Luna menyelesaikan kalimatnya, tanpa peringatan apapun Gondel berhasil melepaskan diri dari jeratan perangkap dan dengan kecepatan diluar nalar manusia ia merangkak cepat kearah Luna dengan mulut menganga hendak memangsa Luna bulat-bulat.
"TOMBAK RUNDRA!!!"
-JDAAAAR!!!-
Dari atas kepala Gondel turun Devan dengan tombak petir di genggaman tangan kirinya, dalam sekian detik ia menghunuskan tombak itu tepat di kepala sang Gondel membuat raksasa itu ambruk tak sadarkan diri dihadapan Luna.
Luna hanya bisa terjatuh dan terduduk ditanah, jika Devan tidak datang atau telat sedetik saja mungkin dirinya sudah habis ditelan bulat-bulat oleh Gondel betina itu.
"Ayo Luna kita pergi, sebelum mahluk ini sadarkan diri," seru Devan tergesa-gesa menyadarkan Luna dari keterkejutannya.
Tanpa bersuara Luna mengangguk mengiyakan perintah Devan dan mengekor dibelakang menuju teman-temannya yang lain berada. Tak memakan waktu yang lama Luna dan Devan sudah berkumpul dengan Naura dan Saka.
"Luna!!" seru Naura bahagia sembari memeluknya erat.
"Ugh … iya-iya Ra … sudah ya peluknya," risih Luna. Dilain pihak Devan hanya melihat dengan tatapan mupeng kearah dua gadis tersebut, tatapan Devan beralih melihat kearah Saka.
"Elu minta peluk gua bunuh lu Dev," Seru Saka sarkas sambil duduk diatas rerumputan yang jarang.
"Idih najong … gua masih normal kali," jengah Devan kala itu.
Arga datang dari samping, "maaf mengganggu tapi bagaimana dengan Gondel?" tanyanya kepada Luna dan Devan.
"Mahluk itu sedang tidak sadarkan diri, ada baiknya kita segera pergi dari sini sebelum mahluk itu mengamuk lagi," ujar Devan sedangkan Luna hanya bisa menundukkan kepala karena telah gagal menyelesaikan tugasnya.
"Jadi begitu, baiklah saya mengerti, saya sarankan kalian berempat ikut kami ke markas untuk memulihkan tenaga kalian," seru Arga kepada keempat pemuda pemudi tersebut.
Sesaat mereka saling bertukar pandang seakan-akan bertanya tentang keputusan mengikuti kera merah tersebut karena sekilas ajakan ini seperti jebakan, namun dengan enteng Naura merapihkan tas miliknya dan melangkah kearah Arga.
"Tuan kera mari berangkat," serunya polos.
Waktu berlalu dengan cepatnya, tanpa di sadari malam datang dengan datangnya sinar rembulan berwarna merah diatas langit.
Gondel putih sedang berjalan terlunta-lunta ditengah hutan, setiap mahluk astral yang ditemuinya segera ia kejar dan ia makan guna mengembalikan energi dan menyembuhkan luka-luka ditubuhnya, terlihat barisan bangkai-bangkai jin liar berjejer sepanjang jalur yang Gondel lewati.
-Srek-
-Srek-
-Srek-
Langkah raksasa itu terhenti tatkala melihat dari kejauhan sebuah bola cahaya berpendar menerangi sebuah jalan setapak, dibawah bola cahaya tersebut sedang berjalan seorang manusia sendirian dengan tas ransel berbentuk beruang teddy berwarna merah muda dipunggungnya.
Air liur Gondel bercucuran tatkala melihat kesempatan emas itu didepan mata, dengan mengendap-endap ia merangkak mengikuti manusia itu berada.
Tiba-tiba langkah pemuda berhoodie itu terhenti, ia setengah berjongkok dan membetulkan tali sepatu miliknya. Melihat kesempatan emas tersebut Gondel mengambil ancang-ancang, dalam satu hentakan ia melompat tinggi guna menerjang sang manusia, mulut Gondel menganga dengan gigi runcing dilapisi air liur siap untuk mengunyah habis manusia tersebut.
-JReeeB-
Dalam sekejap mata bola cahaya yang menaungi langkah sang pemuda berubah bentuk menjadi tombak cahaya berukuran raksasa dan langsung menghunus mahluk raksasa tersebut di perutnya dengan telak.
Darah hitam langsung bercucuran dengan raungan kesakitan yang keluar dari mulut sang Gondel, sekejap balutan api membakar Gondel itu habis hingga menyisakan residual energi hitam yang jatuh perlahan keatas tanah.
Sang pemuda berdiri kembali setelah membetulkan ikatan tali sepatunya, dengan wajah tanpa ekspresi ia kembali berjalan tanpa menghiraukan kegaduhan di belakang dirinya.
Bersambung..
-Swush-
-Swush-
-Swush-
Panah-panah melesat dari balik busur melewati dedaunan namun tidak ada satupun anak panah itu menembus tubuh Gondel, aura hitam nan pekat seakan menjadi jubah pelindung sang raksasa dengan kulit terbakar itu dari serangan bertubi-tubi para prajurit pembebas Pujakerana. Arga melaju untuk menyerang kedepan dengan kepalan tangan siap meluncur kearah tubuh Gondel.
-Bugh-
-Bugh-
-Bugh-
Tiga pukulan mendarat telak ditubuh raksasa itu namun tidak ada sedikitpun rona kesakitan tersirat dari wajah Gondel, Gondel hanya menatap nanar kera merah didepannya dengan tatapan dingin ingin membunuh.
-BUM-
Satu hempasan tangan Gondel putih mengenai tubuh Arga membuat kera merah itu terhempas kesamping hingga membentur pohon beringin, benturan tersebut membuat beberapa prajurit pembebas pujakerana yang bertengger didahan pohon jatuh ketanah.
"Sial kuat sekali!" runtuk Arga. Arga langsung beranjak berdiri kemudian memasang kuda-kuda sembari merapal mantera. Sejurus kemudian aura merah melingkupi tubuh kera merah tersebut.
Sementara diujung sana Luna sedang berkutat dengan peralatan miliknya, ia membuat dua lapis perangkap disekitar semak-semak guna menjebak sang Gondel.
Luna menoleh kebelakang dan berjalan kearah semak-semak untuk melihat kearah teman-temannya, "Naura aku titip dua keledai ini," Seru Luna pada Naura.
Naura yang saat itu sedang mengobati luka-luka Saka mengangguk mengerti.
"Urgh … aku akan membantumu Lun," seru Devan berusaha berdiri sambil menahan sakit di tangan kanannya.
"Jangan bertingkah bodoh, beristirahat saja sejenak dan lindungi mereka, jika keadaan semakin memburuk baru lu bertingkah sok jagoan," ucap Luna dingin.
Dengan sambil cemberut Devan pun kembali duduk mengikuti arahan Luna, benar yang dikatakan Luna, disaat seperti ini bantuan bisa menjadi bencana jika digunakan tidak maksimal. Luna beranjak keluar semak-semak ia menatap Arga dan pasukannya yang sedang kelimpungan menghadapi sang Gondel yang tengah mengamuk tersebut.
Dengan Aura merah menyelimuti tubuhnya Arga melompat tinggi kearah Gondel, ia melompat keatas punggung Gondel dan memukul-mukul kepala raksasa tersebut bertubi-tubi.
"GROOAAAR!!"
Auman Gondel menggelegar Cumiakkan telinga mahluk disekitarnya. Tanpa mengindahkan auman tersebut Arga tetap fokus memukul kepala Gondel terus menerus hingga sebuah cengkraman menggapai bulu merahnya dan menghempaskan tubuh besarnya kedepan dengan mudahnya.
-BRUaak-
"Argh."
Gondel berjalan kedepan kearah Arga dengan kuku-kuku tajam siap mencabik-cabik kera merah tersebut, namun.
-Dor-
-Dor-
-Dor-
Tiga peluru air suci meluncur kearah lengan Gondel mengakibatkan ledakan di lengan mahluk tersebut. Langkah kaki sang raksasa jangkung itu terhenti tatkala merasakan aura manusia berpendar di kejauhan.
Dengan satu kaki terangkat menginjak batu Luna berdiri menantang sang Gondel, dua bilah senjata sudah di genggamnya dengan erat dengan aura biru muda berpendar dari tubuhnya.
"HEI BURUK RUPA!! LAWANMU DISINI!" teriak Luna memprovokasi Gondel.
Dengan wajah penuh luka terbakar Gondel menoleh sambil tersenyum mengerikan menatap sesosok manusia berdiri tegap diujung sana yang siap untuk ia santap, itu semua karena darah manusia akan langsung meregenerasi tubuhnya dan memperpanjang umurnya, entah sudah berapa banyak manusia yang ia nikmati hingga membuat dirinya menjadi Gondel yang lebih kuat diantara gondel-gondel lainnya.
"Daraaah," ucap sang Gondel sambil berjalan pelan kearah Luna.
Luna berdiri tegap sambil menatap lawannya, aura biru muda mengembun membentuk uap es disekitaran tubuhnya dan seketika kabut putih pekat perlahan menyelimuti tubuh gadis itu.
Gondel berlari kearah Luna seiiring pekatnya kabut disekelilingnya, ia menoleh kesegala arah mencari keberadaan gadis tadi namun yang ia temukan hanya kabut yang semakin pekat menghalangi pengelihatannya.
"Grrrrrrr!!!" geram Gondel kesal.
"Hei … aku disini," sebuah suara terdengar dari arah kanan Gondel, ia pun berlari ke asal suara dan mencabik-cabik sembarang kesegala arah.
-Dor-
Sebuah peluru air suci mendarat dipunggung Gondel membuat tubuh raksasa jangkung itu tersentak untuk sesaat, sekejap Gondel menoleh kebelakang namun sekali lagi hanya ada kabut sepanjang ia melihat, merasa gusar Gondel berlari kembali kearah peluru tadi melesat sambil kembali melesatkan cakar tajamnya kesembarang arah.
-Dor-
-Dor-
-Dor-
Tiga peluru air suci melesat dan mengenai telak di lengan kanan Gondel.
"ARRGGH!!"
Rintih Gondel kesakitan, darah hitam mengucur dari lengan kanannya, merasa sia-sia untuk mengejar kembali Gondel berdiam diri ditempat, ia memusatkan tenaga dan fikirannya.
"GROAAAAAAR!!!"
Auman menggelegar kembali di hutan Angkora untuk kesekian kalinya, seketika dentuman energi hitam menyeruak membuat kabut putih disekitar terdorong memberikan ruang untuk Gondel melihat sekeliling, di sebelah kirinya tengah berdiri Luna hendak berusaha berlari menjauh.
"Kikikikiki … manusia bodoh," kikih Gondel yang langsung berlari mengejar Luna penuh ekspetasi kemenangan.
Langkah kaki Luna yang pendek bukan tandingan bagi langkah panjang Gondel, tidak memakan waktu lama sang raksasa jangkung itu sudah berada dibelakang Luna dengan kedua tangan terbuka siap untuk membelah manusia itu menjadi dua dengan cakar tajamnya. Dilain pihak Luna terus berlari menjauh dengan senyum tipis tersungging dari balik bibirnya.
Disaat Luna berlari melewati dua buah pohon sebuah bola menyembul dari bawah tanah dan seketika mengeluarkan cahaya menyilaukan pandangan mata. Gondel tersentak dan kehilangan keseimbangan, tubuh besarnya lunglai dan membentur pohon dengan kerasnya, seutas benang tak terlihat telah melilit tubuh raksasa itu hingga menyatu dengan salah satu pohon.
Luna berjalan perlahan memutar arah hendak berhadapan langsung dengan Gondel, kedua tangannya kebelakang hendak mengambil senjata andalan miliknya. Dua buah pistol revolver berisikan peluru air suci sudah berada digenggaman kedua tangannya.
Gondel berontak hendak berusaha melepas ikatan tali benang di tubuhnya tapi usahanya hanya berbuah sia-sia, semakin ia berontak semakin kencang ikatan tali benang tersebut.
"Percuma saja … benang itu terbuat dari campuran baja dan perak yang berguna untuk melemahkan mahluk sepertimu," ucap Luna dingin dengan kedua senjata miliknya mengacung kearah Gondel.
-Dor-Dor-
-Dor-Dor-
-Dor-Dor-
-Dor-Dor-
-Dor-Dor-
Ledakan demi ledakan menerpa tubuh raksasa itu membuat kabut asap mengepul disekitar tubuh Gondel, tanpa henti dan tanpa ampun Luna menembakkan peluru air suci kearah Gondel hingga.
-Klik-Klik-Klik-Klik-
Peluru di dalam senjata sudah habis tak tersisa, Luna memutar kedua senjatanya bak koboi kemudian memasukkan senjata kedalam sarung senjata di belakang tubuhnya.
"Fiuh … akhirnya semua sele…"
Belum selesai Luna menyelesaikan kalimatnya, tanpa peringatan apapun Gondel berhasil melepaskan diri dari jeratan perangkap dan dengan kecepatan diluar nalar manusia ia merangkak cepat kearah Luna dengan mulut menganga hendak memangsa Luna bulat-bulat.
"TOMBAK RUNDRA!!!"
-JDAAAAR!!!-
Dari atas kepala Gondel turun Devan dengan tombak petir di genggaman tangan kirinya, dalam sekian detik ia menghunuskan tombak itu tepat di kepala sang Gondel membuat raksasa itu ambruk tak sadarkan diri dihadapan Luna.
Luna hanya bisa terjatuh dan terduduk ditanah, jika Devan tidak datang atau telat sedetik saja mungkin dirinya sudah habis ditelan bulat-bulat oleh Gondel betina itu.
"Ayo Luna kita pergi, sebelum mahluk ini sadarkan diri," seru Devan tergesa-gesa menyadarkan Luna dari keterkejutannya.
Tanpa bersuara Luna mengangguk mengiyakan perintah Devan dan mengekor dibelakang menuju teman-temannya yang lain berada. Tak memakan waktu yang lama Luna dan Devan sudah berkumpul dengan Naura dan Saka.
"Luna!!" seru Naura bahagia sembari memeluknya erat.
"Ugh … iya-iya Ra … sudah ya peluknya," risih Luna. Dilain pihak Devan hanya melihat dengan tatapan mupeng kearah dua gadis tersebut, tatapan Devan beralih melihat kearah Saka.
"Elu minta peluk gua bunuh lu Dev," Seru Saka sarkas sambil duduk diatas rerumputan yang jarang.
"Idih najong … gua masih normal kali," jengah Devan kala itu.
Arga datang dari samping, "maaf mengganggu tapi bagaimana dengan Gondel?" tanyanya kepada Luna dan Devan.
"Mahluk itu sedang tidak sadarkan diri, ada baiknya kita segera pergi dari sini sebelum mahluk itu mengamuk lagi," ujar Devan sedangkan Luna hanya bisa menundukkan kepala karena telah gagal menyelesaikan tugasnya.
"Jadi begitu, baiklah saya mengerti, saya sarankan kalian berempat ikut kami ke markas untuk memulihkan tenaga kalian," seru Arga kepada keempat pemuda pemudi tersebut.
Sesaat mereka saling bertukar pandang seakan-akan bertanya tentang keputusan mengikuti kera merah tersebut karena sekilas ajakan ini seperti jebakan, namun dengan enteng Naura merapihkan tas miliknya dan melangkah kearah Arga.
"Tuan kera mari berangkat," serunya polos.
Waktu berlalu dengan cepatnya, tanpa di sadari malam datang dengan datangnya sinar rembulan berwarna merah diatas langit.
Gondel putih sedang berjalan terlunta-lunta ditengah hutan, setiap mahluk astral yang ditemuinya segera ia kejar dan ia makan guna mengembalikan energi dan menyembuhkan luka-luka ditubuhnya, terlihat barisan bangkai-bangkai jin liar berjejer sepanjang jalur yang Gondel lewati.
-Srek-
-Srek-
-Srek-
Langkah raksasa itu terhenti tatkala melihat dari kejauhan sebuah bola cahaya berpendar menerangi sebuah jalan setapak, dibawah bola cahaya tersebut sedang berjalan seorang manusia sendirian dengan tas ransel berbentuk beruang teddy berwarna merah muda dipunggungnya.
Air liur Gondel bercucuran tatkala melihat kesempatan emas itu didepan mata, dengan mengendap-endap ia merangkak mengikuti manusia itu berada.
Tiba-tiba langkah pemuda berhoodie itu terhenti, ia setengah berjongkok dan membetulkan tali sepatu miliknya. Melihat kesempatan emas tersebut Gondel mengambil ancang-ancang, dalam satu hentakan ia melompat tinggi guna menerjang sang manusia, mulut Gondel menganga dengan gigi runcing dilapisi air liur siap untuk mengunyah habis manusia tersebut.
-JReeeB-
Dalam sekejap mata bola cahaya yang menaungi langkah sang pemuda berubah bentuk menjadi tombak cahaya berukuran raksasa dan langsung menghunus mahluk raksasa tersebut di perutnya dengan telak.
Darah hitam langsung bercucuran dengan raungan kesakitan yang keluar dari mulut sang Gondel, sekejap balutan api membakar Gondel itu habis hingga menyisakan residual energi hitam yang jatuh perlahan keatas tanah.
Sang pemuda berdiri kembali setelah membetulkan ikatan tali sepatunya, dengan wajah tanpa ekspresi ia kembali berjalan tanpa menghiraukan kegaduhan di belakang dirinya.
Bersambung..
Diubah oleh ayahnyabinbun 19-05-2019 17:58
twiratmoko dan 20 lainnya memberi reputasi
21
Kutip
Balas