Kaskus

Story

ayahnyabinbunAvatar border
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)


Assalamualaikum semua.

Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.

No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.

Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.

Terakhir.

Selamat menikmati bacaan ringan ini.



Spoiler for Prolog:



Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:


Spoiler for Index:
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
YoayoayoAvatar border
samsung66Avatar border
namakuveAvatar border
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
916
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
ayahnyabinbunAvatar border
TS
ayahnyabinbun
#323
Chapter 2.9 : 30 Detik
Gelap malam dengan langit yang hitam kelam kian temaram menghiasi padang sabana yang luas, seekor jin kera besar berbulu merah berlari dengan terburu-buru diatas jalan setapak menuju sebuah cahaya yang berpendar dari kejauhan, bau asap dan sayup-sayup teriakan bersahutan hingga sampai terdengar di gendang telinga membuat langkah kaki sang kera semakin cepat berpacu bersamaan dengan sang waktu.

Sesampai di depan pintu gerbang desa ia berjumpa beberapa jin lain yang hendak pergi melarikan diri dari kejaran jin-jin hitam bermata merah.

"Hei kau!! Apa kau lihat keluargaku?" tanyanya dengan rona wajah penuh kepanikan.

Sang warga desa yang ditanya hanya menggeleng-gelengkan kepala kemudian beranjak berlari pergi meninggalkan dirinya, dengan gusar sang kera merah kemudian beranjak masuk kedalam desa yang sedang dilalap si jago merah.

"DINDA!! DIMANA KAMU!! DINDA!!" teriaknya di tengah keramaian warga yang hendak melarikan diri.

"TOLOOONG!!! KAKAK!! DINDA DISINI!! uhuk uhuk uhuk," teriak parau seorang dari balik sebuah rumah yang sedang dilalap jilatan api.

sang kera merah langsung berlari kearah suara yang dikenalnya tersebut, beberapa prajurit jin bertubuh hitam dihajarnya sepanjang jalan demi bertemu adiknya, namun disaat hampir sampai sebuah pukulan telak bersarang di perut dan membuatnya terlontar kebelakang hingga menghantam bilik rumah.

-Bruak-

Sang kera merah berdiri dan menatap nanar sosok yang menghentikan langkahnya tersebut.

"KAU!!" teriaknya penuh amarah.

"Hehehe … lama tidak berjumpa Arga," seru sesosok kera berbulu putih dihadapannya.

"Apa yang kau inginkan?! Tidak cukupkah Pujakerana jatuh ketanganmu!!" serunya penuh amarah.

Sang kera berbulu putih tersenyum sinis, "cukup adalah kata yang terlalu dini untuk diucapkan kawan karena Pujakerana hanya sebuah batu pijakan, setelah Pujakerana aku akan menguasai Batavia dan setelahnya keempat kerajaan Jin akan aku kuasai satu per satu dan pada akhirnya … aku akan menguasai secara absolut dimensi ini, HAHAHAHAHA."

"Kau sudah gila," seru sang kera berbulu merah.

"Tapi sebelum itu semua terjadi aku akan memberikan sebuah hadiah perpisahan untukmu wahai jendral Arga," seru sang kera putih.

"Cih … MINGGIR KAU!!" teriak sang kera merah, ia berlari langsung menuju kearah kera putih tersebut dengan sebuah kepalan tangan siap menghantam wajah lawan didepannya.

"HIAAT!!"

Sang kera putih dapat menghindari pukulan itu dengan mudahnya dan sejurus kemudian sebuah tendangan maha kuat mendarat telak di perut sang kera merah.

-BUGH-

"Ugh," rintih sang kera merah sembari bersimpuh menahan sakit.

Sang kera putih menjambak rambut kera merah sambil menyeret tubuh besar itu dengan mudah dan memaksanya untuk melihat pemandangan yang sangat mengerikan. Dihadapannya sang adik sedang terperangkap didalam sebuah rumah kayu yang sebentar lagi akan terbakar secara hidup-hidup.

"Lihatlah … lihat adikmu terbakar hidup-hidup disana sedangkan kau disini tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkannya … HAHAHAHA!!" cibirnya pada sang kera merah.

"Ampuni dia … aku mohon … dia tidak bersalah, bunuh saja aku," mohon sang kera merah.

"Hahahaha!! Lihatlah sang jendral Arga yang terkenal pantang menyerah sedang memohon-mohon dihadapanku," ledek sang kera putih yang dibalas gelak tawa para anak buahnya, "Ini yang sebenarnya aku ingin lihat darimu Arga … yaitu keputusasaan, hal sama yang kau lakukan padaku waktu itu," bisiknya di telinga Arga.

"Keparat kau Gundara!!!"

Api semakin membesar, Dinda yang tadi berada di depan jendela melangkah mundur menghindari jilatan api si jago merah.

"KAKAK TOLONG DINDA KAK!! KAKAK!!" teriaknya putus asa dari dalam bilik rumah.

Arga menatap sang adik lemah tak berdaya, "DINDA!! DINDA!!" teriaknya hingga ….

"Jendral! Sadar jendral!" panggil salah satu perawat sambil mengguncang-guncang tubuh besar sang Jendral.

Arga membuka kedua matanya dan mendapati semua tadi hanya mimpi buruk dari masalalunya yang kelam "Urgh … dimana aku?" tanyanya pada sang perawat.

"Anda berada diruang perawatan, setelah anda tidak sadarkan diri kami para perawat membawa anda kesini," jelas sang perawat berbaju hijau muda tersebut.

"Jadi aku kalah?" tanya Arga.

"I-iya jendral, a-anda kalah melawan pemuda itu," jelas perawat itu kembali.

Arga bangun dari tempatnya berbaring dan beranjak bangun.

"Je-jendral anda mau kemana?" tanya sang perawat.

"Aku harus segera menemui bocah itu," jawab Arga kala itu.

Sang perawat hanya terdiam sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "engh … kalau soal itu … anda terlambat."

"Terlambat? Apa maksudmu?"

"D-dia sudah pergi."

"APA!!!" teriak Arga, kera merah itu berdiri dan langsung setengah berlari keluar menuju aula tengah tempat para prajuritnya berada. Dengan perban yang masih melilit lengan tangan ia menatap tempat ia bertarung sebelumnya, ring tempat ia berbaku hantam itu sudah setengah hancur akibat pertarungan sebelumnya.

"Jendral anda baik-baik saja?" tanya salah satu kapten pasukan kepada Arga.

"Iya aku baik-baik saja," jawabnya.

"Syukurlah, lebih baik anda istirahat …"

"Bagaimana ia bisa kabur!? Kalian ada ratusan sedangkan dia hanya seorang manusia!" tanya Arga memotong kata-kata sang kapten.

"Engh … itu … engh …"

Sahut-sahut suara terdengar dari kejauhan, "KAPTEN!! GAWAT KAPTEN!!" teriak lantang salah satu prajurit yang datang tergesa-gesa dari pintu aula.

"Hei tenanglah nak, jaga sikapmu didepan jendral," seru sang kapten pada prajurit yang datang tergesa-gesa itu.

Prajurit kera muda itu langsung memberi hormat mengetahui sang jendral yang tengah berada dihadapannya saat ini, "maafkan kelancangan saya," serunya sambil mengangkat tangannya diatas kening.

"Apa yang terjadi hingga kau datang tergesa-gesa seperti ini prajurit?" tanya Arga.

"Go-gondel pak, mahluk itu terlihat mengamuk lagi pak! Para pengintai kita disisi selatan jalur kereta api mengirimkan sinyal bahaya," jelas sang prajurit muda tersebut.

"Cih … mahluk terkutuk itu tidak ada kapok-kapoknya," runtuk sang kapten.

Arga terdiam sembari berfikir kemudian menatap kapten, "kapten, siapkan beberapa prajurit terbaikmu," pinta Arga kala itu.

"Tapi jendral luka anda!?"

"Aku akan lebih terluka bila ada pasukan kita yang mati lagi karena mahluk itu," seru Arga.

Selang beberapa lama para prajurit terbaik sudah berkumpul dan berbaris dimulut goa dengan Arga didepan mereka.

"Tugas kita hari ini memburu gondel merah yang terlihat di garis selatan rel kereta api, jika melihat mahluk itu bunuh ditempat tetapi jika kalian melihat yang putih segera lari dan berkumpul dengan yang lain, kalian mengerti!?!" seru Arga lantang.

"SIAP JENDRAL!!" teriak serempak para prajurit muda tersebut.

Dengan sekejap mata mereka berbondong-bondong melompat diantara batang-batang pepohonan saling berkaitan disulur-sulur pohon beringin menuju kesisi selatan hutan Angkora.

Tidak memakan waktu lama mereka sudah berada di sebuah tanah lapang, terlihat bekas-bekas sebuah pertarungan masih segar terlebih disana terbaring beberapa jin yang terluka, Arga dan para prajuritnya segera mengevakuasi beberapa jin yang terluka.

Arga berdiri dan melihat sekeliling, disebuah batu besar tengah berdiri seorang manusia dengan seonggok tubuh gondel merah, tubuh gondel tersebut sudah membujur kaku tanpa kepala, Arga berusaha mendekati manusia itu dengan perlahan.

Dilain pihak Luna menghapus bulir keringat di pelipisnya, ia bersyukur jebakan miliknya tepat sasaran karena jika tidak dirinya mungkin akan berakhir menjadi mayat dan dimakan oleh gondel tersebut.

"Apa ini semua perbuatan anda nona?" tanya Arga sopan.

Luna dengan reflek mengarahkan ujung pistol miliknya kearah Arga, "Jika iya apa pedulimu jin?" balas Luna dengan tatapan tajam.

Arga mundur satu langkah sambil mengangkat kedua tangannya, "maaf jika saya lancang, perkenalkan saya Arga pemimpin dari pasukan pembebas Pujakerana."

Luna mengernyitkan kening sembari menurunkan pistol miliknya, "kau Arga? Sang kera merah?" tanya Luna.

Arga menurunkan kedua tangannya sambil mengangguk mengiyakan pertanyaan Luna, "sepertinya ketenaran sudah melampaui diri ini."

"Perkenalkan saya Luna dari Other," seru Luna sembari menundukkan kepala memberi hormat kepada Arga.

"Other?! Ada keperluan apa anggota Other berada diluar Batavia?" tanya Arga.

"Maaf … soal itu rahasia."

"Baiklah saya mengerti, apa anda terluka Luna?" tanya Arga khawatir.

"Aku baik-baik saja, hanya beberapa memar kecil," jelas Luna.

Arga memanggil beberapa prajurit medis untuk melihat keadaan Luna kala itu, "apa anda sendirian Luna?" tanyanya kembali.

"Tidak … saya bersama…"

-ROOOAAAAAAR-

Sebuah auman menggelegar terdengar dari arah hutan Angkora membuat burung-burung gagak berterbangan menjauh, sontak Luna, Arga dan para prajuritnya mengalihkan pandangan kearah sumber suara.

"Suara itu…"

"Gondel putih," timpal Arga.

"Cih sial!!" runtuk Luna, ia segera berdiri dan hendak berlari namun langkahnya lunglai karena energi yang sudah kian terkuras.

"Nona naiklah dipunggungku, kita akan sampai lebih cepat jika bersama-sama," pinta Arga.

Luna terdiam sesaat mendengar kata-kata Arga kala itu, matanya menatap curiga kearah Arga.

"Saya mohon percayalah pada saya karena kita memiliki musuh yang sama, gondel putih itu sudah menghabisi beberapa prajurit muda kami," jelas Arga.

"Baiklah, tapi jika ini jebakan anggota Other yang lain tidak akan tinggal diam!"

"Saya mengerti nona, Other adalah kelompok yang paling tidak ingin kami ganggu," seru Arga dengan senyum tipis dibibirnya.

Pada akhirnya Luna berpegangan di pundak Arga dan mereka beranjak pergi kearah suara itu berasal, pohon demi pohon dilewati Luna dan Arga hingga mereka sampai disebuah pohon dengan pemandangan mengerikan, di depan mereka tengah berdiri seekor Gondel putih dengan luka bakar disekujur tubuhnya tengah berlari ganas menuju kearah tiga sosok manusia, dengan reflek Luna mengambil bola bom berisi air suci dan melemparnya kearah Gondel betina berada.

-Dhuar-

Ledakan terjadi namun Gondel berhasil menghindari ledakan tersebut, dengan perlahan Arga beserta Luna berjalan kearah ketiga manusia tersebut.

"Hei … maaf menunggu lama," seru Luna.

"Luna!! alhamdulillah kamu selamat," syukur Naura yang lega melihat Luna dalam keadaan baik-baik saja.

Luna tersenyum, pandangannya beralih kearah dua pemuda yang sedang berada disebelah Naura, sorot mata teduh Luna berubah tajam penuh kegusaran.

"KALIAN!!!"

"Hhe … hai Luna," kekeh Devan.

Sedangkan Saka hanya bisa mendecih sambil mengalihkan pandangan tidak ingin bertatapan langsung kearah Luna.

"Sedang apa kalian berdua disini!?" tanyanya tajam kepada kedua pemuda tersebut.

"Engh … kami … engh…"

"Angh engh angh engh kayak kambing bandot, jawab!!" seru Luna masih dengan tatapan tajam.

-GROAAAR-

Auman Gondel seketika mengalihkan pandangan mereka.

"Maaf memotong, ada baiknya kita semua selesaikan masalah ini terlebih dahulu," seru Arga dengan memasang kuda-kuda yang mantap sambil menatap musuh didepannya.

Luna menatap Gondel putih yang sudah siap untuk menyerang kembali, kemudian pandangannya beralih menatap ketiga temannya yang terlihat kecapaian, "Cih baiklah, Naura tas," pinta Luna. Dengan sigap Naura segera memberikan tas milik Luna.

"Tuan Arga bisa ulur waktu untuk persiapan senjata saya?" tanya Luna.

"Akan saya usahakan," seru Arga, tangan kanan Arga memberikan komando kepada para prajuritnya untuk bersiap-siap. Para prajurit kera segera berpencar dan mulai menaiki pohon-pohon disekitar Gondel, mereka mulai mempersiapkan busur untuk menyerang dari ketinggian, sedangkan Arga dengan tangan kosong memasang kuda-kuda bersiap menerima serangan Gondel.

"Berapa lama waktu yang anda butuhkan nona Luna?" tanya Arga memastikan.

"30 detik … setelah 30 detik dia akan jadi sejarah ditanganku."

#bersambung
mas444
ariefdias
simounlebon
simounlebon dan 15 lainnya memberi reputasi
16
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.