TS
ibliss666
Cerita dan Inspirasi Bisnis ini Perlu di Baca agar Agan Sista Makin Kaya
JIKA ADA PIHAK YANG TIDAK BERKENAN BISA PM SAYA YA




Jadi Bos itu Penting
Belajar untuk jadi Bos itu Perlu
Mulailah Dari Sini
Membaca Bersama Saya


Quote:
INDEX
Pengalaman bisnis Popok Kain
Think Big
Bisnis Melalui Instagram
Bisnis Hewan Qurban
Jas Hujan Muslimah
Kue
Mie Akhirat
Dasar Digital Marketing
Upgrade Bisnis dengan Coaching
Brand Identity
Branding Fast Changing Product
Pentingnya Tim
Strategi Bisnis Turun Temurun
Penyegaran Bisnis
Meningkatkan Daya Saing UKM
Sinergi Bisnis Online & Offline
Menentukan Bisnis dari DNA kita sendiri
Menjual Tanpa Bicara
Branding Wisata Indonesia
Zalfa Kosmetik
Menemukan Pelanggn, BUKAN pembeli
Billboard Jaman Sekarang
FOODTRUCK
Membangun Bisnis tanpa HUTANG
Marketing Plan
cairo food
5 syarat sukses bisnis online
Business Foundation
Pembukuan
Leads
Panen saat Lebaran
Perlakuan Terhadap Konsumen
Good to Read
Ghost Kitchen
Perjuangan NomiNomi dessert
Bisnis KESEHATAN
Warung Kopi
Baso Karawang
10 Modal Mental Entrepreneur
Rempah Indonesia
Bisnis Saat Corona
Flywheel BARU dalam Bisnis
Pengalaman jual CIRENG
Tentang Investasi
Quote:

Pada tahun 2015 mb novi (kalian g knal) datang berkunjung ke rumah saya dan melihat setumpuk popok kain yang merupakan sisa stok penjualan saya.
Saat itu saya adalah reseller kecil dari beberapa brand lokal dan brand china. Situasi pasar online di dunia popok sangat terasa dalam red ocean, dimana masing masing pemain saling membenturkan harga satu sama lain sekalipun itu brand lokal yang sebenarnya memiliki standart kualitas produk yang jauh lebih baik daripada brand china.
Nah momentum terjadi saat mb novi mengajak saya menjadi rekan bisnis dalam memasarkan popok dari hasil jahitan ibu mertuanya.
Saat melihat sample popok yang akan dipasarkan, seketika benak saya langsung menembak target menengah kebawah, dikarenakan kualitas bahan baku yang dipersepsikan pasar saat itu masih lebih rendah dibanding bahan baku dari beberapa brand pada umumnya.
Setelah beberapa waktu saya berproses menggali semua data, menentukan kompetitor dan lain lain. Kami mulai memasarkan produk ini (kami memberi nama Free) dengan sistem PO; sistem pemasaran pun ATM murni dari produsen lainnya.
Dan yang terjadi adalah dalam waktu 6 bulan sesudah launcing, produksi Free akhirnya harus off sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan.
Masalahnya hanya satu satu nya tenaga produksi (yang tak lain ibu mertuanya) terkena serangan stroke.
Kami sama sekali tidak mempunyai Plan B karena miskin jaringan penjahit khususnya model halusan
Setelah 8 bulan berjalan akhirnya Free bisa bangkit kembali dengan berbekal evaluasi dari pengalaman sebelumnya, kami merombak semua manajemen yang kami lakukan, baik dr segi pemasaran dan produksinya.
Langkah pertama adalah menjaring data penjahit di sekitar tempat tinggal kami (radius sampai desa tetangga); hasil ternyata WOW, pengalaman kami mendapatkan 10 calon penjahit namun yang bisa dijadikan tim hanya 1-2 orang saja (kami memberikan contoh jahitan dan bahan dalam rupa potongan untuk dikerjakan sendiri dulu).
Di sisi lain saya yang bertanggung jawab dalam mendatangkan buyer, membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk merekrut tim marketing.

Singkatnya dalam kurun waktu 6 bulan (setelah momentum Free dibangkitkan), permintaan dari tim marketing cukup naik significant, namun disinilah akhirnya terkuak masalah masalah operation bisnis yang akhirnya membuat banjir bandang komplainan dari marketing.
Masalah masalah yang kami identifikasikan:
Quote:
1. Miskin jaringan di bidang penjahit hampir membuat kami frustasi.. Di wilayah trdekat kami memang banyak penjahit tp pengalaman menjahit popok kain sama sekali tidak ada.. Bisa dikatakan perjuangan kami dimulai dari nol..
2. Tidak ada standart bahan baku dan kompetensi tim produksi yang tidak seragam sehingga berpengaruh pada hasil jahitan yang bervariasi antar 1 penjahit dengan penjahit lainnya, terbukti dari komplain yang memberikan bukti foto ukuran popok yang tidak seragam.
3. Tidak ada kepercayaan dari supplyer. Kami mengawali biaya produksi mulai dari modal yang sangat minim, sehingga kami hanya mampu membeli bahan baku lewat distributor kain.
Disisi lain masing masing distributor memiliki suplay dari beberapa pabrik yang berbeda sehingga tidak ada standart bahan baku yang jelas.
4. Sistem produksi masih belum menemukan kesesuaian. Sehingga masih sering terjadi proses tumpang tindih akibat proses trial eror setiap saat bisa berganti.
2. Tidak ada standart bahan baku dan kompetensi tim produksi yang tidak seragam sehingga berpengaruh pada hasil jahitan yang bervariasi antar 1 penjahit dengan penjahit lainnya, terbukti dari komplain yang memberikan bukti foto ukuran popok yang tidak seragam.
3. Tidak ada kepercayaan dari supplyer. Kami mengawali biaya produksi mulai dari modal yang sangat minim, sehingga kami hanya mampu membeli bahan baku lewat distributor kain.
Disisi lain masing masing distributor memiliki suplay dari beberapa pabrik yang berbeda sehingga tidak ada standart bahan baku yang jelas.
4. Sistem produksi masih belum menemukan kesesuaian. Sehingga masih sering terjadi proses tumpang tindih akibat proses trial eror setiap saat bisa berganti.
Hasil dari kesalahan kesalahan diatas kami bayar mahal dengan cacian komplain tidak profesional dan ancaman pelaporan penipuan, karena kami mengirimkan popok ke buyer setelah h+3 minggu.
Antrian orderan marketing yang semakin mengular namun produksi tidak bisa mengejar dengan cepat.
Hal tersebut di atas sangat mungkin terjadi dalam dunia bisnis.
Belum bisa menghasilkan kolaborasi yang tepat antara tim marketing dengan tim produksi sehingga keduanya tidak sinkron.
Marketing yg sudah menguasai ilmu pemasaran bisa dengan mudah mendatangkan customer sehingga muncul "banjir order"
Sedangkan tim produksi yg belum matang dan belum siap menghadapi "banjir order" kesulitan dalam memenuhinya, terlebih lagi kendala teknis seperti pemadaman lampu yg kerap membuat tim produksi tidak bekerja, lanjut ketersediaan SDM dalam tim produksi pun belum menguasai teknik jahit "halusan" seperti popok (daerah wilayah kami memang bnyak penjahit tetapi umumnya berpengalaman di kemeja, kaos, jaket, celana jins adalah keunggulannya) sehingga kami harus menemani dalam proses membuka mindsetnya bahwa menjahit popok itu bisa mudah asalkan niat belajar dan praktek tekniknya.

Berbekal pengalaman yang sangat tidak mengenakan ini. Akhirnya kami melakukan evaluasi dan merombak untuk sekian kalinya.
Langkah langkah perbaikan :
Quote:
1. Adanya norm (standart) untuk semua aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh semua anggota tim (baik produksi, staff operasional, maupun marketing), seperti meliputi norm bahan baku, norm hasil potong, norm hasil jahitan, norm adminitrasi (keuangan, gudang, ekspedisi, penjualan, dsb), dll.
2. Dibuatnya sistem yang lebih mudah dikerjakan maupun mudah dievaluasi. Berdasarkan dari alur kerja dari semua anggota tim yang berkesinambungan.
3. Pengembangan kualitas sumber daya manusia. Kegiatannya meliputi workshop untuk tim produksi, praktikum sesuai norm di masing masing aktivitas semua bagian, dll.
Dengan tujuan meningkatkan kompetensi semua anggota tim tanpa terkecuali.
2. Dibuatnya sistem yang lebih mudah dikerjakan maupun mudah dievaluasi. Berdasarkan dari alur kerja dari semua anggota tim yang berkesinambungan.
3. Pengembangan kualitas sumber daya manusia. Kegiatannya meliputi workshop untuk tim produksi, praktikum sesuai norm di masing masing aktivitas semua bagian, dll.
Dengan tujuan meningkatkan kompetensi semua anggota tim tanpa terkecuali.
Kami berdua selaku top manajemen, belajar untuk "merangkai" dari kompetensi masing masing tim.
Mengkolaborasikan dengan menanamkan nilai kerjasama tim dalam perumpamaan satu tubuh satu badan.
Bahwa bila ada satu bagian ada kendala/masalah maka bagian lagi juga akan tersendat sehingga berpengaruh pada keseluruhan aktivitas bagi brand Free
Hasilnya perlahan perlahan banyak perbaikan, diantaranya :
Quote:
1. Kapasitas produksi bisa naik mencapai target (setiap bulan selalu ada target naik 10-20%)
2. Hasil produksi sesuai standart yang sudah dibuat, komplain sudah hampir jarang terjadi.
3. Marketing semakin semangat memasarkan produk karena adanya perubahan hasil produksi yang memiliki standart jauh lebih baik daripada sebelumnya.
4. Masing masing anggota tim bisa bekerja dengan memaknai konsep tim work, terbukti kesalahan teknis yang sifatnya keteledoran bisa diminimalisir (karena angota satu sama lain saling mengkoreksi/mengevaluasi hasil kerja rekan di tahapan sebelumnya).
5. Masing masing anggota tim juga muncul rasa untuk selalu siap belajar apapun, karena mereka sadar bahwa alur kinerja memang berkesinambungan, sehingga apabila ada satu bagian yang mengalami masalah dalam pekerjaannya maka bagian yg lain dengan segera ikut menghandle pekerjaan tersebut sehingga alur kerja dalam tim tetap terjaga dengan baik
2. Hasil produksi sesuai standart yang sudah dibuat, komplain sudah hampir jarang terjadi.
3. Marketing semakin semangat memasarkan produk karena adanya perubahan hasil produksi yang memiliki standart jauh lebih baik daripada sebelumnya.
4. Masing masing anggota tim bisa bekerja dengan memaknai konsep tim work, terbukti kesalahan teknis yang sifatnya keteledoran bisa diminimalisir (karena angota satu sama lain saling mengkoreksi/mengevaluasi hasil kerja rekan di tahapan sebelumnya).
5. Masing masing anggota tim juga muncul rasa untuk selalu siap belajar apapun, karena mereka sadar bahwa alur kinerja memang berkesinambungan, sehingga apabila ada satu bagian yang mengalami masalah dalam pekerjaannya maka bagian yg lain dengan segera ikut menghandle pekerjaan tersebut sehingga alur kerja dalam tim tetap terjaga dengan baik
Quote:
Inspirasi Kedua
“THINK BIG TO BECOME BIG”
But, HOW BIG IS YOUR “BIG”?
[visi gede anda seberapa GEDE?]
But, HOW BIG IS YOUR “BIG”?
[visi gede anda seberapa GEDE?]
1. Ada orang yg membesarkan bisnis kuliner nya setelah bisnis pertama yg dia rintis dari awalnya kecil.., menjadi lebih besar, namun karena tempatnya yang sdh nggak mencukupi, maka mulailah buka cabang, karena sukses, maka buka cabang dan buka cabang lagi...
2. Ada orang yg buka usaha kuliner, cukup rame, namun nggak pernah membayangkan bisnis nya bisa buka cabang, dan dikembangkan menjadi berlipat-lipat. Malah orang lain yg bisa ngelihat alias punya “think big” yang menawarkan untuk membesarkan bisnis kuliner yg dimiliki itu. Dan benar aja, setelah ada “orang luar” yg “punya visi” & keberanian, bisnis kuliner nya membesar...
3. Ada orang yang awalnya blom punya bisnis kuliner, tapi sudah “punya think big”, dari awal. Dan sudah merancang untuk membuat bisnis kuliner yg sudah di design untuk bisa dikembangkan menjadi besar dengan jumlah cabang yg berlipat-lipat. Malah sekarang bisa berkembang secara “self running” / auto pilot.
2. Ada orang yg buka usaha kuliner, cukup rame, namun nggak pernah membayangkan bisnis nya bisa buka cabang, dan dikembangkan menjadi berlipat-lipat. Malah orang lain yg bisa ngelihat alias punya “think big” yang menawarkan untuk membesarkan bisnis kuliner yg dimiliki itu. Dan benar aja, setelah ada “orang luar” yg “punya visi” & keberanian, bisnis kuliner nya membesar...
3. Ada orang yang awalnya blom punya bisnis kuliner, tapi sudah “punya think big”, dari awal. Dan sudah merancang untuk membuat bisnis kuliner yg sudah di design untuk bisa dikembangkan menjadi besar dengan jumlah cabang yg berlipat-lipat. Malah sekarang bisa berkembang secara “self running” / auto pilot.
Quote:
Termasuk yang mana anda diantara ketiga skenario diatas..?
Apa bedanya owner/founders dari skenario 1 vs 2 vs 3?
Mana yang punya kemungkinan “TERBESAR” untuk jatuh atau bangkrut lebih cepat setelah bisnis kuliner nya membesar?
Berapa lama biasanya suatu bisnis kuliner itu mampu bertahan? Dan gimana cara nya supaya tetap bertahan & berkembang terus?
HOW BIG IS YOUR “BIG”?
[mau sebesar apa bisnis kuliner anda?]
[amankah posisi bisnis anda 5-10thn kedepan?]
Apa bedanya owner/founders dari skenario 1 vs 2 vs 3?
Mana yang punya kemungkinan “TERBESAR” untuk jatuh atau bangkrut lebih cepat setelah bisnis kuliner nya membesar?
Berapa lama biasanya suatu bisnis kuliner itu mampu bertahan? Dan gimana cara nya supaya tetap bertahan & berkembang terus?
HOW BIG IS YOUR “BIG”?
[mau sebesar apa bisnis kuliner anda?]
[amankah posisi bisnis anda 5-10thn kedepan?]
Sumber:
koko hadiono - praktisi kuliner global & lokal > 22thn
Spoiler for anu:
pak Bi adalah seorang kontributor yang sering mengadakan seminar...
JIKA ADA PIHAK YANG TIDAK BERKENAN BISA PM SAYA YA

Diubah oleh muselimah 08-05-2022 06:38
ekspedisisby dan 26 lainnya memberi reputasi
27
47.1K
Kutip
212
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
UKM
14.8KThread•3.6KAnggota
Tampilkan semua post
muselimah
#150
Quote:
Hari ini akan berdiskusi tentang Bagaimana menghadapi persiapan lebaran ?
Sebagian besar beberapa bisnis terjadi lonjakan permintaan.
Nahh, amat sangat disayangkan jika kita melewati moment ini..
Saya mengibaratkan Roald Amunsen dan Robert Falcon Scoot berlomba untuk mencapai Kutub Selatan, dalam buku Great By Choice. Yang satunya membawa kemenangan. Yang satu membawa kekalahan.
Apa yang membedakan…
Yang membedakan Amundsen dan Scot adalah ..
Amundsen sebelum menuju kutub selatan , melakukan persiapan yang luar biasa. Mulai dengan bersepeda 2000 mil. Kemudaian bereksperiment makan daging lumba-lumba mentah seperti apa yang dilakukan penduduk eskimo. Bahkan mondok dengan suku eskimo. Dan belajar dengan suku eskimo bagaimana menaungi cuaca ekstrim disana.
Sedang Scot , tidak berlatih hal demikian. Dan yang dipastikan yang menang adalah Amundsen.
“Kemenangan menanti orang uang menyiapkan segalanya dengan teratur” (Roald Amundsen)
Filosofi ini lah yang kita pakai , untuk bagaimana kita melakukan persiapan.
Dan moment terdekat adalah menghadapi PANEN lebaran.
Beberapa hal diskusi hari ini saya mengambil dari The Association for Operation Management. Standart nternational yang dipake sperti ini.
Namun mungkin tidak detail sekali.
Baik kita mulai yaa…
Jika kita bergerak di dalam bidang retail ataupun distribusi. Terkadang kita di ribetkan dengan varian produk yang sangat banyak. SKU (Stock Keeping Unit atau pengenal unik setiap produk dan jasa) yang sangat banyak. Sehingga dalam mengontrol juga juga butuh effort lebih. Yang sering di hadapi adalah stock kosong dan stock berlebih dan dua-dua nya yang membuat pusing terutama bagi orang gudang dan penjualan.
Apalagi sewaktu permintaan sedang melonjak.
Jika Stok Kosong
Apa yang terjadi ?
• Lost Sales / Kehilangan kesempatan menjual
• Jika di datangkan dengan buru-buru, maka biaya transportasi menjadi mahal
• Lost Time Machine
• Kepercayaan Pelanggan Berkurang
Biasanya kita tidak memperhitungkan itu
Namun,
Jika Stok Berlebih
Apa yang terjadi ?
• Biaya Gudang Meningkat
• Biaya Menyimpan Meningkat
• Biaya Resiko Menjadi Usang, Rusak, dsb Meningkat
Dua – duanya adalah kondisi yang tidak baik. Apa penyebab kedua nya ?
1. Stock Habis,
di sebabkan :
Selama masa lead time (proses dari PO sampe ke gudang atau siap jual) permintaan melebihi Perencanaan Penjualan / FORECASTING.
Stock di pabrik kosong atau di produksi ada masalah teknis sehingga tidak sesuai dengan pencapaian
2. Stock Berlebih
bisa di sebabkan :
• Kurangnya informasi antara gudang dan tenaga penjual
• Jumlah stock jauh diatas Forecasting / Perencaan Penjualan
• Tidak ada nya indicator waktu perputaran di gudang
Trus , Bagaimana Mengatasi Semua ini ?
1. Forecasting / Perencanaan Penjualan Harus Matang.
Ada 2 hal yang bisa kita lakukan dengan FORECASTING.
Dan yang namanya forecasting itu dijamin salah. 😃😂
Namun, yang jelas dengan forecasting mengurangi ketidakpastian..
mengantisipasi persediaan, memproyeksikan biaya
Oke, Bagaimana melakukan forecasting ?
Bisa dengan 2 cara yaitu
1. Kuantitatif, yaitu dengan data historis yang ada.
2. Kualitatif , yaitu dengan pendapat ahli atau dari customer. Ini biasanya untuk produk baru , teknologi baru.
Banyak banget sebenarnya metodenya.
Intinya adalah :
Berapa target omset kita. Kemudian kita turunkan ke kategori produk dan baru kita turunkan ke SKU / jenis2 produk.
Misal kita target 10 M lebaran ini.
10 M ini di dapat dari produk apa saja ?
Kalau temen2 sudah berjualan cukup lama, data sangat diperlukan.
Jadi kita bisa tahu : Melonjak nya berapa kali si ? dari rata2 bulanan
Nah ini yang kita namakan "seasonal". Namun ada juga memang bisnis yang tidak musiman. Jadi hampir rata2 tiap bulan sama. Makanya kita perlu data.
Hasil total rencana penjualan harus sama dengan “Target Omset”
Data penjualan pun terhadap kelompok pelanggan yang berbeda akan berbeda hasilnya.
(Teknis Forecasting jika ada yang ingin cara hitung2annya, nanti saya berikan contohnya by email)
Nah, setelah kita mendapatkan hasil forecasting. Maka kita perlu tahu yang ke 2 yaitu :
2. LEAD TIME
LEAD TIME tidak boleh asumsi
Lead Time adalah waktu dari mulai kita order / terbitnya purchase order sampai barang tersebut siap untuk di jual.
Nah , selama masa lead time , kita membutuhkan produk berapa buah ?
Misal :
Produk A : Target Rencana Penjualan adalah : 1000 produk
Lead Time : 6 Hari Kerja
Maka dalam masa lead time kita membutuhkan produk : 273 Buah.
(1000 Buah / 22 hari kerja) x 6 Hari = 272.72
Jadi temen2 harusya sudah ancang2 sebelum panen tiba , produk yang dibutuhkan berpa dan berapa lama pembuatannya ?
3. MASA ORDER harus tepat
Kita harus mengorder “Produk” tersebut sewaktu diangka tertentu yang kita sebut ROP (Re Order Point)
Dari mana ROP ini ?
ROP adalah : Safety Stock + Kebutuhan Selama Lead Time
Safety Stock biasanya diperlukan permintaan pelanggan sangat sering melebihi forecasting.
Nah di angka ROP ini lah kita harus segera order.
Kalau contoh diatas. Maka
Di angka stok 273 maka dilakukan order.
Nah, mungkin beberapa temen2 sudah mulai produksi 3-6 bulan sebelum PANEN ini tiba.
Safety stock : stok aman. Ini ada rumusnya. Namun secara gampang adalah ini stok aman jika terjadi telat kirim.. melonjak melebihi forecastm dsb..
4. Kontrol stok secara disiplin
Bagaimana kita bisa mengontrolnya? Saya lebih suka menggunakan ABC Analis.
ABC Analisis adalah klasifikasi kelas produk berdasarkan hasil penjualan.
Dan fokuslah pada Class A.
Kelas A adalah : 80% omset kita ada di 20% item barang. (Hukum Pareto sudah familiarkan ?). Dan biasanya di dalam kelas A memang harus butuh perhatian lebih. Karena 80% omset perusahaan di sumbang ada di produk A.
Jadi di cek produk kelas A kita itu apa saja ? Jika ada 50 item jenis produk maka 10 produk yang wajib kita plototin.
80% omset kita disumbang dari 10 buah produk tersebut.
Sehingga kalau stok kita aman di kelas A, maka tidak jauh 80% omset di tangan. Tinggal di dukung dengan marketing yang baik.
Maka dari itu produk kelas A stock tidak boleh kosong. Sehingga lost sales di sebabkan karena stock kosong produk A bisa di reduksi
Q:
Ibu, untuk managemen stok idealnya ada tim sendiri atau dirangkapkan saja dg tim yg sudah ada.?
A:
Tergantung seberapa besar bisnisnya.. Biasanya, kami melakukan "Workload Analysis" .. Analisa kebutuhan orang. Dari forecast yang ada.. kemudian kita mempunyai standart aktivitas. Maka , bisa dihitung kebutuhan orang.
Dan ini juga kami lakukan untuk persiapan lebaran. Perlu tambahan berapa personil menjelang "panen" ? Dan kami rekrut kontrak untuk menghadapi panen ini.
Q:
Bu nia, Untuk stok barang yang memiliki jangka waktu kelayakan konsumsi seperti makanan, perlakuan terbaiknya seperti apa?
A:
Untuk makanan , sama saja mas sebenarnya.
Kita harus punya standart perputaran waktu stok. Misal di bisnis retail saya, standart nya adalah 2 minggu. Karena kami mengutamakan fresh yang dijual. Sehingga setelah 1 minggu ada di toko. Maka , harus segera di habiskan. Disinilah fungsi kontrol stok.
perlu ada nya tanda khusus untuk barang2 yang harus keluar. Biasanya kami memudahkan kontrol FIFO (First In First Out) kami menggunakan stiker khusus. Misal minggu I produksi kami beri stiker hijau, minggu ke dua merah. Dan ada info di toko atau gudang, bahwa : stiker hijau harus diambil terlebih dahulu.
Tiap hari kami ada info exp yang pendek untuk segera di habiskan ke team sales dari pihak gudang
Q:
Ibu Nia , untuk managemen online shop dan toko offline, apa ada bedanya.?
A:
dibedakan lebih baik... biasanya dari forecasting nya juga beda. Karena karakter pelangganya biasanya ada bbrp yg beda
Q:
ibu nia, kalau bisnisnya masih baru, otomatis kan data historisnya masih blm lengkap atau bahkan biasanya blm ada, sehingga tdk bisa buat forecasting. nah kalau seperti itu, cara management stoknya bagaimana ya?
A:
mau tidak mau pake metode kualitatif... Bisa dengan cara survey ke customer. Dalam bahasa management. Metode Delphi. Dilakukan survey, baru diambil keputusan... namun memang kelemahannya kadang over optimis.
Bisa test market dulu. Atau customer validation.. biasanya ada banyak rekomendasi2.. kemudian produk validation.. rekomendasi2nya ... buat improvement.. baru di tambah rencana penjualannya...
Biasanya untuk produk baru saya juga sedikit dulu.. dan cek feedback customer
kalau fashion.. ada yang menggunakan seperti sample dan membuat rencana PO untuk para reseller dan distributor...
Terima kasih waktunya teman2... teringat dalam buku Great By Choice ... salah satu ciri pemimpin 10xers atau pemimpin yang berhasil membawa perusahaan nya 10x lipat lebih unggul daripada usaha sejenisnya adalah : Kreativitas Empiris. Yaitu para pemimpin mengandalkan pengamatan secara langsung, bergulat langsung dengan "data" atau bukti ketimbang opini, emosi atau ide2 lain yg belum teruji..
djoeragancendol memberi reputasi
1
Kutip
Balas