- Beranda
- Stories from the Heart
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
...
TS
tabernacle69
Balada Kisah Remaja Genit (Jurnal Komedi)
Quote:

Jurnal ini dapat membuat orang yang membacanya merasa BOSAN, tidak tertarik lebih lanjut dan kehilangan SELERA untuk membacanya, mereka akan merasa bahwa membaca jurnal serta kisah ini hanyalah membuang buang waktu mereka saja. Membencinya, mengkritiknya, membuangnya, dan melupakannya.
Tetapi bagi mereka yang bertahan, berjiwa santai dan pandai mencicil dalam membacanya.
Sebuah keajaiban akan terjadi.
Dan mereka akan mengingatnya.
..... Jurnal yang bakal saya bagikan ini mostly atau kebanyakan, bakalan bercerita tentang gimana cara untuk survive / bertahan di lingkungan sekolahan yang ekstrim dan berantakan, berandalan, dengan siswa cewek dan cowok yang nakal-nakal banget didalamnya, serta yang kebanyakan senang dan hobi banget mojok plus mesum di kantin belakang sekolah. Hehehe.
Dan nakal disini tuh sebutlah, pakai narkoba, nggak nurut sama guru, tawuran dan lain lain nya... betul betul nggak ada yang bisa dibanggain, apalagi kalau nakalnya masih dari duit orang tua. Tapi jangan emosi duluuu, karena ada pelajaran yang bisa diambil dari kenakalan-kenakalan itu.
* * *
PROLOG
"Bang, kau jangan lupa sama janjimu ya, kau kan anak lelaki, terus kau kan sudah lulus SD juga. Nah sekarang, merantau lah kau ke tempat orang."
Ucapan diatas adalah pesan dari bokap buat saya, karena ditagih janji, dan harus menepati janjinya, keputusan itu pun membuat saya harus memberanikan diri saya untuk pergi merantau ke tempat orang, sebuah tempat yang jauh dari kota kesayangan saya, kota yang saya tinggali.
..... nah waktu ituuu saya lagi ngobrol ngobrol santai sambil menikmati perjalanan sama sopir pesanan bokap di pertengahan malam, waktu itu kalau saya coba ingat ingat lagi secara persisnya..., perjalanan saya ini terjadi di bulan Februari, tahun 2007. Pak Amin namanya.
Sekitar jam setengah dua belas malam, dengan menaiki Range Rover Vogue warna hitam yang saya tumpangi, sopir pesanan bokap saya ini membawa kami melaju secara ekstra hati hati tepat didalam rerimbunan serta gelapnya taman hutan raya Bukit Soeharto.
Di Borneo, Kalimantan Timur.
Bukan karena apa apa, tapi karena kabarnya tempat ini adalah tempat yang super duper keramat.. jadi ya saya nggak bisa sembarangan bertingkah laku di tempat ini. Sompral atau belagu sedikit aja, saya yakin kalau saya bisa hilang di bukit yang menyeramkan ini.
.....
"Mas, kalau kita lagi lewat bukit Soeharto ini saya harap mas banyak banyak berdoa ya, jadi biar nanti kita bisa keluar dengan selamat." obrol si pak Amin kepada saya di saat itu, sambil dia tetap fokus dengan kendali setir yang berada didepannya.
Saya yang nggak tahu apa apa, cuma bisa merasakan bahwa bulu kuduk saya agak merinding. Sebab hanya ada kami berdua di tengah malam itu, dan persis seperti yang supir saya bilang, suasana di bukit Soeharto ini terkenal mencekam dan mengerikan.
Gosip gosipnya sih tempat ini adalah tempat rahasia, dulunya, yang dipakai untuk membuang mayat para preman yang dibunuh serta dikarungi selama pada masa pemerintahan yang terhormat... bapak presiden Soeharto. Tapi ini semua masih katanya ya...
Luar biasa...
Cuman, sebelum saya cerita lebih jauh lagi tentang kisah saya di tahun 2007 sampai dengan 2008 pertengahan itu.., saya pengen omongin satu hal yang bakalan bikin semuanya jadi jelas, bahwa, hidup saya nggak akan dimulai sampai akhirnya saya memutuskan untuk memberanikan diri dengan merantau seperti ini...
Ini adalah sebuah perjuangan yang sudah saya lewati di masa lalu saya, yang ternyata memberikan banyak kesan dan kenangan bahkan sampai hari ini.
Jadi waktu itu saya masih kelas 6 SD, baru lulus banget dari SD, kemudian merantau lah saya untuk cari sekolahan baru dan duduk di bangku SMP.
Hidup dan tinggal di keluarga Soematra memang begini, betul-betul keras didikan nya, meski saya tahu mungkin diluar sana ada yang sudah ditempa meski dari umur yang lebih muda, kayak waktu masih di bangku taman kanak kanak, mungkin? saya nggak hafal gimana persisnya.
Yang jelas waktu kelas dua SD saya pernah diguyur air dingin tepat tengah malam dan disuruh tidur di luar rumah, sama bokap saya, nyokap nangis-nangis dan nggak mampu ngelawan bokap, sampai akhirnya saya pun hampir kena hipotermia, dan kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat.
Itu belum seberapa friends, waktu kelas lima SD saya pernah dijebloskan ke dalam penjara setempat sama bokap saya.
Penyebabnya?
Saya membuat skema ponzi (investasi bodong) di sekolah saya yang menyebabkan teman-teman saya kehilangan uang liburan mereka. Total dana yang saya gelapkan itu senilai puluhan juta rupiah. Under tiga puluh juta waktu itu kalau nggak salah.
Karena hal ini lah, saya dijebloskan kedalam sebuah tempat untuk menterapi anak-anak yang memiliki kecenderungan aneh aneh. Termasuk penjara itu tadi.
Seorang Philargyrist. Adalah orang yang suka dengan uang, bentuknya, gambarnya, teksturnya. Ngomong ngomong, under 30 juta, adalah nominal uang yang kecil dan sedikit sih memang, kalau bisa lebih banyak, saya pengen nya 50 juta atau lebih, tetapi untuk ukuran anak SD di tahun 2005, menurut orang-orang itu adalah hal yang agak tidak wajar.
Selain itu saya punya tendensi sebagai seseorang yang mengidap obssesive compulsive disorder, yang menyebabkan saya melakukan suatu kebiasaan secara repetitif, berulang ulang kali secara terus menerus, disini kasusnya saya punya kecenderungan untuk kembali menyedot uang uang itu lagi, buat saya, koin seratus perak yang sudah lecek dan kumal itu adalah sesuatu yang amat sangat mengundang.
Kalau buat kamu situasi seperti itu adalah angin selewat saja, ya mending buat saya aja duitnya, kenapa? karena setelahnya saya akan mencuci koin itu lalu memasukannya kedalam celengan saya.
Suara dentingan dari koin ituloh.... indah. Dan esensinya buat saya, every coins, matter.
Nah, jadi hukuman yang tepat bagi orang seperti saya adalah mencuci otak serta mental nya secara menyeluruh. Salah satunya adalah dengan men-terapi dan menjebloskan saya ke dalam penjara anak serta tempat praktik psikiater dan psikolog, untuk disatukan dengan kriminil-kriminil cilik atau anak-anak 'special needs' yang lainnya.
Hahahahaha, ya nggak sebegitu juga horornya, karena banyak kok yang pintar-pintar juga, di terapi disini, ada yang savant, ada yang synesthesia, ada yang prodigy, haha, mau apa lo? yang imbecile juga ada kok. Dan duit orang tua mereka nggak tanggung-tanggung kalau udah main ke psikiater dan psikolog. Hahahahaha.
Being a criminal mind, hukuman selanjutnya yang dilimpahkan kepada saya—masih yang kayak begitu juga, akhirnya saya pun pernah terpaksa ikutan tidur dirumah sebuah komunitas pemulung yang tinggal di sekitar komplek perumahan kami, ini waktu di Sumatra selatan kalau nggak salah, (saya kenal sama ketua komunitas pemulungnya, dan saya tidak membatasi diri sih.. asyik-asyik aja) Nah, disanalah saya belajar tentang gimana caranya jadi anak laki laki yang tahan banting. Itu semua belum termasuk bogem mentah dan ikat pinggang bokap.
Makanya saya sering ngebayangin, apa jadinya ya kalau teman teman saya yang dimanja itu, diperlakukan begitu sama Bapak mereka, wah sudah bunuh diri kali mereka. Walaupun anak aparat atau anak pejabat, tapi kalau pola asuh nya kayak pola asuh bokap saya, alamat selesai itu anak-anak manja.
.... juga kalau seandainya saya tidak memutuskan untuk merantau di tahun 2007 silam, saya bakalan tetap diusir juga sama bokap saya, nggak diakui sebagai anaknya, karena lembek, lemah, dan nggak mau berjuang. Bokap emang kejam kalau udah soal yang beginian.
Yang membuat saya mampu bertahan hingga hari ini ya adalah karena diri saya sendiri, karena nggak ada yang bisa menyemangati diri selain kita sendiri.
Alasan kedua, saya orangnya rasional, kalau dipukul itu artinya sakit, ya jangan suka mukul orang lain. Ketiga, saya orangnya senang gagal, karena dari gagal saya bisa belajar.
Keempat, saya anak bandel, nggak sempurna, dan suka belajar dari kesalahan yang dibuat oleh diri sendiri.
Kelima? nggak ada, jangan banyak banyak hehe, nanti pusing coy.
* * *
Dan juga... saya nggak akan tulis kisah saya ini kalau motivasinya kurang kuat.. saya sengaja tulis jurnal saya ini untuk mengingat masa masa itu, juga untuk mengenang perempuan terbaik, yang pernah hadir ke dalam hidup saya, selain nyokap saya sendiri tentunya...
Dan ini rasanya sungguh klise (biasa aja) memang... kalau dipikir pikir lagi, tapi ya, saya paham lah resikonya sedikit mengorek masa lalu itu kayak gimana. Makanya saya beranikan untuk menulis ini.
Jurnal dan kisah ini... juga saya tulis dan ceritakan ulang untuk menghormati orang orang didalam kehidupan saya. Harapan saya, semoga saya lancar menulisnya sampai akhir, karena ini bisa dibilang enggak banyak juga.
Jadi ya semoga saya bisa bawa alur cerita saya ini secara ringkas, padat dan jelas. Biar nggak ada yang pusing apalagi sampai sakit jiwa waktu ngebacanya.
So, nama saya Arang (Ara), sering dipanggil begitu karena kadangkala sifat saya yang menyengat kayak bau belerang, dan ini, adalah balada kisah hidup saya.
* * * * *
Indeks
Part 1 — Lagi enak-enaknya, saya ditendang.
Part 2 — Bokap saya yang kamu tidak sukai.
Part 3 — Life is normal.. kalau kamu lagi boker.
Part 4 — Seperti Arang, seperti belerang.
Part 5 — Jangan sampai, berpisah...
Part 6 — Saya yakin, diatas langit, masih ada langit.
Part 7 — Saya yang bawa pesta nya ke tempat kamu.
Part 8 — Masa lalu saya yang terancam punah.
Part 9 — We live in a world full of danger.
Part 10 — The GIANT remains incognito.
Part 11 — Shiz's Laik Dat Maighti Soerawizeza.
Part 12 — Teori sandal jepit Swallow hitam punya saya.
Part 12.2
Part 13 — Waktunya-kamu-ikut-saya-main.
Part 13.2
Part 14. — Mengupas tuntas, menyingkap tabir..
Part 15 — Kita tanding ulang, lo berani?
Part 15.2 — Every hotel is waving.
Part 16 — Saya harus mengingat kembali beberapa aturan lama...
Part 17. — One Level Above
Part 18. — Saya, Gog Magog, kamu, dan kabar yang mengejutkan.
Part 19. — Perdebatan diantara kamu dan saya.

Part 20. — Saya kembali ke tahun 2006.
Part 21. — Jalan Van de Venter.
Part 22. — Saya, moving to Borneo.
Part 23. — Saya dalam dunia perantauan.
Part 24 — Saya, kehidupan baru, dan bencong di masa lalu.
Part 25 — Borneo, saya dan kehidupan yang gokil abis!
Quote:
House of the suspects.
Ilustrasi tokoh.
Ilustrasi tokoh.
Quote:

Polling
Poll ini sudah ditutup. - 0 suara
Siapa tokoh yang paling kamu benci?
Freya
0%
Arang
0%
Burnay
0%
Asbun
0%
Dedew
0%
Diubah oleh tabernacle69 29-11-2020 17:52
makgendhis dan 50 lainnya memberi reputasi
49
49.5K
Kutip
632
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
tabernacle69
#21
Part 5. — Jangan sampai, berpisah...
Quote:

Gue sering ditahan dan jadi rebutan orang di suatu tempat bukan karena gue tampan, good-looking, punya rumah atau kapal pesiar pribadi, have a lot it commons dengan mereka, sifat sifatnya, gaya hidupnya, bisa diandalkan secara ini, atau itu dimana sebetulnya orang orang di sekitar lingkungan gue sudah hampir punya semuanya, mereka bisa buang gue dengan gampang.
Gue juga bisa keluar dari zona orang orang dalam hidup gue dengan gampang, settle a life alone, gue tinggal pilih, mau ke mana, mau hidup di mana? ke Nova Scotia yang setiap kali musim salju temperatur dan suhu udara nya hampir mirip kayak di Vladivostok, ayo, ke Kashmir? yang bisa dibilang masih masuk akal kalau dibandingkan dengan pindah ke Machu Picchu, ayo. Hahaha.
Toh gue sudah pernah bertahan selama lima tahun di Lublin, pusingnya gue dapat, sepinya gue dapat, asam garam tinggal di negara republik yang suka seru sendiri dan susah banget buat ngomong bahasa Inggris pun sudah gue alami. Disana itu orang orangnya heboh dan kalau dalam urusan berkawan, mereka enggak sombong...
Yang gue enggak pernah mau adalah menginjakkan kaki di U.S, kenapa? jangan tanya lagi, sekali kalinya gue homestay ke Manhattan waktu tahun 2011, gue merasa kurang pandai dalam menyesuaikan diri di kota itu. Orangnya emang sih modern semua, tapi kadang... mereka suka memandang rendah orang asing dan yah, begitulah, agak agak susah juga ngejelasin nya.
Yang jelas mending gue kabur ke Nantucket daripada terjebak pada pusingnya aktivitas orang orang di Queensboro.
Jujur, selain itu, gue agak kurang suka tinggal di daerah timur tengah. Nggak perlu dijelaskan betapa perhitungan nya orang timur tengah sama yang namanya uang. Jelas beda kalau dibandingkan sama warga asli kota Vancouver yang lebih open terhadap imigran dan pertukaran kultur lintas benua di kota tersebut.
Kalau yang domestik, mau beli tanah dan bikin rumah beachfront di Natuna juga ayo, asal jangan bangun rumah di laut lepas nya aja, alamat amsiong dong gue nantinya... hahaha. Dan, kenapa nggak di Kerobokan aja, atau di Ubud? kan lebih 'elit' dong? kalau kita memang pandai... dan tahu persis bahwa gunung Agung kelakuan nya kayak begitu... ya nggak akan pilih disitu juga selain harganya bisa ratusan miliar. Pajak tahunan nya mencekik kecuali tempat kita mau disewakan untuk pelancong yang berasal dari mancanegara.
Gue tetap mendasar, harus gue akui bahwa semua petualangan ini berawal dari hutan hujan di pulau Kalimantan, sebuah tempat yang mengajarkan gue tetang betapa enaknya dihisap lintah dan tepar karena kehabisan darah. Berpetualang....
Walaupun sebenarnya gue sudah mengalami indahnya menyaksikan pemandangan terbitnya matahari di ufuk timur sebelum kapal gue tiba di pelabuhan Bakauheni, naik feri sendirian, nyemplung jam 7 pagi hari bareng sama anak anak yang suka mengambil koin itu. Benar benar kenangan masa kecil. Semua itu gue alami waktu masih berada di bangku sekolah dasar.
Dan yah, ini jelas lebih sederhana lah kalau dibandingkan dengan santai santai ringan di Bahamas sambil menyesap sebatang Montecristo. Tinggal telpon, pesan dan langsung onboard pada perjalanan di lautan transatlantic, keliling keliling dunia sampai pusing naik Holland American. Gue bisa lakukan semua itu, toh portofolio gue di Schrod*rs bisa bersaing dengan annual revenue anaknya VP Slambersi.
Dunia ini terlalu luas, yang jelas tempat yang belum gue kunjungi seperti Helsinki, atau prefektur Ngari yang memang agak repot kesana karena harus bawa pemandu yang memang asli orang sana. Beda jauh lah kalau cuma ke Melbourne atau ke Utrecht, itu semua tempatnya udah modern, nenek gue yang tinggal disana aja lebih memilih untuk dikremasikan disana, daripada dikirim pulang ke negeri ini. Dasar Indo pengkhianat, karena dia lebih cinta Belanda rupanya ya, hahahaha.
***
Kembali membahas tentang keluarga gue, kenyataan nya adalah tidak, mereka semua tidak pernah membuang gue, tidak akan MAU, malahan. Inilah yang membuat gue seringkali bertanya tanya, apa yang membuat gue selalu dicari oleh orang orang dalam kehidupan gue? dari mulai yang terdekat, sampai yang terjauh?
Jawaban nya bukanlah atribut fisik. Tapi isi dari apa yang ada didalam otak gue. Yang dianggap terlalu prestigious dan belum tentu semua orang punya.
That's right, sekelompok orang seringkali membutuhkan OTAK orang lain dalam hidup mereka demi mencapai suatu target, dan menjadi berhasil di dalam hidup mereka.
Orang seperti ini nggak cuma gue doang, seorang diri. Orang yang macamnya seperti ini ada banyak, dan mereka biasanya bekerja di bidang jasa, yang ujung dari nama mereka ada inisial Rp, Rp, nya... he he. Dan ini sustainable, ini sifatnya berkelanjutan.
Sekarang kalau kita diberikan dua buah pilihan, manakah yang akan kita pilih, membeli sepasang Weitzman yang hanya bisa ditaruh di dalam closets / ruangan khusus untuk menaruh sepatu di dalam rumah. Tidak jadi apa apa sama sekali dalam tiga atau empat tahun mendatang.
Atau membeli ratusan hektar tanah di daerah berkembang? terserah, kamu yang pilih.
“Real estate is an imperishable asset, ever increasing in value. It is the most solid security that human ingenuity has devised. It is the basis of all security and about the only indestructible security.”
Begitu, kalau menurut Russell Sage.
Jadi silakan ditebak sendiri nantinya, karena yang begini akan gue bahas di ujung jalan, kalau gue udah mulai cerita tentang perempuan yang gue langsung ngomong, "Siap Grak!" kalau posisi gue sedang berada didekat dia. Dengan begitu, sosok gue baru akan terbongkar dan bisa diceritakan lebih jauh lagi...
***
Kembali lagi ke siang hari itu... hari di saat gue lagi ngobrol sama bokap dengan Freya yang berada tepat di samping gue.
"Kau jawab lah itu, Bang." kata bokap sambil tertawa kecil dan menunjukkan jari manis dengan tangan kirinya ke arah gue. Ini ciri khas bokap gue banget, gue bahkan harus ketawa ketika menulis tentang dia kali ini.
"Ya... lumayan banyak yang harus dikorbankan sih, hahah, apa pulak Pak dikorbankan, begitu banget bahasanya?" jawab gue diplomatis, sambil mengenggam kedua tangan gue menjadi satu, di saat gue mau lanjut untuk ngomong, gue menambahkan satu permintaan ke arah Freya, "Frey, minta 7-up dulu boleh, biar ngobrolnya lancar." kata gue simpel.
Secepat itu Freya mengambil ponsel genggam di tangan nya dan menelpon housemaid (pembantu rumah tangga) andalan dia, "Mbak Clar, aku minta 7-up sama teh manis, yang hangat ya." ucap Freya. Membuat gue melanjutkan diri gue untuk kembali ngomong soal apa yang perlu gue korbankan dari kehidupan gue di kota ini.. di Bandung, lebih tepatnya lagi.
"Yang dia tinggalkan di sini itu ya hampir semuanya, Freya." kata bokap, membantu gue untuk mencoba mulai berbicara di samping si Freya.
"Iya, yang ditinggalin sama Arang itu siapa aja, om?" tanya Freya penasaran ke arah bokap gue.
Perasaan gue mulai terasa berat waktu itu, pandangan gue sempat gue alihkan sejenak keatas langit-langit di ruang tamu rumahnya Freya. Gue sebetulnya malas membahas tentang hal ini.
"Yang gue tinggalin ya kawan kawan gue di panti asuhan Al-Salam itu, Frey." ujar gue saat memulai pembicaraan. Nggak banyak orang tahu ternyata, kalau seorang vampir kecil seperti gue ini ternyata senang main sama anak anak surau. Ada yang salah kah? tidak... selama masih sama sama manusia, dan bukan alien, nggak ada yang salah kalau menurut gue...
"Betul, Freya." sahut bokap di kala itu.
"Itu salah satunya, om sudah kasih dia (menunjuk kearah gue) wejangan dari panti asuhan itu, om sudah kasih pendidikan moral mendasar buat dia, meskipun kamu tahu kan, bagaimana keluarga kami. Itu nggak menutup om untuk mengajarkan hal-hal baru buat putra om yang satu ini." jelas bokap gue secara menyeluruh.
"Sama kawan-kawan kau yang di sanggar melukis itu juga, ya Bang? yang harus berpisah?" sahut bokap menambahi gue.
"Betul Pak. Dan temen temen sekelas kita, Frey, although nggak semuanya dari mereka akrab sama gue, kan." — "Termasuk anak anak di biro kita lah Frey, di Parina..."
"Udah, jangan dilanjut." kata Freya memotong kalimat gue.
Disitu raut wajah Freya yang tadinya datar dan dingin, berubah, menjadi... sedikit lebih prihatin.
"Gue bakalan kangen sama si Sastra, Hartaman, Oryza, Eckel dan yang lain lain lah Frey," jelas gue lagi.
"Gue harus nyobain dulu nih, merantau, rasanya kayak gimana, ya harus gue lepaslah semua yang ada disini, termasuk sohib WWF, MMPR sejati gue, si Burnay, sama Opop juga lah, dan orang orang kesayangan gue yang lainnya." jelas gue lagi.
"Soetami forever deh gue tuh pokoknya, dimanapun gue sekolah, gue nggak akan pernah lupa." lalu gue ketawa manis, manis banget, mengingat markas tempat bermain kami semua di kota ini, akan gue tinggalkan sebentar lagi.
Meski senang melihat gue bercanda, Freya cuma bisa diam aja, dan waktu itu seven up yang gue minta pun akhirnya datang, agak gegabah, gue pun langsung membuka minuman itu dan berkata, "Frey, ini gue minum ya."
....
Saat itu, didalam kepala gue, seolah ada seorang Dira Sugandi, sedang menyanyikan lagunya Rinto Harahap yang berjudul;
Jangan sampai, berpisah...
Gue pun menarik nafas dalam dalam...
Diubah oleh tabernacle69 08-06-2019 14:01
makgendhis dan 4 lainnya memberi reputasi
5
Kutip
Balas