noldeforestasiAvatar border
TS
noldeforestasi
Pemindahan Ibu Kota, Siasat Lari Dari Masalah?



Rapat terbatas antara presiden dan sejumlah menteri Senin kemarin (29/4) menghasilkan sebuah keputusan mengejutkan yang sebenarnya tidak bikin kita terkejut lagi. Kemungkinan ibu kota pindah ke luar Jawa mungkin bakal benar-benar terjadi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bilang, saat ini DKI Jakarta menanggung dua beban berat sekaligus: sebagai pusat pelayanan pemerintah maupun publik, serta sebagai pusat bisnis. Besar kemungkinan kota ini tidak akan mampu memikul beban demikian berat tersebut di masa depan.

Salah satu alasan utama dipindahnya ibu kota adalah kemacetan. Kata macet seolah sudah akrab dengan kota Jakarta. Banyaknya kendaraan disertai pembangunan jalan turut berkontribusi menambah kemacetan di Jakarta.

Tak heran kalau Jakarta masuk ke dalam daftar kota termacet di dunia pada saat jam sibuk. Melansir CNN, Selasa (8/1) Jakarta berada di urutan keempat sebagai kota termacet di dunia, dengan rata-rata 63 jam terbuang sia-sia karena kemacetan di jam-jam sibuk. Di atas Jakarta berturut-turut masih ada kota Los Angeles, Moskow dan Bangkok yang memuncaki daftar kota termacet di dunia.

Alasan signifikan lainnya yang mendukung ibu kota Indonesia perlu pindah adalah banjir. Tiap tahun, siapapun itu gubernurnya, rasa-rasanya belum pernah satu kali pun Jakarta benar-benar bebar banjir. Tidak hanya banjir yang berasal dari hulu, tapi juga penurunan tanah di Pantai Utara dan kenaikan permukaan air laut.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro bilang, 50% wilayah Jakarta masuk kategori rawan banjir atau memiliki tingkat di bawah 10 tahunan, dimana idealnya kota besar keamanan banjirnya minimum adalah 50 tahunan.

Di Jakarta penurunan permukaan air tanah di utara rata-rata sekitar 7,5 cm per tahun dan permukaan tanah turun sudah sampai 60 cm pada tahun 1989-2007. Angka tersebut diprediksi akan terus meningkat sampai 120 cm karena pengurasan air tanah Sementara air laut naik rata-rata 4 cm-6 cm per tahun karena perubahan iklim.
Berdasarkan fakta-fakta diatas, mewujudkan mimpi memindahkan ibu kota ke sebuah wilayah yang terbebas dari macet berjam-jam dan banjir tahunan, adalah sebuah keharusan.

Bambang Brodjonegoro memproyeksi pemindahan ibu kota dari Jakarta ke kota lain setidaknya membutuhkan dana sebesar US$23 miliar- US$33 miliar atau setara Rp323 triliun-Rp466 triliun.

Wacana pemindahan ibu kota saat ini masih merujuk pada tiga alternatif. Pertama, ibu kota tetap di Jakarta, namun pemerintah membuat satu distrik tersendiri di kawasan Monas, Jakarta Pusat sebagai pusat pemerintahan. Alternatif kedua adalah ibu kota dipindahkan ke kota di dekat Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi. Sementara alternatif ketiga, ibu kota dipindahkan ke luar Pulau Jawa.

Perlu Kesadaran Masyarakat



Wacana untuk memidahkan ibu kota telah muncul bahkan sejak era Presiden Soekarno. Tahun demi tahun, maraknya pembagunan ditambah populasi pertambahan kendaraan bermotor yang terus meningkat, sukses membuat jalan makin padat merayap.

Lihat saja ulah Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yang menargetkan penjualan industri mobil di Indonesia sebesar rata-rata 1 juta-1,2 juta unit setahun. Angka tersebut tentu akan menambah populasi kendaraan yang sudah ada saat ini.

Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2015 menunjukkan, perbandingan jalan di Jakarta sudah mencapai 2.077 unit kendaraan per satu kilometer jalan. Bisa dipastikan saat ini kondisinya pasti makin parah.

Persoalan kemacetan yang makin parah ialah efek dari keterlambatan pembangunan sistem transportasi massal. Kebutuhan sistem ini mendesak dengan kondisi pertumbuhan kendaraan pribadi yang pesat. Belum lagi ditambah dengan menjamurnya jutaan armada ojek online yang makin lama makin meresahkan.

Ya, proyek Mass Rapid Transit (MRT) yang bertahun-tahun didambakan akhirnya telah beroperasi secara komersial sejak 2 April 2019 lalu. Moda transportasi massal terbaru di ibu kota tersebut digandang-gandang mampu mengangkut rata-rata 82 ribu penumpang tiap harinya.

Meski demikian, sebagian besar warga pengguna MRT mengaku memilih moda angkutan umum tersebut karena praktis, cepat, dan relatif murah. Mereka sendiri tak sepenuhnya yakin akan mengurangi kemacetan Jakarta, tanpa didukung oleh kebijakan yang memaksa pengguna kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum.

Belum lagi soal banjir. Faktanya, siapa pun pemimpinnya, Jakarta masih saja banjir.  Buktinya? Tengok saja, akhir pekan lalu sebagian wilayah Jakarta kembali direndam banjir. Meluapnya Sungai Ciliwung membuat air merendam sejumlah titik di Jakarta sejak Jumat (26/4). Pada kondisi terburuknya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta mencatat terdapat 18 titik banjir. Di antaranya 4 titik di Jakarta Selatan dan 14 titik di Jakarta Timur.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mencatat terdapat dua korban nyawa akibat banjir yang menggenangi. Selain korban jiwa, BNPB mencatat 2.258 orang mengungsi akibat banjir tersebut.



Kesimpulannya, rencana pemindahan ibu kota memang baik dan perlu. Namun jika hanya dilakukan demi menghindari macet dan banjir, tentu saja cita-cita luhur mengurangi beban kota Jakarta yang demikian beratnya hanya akan bersifat jangka pendek. Bukan tidak mungkin dalam 30 tahun-50 tahun ke depan beban kota ini akan makin dan makin berat.

Diperlukan kesadaran yang lebih dari pemerintah. Ada beberapa strategi utama yang perlu dikejar, yakni peningkatan kualitas transportasi umum, pembatasan lalu lintas, pengendalian pertumbuhan kendaraan bermotor dan peningkatan infrastruktur.

Dan bagi kita warga ibu kota maupun komuter, pembangunan infrastruktur juga perlu diikuti oleh kesadaran lebih luas untuk mengubah kebiasaan. Ya, yang saya maksud adalah kesadaran dari dalam diri sendiri. Marilah kita mulai dengan hal-hal sederhana: stop membuang sampah sembarangan, tertib berlalu lintas dan tidak menggunakan kendaraan pribadi jika memang tidak perlu-perlu amat.

Itu dari saya. Jika sekiranya ada usul atau masukan lain, silakan anda tulis di kolom komentar. Semoga bisa menjadi perbaikan bersama untuk kota Jakarta!


Acuan:

Bambang Brodjonegoro: Pemindahan Ibu Kota Butuh Rp466 Triliun

Banjir Jadi Alasan Ibu Kota Pindah, Ini Kata Anies

Pindahkan Ibukota dari Jakarta: Sangat Besar Biaya & Dampak Positif Hanya Jangka Pendek
muhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 memberi reputasi
-1
2.2K
24
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.1KThread40.3KAnggota
Tampilkan semua post
turbotwin2020Avatar border
turbotwin2020
#16
Kode keras permintaan 571 oleh gabener gak bakalan disetujui
0
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.