Kaskus

Story

kelayan00Avatar border
TS
kelayan00
Malam Mencekam di Tahura Sultan Adam (Kisah Nyata)
Episode 1

Malam Mencekam di Tahura Sultan Adam (Kisah Nyata)

sumber gambar

Prolog

Aku adalah Ryan. Kelas tiga SMA di kota Banjarmasin.

Saat liburan semester, Aku dan sebelas temanku berkemah di Taman Hutan Raya Sultan Adam Mandiangin, yang terletak di Jl.Ir Pangran Mohammad Noor, Desa Mandiangin Timur, Kecamatan Karang Intan, Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Objek Wisata Alam ini terdapat situs peninggalan Belanda, yang biasa disebut Benteng Belanda, yang berada di puncak Gunung mandiangin. Di sepanjang jalan menuju puncak, bisa menikmati keindahan alam, hutan yang rimbun, hijau, yang tumbuh di lembah dan lereng-lereng pegunungan.

Selain itu, juga terdapat kolam pemandian yang juga merupakan kolam peninggalan Belanda, yang biasa disebut Kolam Pemandian Belanda. Ada juga air terjun, yang berasal dari pegunungan, yang mengalir diantara bebatuan, yang tentu saja airnya sangat jernih dan dingin.

Dibalik kesejukan, dan ketenangan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam Mandiangin, banyak menyimpan cerita-cerita misteri. Pengalaman inilah yang ingin kuceritakan.

Cerita ini dimulai pada malam ke dua perkemahan. Saat aku dan yang lain pada kelelahan setelah malam pertama bergadang, kemudian esoknya jalan-jalan. Kami terlelap, dan Imug kena giliran pertama berjaga. Dan malam mencekam pun dimulai.....

======
======



Imug mengambil beberapa potong kayu bakar, dimasukannya ke api unggun yang mulai meredup. Tak berapa lama api pun kembali menyala, membesar, membuat halaman depan kemah kembali menjadi terang.

Baru jam sepuluh, Imug bergumam dalam hati setelah sekilas memandangi jam tangannya. Ya, baru jam sepuluh, tapi kenapa teman-temannya sudah pada tidur. Dan tampaknya mereka sudah pada terlelap.

Yati, Bayah, Dewi, Atun, mereka berbaring sebelah kiri kemah, sementara temannya yang lain, Alex, Halim, Alam, Ryan, mereka berbaring sebelah kanan. Saling berhimpitan.

Imug kembali duduk di samping Bambang yang juga tengah berbaring. Matanya memang terpejam, tapi jari-jemarinya masih sibuk memetik dawai gitar. Malam ini dia dan Bambang kena giliran jaga pertama. Jam dua belas baru gantian dengan yang lain.

Malam Mencekam di Tahura Sultan Adam (Kisah Nyata)
sumber gambar

Jam sepuluh. Ya, baru jam sepuluh, kembali Imug bergumam dalam hati. Malam belum terlalu larut, tapi teman-temannya seperti terhipnotis. Mungkin karena kelelahan. Karena tadi malam, mereka begadang hingga subuh. Siangnya masing-masing menjelajahi Taman Hutan Raya Sultan Adam Kalimantan Selatan ini.

Ada yang menelusuri sungai kecil, terus naik menuju air terjun. Ada yang mendatangi kolam pemandian Belanda. Ada juga yang naik ke puncak gunung untuk melihat situs benteng Belanda.

Mungkin karena mereka kelelahan, atau mungkin ada penyebab lain?

Imug merasa malam ini benar-benar sepi. Suara binatang malam seolah berhenti bernyanyi. Hanya suara gemercik air yang mengalir di sela bebatuan di sungai kecil samping jalan depan kemahnya, yang terdengar nyaring. Di sebelah sungai tersebut banyak pohon besar dan rindang. Dan itu membuat seberang depan kemahnya tampak gelap.

Malam Mencekam di Tahura Sultan Adam (Kisah Nyata)

sumber gambar

Kesunyian membuat Imug teringat akan cerita-cerita aneh yang terjadi di Tahura Sultan Adam Mandiangin ini. Di kolam pemandian misalnya, ada yang pernah melihat penampakan sosok noni Belanda bergaun putih sedang berdiri di tepi kolam.

Ada juga yang mendengar suara-suara berisik, suara orang-orang sedang berenang di dalam kolam. Ada juga yang melihat pasukan belanda sedang berbaris, berjalan menuju puncak, menuju benteng tanpa kepala.

Ada juga yang mendengar suara rintihan, suara jeritan di tengah hutan. Dan masih banyak lagi cerita-cerita mistis yang lainnya. Teringat hal itu bulu kuduk Imug jadi berdiri.

Sesekali Imug menoleh ke teman-temannya. Mereka semua tampak pulas. Mereka semua seolah tidak peduli dengan ketakutannya. Dia tidak berani lagi menatap ke seberang sungai kecil depan kemahnya.

Dia merasa, setiap kali pandangannnya dia arahkan ke pohon-pohon besar depannya, seperti ada setjuta mata tak terlihat sedang mengawasinya. Apakah itu benar, atau hanya sekadar perasaannya?

Suara senar yang dipetik Bambang satu-satu, makin membuat suasana jadi tambah ngeri. Seperti suara musik yang melatari film-film horor. Imug lalu ikut merebahkan tubuhnya. Diraihnya ransel yang tak jauh dari tempat duduknya, lalu diletakannya kepalanya. Dia dempetkan bahunya kebahu Bambang untuk mengurangi rasa takutnya.

Namun, baru beberapa menit dia meletekan kepalanya di atas ransel, tiba-tiba Yati, yang berbaring dibagian belakang, bangkit berdiri. Kemudian melangkah perlahan di sela-sela tubuh teman-temannya. Imuga memandanginya.

“Yati, mau ke mana?” tegurnya.

Yati tidak menyahut. Dia terus melangkah, melewati beberapa tubuh temannya yang sedang berbaring.

“Yati.... ! Ke mana... !” kembali Imug menegur.

Kali ini dia bangkit. Duduk. Sambil terus memandingi Yati dengan heran.  

“Kalau mau ke kali, mau buang air, harus ajak teman. Tidak boleh ke luar kemah malam-malam sendirian... !”

Yati masih tidak peduli. Kini dia sibuk mencari sesutu di depan kemah. Sikapnya berubah, matanya agak liar. Setelah menemukan yang dicarinya, dia jongkok. Ternyata sendal miliknya yang dia cari. Tapi sendal tersebut tidak dipakainya, melainkan dijinjingnya. Setelah itu dia lari.

Imug tersentak. Kaget.

“Heh, bangun! Bangun! Yati! Yati ... !” Imug berteriak seraya berlari mengejar Yati.

Bambang yang memang tidak tidur langsung bangkit, mengikuti Imug. Menyusul  Alex dan Alam. Sementara teman-temannya yang lain, Bayah, Dewi, Atun, Halim dan Ryan diam terpaku. Mereka berdiri di depan kemah, menunggu Imug, Bambang, Alex dan Alam yang pergi mengejar Yati yang berlari menembus kegelapan malam, menuju hutan. Mereka saling pandang. Bingung. Tak tau apa yang sedang terjadi.

(Bersambung)

Malam Mencekam di Tahura Sultan Adam (Kisah Nyata)
Episode 1 klik di sini
Episode 2 klik di sini
Episode 3 klik di sini
Episode 4 klik di sini
Episode 5 klik di sini
Episode 6 klik di sini
Episode 7 klik di sini
Episode 8 klik di sini
Episode 9 klik di sini
Episode 10 klik di sini
Episode 11 klik di sini
Episode 12 klik di sini
Episode 13 klik di sini
Epidose 14 klik di sini
Episode 15 klik di sini
Episode 16 klik di sini
Episode 17 klik di sini

Bersambung
Diubah oleh kelayan00 19-08-2020 10:55
makgendhisAvatar border
eyefirst2Avatar border
jas76Avatar border
jas76 dan 39 lainnya memberi reputasi
36
37.9K
202
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread1Anggota
Tampilkan semua post
kelayan00Avatar border
TS
kelayan00
#32
Episode 11


Setelah sampai di taman, mereka terus melangkah menapaki jalan beraspal. Melewati warung-warung kecil. Warung yang hanya ada atap, meja dan bangku panjang. Tanpa dinding. Warung yang dibangun di antara pohon-pohon pinus.
 
Saat itu warung-warung tidak ada yang buka. Karena bukan hari Minggu, dan bukan hari libur. Taman tampak sepi. Mereka yang ada di tempat ini hanya mereka yang berkemah. Ada beberapa kelompok , dan mereka mendirikan kemah di tempat yang agak berjauhan satu sama lain.
 
Ryan dan Hallim duduk di sebuah pos penjaga yang ada di tepi jalan beraspal sekitar taman.
 
Ryan tidak lagi memikirkan apakah orang yang disampingnya ini benar-benar Halim yang dia kenal, ataukah Halim yang sedang dirasuki makhluk gaib. 
 
Ryan hanya tau, setelah sholat dua rekaat di ataskuburan,  di atas tanah yang sebelumnya menjadi tempat mereka mendirikan kemah, Halim berubah menjadi orang yang berbeda. Berubah menjadi orang yang tau akan hal-hal yang bersifat gaib.
 
“Dulu saya  pernah pergi ke Loksado, untuk mencari minyak pelet. Minyak itu saya gunakan untuk memelet orang telah menolak saya. Tapi tidak mempan. Kata orang jika membawa minyak yang didalamnya mengandung mistis, tidak bisa melewati Martapura. Keampuhan minyak tersebut akan hilang, karena di sana ada Abah Guru Sekumpul. Apa benar .. ?” tanya Ryan.
 
Perlahan-lahan bayangan cewek yang telah mmenolaknya muncul. Cewek yang dia suka, dia cinta, sekaligus mematahkan hatinya.
 
Cewek itu bernama Salawati. Panggilannnya Sala. Teman satu kelas ketika masih di kelas satu. Sama seperti Halim, Imug, Bambang, Alex, Alam, Yati, Bayah,  dan yang lainnya. Ketika naik kelas dua Sala memilih jurusan yang berbeda. Mereka tidak lagi satu kelas. Tapi teman-temannya yang lain sampai kelas tiga ini masih satu kelas.

Salawati seorang cewek yang cantik. Manis, kulitnya putih bersih. Rambutnya lurus sebahu. Kadang dikepang dua. Kadang dikepang satu. Mau dibiarkan tergerai, mau dikepang dua, dikepang satu, tetap sama. Tetap cantik.

Alisnya hitam. Matanya tajam, terang, tapi sendu. Persis seperti sendunya bulan purnama. Indah dipandang, tapi tidak menyilaukan.

Orangnya pendiam, Tidak sombong. Mau diajak bicara. Mau diajak bercanda.
Itulah gambaran ssosok Salawati, yang menurut Ryan paling cantik dibanding teman-temannya yang lain. Dan Ryan jatuh cinta padanya.

Ryan memang bukan type cowok pemberani dalam urusan wanita, terlebih urusan cinta. Dia tidak berani mengungkapkan perasaannya secara langsung. 
Dia juga tidak mau menyuruh orang lain sebagai perantara.
   
Akhirnya dia menemukan cara setelah mendengar lagu Iwan Fals yang berjudul ‘Buku Ini Aku Pinjam’. Dia terinspirasi dengan lagu tersebut. Sayangnya dia bukan penyair. Dia tidak bisa menulis kata-kta indah. Kata-kata puitis yang yang bisa menghipnotis dengan rayuan berbunga-bunga.

Di lembaran terakhir buku tersebut dia hanya menulis; “Salawati, kamu baik. Kamu manis. Bolehkah aku menjadi pacar kamu?”

Besoknya buku catatn tersebut dia kembalikan.

“Di lembaran terakhir buku ini ada tulisan, tolong di baca, ya.” Pesannya.

Sehari. Dua hari. Tidak ada jawaban. Dia terus menunggu.

Setelah satu minggu dia jadi tidak sabar..Pas istirahat, diajaknya Sala ke samping kelas.

“Gimana yang kemaren?”

“Maaf, aku lagi pengen belajar. Pengen sekolah. Belum mikirin soal pacaran.”

Kalimat itu memang tidak kasar. Tapi bagi Ryan kalimat itu seperti sebuah tamparan keras. Tepat mendarat dipipi kiri-kanannya. Panas. Pedas. Kecewa. Marah. Malu. Semua jadi satu.

Waktu itu Ryan merasa langit seolah runtuh dan menguburnya hidup-hidup.

Masalah penolakan tersebut ceritakannya ke tMani, teman sekampungnya, sekaligus kakak kelas di sekolahnya. 

Malam Minggu Mani mengajak Ryan pergi ke luar kota, ke Kandangan. Pergi ke rumah Mbah Gunung. Katanya Mbah Gunung orang sakti, istilah sekarang orang pintar. Banyak yang datang minta pertolongan. Diantaranya urusan jodoh.
Itulah awal mula Ryan kenal Mbah Gunung.

Mani menceritakan persoalan Ryan. Mbah  Gunung hanya tersenyum. Ya. Hanya tersenyum. Tidak ada respon. Tidak ada tanggapan. Tidak ada tindak lanjut untuk membuat Salawati tertarik dan mau menjadi pacar Ryan.

Mungkin karena Mbah Gunung melihat Ryan sebagai anak-anak.  Masih SMA. Belum waktunya pacaran. Itu mungkin sebabnya Mbah Gunung tidak mau membantu.

Walau demikian, Ryan sering datang ke rumah Mbah Gunung. Sendirian. Tidak bersama temannya Mani. Dan setiap kali datang, Ryan tidak pernah menyinggung masalah Sala. Dia datang hanya ingin berkunjung. Entah kenapa dia merasa nyaman, merasa tenang jika datang ke rumah Mbah Gunung.

Mbah Gunung selalu bercerita tentang banyak hal. Ryan selalu mendengarkan. Kadang sampai menjelang subuh baru berhenti bercerita.

Ryan juga pernah beberapa kali bertemu Utuh Alus, anak Mbah Gunung. Sudah punya keluarga. Sudah punya anak satu. Dia juga pernah menceritakan masalah penolakan Sala.

Suatu kesempatan Ryan di ajak Utuh Alus pergi ke Loksado. Pergi untuk menemui Amang Imuh. Keturunan Dayak Loksado. Amang Imuh juga sering datang ke rumah Mbah Gunung. Amang Imuh juga merupakan anak angkat Mbah Gunung. Amang Imuh juga mempunyai banyak ilmu. Macam-macam ilmu yang di miliki. Utuh Alus kenal baik dengan Amang Imuh. Dan ada beberapa ilmu yang sudah dia terima dari Amang Imuh.

Sekitar jam sembilan malam Ryan dan Utuh Alus sampai ke rumah Amang Imuh.

Rumah Amang Imuh berada jauh di pedalaman, menuju gunung. Rumahnya sangat sederhana. Atap rumahnya daun kajang. Dinding rumahnya papan susun sirih. Tidak ada listrik. Penerangan hanya menggunakan lampu teplok yang di gantung di dinding. Di ruang belakang dan di ruang tamu.

Banyak hiasan di gantung di dinding. Dan yang paling menarik perhatian Ryan adalah dua pasang mandau. Mandau yang merupakan senjata pusaka ciri khas suku Dayak.

Panjang mandau tersebut kurang lebih satu meter. Ujung gagang terdapat rambut. Sarungnya ada ukiran-ukiran. Di sarung mandau tersebut ada semacam kalung yang terbuat dari tulang-tulang kecil. Tulang manusia atau tulang binatang, Ryan tidak tau.

Melihat mandau yang masih tersembunyi dibalik sarungnya saja hati Ryan ciut. Apalagi kalau mandau tersebut dibuka dari sarungnya.

Utuh Alus tidak langsung menceritakan maksud kedatangan mereka. Mencari minyak pelet. Tapi membicarakan hal lain. Ryan hanya mendengarkan.

Setelah Amang Imuh bicara panjang lebar. Terlihat Amang Imuh mengambil sesuatu dari lemari kecil yang ada ruang tamu, lemari yang hanya ditutup dengan kain. Tanpa pintu.

Ryan memperhatikan benda yang dikeluarkan Amang Imuh. Benda itu berbentuk sepeti mangkok warnah hitam. Tepatnya seperti batok kelapa.

“Ini batok kepala manusia mati di bunuh,” kata Amang Imuh sambil menyerahkannya ke Utuh Alus.
Utuh Alus mengambil batok kepala tersebut. Lalu mengamatinya.

Seketika jantung Ryan berdebar. Batok yang semula dikiranya batok kelapa, ternyata bukan. Batok itu adalah tengkorak bagian atas kepala manusia. Batok kepala manusia.

(Bersambung)


HOME
Diubah oleh kelayan00 11-05-2019 15:18
axxis2sixx
indrag057
lumut66
lumut66 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.