Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

IztaLorieAvatar border
TS
IztaLorie
Hantu Tampan Penunggu Kamar Kos

Sumber : pixabay.com

Cerita sebelumnya bisa di klikdi sini

Suara teriakan Nena bergema ke seluruh penjuru kos-kosan. Sekejap kemudian suara itu digantikan dengan gedoran keras pintu kamar. "Mbak Nena, ada apa?" Ibu kos memukul pintu lebih keras sambil berusaha membukanya.

Nena menutup mulut dengan kedua tangan. Mata menatap tajam pada hantu tampan karena hidung mereka hampir bersentuhan. Nena memberi isyarat memakai mata agar hantu itu berpindah tempat.

Cewek itu segera melompat turun dari ranjang ketika hantu tampan sudah duduk di meja belajar yang terbuat dari kayu jati.

Ibu kos dan tiga orang lain terjebab ketika Nena menarik pintu dengan tiba-tiba. Binar tidak ikut jatuh karena bersandar pada tembok kamar yang berhadapan dengan kamar Nena. Cewek itu berkedip lebih sering sambil sesekali menutup mulut menggunakan tangan ketika menguap.

"Ada apa sebenarnya? Pagi buta sudah buat kerusuhan?" tanya Binar masih dengan suara serak.

Nena menoleh sambil menunjuk-nunjuk jam dinding. "Aku kaget karena sudah jam segini. Harus segera siap-siap kalau nggak mau terlambat."

Tia berdiri, mengibaskan piyama agar debu yang menempel bisa hilang. "Yang benar saja. Ini masih jam empat pagi. Sekolah kan mulai jam tujuh."

Nena berlari di tempat sambil menggerakan tangan seirama dengan kaki. "Lari dulu biar sehat."

Indah melihat Nena dan jendela bergantian. "Emang nggak dingin? Di luar berkabut lho."

"Tumben pintar," sahut Tia.

"Indah itu selalu pintar. Tia aja yang nggak pernah sadar betapa pintarnya Indah." Indah membusungkan dada dan menepuknya pelan penuh kebanggaan.

"Halah, pintar dari mana coba." Tia bersedekap, sudut mata mengawasi Indah.

Nena menggaruk kepala, semakin bingung memikirkan alasan apa yang harus dikatakan agar mereka tidak khawatir.

"Sudah, sudah. Semua kembali tidur. Ibu mau melanjutkan masak." Perintah ibu kos menyelamatkan Nena karena semuanya langsung balik ke kamar masing-masing. Udara memang terasa sangat dingin.

Nena menutup pintu lalu memutar kunci. Berderap mendekati hantu tampan. Berhenti tepat di depan, kedua tangan berada di pinggang. Bahu terangkat pelan dan turun dengan cepat. "Tolong menjauhlah dariku. Bukan hantu pergi setelah melakukan salam perkenalan?"

"Itu karena kamu menarik bagiku. Aku akan selalu mengikutimu." Sudut bibir si hantu terangkat, menambah nilai ketampanannya.

Nena menepuk dahi dengan cepat. Tangannya turun menutup muka. Bahunya bergerak naik turun lebih cepat.

"Baiklah. Paling nggak kasih privasi. Jangan muncul ketika aku berganti pakaian dan saat tidur," pinta Nena dengan putus asa.

"Baiklah, setuju."

Nena menurunkan tangan dan membuka mata. Dia melihat si hantu menawarkan tangan untuk dijabat. Nena mendengkus. "Jangan langgar janjimu."

Cewek itu kembali merapikan bahan mengajar yang akan dibawa agar tidak tertinggal. Melakukan pemanasan lalu lari di tempat selama beberapa menit.

Setelah mandi, Nena berkumpul dengan ketiga teman kos di ruang makan. Mereka sama sekali tidak membahas kejadian menghebohkan tadi pagi.

"Semoga kamu betah kerja di sekolah itu. Semangat!" Tia mengepalkan tangan di depan dada, memberi dukungan.

"Sudah selesai kan? Ayo berangkat," ajak Binar. Nena dan Binar bekerja di sekolah yang sama. Nena mengajar guru tematik sedangkan Binar mengajar bahasa Jawa.

Sesampainya di ruang guru mereka berpisah karena Nena mendapatkan meja kerja di paling pojok, dekat jendela. Tepatnya berada di samping meja Pak Kian, wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi seperti kebanyakan hantu yang sudah pernah ditemui Nena.

"Selamat pagi, Pak Kian," sapa Nena ketika melewati meja cowok itu. Namun Kian tidak membalas sapaan Nena. Dia hanya mengangkat wajah sebentar lalu menunduk lagi untuk melanjutkan kegiatan.

Bel berdering, Nena terburu-buru menuju ke kelas tiga A. Semua siswa sudah duduk rapi menantikan kedatangannya.

"Selamat pagi, Anak-anak. Perkenalkan, saya Bu Nena. Mulai hari ini akan menjadi wali kelas sekaligus guru tematik di kelas ini."

Nena meletakkan tas di kursi lalu duduk dan membuka LKS Tema enam. Sesuatu yang dingin merambat naik dari arah telapak kaki. Bulu kuduk cewek itu berdiri tanpa bisa ditahan.

Dia tidak berani mengambil resiko dengan mengintip siapa yang sudah muncul dari bawah kursi. Sudah cukup merepotkan menghadapi satu hantu ngeyel, tidak mau ditambahi oleh hantu lain.

"Kita buka tema enam subtema empay. Siapa yang mau membacakan bacaan hemat energi?"

Nena mempersilakan anak yang duduk di bangku belakang untuk membaca. Sementara itu dia membuka telinga lebar-lebar. Menanti suara atau gerakan dari hantu usil ini.

Dari sudut matanya dapat dilihat si hantu tampan tiba-tiba muncul tepat di samping meja. Dia berjongkok dan memperhatikan hantu bawah meja. Tangan terulur dan mencengkeram rambut hantu itu, menariknya keluar dari tempat persembunyian.

"Sakit tau." suara protes cewek terdengar. "Apa maumu?"

"Kamu sendiri sedang apa di bawah sana? Mau mengganggu Nena? Tak akan kubiarkan!"

"Memangnya kamu siapa? Berani-beraninya melarangku."

"Aku Peter, penjaga Nena."

"Aku Parni, tempat itu adalah rumahku. Aku nggak suka kalau ada manusia berada di situ."

"Anak-anak, Ibu minta kalian memegang kedua sisi meja masing-masing. Pegang yang erat dan angkat. Kita akan membentuk lingkaran. Ibu akan berada di sini." Nena mengangkat mejanya menuju depan papan tulis. Anak-anak lain segera mengikuti. Mereka berbicara satu sama lain dengan penuh semangat.

"Apa dia bisa mendengar kita?" tanya Parni keheranan.

Nena menunduk, berharap dalam hati agar Peter si hantu tampan berbohong pada Parni.

"Tentu saja tidak. Dia adalah guru yang kreatif. Tidak ada salahnya kalau meminta muridnya untuk melakukan hal yang di luar kebiasaan."

Nena menghembuskan napas lega. Namun perkataan selanjutnya dari Parni membuat cewek itu cemas.

"Kali ini aku maafkan tapi dia akan tetap kukeluarkan dari kelas ini!"

Bersambung


- Belajar Bersama Bisa -
Diubah oleh IztaLorie 24-04-2019 07:22
brina313
indrag057
666fapfap
666fapfap dan 37 lainnya memberi reputasi
38
14.9K
213
Thread Digembok
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.6KAnggota
Tampilkan semua post
IztaLorieAvatar border
TS
IztaLorie
#176
Hantu Tampan Penunggu Kamar Kos 7

Sumber : pixabay.com


Tia menepuk punggung Nena yang terbatuk-batuk. Muka Nena sudah seperti tomat matang, merah semua.

"Kok kamu bisa bilang gitu?" Nena memperhatikan Tia.

"Hmm, sebenarnya aku bisa merasakan kehadiran makhluk halus. Semenjak kedatanganmu kos jadi terasa beda. Sepertinya mereka penasaran denganmu. Kalau aku bilang sih, kehadiranmu jadi magnet buat mereka."

Nena mendesah pelan. "Ya, begitulah. Sejak kecil aku sering lihat hal-hal yang aneh. Waktu cerita sama ibu, beliau memberi pesan agar jaga jarak dan cuek dengan kehadiran mereka. Sebisa mungkin bersikap normal. Namun satu kelemahanku."

Nena menoleh ke kiri dan kanan lalu mendekati Tia dan berbisik. "Aku kurang bisa cuek kalau di dekat hantu yang berpenampilan normal seperti manusia pada umumnya. Ya, memang lebih pucat sih, tapi sering kali kurang fokus dan merespon."

"Seperti hantu yang ada di kamarmu? Beberapa kali mendengar kamu bicara seolah-olah baru ngobrol dengan orang lain. Jangan lupa, kamarku ada di depanmu," ujar Tia ketika melihat Nena membuka mulut hendak bertanya.

"Sudah berapa lama kamu di kos?"

"Sekitar satu tahun, Binar sudah tiga tahun, sedangkan Indah dua bulan setelah aku." Tia mencoba mengingat-ingat.

"Kalau begitu kamu pasti tahu tentang pak kos dong?"

"Tidak begitu mengenal beliau sih. Aku baru masuk kos sebulan sebelum beliau meninggal. Rumah itu milik ibunya Bu Dinda lalu beliau membuka kos-kosan karena anak tunggalnya-Bu Dinda kuliah di luar kota. Agar tidak kesepian, ini kata Binar."

Nena mendekat, membuka telinga lebih lebar agar tidak melewatkan detail cerita.

"Beberapa hari setelah wisudanya Bu Dinda, ibunya jatuh sakit dan meninggal. Sebelum itu memberikan wasiat kalau Bu Dinda harus segera menikah dengan laki-laki yang dijodohkan sejak kecil. Itu sebabnya beliau kembali lagi ke sini, mengurus kos-kosan, dan menikah."

Nena mengangguk-angguk. "Jadi mereka dijodohkan. Itu berarti tidak ada rasa cinta diantara mereka?"

"Pak Joko, suami Bu Dinda orangnya cuek padahal Bu Dinda sepertinya sangat mencintai beliau. Waktu beliau meninggal, aku diusir dari kamarku. Jadi ceritanya setelah jenazah dimakamkan, aku tertidur di kamar karena kecapekan. Dalam posisi tidur, aku sadar kalau sedang bermimpi. Ada sesosok hitam yang berdiri di ujung kasur. Dia menarik kasur yang kutiduri lalu menyentakkannya hingga rasanya tubuhku seperti diterpa gelombang air laut. Lalu dia memelintir kasur itu ke kiri dan ke kanan. Rasanya seperti dilemparkan ke dinding dan ditekan kuat-kuat hingga tulang-tulangku rasanya remuk."

"Lalu apa yang terjadi?" Mata Nena membulat, pasti sedang membayangkan kengerian yang terjadi.

"Aku terbangun setelah bisa mengusirnya. Langsung berlari keluar kamar. Binar memandangku dengan keheranan, katanya aku terlihat berantakan dan pucat pasi. Dia memberikan air putih hangat. Malam harinya aku minta pindah kamar pada Bu Dinda."

"Lalu apa yang terjadi dengan kamar lamamu?"

"Kamar itu jadi gudang. Ah, sudah sore. Ayo kita pulang." Tia berdiri, mengambil mangkuk Nena untuk dikembalikan pada penjual.

Mereka berjalan pulang tanpa berbicara. Masing-masing sibuk dengan pikirannya. Sesampainya di kos, mereka berdiri di depan kamar masing-masing yang saling berhadapan. Tia tersenyum sebelum masuk kamar.

Peter terlihat berjalan mondar-mandir ketika Nena memasuki kamar. Hantu itu bahkan tidak menoleh karena tidak menyadari kedatangan cewek itu. Baru berhenti berjalan ketika terdengar bunyi kunci diputar.

"Apa Tia marah padaku? Pandangannya tajam hingga membuatku membeku. Tolong bilang padanya agar jangan mengusirku. Aku melakukan ini juga untukmu." Peter mengatupkan kedua tangan.

"Apa maksudnya?" Kursi kayu ditarik ke belakang, lalu Nena duduk menghadap Peter yang berdiri di tengah kamar.

"Teman wanitamu tadi berniat jahat. Dia hendak memfitnahmu dengan tuduhan pencurian padahal dia sendiri yang memasukkan dompet ke tasmu. Jadinya kutakut-takuti."

Nena menggoyang-goyangkan jari telunjuk kanan. "Bukan itu maksudku. Kenapa kamu terlihat ketakutan karena Tia? Bukannya dia nggak bisa lihat hantu?"

"Dia nggak bisa lihat hantu ya? Baru tahu. Kami para hantu segan dekat-dekat. Ada semacam selaput pelindung yang mengelilingi dia, jarang ada yang bisa menembusnya. Kalau pun bisa hanya di alam mimpi. Cewek kurus kering itu bisa mengusir kami." Peter memeluk tubuh dengan kedua tangannya.

"Coba nanti kujelaskan padanya. Biar dia nggak salah paham." Bahu Peter sudah tidak sekaku tadi, rupanya Nena sudah berhasil menghilangkan ketakutan hantu tampan itu.

Nena keluar dari kamar menuju ruang keluarga yang jadi satu dengan ruang makan. Kamar Tia tertutup rapat, tapi cewek itu terlihat duduk di salah satu kursi di ruang keluarga.

Mereka memang tinggal serumah dengan ibu kos, sejak dari dulu memang seperti itu karena kos-kosan ini memang bertujuan untuk membuat rumah lebih ramai. Bentuknya juga tidak seperti kos pada umumnya. Lebih seperti rumah biasa.

Ruang tamu terletak di ruangan terdepan lalu kamar Tia dan kamar Nena yang berhadapan. Ruang keluarga bersebelahan dengan ruang makan. Kamar Binar berseberangan dengan kamar Bu Dinda lalu kamar Indah, gudang, baru kemudian dapur dan kamar mandi.

Nena duduk dikursi yang dekat tembok. Dari situ dia bisa melihat Bu Dinda yang duduk di kursi makan sedang menulis rincian belanjaan.

Seperti biasa, Pak Joko terlihat di belakang Bu Dinda dengan pandangan sayu. Namun dalam sekejap mata beliau menghilang dan muncul secara tiba-tiba di depan Nena.

"Kita harus bicara," kata beliau.

Nena terlonjak dari kursi sambil berteriak keras-keras membuat Indah dan Binar sontak memandanginya dengan wajah panik.

"Ada apa?" tanya Binar.

Tia ikut berteriak kencang sambil menunjuk ke sudut di bawah meja tv. "Ada kecoa."

Perhatian Binar dan Indah teralihkan. Tia mengedip, menggerakkan dagu menyuruh Nena untuk pergi dari sana.

Nena mengangguk lalu berlari menuju ke kamar. Pak Joko muncul tak lama kemudian disusul dengan Peter.

"Aku mau minta bantuan."

Daftar Indeks bisa klik di sini
Diubah oleh IztaLorie 27-05-2019 11:17
radityodhee
bee94
mmuji1575
mmuji1575 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.