Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kelayan00Avatar border
TS
kelayan00
Malam Mencekam di Tahura Sultan Adam (Kisah Nyata)
Episode 1


sumber gambar

Prolog

Aku adalah Ryan. Kelas tiga SMA di kota Banjarmasin.

Saat liburan semester, Aku dan sebelas temanku berkemah di Taman Hutan Raya Sultan Adam Mandiangin, yang terletak di Jl.Ir Pangran Mohammad Noor, Desa Mandiangin Timur, Kecamatan Karang Intan, Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Objek Wisata Alam ini terdapat situs peninggalan Belanda, yang biasa disebut Benteng Belanda, yang berada di puncak Gunung mandiangin. Di sepanjang jalan menuju puncak, bisa menikmati keindahan alam, hutan yang rimbun, hijau, yang tumbuh di lembah dan lereng-lereng pegunungan.

Selain itu, juga terdapat kolam pemandian yang juga merupakan kolam peninggalan Belanda, yang biasa disebut Kolam Pemandian Belanda. Ada juga air terjun, yang berasal dari pegunungan, yang mengalir diantara bebatuan, yang tentu saja airnya sangat jernih dan dingin.

Dibalik kesejukan, dan ketenangan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Adam Mandiangin, banyak menyimpan cerita-cerita misteri. Pengalaman inilah yang ingin kuceritakan.

Cerita ini dimulai pada malam ke dua perkemahan. Saat aku dan yang lain pada kelelahan setelah malam pertama bergadang, kemudian esoknya jalan-jalan. Kami terlelap, dan Imug kena giliran pertama berjaga. Dan malam mencekam pun dimulai.....

======
======



Imug mengambil beberapa potong kayu bakar, dimasukannya ke api unggun yang mulai meredup. Tak berapa lama api pun kembali menyala, membesar, membuat halaman depan kemah kembali menjadi terang.

Baru jam sepuluh, Imug bergumam dalam hati setelah sekilas memandangi jam tangannya. Ya, baru jam sepuluh, tapi kenapa teman-temannya sudah pada tidur. Dan tampaknya mereka sudah pada terlelap.

Yati, Bayah, Dewi, Atun, mereka berbaring sebelah kiri kemah, sementara temannya yang lain, Alex, Halim, Alam, Ryan, mereka berbaring sebelah kanan. Saling berhimpitan.

Imug kembali duduk di samping Bambang yang juga tengah berbaring. Matanya memang terpejam, tapi jari-jemarinya masih sibuk memetik dawai gitar. Malam ini dia dan Bambang kena giliran jaga pertama. Jam dua belas baru gantian dengan yang lain.

sumber gambar

Jam sepuluh. Ya, baru jam sepuluh, kembali Imug bergumam dalam hati. Malam belum terlalu larut, tapi teman-temannya seperti terhipnotis. Mungkin karena kelelahan. Karena tadi malam, mereka begadang hingga subuh. Siangnya masing-masing menjelajahi Taman Hutan Raya Sultan Adam Kalimantan Selatan ini.

Ada yang menelusuri sungai kecil, terus naik menuju air terjun. Ada yang mendatangi kolam pemandian Belanda. Ada juga yang naik ke puncak gunung untuk melihat situs benteng Belanda.

Mungkin karena mereka kelelahan, atau mungkin ada penyebab lain?

Imug merasa malam ini benar-benar sepi. Suara binatang malam seolah berhenti bernyanyi. Hanya suara gemercik air yang mengalir di sela bebatuan di sungai kecil samping jalan depan kemahnya, yang terdengar nyaring. Di sebelah sungai tersebut banyak pohon besar dan rindang. Dan itu membuat seberang depan kemahnya tampak gelap.


sumber gambar

Kesunyian membuat Imug teringat akan cerita-cerita aneh yang terjadi di Tahura Sultan Adam Mandiangin ini. Di kolam pemandian misalnya, ada yang pernah melihat penampakan sosok noni Belanda bergaun putih sedang berdiri di tepi kolam.

Ada juga yang mendengar suara-suara berisik, suara orang-orang sedang berenang di dalam kolam. Ada juga yang melihat pasukan belanda sedang berbaris, berjalan menuju puncak, menuju benteng tanpa kepala.

Ada juga yang mendengar suara rintihan, suara jeritan di tengah hutan. Dan masih banyak lagi cerita-cerita mistis yang lainnya. Teringat hal itu bulu kuduk Imug jadi berdiri.

Sesekali Imug menoleh ke teman-temannya. Mereka semua tampak pulas. Mereka semua seolah tidak peduli dengan ketakutannya. Dia tidak berani lagi menatap ke seberang sungai kecil depan kemahnya.

Dia merasa, setiap kali pandangannnya dia arahkan ke pohon-pohon besar depannya, seperti ada setjuta mata tak terlihat sedang mengawasinya. Apakah itu benar, atau hanya sekadar perasaannya?

Suara senar yang dipetik Bambang satu-satu, makin membuat suasana jadi tambah ngeri. Seperti suara musik yang melatari film-film horor. Imug lalu ikut merebahkan tubuhnya. Diraihnya ransel yang tak jauh dari tempat duduknya, lalu diletakannya kepalanya. Dia dempetkan bahunya kebahu Bambang untuk mengurangi rasa takutnya.

Namun, baru beberapa menit dia meletekan kepalanya di atas ransel, tiba-tiba Yati, yang berbaring dibagian belakang, bangkit berdiri. Kemudian melangkah perlahan di sela-sela tubuh teman-temannya. Imuga memandanginya.

“Yati, mau ke mana?” tegurnya.

Yati tidak menyahut. Dia terus melangkah, melewati beberapa tubuh temannya yang sedang berbaring.

“Yati.... ! Ke mana... !” kembali Imug menegur.

Kali ini dia bangkit. Duduk. Sambil terus memandingi Yati dengan heran.  

“Kalau mau ke kali, mau buang air, harus ajak teman. Tidak boleh ke luar kemah malam-malam sendirian... !”

Yati masih tidak peduli. Kini dia sibuk mencari sesutu di depan kemah. Sikapnya berubah, matanya agak liar. Setelah menemukan yang dicarinya, dia jongkok. Ternyata sendal miliknya yang dia cari. Tapi sendal tersebut tidak dipakainya, melainkan dijinjingnya. Setelah itu dia lari.

Imug tersentak. Kaget.

“Heh, bangun! Bangun! Yati! Yati ... !” Imug berteriak seraya berlari mengejar Yati.

Bambang yang memang tidak tidur langsung bangkit, mengikuti Imug. Menyusul  Alex dan Alam. Sementara teman-temannya yang lain, Bayah, Dewi, Atun, Halim dan Ryan diam terpaku. Mereka berdiri di depan kemah, menunggu Imug, Bambang, Alex dan Alam yang pergi mengejar Yati yang berlari menembus kegelapan malam, menuju hutan. Mereka saling pandang. Bingung. Tak tau apa yang sedang terjadi.

(Bersambung)


Episode 1 klik di sini
Episode 2 klik di sini
Episode 3 klik di sini
Episode 4 klik di sini
Episode 5 klik di sini
Episode 6 klik di sini
Episode 7 klik di sini
Episode 8 klik di sini
Episode 9 klik di sini
Episode 10 klik di sini
Episode 11 klik di sini
Episode 12 klik di sini
Episode 13 klik di sini
Epidose 14 klik di sini
Episode 15 klik di sini
Episode 16 klik di sini
Episode 17 klik di sini

Bersambung
Diubah oleh kelayan00 19-08-2020 03:55
makgendhis
eyefirst2
jas76
jas76 dan 39 lainnya memberi reputasi
36
37.1K
202
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
kelayan00Avatar border
TS
kelayan00
#11
Episode 5


Tidak berapa lama, Imug dan Bambang datang bersama empat orang. Mereka masuk, lalu duduk menyisi dinding kemah. Kemah jadi penuh. Kemah yang mereka buat memang cukup luas, 4 m x 6 m. Dan itu cukup untuk menampung enam belas orang, meski saling berdempetan.
 
“Zaky bisa membaca Yasin, tapi Zakinya kebetulan lagi keluar kemah.” Kata salah seorang dari mereka setelah melihat Yati.
 
Membaca Yasin? Gumam Ryan dalam hati. Kalau hanya membaca Yasin, teman-teman mereka juga bisa. Dia juga bisa. Tadi dia berharap ada yang bisa mengobati orang kesurupan. Tapi Ryan berterima mereka sudah datang.
 
Kembali Yati berteriak-teriak, berontak, tubuhnya menggeliat-geliat.
 
“Heh..! Liat saya! Liat saya baik-baik!” Ryan membentak. Suaranya lebih keras dari teriakan Yati. Suaranya tedengar bergetar. Bergetar karena takut dan gugup. Dia tatap Yati dengan segenap keberanian yang dipaksakan.
 
“Saya Ryan dari Kelayan. Saya anak angkat Mbah Gunung. Kamu tau Mbah Gunung?! Kamu tau..! Mau saya panggilkan...?!!!”


Di tengah-tengah keputus asaannya, tiba-tiba Ryan teringat  Abah angkatnya, Mbah Gunung.
 
Mbah Gunung lahir di Kandangan. Mempunyai tubuh agak gemuk, dan masih tampak kuat meski sudah sangat tua. Sorot mata beliu yang tampaknya tidak seperti sorot mata kebanyakan. Tajam, dan seolah tidak berkedip, persis seperti sorot mata kucing.
 
Ryan sering datang ke Kandangan dan menginap di rumah Mbah Gunung. Dari kota Kandangan masuk ke kampung kurang lebih setengah jam perjalanan. Banyak cerita yang Ryan dengar. Kadang sampai subuh dan Ryan senang mendengarnya.
 
Waktu zaman penjajahan Belanda, Mmbah Gunung  ikut berjuang melawan tentara Belanda. Beliau bergabung dengan pasukan yang dipimpin Hasan Basri, Panglima tertinggi wilayah Kalimantan Selatan. Hasan Basri juga lahir di Kandangan. Ikut bergerilya. Masuk hutan ke luar hutan. Dan rata-rata mereka yang ikut mempunyai ilmu kebal terhadap senjata. Termasuk Mbah Gunung.
 
Setelah Indonesia merdeka, dilakukan pendataan, semacam pendaftaran untuk dijadikan anggota tentara. Mereka yang ikut berjuang  diutamakan dengan persyaratan memiliki ijazah minimal lulus SD. Mbah Gunung beserta puluhan pejuang lainnya tidak mempunyai ijazah. Mereka tidak diterima menjadi tentara resmi pemerintah.


Para pejuang yang merasa tidak anggap, tidak dihargai, kemudian masuk ke hutan. Menjadi gerombolan. Mereka merampok orang-orang kaya. Hasilnya mereka bagikan untuk masyarakat miskin, dan sebagian untuk kehidupan mereka.
 
Itulah awal adanya gerombolan. Kelompok pejuang, yang dengan susah payah berjuang melawan tentara Belanda, namun setelah perjuangan mereka berhasil, Jerih payah mereka sama sekali tidak diperhitungkan. Gerombolan adalah kelompok pejuang yang kecewa dengan pemerintah.
 
Mbah Gunung juga pernah cerita, beliau pernah bertapa selama empat tahun setengah. Di hutan. Di gunung. Brpindah-pindah tanpa beliau sadari. Kata beliau ada yang memindah.
 
Diakhir pertapaan, datang seorang perempuan. Perempuan tersebut mengaku sebagai ibunda Sayyidina Ali.

“Pertepaanmu sudah selesai. Kamu boleh memilih tiga permintaan. Menjadi Ulama, menjadi Panglima, atau menjadi gancang (Kuat),” kata perempuan tersebut.
 
Menjadi Ulama, beliau bukan keturunan ulama. Menjadi Panglima, perang sudah selesai. Menjadi gancang(kuat) sepertinya juga tidak diperlukan lagi.
 
“Saya hanya ingin jika ada yang datang butuh bantuan, saya bisa menolong, “ Mabah Gunung meminta permintaan yang tidak ada dalam pilihan perempuan itu.
 
“Orang-orang sebelum kamu tidak pernah meminta seperti permintaanmu,” kata perempuan tersebut sambil tersenyum, “ Permintaanmu tersebut mencakup tiga hal yang saya katakan tadi. Menjadi ulama artinya berilmu, menjadi panglima artinya menjadi pemimpin, dihormati, disegani dan yang terakhir menjadi gancang.”
 
Setelah itu terdengar suara gong dipukul.
 
Itulah awal dari illmu yang dimiliki Mbah Gunung. Banyak yang datang ke rumah beliau dengan berbagai macam persoalan. Dan mbah Gunung selalu menerima dan membantu mereka semampu yang Mbah Gunung bisa.

Ada yang datang dengan persoalan jodoh. Ada yang datang dengan persoalan rumah tangga. Ada yang datang dengan persoalan barang hilang. Ada juga yang datang agar tahan tembak, tahan bacok. Macam-macam.
 
Ryan juga pernh diperlihatkan tujuh biji batu mustika. Ada yang sebesar telor ayam kampung. Ada juga yang sebesar telor bebek. Batu mustika tersebut bergambar warna-warni. Seperti batu panca warna. Beliau menyebutnya batu merah.
 
Istri Mbah Gunung yang lain, dari bangsa jin, sering meminjam batu mustika tersebut untuk diikutkan pada pameran yang diadakan bangsa jin. Waktu itu Ryan sangat heran, Abah angkatnya punya istri dari bangsa jin, apa bisa?  Terus , bangsa jin meminjam batu mustika dari bangsa manusia, apakah mereka  tidak bisa mencari sendiri?  Ryan tidak berani menanykan dua pertanyaan itu.
 
Batu mustika sangat sulit ditemukan. Tidak hanya bangsa manusia, bangsa jin juga sama. Mbah Gunung lalu menjelaskan  panjang lebar, seolah tau apa yang ada di benak Ryan.  Ryan hanya mendengarkan, tanpa berani menyela.

Pernah juga suatu kali, waktu Ryan datang, di atas meja ruang belakang tersaji dua piring ketan, secangkir berisi kembang, dan secangkir lagi berisi kopi. Mbah Gunung bicara dengan seseorang, tapi Ryan tidak melihatnya.
 
“Jika kalian tidak mengembalikan, akan saya tuntut sampai keatasan,” kata Mbah Gunung.
 
Kalimat itu yang sempat Ryan dengar.  Setelah agak lama, Ryan kemudian bertanya. Mbah Gunung menjelaskan. Ada orang datang menceritakan anaknya hilang. Sebulan kemudian ada yang melihat anak yang hilang tersebut melintas di jalan, lalu hilang. Ayahnya berkesimpulan anaknya disembunyikan bangsa jin.
 
“Tadi yang menyembunyikan anak tersebut saya panggil, saya suruh untuk mengembalikan,” jelas Mbah Gunung.
 
Mbah Gunung memang ditakuti dan disegani, tidak hanya bangsa manusia, ternyata juga oleh bangsa jin.

Terbukti, ketika Ryan mengatakan kalau dia anak angkat Mbah Gunung, jin yang merasuki tubuh Yati melunak. Dan tampaknya sudah bisa diajak bicara. Padahal sebelumnya Ryan sangat bingung untuk mengobati Yati.
 
Ryan katakan itu karena dia merasa putus asa,  tidak tau lagi harus bagaimana. Dibacakan ayat-ayat Al Qur’an sudah, zikir sudah, tapi Yati malah tambah ngamuk. Bantuan yang diharap bisa menolong juga sama, tidak bisa juga mengeluarkan jin.
 
Dia besyukur karena tampaknya Yati sudah melunak, dan siap untuk di ajak bicara.

( Bersambung ) 


HOME
Diubah oleh kelayan00 27-04-2019 04:21
indrag057
lumut66
pulaukapok
pulaukapok dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.