Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mbakendutAvatar border
TS
mbakendut
Guru Privat Gesrek
Guru Privat Gesrek


Sumber gambar: akun instagram @caitlinhalderman


-PROLOG-


***


Gadis berwajah mirip Ariana Grande itu tak berkedip membaca dalam hati deretan angka yang tercantum dalam lapornya semester ini. Reaksi yang tak biasanya itu mengundang rasa penasaran gadis bertubuh subur di sebelahnya yang terkesan santai setelah melihat hasil belajar selama satu semester.

"Lo kenapa?" tanya gadis gendut pada temannya itu.

Si Ariana--cuma mukanya saja yang mirip, tak langsung merespons. Ia terlebih dahulu menutup kembali lapornya lalu menoleh pada si gendut.

"Nilai gue .... "

"Nilai lo kenapa? Jelek?" Si gendut menebak. Meski ia yakin 100 persen jika tebakannya itu benar.

Bukan cuma kali ini, karena si cantik memang tak pernah mendapat nilai bagus selama menginjakkan kaki di SMA Pertiwi.

Si Ariana nyengir. "Lo bener. Nyaris di bawah standar."

Si gendut menepuk jidat. "Untung lo nggak tinggal kelas."

"Udah biasa sih. Pelajarannya susah-susah cuy, gue nyaris nggak ngerti sama semua penjelasan semua guru."

"Ck! Gue nggak habis pikir sama apa yang ada di otak lo. Cantik-cantik ogep."

Si Ariana terkekeh. Setelah itu, ia berdiri. Tak lupa meneguk matcha pesanannya yang belum habis.

Sementara itu, sosok pemuda yang sedari tadi mengamati dari kejauhan geleng-geleng disertai hembusan napas kasar. Ia kemudian merogoh ponselnya dan menghubungi seseorang yang sekiranya sedang menunggu konfirmasi.

"Saya terima tawaran Anda. So, di mana kita bisa ketemu sekarang?"

*

Wanita paruh baya itu berhenti mengaduk-aduk ice coffe-nya ketika orang yang ditunggunya selama beberapa menit yang lalu datang dari arah pintu masuk cafe dan langsung berjalan ke tempatnya sekarang.

"Maaf, saya agak terlambat. Sedikit macet tadi." Pemuda itu berkata sebelum menarik kursi di depan si wanita.

Wanita itu tersenyum, sedikit menggeleng ketika melihat raut wajah si pemuda yang tampak bersalah.

"Tak masalah. Lagipula, sore ini saya ada waktu kosong. Hm, bagaimana? Tawaran saya diterima?"

Si pemuda mengangguk, meski masih sedikit ragu. "Saya sudah mengamati gadis itu, dan melihat reaksinya setelah menerima hasil belajarnya sungguh mengherankan."

Si wanita tersenyum. Netranya meredup. "Makanya saya memilih kamu untuk project luar biasa ini."

"Kenapa harus saya?"

"Karena saya yakin kamu bisa. Anak itu perlu sedikit pelatihan mental dan pengubahan pola pikir."

"Saya akan berusaha, tapi alasan Anda memilih saya belum terjawab."

"Bukannya saya sudah bilang tadi? Kamu juga menerima tawaran saya, kan? Apa lagi yang harus dipermasalahkan."

Si pemuda mendesah pelan. Ada sesuatu yang mengganjal dan sangat ingin ia tanyakan pada wanita di depannya ini tapi tak bisa ia ungkapan.

Terlalu rumit, dan ia seolah dipaksa untuk memecahkan puzzle yang tak bisa ia cari jawabannya.

"Saya ... akan menghubungi Anda lagi setelah ini."

Si wanita tersenyum penuh arti. Ia kembali meneguk ice coffe-nya kemudian mengucapkan kalimat yang membuat dahi pemuda di hadapannya mengerut.

"Menjawab pertanyaanmu tadi, mengenai alasan saya memilihmu. Karena... kita punya sedikit hubungan di masa lalu."

***

Spoiler for mari membaca:
Diubah oleh mbakendut 26-04-2019 15:50
mamaproduktif
tien212700
michaelkipuw7
michaelkipuw7 dan 54 lainnya memberi reputasi
55
24.2K
219
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
mbakendutAvatar border
TS
mbakendut
#109
Guru Privat Gesrek 4
**

Libur semester yang Purnama harap bakal indah mendadak kelabu karena kehadiran Elang yang bikin ia ingin menjedotkan kepala sendiri karena saking kesalnya.

Juga, ia tak habis pikir kenapa ia harus belajar sastra. Hey, orang kurang waras sekalipun akan berpikir dua kali untuk mengajarkan itu pada anak SMA.

Yang lebih jelasnya lagi, tak ada mapel sastra Indonesia, yang ada itu bahasa Indonesia.

"Aku nggak belajar
sastra di sekolah. Kenapa musti les?" Purnama bertanya ketus pada Elang yang saat itu telah mengeluarkan beberapa peralatan mengajarnya.

"Di kelas XI kemarin, kamu belajar teks cerpen. Itu adalah salah satu jenis karya sastra. Lupa?"

Skakmat! Emang sukar ya ngomong sama nih orang, pinter ternyata, pikirnya.

Diam-diam, ia melirik Elang yang juga menatapnya dengan alis terangkat.

"Ngapain liatin aku kayak gitu?"

"Siapa yang ngeliatin kamu? Jangan geer. Saya ke sini buat ngajar kamu, bukan macarin kamu."

Huekk! Ingin rasanya Purnama muntah saat itu juga. Kesal dan malu bercampur jadi satu. Berusaha mengembalikan wajahnya yang tertampar kalimat mengiris hati, ia kemudian berpura-pura membuka salah satu buku yang dibawa Elang. Hanya membuka asal kemudian menaruhnya kembali.

Dilihatnya, Elang sedang mengeluarkan sebuah spidol lalu mengarahkan papan tulis kecil padanya.

Ekspresinya datar, tapi tak lama setelah itu, ia bertanya. "Cita-cita kamu apa?"

"Artis," jawab Purnama singkat, tanpa berpikir.

"Well, kenapa mau jadi artis? Punya kemampuan nyanyi, akting atau main alat musik?"

Purnama menggeleng. "Tidak."

"Pengen jadi artis tapi nggak tau seni itu sama saja bunuh diri."

Purnama memutar bola mata tak peduli. Ia menunggu respon selanjutnya dari Elang. Dilihatnya, pemuda itu sedang menuliskan tiga kata di papan tulis.

'BAKAT DAN MINAT'

"Apa itu?"

"Dua hal yang harus kamu tahu dan harus kamu kembangkan dari sekarang," ucap Elang seraya mengubah posisi duduknya menjadi duduk bersila, menghadap Purnama yang memasang wajah bingung.

"Aku nggak punya bakat."

"Masa'?

Purnama menggeleng. Jujur, ia memang tak tahu apa bakatnya. Dan ia tak mencoba untuk mencari tahu.

"Beneran nggak punya," tandasnya.

"Lalu, cerpen-cerpen yang pernah kamu tulis ini apa namanya?"

Purnama tercekat. Matanya membulat melihat buku agenda bermotif batik di tangan Elang.


"Ck! Dari mana ia dapat agenda gue?"

*

"Anak itu berubah sejak papanya nggak ada. Bahkan, coretan-coretan indah yang ia buat semasa SMP ditaruh begitu saja di gudang."

Wajah Khanza menyendu. Ia menyerahkan agenda bermotif batik milik putrinya pada Elang. Pemuda itu membuka dan sedikit terbelalak isinya.

"Ini beneran karya Fara?" tanyanya tak percaya.

Khanza mengangguk. "Iya. Dulu, ia sangat suka menulis. Ia mengagumi ayahnya dan mencoba mengikuti jejaknya."

"Sayang sekali. Padahal, menurut saya beberapa prosa yang ia tulis ini lumayan bagus. Kalau ia kembangkan, suatu saat ia bisa menjadi penulis hebat.

Khanza tersenyum. "Makanya saya percaya sama kamu, Lang. Kalau kamu berhasil, syarat kamu sebelumnya pasti saya kabulkan."

*

Elang menghembuskan napas panjang setelah mengingat kembali pertemuannya dengan Khanza beberapa hari yang lalu.

Beban berat menghimpit. Apa bisa ia memenangkan keduanya?

Sayangnya, mungkin ia berekspektasi berlebihan.

**

Bersambung...
indrag057
oceu
anwarabdulrojak
anwarabdulrojak dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.