Kaskus

Story

mbakendutAvatar border
TS
mbakendut
Chubby Bunny
Chubby Bunny Part 1





Quote:




**

"Maaf, Ban. Gue nggak bisa nerima lo. Lo ... bukan tipe gue."

Itulah kalimat penolakan yang diterima Bani hari ini, untuk kesekian kalinya, dengan cewek yang berbeda.

"Tapi kenapa?"

"Ntar kalo kita nge-date, dikira gue pacaran sama brondong lagi."

Dunia cowok imut itu runtuh seketika.


*

"Kenapa sih gue mesti dilahirin dengan muka seperti ini?" Bani merutuk dan menyumpah. Wajahnya menyiratkan keputusasaan.

Umay--sahabatnya, sahabat kampret lebih tepatnya malah tertawa.

"Itu mah pertanyaan filosofis. Tanya sama Tuhan, jangan sama gue."

Bani mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia menolehkan wajahnya pada Umay yang masih tertawa, mengejeknya.

"Menurut lo, gue harus gimana sih biar nggak jomblo terus?" tanyanya.

Umay menghentikan tawanya, kemudian berkata dengan santainya, "Operasi plastik aja gih."

Bani melotot. "Lo pikir operasi plastik nggak mahal?"

"Tuh, berarti lo pengen oplas 'kan kalau punya uang?"

Bani berdecak sebal, memperbaiki posisi duduknya yang kurang nyaman. "Ck, ya nggak lah. Siapa juga yang pengen oplas, "rutuknya. "Gue cuman kesel kenapa setiap cewek yang gue tembak alasannya sama semua."

"Selera lo ekstrim, Sob. Ya jelaslah mereka nolak lo. Kalau jalan bareng, kalian bakal lebih mirip tante sama ponakan."

Selera ekstrim? Ya, selama ini ia memang selalu menyukai perempuan yang lebih tua. Alasannya? Menarik aja sih cewek yang lebih tua, dan tentunya lebih dewasa. Kekasih yang dewasa bakal mengimbangi dirinya yang baby face dan masih kekanak-kanakan ini. Yah, meski pada kenyataannya dia sudah memasuki usia 20 tahun ini dan udah kuliah semester akhir juga.

"Cari cewek lain lagi aja, gimana menurut lo. Yang lebih muda atau yang seumuran sama gue?"

Umay mengangkat alisnya sebelah. Entah kenapa, pertanyaan dari Bani ini membuatnya ingin tersenyum.

Tersenyum ... jahil.

*

"Lo mau bawa gue ke mana sih?"

Sehabis menghirup udara yang sunyi di atap fakultas ekonomi, Umay mengajak Bani ke suatu tempat. Tadinya, Bani ogah karena ingin langsung pulang ke rumahnya. Tapi, senyuman yang tak biasa dari Umay membuatnya penasaran.

Semoga sahabatnya itu membantunya kali ini, bukan mengerjainya seperti sebelum-sebelumnya.

Mereka menelusuri koridor jurusan bahasa dan sastra Indonesia kemudian berhenti tepat di depan ruangan yang Bani ketahui adalah sekretariat Bengkel Sastra, sebuah lembaga kemahasiswaan yang sangat terkenal seantero kampus.

"Nah, gue balik ya. Good job, Sob."

Bani menganga, dahinya mengerut heran. "Maksud lo apa sih? Ini sekretnya bestra bego."

Umay nyengir. Tangannya terulur menepuk-nepuk pundak Bani lalu mengedipkan sebelah matanya. Setelah itu melenggang kangkung begitu saja meninggalkan Bani yang cengo.

"Sial tuh anak. Gue dikerjain lagi."

Perasaan kesal Bani memuncak ditambah rasa penasaran kenapa Umay mengajaknya ke sini. Kenapa harus sekret bestra?

Diselimuti rasa gusar dan rambut yang tak henti-hentinya ia acak-acak, matanya kemudian menatap awas ke dalam ruangan yang pintunya terbuka lebar. Sepi, tak ada tanda-tanda ada orang di dalam.

Menelan ludah, ia mengangkat kakinya hendak melangkah masuk ke ruangan, tapi urung ketika dilihatnya seorang gadis keluar dari balik gorden dan juga secara kebetulan menoleh padanya.

Deg!

"Dinda?"



**

Bersambung...







Link part selanjutnya di sini👇

Spoiler for Part selanjutnya:
Diubah oleh mbakendut 15-04-2019 21:52
rainydwiAvatar border
makolaAvatar border
bukhoriganAvatar border
bukhorigan dan 23 lainnya memberi reputasi
24
5.9K
137
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
mbakendutAvatar border
TS
mbakendut
#92
Chubby Bunny Part 4
**

Seumur-umur, Bani belum pernah dihadapkan dengan situasi serumit ini. Satu sisi, ia menolak. Namun, di satu sisi, ia juga setuju meski hatinya memberontak tak ingin berurusan dengan makhluk yang membuatnya beberapa tahun belakangan darah tinggi.

Meski gadis itu diimpor ke kampus lain selama enam bulan, ia yakin tingkat keganasannya masih sama.

Sebelas duabelas sama tukang pukul rumah mantannya lah.

Ia juga tak habis pikir kenapa gadis itu mau-mauan saja ia ajak ke sini, tempat nongkrong favoritnya jika sedang mengerjakan tugas.

"To the point aja deh. Lo ngapain ngajak gue malam-malam ke sini?" Dinda buka suara, setelah risih karena merasa jika Bani menatapnya dengan intens.

Bani yang memang sedang menopang dagu sambil memandang ciptaan Tuhan di hadapannya langsung tersentak. Demi terlihat cool, ia mengeluarkan jurus "ngeles" andalannya.

"Karena cafe-nya buka malem. Makanya gue ngajak lo. Jomlo, kan? Pasti kesepian banget tuh kalo malming cuma di kost aja."

"Jaga mulut lo ya. Gue jomlo, bukan singel."

"Sama aja menurut gue. Singel dan jomlo sama-sama nggak punya pasangan."

Dinda menatap jengkel Bani. Ia kira, sifat menyebalkan cowok itu bakal hilang karena mereka terpisah cukup lama. Ternyata... sama saja.

"Eh, cowok rese. Lo bisa gak kurangin sedikittt aja sifat nyebelin lo."

"Nggak bisa. Cuman, gue rese'nya sama lo doang," ujarnya dengan raut wajah tanpa dosa.

"Dasar nyebelin!"

Dinda melayangkan tinjunya di bahu Bani. Namun, sudah tahu dirinya akan dipukul oleh gadis itu langsung menghindar.

"Masih hobi mukul lo ya. Kirain balik dari Yogyakarta lo lembutan dikit."

"Apa hubungannya lembut sama Yogyakarta?"

"Ya, orang Yogyakarta yang gue tau itu lemah lembut. Gak kayak lo, ngomong kasar, tukang pukul pula."

Pipi Dinda menggembung. Jari telunjuknya ia tudingkan tepat di depan hidung mancung Bani. "Heh, gue bukan tukang pukul ya. Jangan asal bacot aja."

Bani tersenyum remeh. "Masa? Gue nggak percaya tuh. Dua tahun kenal Dinda Azani nggak pernah sekalipun gue ketemu dia terus tangannya itu nggak mukul gue." Alisnya terangkat bermaksud menantang Dinda.

Jangan tanya kenapa suasana malah jadi begini. Ia pun tak mengerti kenapa setting yang harusnya romantis malah jadi ajang adu bacot.

Eh!

"Lo tuh bener-bener ya. Nyesel gue datang ke sini. Bikin darah tinggi tau nggak."

Dinda benar-benar diselimuti kekesalan yang teramat besar. Ia beranjak dari duduknya hendak meninggalkan Bani.

"Eh, lo mau ke mana?"

"Bodo amat. Sinting lo, Bunny."

Dinda benar-benar pergi. Bani kalang kabut di tempatnya. Ia menggeram kesal lalu tanpa ba bi bu langsung mengejar gadis itu yang sudah keluar dari cafe.

"Wey, Din. Tunggu! Gue belum ngomong."

Dinda mendengar, tapi tak ia gubris. Ia mempercepat langkahnya. Namun, langkah Bani lebih cepat. Ia meraih lengan gadis itu kasar hingga berakibat pada terjadinya adegan yang ia tunggu sejak lama.

Ia mengunci gadis rese tapi imut itu dalam pelukannya.
Senyum kecil terbit ketika dilihatnya wajah gadis itu dijalari rona merah.

"Gue mau lo jadi pacar gue, Din."


***

Bersambung...


Quote:
qoni77
qoni77 memberi reputasi
2
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.