- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#295
Chapter 2.7
Spoiler for Penyelamat:
Hening … suasana itu yang dirasakan Naura, saat itu sangat hening ditemani kabut tipis menyelimuti sekitar tubuhnya, kedua mata Naura berpendar melihat sekeliling dan sepanjang mata memandang hanya ada pohon-pohon yang kering dan semak belukar menemaninya kala itu.
"LUNA! Dimana kamu?!" panggil Naura setengah teriak mencari keberadaan Luna ditempat ia berdiri dengan kedua kaki jenjangnya.
-Srek-
-Srek-
-Srek-
Bunyi semak-semak saling bergesekan terdengar dari belakang tubuh gadis manis itu dan seketika sebuah suara bersahut kepadanya, "Aku disini … kikikikiki," suara lirih nan mencekam berpendar dari belakang punggung Naura yang seketika membuat bulu kuduknya berdiri, dengan perlahan Naura menengok kebelakang berusaha melihat asal suara tersebut, mata Naura membulat sempurna dengan bibir yang bergetar karena mendapati sesosok Gondel putih berkulit pucat dengan tatapan nanar dan seringai mengerikan menyembul dari balik pohon besar tempat sebelumnya Naura bersembunyi, tubuh tinggi kurus Gondel putih dengan rambut hitam panjang tersebut membungkuk dan mulai merangkak pelan kearah Naura, tubuh kurus dengan tulang rusuk yang jelas terlihat menambah kesan mengerikan dari Gondel betina ini.
-bruk-
Tas yang di genggam Naura seketika terjatuh, hatinya berkata untuk lari namun tubuhnya tidak dapat digerakkan, seakan-akan kedua kaki Naura tengah tertanam kedalam tanah. Gondel putih itu semakin mendekat dengan lidah panjang yang menjulur dan tatapan nanar bermanik mata merah darah menatap wajah pucat pasi Naura.
"Darah … daraaah … kikikikiki," lirih sang Gondel siap mencengkram Naura yang hanya diam mematung didepannya, sedangkan Naura terlihat pasrah sembari menutup mata berharap semua ini hanya sekedar mimpi buruk yang akan segera berlalu.
"DARAAAH!!!" teriak Gondel dengan tangan terangkat keatas, kuku tajamnya siap mencabik-cabik tubuh Naura, namun tiba-tiba ….
"Bhuta!!"
-BUGH-
Balutan energi hijau melesat bagai sebuah tangan raksasa, kepal tangan itu memukul kepala Gondel putih hingga membuat tubuh raksasa itu terpental kearah samping menuju pepohonan kering.
-BRUAGH-
Bunyi patahan pohon bersua dari tempat Gondel berada, sementara di ujung lainnya sang pemuda misterius sedang berdiri dengan tegapnya didepan Naura, "Hei … lu enggak apa-apakan?" tanya pemuda tersebut memastikan keadaan Naura, ia memunggungi Naura dengan tangan kanan diselimuti energi sukma hijau.
"A-aku baik-baik saja," seru Naura.
"Syukurlah, sekarang sembunyi!" perintah pemuda itu dingin kepada Naura, Naura segera mengambil tas yang terjatuh dan beranjak kearah semak belukar sedangkan Gondel putih mulai kembali berdiri dengan rona wajah penuh kemarahan.
"Cih … merepotkan saja, seharusnya pekerjaan lelaki seperti ini tidak diberikan kepada perempuan, terlebih salah satunya belum memiliki pengalaman seperti itu," decih kesal pemuda itu sambil membuka jaket hitam bertudung miliknya hingga memperlihatkan tubuh tegap nan atletis pemuda tersebut, "BHUTA!!" teriak sang pemuda kembali yang seketika membuat manik mata kanannya berwarna hijau menyala dan tangan kanannya seketika mengeluarkan energi sukma berwarna hijau.
"Grrrr!!!" geram Gondel putih sambil berusaha bangun dan kembali merangkak.
Kepulan asap hijau keluar dari punggung sang pemuda misterius, kepulan asap itu membentuk sebuah sosok raksasa setengah badan yang melayang-layang dibelakang dirinya.
"I-itu …"
"Itu Bhuta, salah satu jin yang disegel ditubuhnya, keren ya?" bisik seseorang pemuda yang tiba-tiba berada disebelah Naura.
"HUAAH!!" pekik Naura dengan spontan mendorong pemuda tersebut hingga jatuh tersungkur.
-brugh-
"Aduuh mak … cantik-cantik agresif ya," dengus sang pemuda dengan wajah tersungkur diatas tanah.
"Ma-maaf, a-aku kaget tau," seru Naura sambil membantu pemuda tersebut untuk kembali bangun, Naura menatap wajah pemuda itu dengan mengernyitkan dahi sambil bersuara, "Devan?!" tanya Naura memastikan identitas pemuda tersebut.
"Hehe, hai Naura," sapa Devan dengan gaya cengengesan khas miliknya, "kamu enggak kenapa-napakan? Ada yang luka? Sini aku elus-elus supaya sembuh," tanya Devan bertubi-tubi.
"Alhamdulillah aku baik-baik saja, kamu bagaimana bisa sampai disini? Dan siap pemuda itu?" tanya Naura sambil menunjuk pemuda misterius yang tadi membantunya.
"Oh dia … namanya Saka, dia …"
-BRUAAAGH-
Suara sebuah benturan keras bersua dari sebuah pohon, terlihat Saka terlempar dan menabrak pohon tersebut akibat pukulan keras Gondel ditubuhnya.
"Oi DEVAN SETAN!! BANTU GUA!!" teriak sang Saka jengkel kepada Devan.
"Hadeuh … baru juga mau modus," runtuk Devan sambil berbisik pelan, "Naura kamu berlindung disini dulu ya? Aku mau bantuin dia dulu" seru Devan yang dibalas anggukan Naura.
Devan segera berlari dengan langkah seribu menuju arah Saka berada, dibawah pohon tersebut Bhuta yang merupakan jin milik Saka sedang menahan kedua tangan Gondel agar ia tidak menyerang tuannya.
Devan merapal mantra dan seketika telapak tangannya bercahaya biru muda layaknya kilatan petir, kilatan tersebut menyelimuti dari telapak tangan hingga ke bahu tubuhnya, "Tombak Rudra!!!" seru Devan sambil mengambil ancang-ancang, petir ditelapak tangan miliknya memanjang bagai tombak dengan ujung tajam yang siap melesat.
-FUSH-
Dengan sekali sapuan tangan tombak itu melesat lurus kearah Gondel putih yang tengah berjibaku dengan Bhuta milik Saka.
-Jedhaar!!-
Kilatan petir menyambar tubuh Gondel putih membuat tubuhnya melangkah mundur dengan langkah yang sempoyongan, melihat kesempatan Saka kemudian maju dan memerintahkan Bhuta untuk menyerang.
-Bugh-
-Bugh-
-Bugh-
-Bugh-
-BUGHHH-
Empat pukulan telak bersarang di dada dan perut Gondel putih tersebut dan sebuah uppercut mengenai telak di dagu sang raksasa putih membuat tubuh besarnya terhempas kebelakang dan seketika terjatuh.
Saka melangkah mundur dan mempersiapkan kuda-kudanya sedangkan Devan datang dengan santai kearah Saka, "Ka elu enggak kenapa-napa?" tanya Devan dengan kedua tangan dibelakang kepalanya.
"Dev jangan lengah!" seru Saka.
"Santai lah, kita having fu …"
-BUGH-
-Bruagh-
Tanpa peringatan sebuah gerai rambut hitam panjang menyerang Devan dan melontarkan dirinya kearah belakang.
"DEVAN!!" teriak Saka.
Untaian Rambut hitam panjang tersebut berganti arah hendak menyerang Saka namun dengan sigap Saka menghindar kebelakang dan berlindung dibalik sebuah pohon.
"OI DEVAN ELU ENGGAK KENAPA-NAPA?" teriak Saka memastikan keadaan sahabatnya tersebut namun diujung sana Devan tidak bersuara.
"Cih," decih Saka meratapi keadaannya sekarang.
Dilain pihak sang Gondel putih yang tadi terjatuh mulai berdiri dengan rona kesal menghiasi wajahnya, rambut hitamnya menjadi panjang layaknya sulur-sulur yang siap menyerang kesegala arah, dengan manik mata merah darah ia mencari keberadaan manusia yang tadi menyerangnya, hidungnya mengendus-endus dan mulai melirik kearah sebuah pohon tempat Saka bersembunyi, dengan seringai penuh kemenangan ia mulai berjalan dengan langkah panjang. Gondel semakin mendekati pohon tempat Saka berada dan dalam satu sapuan kepala sulur-sulur rambut panjangnya menuju batang pohon kemudian menjerat pohon tersebut dengan kuat dan seketika …
-KRAAK-
Pohon itu patah menjadi dua karena jeratan rambut Gondel yang amat kuat, namun tidak disangka-sangka sang Saka yang tadi bersembunyi sudah tidak ada di belakang pohon.
Di detik-detik terakhir sebelum Gondel mendekat Saka melompat kearah semak-semak didepannya dan bersembunyi kembali, Saka merapal mantra dan seketika Bhuta mengecil dan kembali masuk kedalam raganya, Saka merapal mantra yang berbeda kemudian bersua "Bhanas," rapal Saka kala itu, manik mata kanannya berubah warna menjadi merah menyala dan tangan kanannya mulai mengeluarkan jilatan api liar kesegala arah.
Melihat cahaya merah disemak-semak Gondel menarik kembali rambutnya dan bersiap untuk menyerang kearah cahaya merah tersebut namun belum sempat mengambil ancang-ancang sebuah batu seukuran bola tenis mengenai kepala membuyarkan konsentrasinya, pandangan sang Gondel beralih kearah asal batu tersebut.
Diujung lain Naura berdiri dengan tegak setelah melempar batu kearah Gondel.
"Hei jin jelek!! Aku tidak takut denganmu!!" tantang Naura dengan jilatan api merah muda berpendar dikedua telapak tangannya.
Bersambung..
"LUNA! Dimana kamu?!" panggil Naura setengah teriak mencari keberadaan Luna ditempat ia berdiri dengan kedua kaki jenjangnya.
-Srek-
-Srek-
-Srek-
Bunyi semak-semak saling bergesekan terdengar dari belakang tubuh gadis manis itu dan seketika sebuah suara bersahut kepadanya, "Aku disini … kikikikiki," suara lirih nan mencekam berpendar dari belakang punggung Naura yang seketika membuat bulu kuduknya berdiri, dengan perlahan Naura menengok kebelakang berusaha melihat asal suara tersebut, mata Naura membulat sempurna dengan bibir yang bergetar karena mendapati sesosok Gondel putih berkulit pucat dengan tatapan nanar dan seringai mengerikan menyembul dari balik pohon besar tempat sebelumnya Naura bersembunyi, tubuh tinggi kurus Gondel putih dengan rambut hitam panjang tersebut membungkuk dan mulai merangkak pelan kearah Naura, tubuh kurus dengan tulang rusuk yang jelas terlihat menambah kesan mengerikan dari Gondel betina ini.
-bruk-
Tas yang di genggam Naura seketika terjatuh, hatinya berkata untuk lari namun tubuhnya tidak dapat digerakkan, seakan-akan kedua kaki Naura tengah tertanam kedalam tanah. Gondel putih itu semakin mendekat dengan lidah panjang yang menjulur dan tatapan nanar bermanik mata merah darah menatap wajah pucat pasi Naura.
"Darah … daraaah … kikikikiki," lirih sang Gondel siap mencengkram Naura yang hanya diam mematung didepannya, sedangkan Naura terlihat pasrah sembari menutup mata berharap semua ini hanya sekedar mimpi buruk yang akan segera berlalu.
"DARAAAH!!!" teriak Gondel dengan tangan terangkat keatas, kuku tajamnya siap mencabik-cabik tubuh Naura, namun tiba-tiba ….
"Bhuta!!"
-BUGH-
Balutan energi hijau melesat bagai sebuah tangan raksasa, kepal tangan itu memukul kepala Gondel putih hingga membuat tubuh raksasa itu terpental kearah samping menuju pepohonan kering.
-BRUAGH-
Bunyi patahan pohon bersua dari tempat Gondel berada, sementara di ujung lainnya sang pemuda misterius sedang berdiri dengan tegapnya didepan Naura, "Hei … lu enggak apa-apakan?" tanya pemuda tersebut memastikan keadaan Naura, ia memunggungi Naura dengan tangan kanan diselimuti energi sukma hijau.
"A-aku baik-baik saja," seru Naura.
"Syukurlah, sekarang sembunyi!" perintah pemuda itu dingin kepada Naura, Naura segera mengambil tas yang terjatuh dan beranjak kearah semak belukar sedangkan Gondel putih mulai kembali berdiri dengan rona wajah penuh kemarahan.
"Cih … merepotkan saja, seharusnya pekerjaan lelaki seperti ini tidak diberikan kepada perempuan, terlebih salah satunya belum memiliki pengalaman seperti itu," decih kesal pemuda itu sambil membuka jaket hitam bertudung miliknya hingga memperlihatkan tubuh tegap nan atletis pemuda tersebut, "BHUTA!!" teriak sang pemuda kembali yang seketika membuat manik mata kanannya berwarna hijau menyala dan tangan kanannya seketika mengeluarkan energi sukma berwarna hijau.
"Grrrr!!!" geram Gondel putih sambil berusaha bangun dan kembali merangkak.
Kepulan asap hijau keluar dari punggung sang pemuda misterius, kepulan asap itu membentuk sebuah sosok raksasa setengah badan yang melayang-layang dibelakang dirinya.
"I-itu …"
"Itu Bhuta, salah satu jin yang disegel ditubuhnya, keren ya?" bisik seseorang pemuda yang tiba-tiba berada disebelah Naura.
"HUAAH!!" pekik Naura dengan spontan mendorong pemuda tersebut hingga jatuh tersungkur.
-brugh-
"Aduuh mak … cantik-cantik agresif ya," dengus sang pemuda dengan wajah tersungkur diatas tanah.
"Ma-maaf, a-aku kaget tau," seru Naura sambil membantu pemuda tersebut untuk kembali bangun, Naura menatap wajah pemuda itu dengan mengernyitkan dahi sambil bersuara, "Devan?!" tanya Naura memastikan identitas pemuda tersebut.
"Hehe, hai Naura," sapa Devan dengan gaya cengengesan khas miliknya, "kamu enggak kenapa-napakan? Ada yang luka? Sini aku elus-elus supaya sembuh," tanya Devan bertubi-tubi.
"Alhamdulillah aku baik-baik saja, kamu bagaimana bisa sampai disini? Dan siap pemuda itu?" tanya Naura sambil menunjuk pemuda misterius yang tadi membantunya.
"Oh dia … namanya Saka, dia …"
-BRUAAAGH-
Suara sebuah benturan keras bersua dari sebuah pohon, terlihat Saka terlempar dan menabrak pohon tersebut akibat pukulan keras Gondel ditubuhnya.
"Oi DEVAN SETAN!! BANTU GUA!!" teriak sang Saka jengkel kepada Devan.
"Hadeuh … baru juga mau modus," runtuk Devan sambil berbisik pelan, "Naura kamu berlindung disini dulu ya? Aku mau bantuin dia dulu" seru Devan yang dibalas anggukan Naura.
Devan segera berlari dengan langkah seribu menuju arah Saka berada, dibawah pohon tersebut Bhuta yang merupakan jin milik Saka sedang menahan kedua tangan Gondel agar ia tidak menyerang tuannya.
Devan merapal mantra dan seketika telapak tangannya bercahaya biru muda layaknya kilatan petir, kilatan tersebut menyelimuti dari telapak tangan hingga ke bahu tubuhnya, "Tombak Rudra!!!" seru Devan sambil mengambil ancang-ancang, petir ditelapak tangan miliknya memanjang bagai tombak dengan ujung tajam yang siap melesat.
-FUSH-
Dengan sekali sapuan tangan tombak itu melesat lurus kearah Gondel putih yang tengah berjibaku dengan Bhuta milik Saka.
-Jedhaar!!-
Kilatan petir menyambar tubuh Gondel putih membuat tubuhnya melangkah mundur dengan langkah yang sempoyongan, melihat kesempatan Saka kemudian maju dan memerintahkan Bhuta untuk menyerang.
-Bugh-
-Bugh-
-Bugh-
-Bugh-
-BUGHHH-
Empat pukulan telak bersarang di dada dan perut Gondel putih tersebut dan sebuah uppercut mengenai telak di dagu sang raksasa putih membuat tubuh besarnya terhempas kebelakang dan seketika terjatuh.
Saka melangkah mundur dan mempersiapkan kuda-kudanya sedangkan Devan datang dengan santai kearah Saka, "Ka elu enggak kenapa-napa?" tanya Devan dengan kedua tangan dibelakang kepalanya.
"Dev jangan lengah!" seru Saka.
"Santai lah, kita having fu …"
-BUGH-
-Bruagh-
Tanpa peringatan sebuah gerai rambut hitam panjang menyerang Devan dan melontarkan dirinya kearah belakang.
"DEVAN!!" teriak Saka.
Untaian Rambut hitam panjang tersebut berganti arah hendak menyerang Saka namun dengan sigap Saka menghindar kebelakang dan berlindung dibalik sebuah pohon.
"OI DEVAN ELU ENGGAK KENAPA-NAPA?" teriak Saka memastikan keadaan sahabatnya tersebut namun diujung sana Devan tidak bersuara.
"Cih," decih Saka meratapi keadaannya sekarang.
Dilain pihak sang Gondel putih yang tadi terjatuh mulai berdiri dengan rona kesal menghiasi wajahnya, rambut hitamnya menjadi panjang layaknya sulur-sulur yang siap menyerang kesegala arah, dengan manik mata merah darah ia mencari keberadaan manusia yang tadi menyerangnya, hidungnya mengendus-endus dan mulai melirik kearah sebuah pohon tempat Saka bersembunyi, dengan seringai penuh kemenangan ia mulai berjalan dengan langkah panjang. Gondel semakin mendekati pohon tempat Saka berada dan dalam satu sapuan kepala sulur-sulur rambut panjangnya menuju batang pohon kemudian menjerat pohon tersebut dengan kuat dan seketika …
-KRAAK-
Pohon itu patah menjadi dua karena jeratan rambut Gondel yang amat kuat, namun tidak disangka-sangka sang Saka yang tadi bersembunyi sudah tidak ada di belakang pohon.
Di detik-detik terakhir sebelum Gondel mendekat Saka melompat kearah semak-semak didepannya dan bersembunyi kembali, Saka merapal mantra dan seketika Bhuta mengecil dan kembali masuk kedalam raganya, Saka merapal mantra yang berbeda kemudian bersua "Bhanas," rapal Saka kala itu, manik mata kanannya berubah warna menjadi merah menyala dan tangan kanannya mulai mengeluarkan jilatan api liar kesegala arah.
Melihat cahaya merah disemak-semak Gondel menarik kembali rambutnya dan bersiap untuk menyerang kearah cahaya merah tersebut namun belum sempat mengambil ancang-ancang sebuah batu seukuran bola tenis mengenai kepala membuyarkan konsentrasinya, pandangan sang Gondel beralih kearah asal batu tersebut.
Diujung lain Naura berdiri dengan tegak setelah melempar batu kearah Gondel.
"Hei jin jelek!! Aku tidak takut denganmu!!" tantang Naura dengan jilatan api merah muda berpendar dikedua telapak tangannya.
Bersambung..
twiratmoko dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Kutip
Balas