- Beranda
- Stories from the Heart
Tanah Pemakaman (Zombie Apocalypse Survival)
...
TS
irazz1234
Tanah Pemakaman (Zombie Apocalypse Survival)
Met pagi momodku tercinta dan met pagi juga kaskuser semua.
Kali ini gw mau bikin cerita yang bertema Horror Survival Zombie Apocalypse.
Tema cerita yang cukup jarang ada di Kaskus SFTH
Oh iya, gw juga sempet bikin cerita yang bertema sama di sini (masih on going). Jadi sambil nunggu apdetan, kalian bisa juga ikut baca thread gw yang lain
Dunia Para Monster (Zombie Apocalypse Story)
Bagi mereka yang bosan dengan tema cinta-cintaan, boleh mantengin thread gw yang satu ini
Anyway, selamat membaca
Chapter 0 : Prologue
Chapter 1 : A Brave New World
Chapter 2 : Hard Road Ahead
Chapter 3 : Old Friend
Chapter 4 : A Bargain
Chapter 5 : Family Ties
Chqpter 6 : Carry Me Home
Chapter 7 : See No Evil
Chapter 8 : Crossing Over
Chapter 9 : Unto Himself
Chapter 10 : The Doctor Is Out
Chapter 11 : Home Sweet Home
Chapter 12 : Mindless Over Matter
Chapter 13 : Awakening
Chapter 14 : Home, Sweet Home
Chapter 15 : This Is My Country
Chapter 16 : A Small World
Chapter 17 : A Moving Day
Kali ini gw mau bikin cerita yang bertema Horror Survival Zombie Apocalypse.
Tema cerita yang cukup jarang ada di Kaskus SFTH
Oh iya, gw juga sempet bikin cerita yang bertema sama di sini (masih on going). Jadi sambil nunggu apdetan, kalian bisa juga ikut baca thread gw yang lain

Dunia Para Monster (Zombie Apocalypse Story)
Bagi mereka yang bosan dengan tema cinta-cintaan, boleh mantengin thread gw yang satu ini

Anyway, selamat membaca

Spoiler for INDEX STORY:
Chapter 0 : Prologue
Chapter 1 : A Brave New World
Chapter 2 : Hard Road Ahead
Chapter 3 : Old Friend
Chapter 4 : A Bargain
Chapter 5 : Family Ties
Chqpter 6 : Carry Me Home
Chapter 7 : See No Evil
Chapter 8 : Crossing Over
Chapter 9 : Unto Himself
Chapter 10 : The Doctor Is Out
Chapter 11 : Home Sweet Home
Chapter 12 : Mindless Over Matter
Chapter 13 : Awakening
Chapter 14 : Home, Sweet Home
Chapter 15 : This Is My Country
Chapter 16 : A Small World
Chapter 17 : A Moving Day
Diubah oleh irazz1234 16-06-2019 09:37
nomorelies dan 12 lainnya memberi reputasi
13
6.7K
Kutip
46
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
irazz1234
#7
Chapter 6 : Carry Me Home
Spoiler for :
"Tidak mungkin." Hanya itu yang Sarah mampu katakan saat melihat kedua buah hatinya menyantap makanan untuk pertama kalinya setelah berhari-hari. "Aku tidak percaya pada kalian."
Matthew Erickson tidak langsung menjawabnya, ia lalu mengisi peluru pada selongsong pistolnya. "Marie tidak pernah melakukan kesalahan. Jika dia bilang bahwa mereka terinfeksi, maka memang begitu adanya. Selesai perkara."
"Aku mungkin melakukan sebuah kesalahan kali ini." Ucap Marie, ada rasa ragu-ragu dalam nada bicaranya. "Mungkin aku harus memeriksa ulang mereka lagi, hanya untuk memastikan."
Tatapan wajah Matthew, meskipun tertutup helm yang ia kenakan, terlihat sedih, namun ia tidak mampu berbuat banyak, selain hanya diam. "Aku minta maaf, sungguh. Tidak adil memang, setelah semua kematian ini, seluruh penderitaan yang kalian telah alami, dan sekarang kalian harus mengubur anak kalian sendiri. Ucapnya sambil memasukkan peluru terakhir ke dalam pistolnya. "Tapi lebih baik begini. Melakukannya dengan tangan kalian sendiri, daripada harus menyerahkan semuanya pada wabah mengerikan ini."
Matthew menyerahkan pistol itu pada Sarah, yang lalu melangkah mundur ketakutan. "Tidak, aku tidak ingin melakukannya. Kita akan mencari cara lain untuk dapat menyembuhkan mereka. Aku tidak akan membunuh anakku sendiri."
Jake meletakkan tangannya di bahu istrinya. "Tidak akan ada dari kita yang akan melakukannya. Aku serahkan itu padamu, Matt."
Meskipun wajahnya tersembunyi, namun Jake tahu bahwa tidak ada rasa takut pada diri Matthew. "Kau tahu apa yang akan terjadi jika kita tidak melakukannya?" Ucap Matthew, dengan nada bicara sedang menegarkan dirinya sendiri, seolah ia pernah melakukannya. "Mereka akan berubah. Mereka akan membunuh. Mereka akan berpesta menyantap mangsa. Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi."
Air mata berlinang membasahi wajah Sarah, ia menangis tanpa mengeluarkan suara. Meskipun ia tidak berharap hal ini terjadi, namun dalam dirinya ia tahu bahwa Matthew mengatakan hal yang sebenarnya. Tapi kenapa harus mereka, anak-anaknya? Kenapa sekarang? Saat ia baru saja bertemu dengan mereka, dan kini ia harus berpisah dengan mereka lagi. Kali ini berpisah selama-lamanya.
"Seharusnya kita tidak usah kesini sejak awal." Bisik Sarah dengan nada lirih.
Matthew menyerahkan kembali pistolnya, kali ini Sarah menerimanya tanpa ragu. "Setidaknya kalian dapat melihat mereka lagi untuk yang terakhir kalinya."
"Tina, sayang, bolehkah ibu memeriksa luka di kakimu?" Tanya Sarah, bersikap seolah tidak ada apa-apa.
Gadis yang lebih tua menatapnya sambil menikmati sekaleng pasta kalengan. "Kakiku?"
Sarah menganggukkan kepalanya, berjuang keras agar air matanya tidak jatuh. "Marie bilang kalau kau terluka. Ibu hanya ingin melihatnya saja."
Tina menolak permintaan ibunya sambil menggelengkan kepala. "Tidak apa-apa. Hanya goresan kecil."
"Sayang, ibu hanya ingin memeriksanya saja. Kau tidak ingin lukanya memburuk, kan?" Sarah berusaha membujuknya.
Tina tidak ingin membalas tatapan ibunya. "Aku bilang, aku baik-baik saja. Lukanya sudah aku tutupi dengan perban. Ibu tidak harus melihatnya."
"Tina, ibu hanya..."
"Tidak apa-apa!" Tina berteriak marah sambil berdiri, di tangannya terdapat sebuah pistol yang Jake simpan di dalam lemari keluarga. "Tidak! Aku tidak terkena infeksi!"
Sarah menjulurkan tangannya, mencoba untuk menenangkan Tina. Gadis yang paling muda, Kristin, hanya menatap apa yang terjadi dengan ekspresi khas anak-anak. "Sayang, tidak ada yang bilang kalau kau terkena infeksi. Ibu hanya ingin memeriksa seberapa parah luka di kakimu. Itu saja."
"Tidak! Aku mendengar ibu berbicara tadi! Aku tidak akan membiarkanmu membunuhku!" seru Tina.
"Tina, tidak ada seorang pun yang akan membunuhmu." Jake mencoba ikut menenangkan putrinya. "Kami hanya ingin membantu."
"Tidak! Aku juga mendengarmu, Ayah! Dia ingin membunuhku, pria itu!" Ucapnya sambil menunjuk kepada Matthew. "Lukanya tidak parah, aku terluka beberapa hari lalu. Aku tidak terinfeksi."
Dengan tiba-tiba, batuk yang cukup hebat menyerang gadis itu yang baru saja menunjukkan amarahnya. Ketika batuknya terhenti, wajahnya menyiratkan rasa ketakutan. Keringat mulai membasahi dahinya, dan jika dilihat dengan teliti, urat saraf berwarna biru mulai terlihat menonjol di kulitnya.
Matthew melangkah maju, mencoba menghentikan kejadian ini sebelum gadis yang sedang histeris itu menembak seseorang. "Tina, aku minta maaf. Tapi jika kau pernah terkena gigitan, itu artinya kau telah terinfeksi." Ujarnya, mengabaikan tatapan kemarahan dari kedua orangtuanya. "Kami dapat menolongmu. Kau hanya harus percaya pada kami."
"Kubilang jangan mendekat!!!" Teriaknya, dan tanpa keraguan menembakkan pistolnya. Peluru terlihat tertahan di baju pelindung yang Matthew kenakan, sempat mendorongnya mundur selangkah, tapi ia baik-baik saja.
Tina melihat senjata yang ia genggam, lalu menjatuhkannya seolah itu adalah ular berbisa. Gadis itu berlari menuju orang tuanya, lalu membenamkan diri dalam pelukan mereka.
"Semua akan baik-baik saja." Kata Sarah yang sedang menenangkan putrinya. "Ibu dan ayah akan memastikannya."
John melarikan bis sekolah itu di dekat rumah Sarah dan Jake. Hanya ada beberapa zombie yang terlihat berkeliaran. Dengan Michael dan John yang sedang berada di atap bis dengan senjata sniper di tangan mereka, tidak akan ada satupun zombie yang berhasil mendekat untuk merusak upacara yang menyedihkan ini.
Meskipun tanpa kehadiran zombie di sekitar, namun suara erangan yang terdengar dari kejauhan, mengingatkan bahwa mereka masih berada di wilayah musuh. Suara-suara mengerikan itu terbawa oleh hembusan angin sore yang hangat. Mereka ada dimana-mana, memenuhi telinga, memenuhi jiwamu, dan mengusir semua rasa bahagia dari dalam dirimu.
Dari dalam bis, lusinan lilin dinyalakan, menyinarkan cahaya kuning lembut. Cukup bagi semua untuk dapat melakukan aktifitasnya masing-masing, tanpa memancing para undead untuk mendekat.
Kedua anak gadis itu telah diberikan obat bius dosis ringan. Tidak membuat mereka pingsan, tapi dapat membuat mereka tidak akan merasakan apapun. Matthew dan yang lainnya berdiri di belakang, tanpa ada satupun yang bersuara. Marie dan Kaitlin terlihat menangis, hati mereka hancur saat menyaksikan pemandangan di depan mereka. Matthew menggenggam tangan Marie, mencoba untuk menenangkannya.
Ron dan yang lain menggilir sebuah botol Jack Daniel. Tidak ada yang ingin menyaksikan hal sedih ini, jika minuman ini dapat membuat mereka melupakan semuanya, itu lebih baik.
Kedua anak itu berbaring di atas sebuah kasur kecil. Selama perjalanan, Matthew dan kawan-kawan yang lain telah melakukan beberapa perubahan pada bis itu, termasuk memasang lubang palka pada atap dan menambahkan ruang untuk mereka dapat tidur. Anak-anak itu tersenyum, entah karena efek obat bius, atau karena mereka mengetahui akan dapat berjumpa dengan kakek dan nenek mereka lagi, tidak ada yang tahu.
Sarah memandangi pistol yang ia genggam di tangannya, sebuah Glock-9, terlihat usang dengan goresan dimana-mana karena penggunaan yang tidak hati-hati. Ia sendiri yang mengisi peluru pada pistol tersebut, untuk memastikan tidak akan ada kesalahan. Semakin lama memandangi pistolnya, Sarah merasa ada bagian dari jiwanya yang perlahan-lahan pudar dan lenyap.
Jake mengusap-usap rambut kedua putrinya, air mata pun jatuh membasahi wajahnya. Lebih dari sekali, ia ingin memasukkan pistol itu kedalam mulut, lalu menarik pelatuknya. Semua kejadian ini, sulit diungkapkan dengan kata-kata, dan akan membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga ia dapat menatap foto kedua anaknya tanpa merasa seperti monster. Jika saja pemerintahan akan kembali pulih nanti, Jake berpikir akan menyerahkan dirinya sendiri atas perbuatannya nanti.
Kristin menatap wajah ayahnya yang berlinang air mata. "Ayah, mengapa ayah menangis? Apakah ayah sedih?"
Dengan segenap kekuatan yang ada, Jake memaksakan dirinya untuk tersenyum. "Tidak putri manisku, ayah tidak sedih. Hanya ada debu yang masuk ke mata ayah."
Kristin mengangguk. Ia terlihat seolah-olah tidak menyadari apa yang sedang terjadi. Tapi pada saat itu, Jake dapat melihat bahwa putri kecilnya yang berusia delapan tahun itu telah mengerti semuanya.
"Tak apa, ayah. Aku tidak marah kok." Ucap gadis kecil itu.
Sarah berjalan mendekat, lalu meletakkan tangannya di bahu suaminya. "Apa kau sudah siap?" Tanyanya.
"Aku sangat berharap bahwa pertanyaan tadi hanyalah pertanyaan biasa." Jawab Jake. Ia lalu berdiri di samping Kristin, dan Sarah berdiri di samping Tina. Sudah diputuskan bahwa mereka akan berdiri disamping anak yang telah mereka berikan nama untuknya.
Tina mengangkat kedua tangannya untuk memeluk kedua orang tuanya, dan mereka memberikan pelukan yang sangat erat untuk kedua putrinya. "Kami tidak menyalahkan kalian." Ucapnya. "Ini bukanlah kesalahan kalian. Hal ini harus terjadi cepat atau lambat. Aku senang masih dapat melihat kalian lagi, ayah, ibu."
Jika ada moment untuk mereka dapat bersedih, maka inilah saatnya. Jake telah siap untuk melemparkan senjatanya keluar dari jendela, namun Sarah menahannya. Hal ini harus dilakukan. Satu-satunya cara yang dapat menyelamatkan mereka dari takdir yang lebih buruk daripada kematian.
Sarah kembali menatap kedua putri kecilnya. "Kalian dapat menutup mata jika kalian mau. Ibu janji ini tidak akan sakit."
Tina dan Kristin menggelengkan kepalanya. "Aku ingin hal yang terakhir kali kami lihat adalah ayah dan ibu." Kata gadis yang paling tua. "Kami tidak takut."
Sarah mengangguk, lalu menelan ludah di tenggorokannya. Bersama suaminya, ia mengangkat senjata dan mengarahkannya kepada kedua dahi putrinya. "Hari dimana kalian lahir adalah saat paling bahagia bagi kami." Ucap Sarah. "Kalian berdua adalah segalanya bagi kami, jika saja kami dapat bertukar posisi dengan kalian, dengan senang hati ibu dan ayah akan melakukannya."
"Tujuan hidup kami adalah membuat kalian hidup senang dan bahagia," Kata Jake menahan menangis. "Maafkan ayah dan ibu karena telah gagal melakukannya."
Tina menggeleng. "Tidak, ayah tidak gagal sedikitpun. Jika memang harus berakhir seperti ini, aku senang karena ayah lah yang melakukannya."
"Kami akan selalu sayang kalian, ayah, ibu." Ucap Kristin.
Sarah dan Jake tersenyum, pertama kalinya mereka merasa bahagia setelah membuat keputusan ini, dan sepertinya hal ini akan menjadi yang terakhir. Dengan bersamaan mereka melepaskan kunci pengaman pada pistolnya masing-masing.
"Apakah kami dapat melihat ayah dan ibu lagi?" Tanya Kristin.
"Tentu saja, manisku." Kata Sarah. "Tentu saja. Kakek dan nenek sedang menunggu kalian disana. Kalian berdua pasti tahu kemana kalian harus pergi. Kakek dan nenek menunggu di..."
Kedua pelatuk pada pistol ditekan secara bersamaan, dan jiwa kedua gadis yang tidak bersalah itu telah pergi meninggalkan dunia ini, menuju dunia lain yang entah berada dimana.
tarasov23 dan 7 lainnya memberi reputasi
6
Kutip
Balas