bounaparteAvatar border
TS
bounaparte
Cinta dalam Sebait Puisi
Part 1

Perpisahan Awal dari segalanya


"Siapa Hervan itu?" bentak Tedi pada Widya.

Widya hanya bisa menangis dengan wajah tertunduk.

"Ada hubungan apa antara kamu dengan Hervan?"

"Gak ada hubungan apa-apa. Dia cuma teman kerja."

"Bohong! Udah ketahuan buktinya masih saja berkilah," kata Tedi sambil menunjukan telepon genggam milik Widya, "Kalo gak ada hubungan apa-apa, mana mungkin bisa sms-an semesra ini," lanjutnya.

Widya semakin terpojok. Dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Bicara pun tidak ada artinya. Tidak akan didengar. Emosi Tedi begitu menggebu-gebu.

"Lihat aja, aku akan menghabisinya!" emoticon-Blue Guy Bata (S)

"Mas, jangan sakiti dia!"

"Kamu masih berani membelanya!"

Plakkk!
Tamparan keras mendarat di wajah Widya.

"Dia gak salah apa-apa, aku yang salah!"

"Gak peduli! Pokoknya besok aku akan mendatanginya. Berani bermain api, harus berani terbakar. Hati dan kehidupanku sudah hancur, dia juga harus hancur!"

"Mas, dia gak salah. Aku yang salah. Aku yang mencintai dia."

"Kurang ajar!"

Plakkk...
Tedy kembali menampar Widya. Hatinya semakin memanas.

"Dia harus menerima akibatnya," geramnya.

***

Di tempat kerja Widya terlihat murung. Bagas yang dari tadi memperhatikannya, mencoba mendekat.

"Kenapa? Dari tadi mukanya seperti pantat kebo," Bagas mencoba menggodanya.

Widya terdiam dengan kepala tertunduk.

"Cerita, dong!" pinta Bagas.
Widya bergiming. Diam seribu bahasa.

"Masalah itu jangan dipendam, harus dikeluarin. Kentut juga kalo gak dikeluarin bisa bikin sakit perut. Mungkin aku bisa bantu memberikan solusi atau setidaknya hati kamu akan sedikit lega setelah menceritakannya," bujuk Bagas.

"Aku tidak apa-apa," jawab Widya, datar dengan wajah tertunduk.

"Jangan berbohong! Aku mengenalmu bukan hitungan menit, jadi bisa membedakan keadaanmu dalam berbagai kondisi."

Terlihat Widya seperti menahan sesak di dada.

"Percayalah! Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.
Quote:


Terdengar isak tangis Widya. Masih tertunduk.

"Loh, kok malah nangis," ujar Bagas heran.

Widya mendongak ke arah Bagas. Bagas kaget melihat wajahnya.

"Kenapa dengan wajahmu?"

Terlihat wajah Widya lebam.

"Aku dipukuli Tedy," jelasnya bercampur tangis.

"Kenapa Tedy sampai tega memukulimu?"

"Ini semua salahku. Aku telah bermain hati sama Hervan. Semalam, Tedy memergoki saat aku dan Hervan sedang sms-an. Dia memeriksa seluruh isi sms tersebut."

"Sudah kubilang, kau akhiri aja dengan Hervan selama masih menjalin hubungan dengan Tedy. Kalau sudah seperti ini, habislah semua!"

Tangis Widya semakin tak terbendung. Bagas mengeluarkan telepon genggamnya.

"Elu ke ruangan Widya dulu. Ada yang perlu gue omongin," ucap bagas pada orang yang berada di balik telepon. Tidak lama kemudian seseorang muncul.

"Elu tahu ..." Belum juga Bagas menyelesaikan omongannya, sudah dipotong duluan.

"Semalam gue dapat sms dari Tedy. Dia ngancam gue," ujar Hervan sambil memperlihatkan isi sms pada Bagas.

"Aduh... jadi rumit begini," keluh Bagas.

"Semalam handphone aku dirampas oleh Tedy. Kalau ada telepon atau sms dari nomor aku, jangan direspon! Jangan diladeni!" pinta Widya.

"Jadi gue harus gimana?" tanya Hervan.

"Tadi kan Widya udah ngejelasin," jawab Bagas.

"Bukan itu. Gue harus gimana terhadap ancaman ini. Gue gak mau mati konyol!"

Semuanya terdiam. Hening. Hanya Widya yang sesekali terdengar sesenggukan.

"Tedy orangnya nekad," ucap Widya, lirih.

"Gas, elu harus tolongin gue!"
"Gara-gara kalian berdua, gue jadi ikut pusing."

"Pliiiisss... Gas... Tolongin gue!"

"Gue udah ngomong dari dulu supaya hubungan kalian jangan dilanjutin. Iya-iya mulu. Udah kejadian kaya gini, pada repot semua, kan?"

"Iya, sori-sori. Terus gue harus gimana?"

"Ya temuin Tedi dan minta maaf."

"Gila! Kalo nemuin dia, sama aja gue cari mati."

"Resiko elu!"

"Gas, jangan becanda! Ini serius."

"Gini aja, elu cari aman. Usahakan jangan sampai bertemu dengan Tedy dan jauhi Widya!"

Mendengar Bagas bicara seperti itu, Hervan dan Widya saling tatap.

"Dan, kamu Widya, usahain buat nenangin Tedy. Redam dia agar tidak melakukan sesuatu yang tidak diinginkan. Gimana?"

Widya dan Hervan mengangguk tanda setuju.

Hubungan Widya dan Tedy sudah berlangsung cukup lama, sekitar tiga tahunan. Tapi, setahun belakangan ini, sikap Tedy berubah. Tidak pernah peduli lagi sama Widya. Pernah suatu hari Widya dalam keadaan sakit dan meminta tolong untuk diantar ke dokter. Tedy sama sekali tidak menggubrisnya. Pada akhirnya, Widya diantar sama Fina. Mengetahui hal itu, obat yang dari dokter malah dibakar Tedy. Entah apa alasannya sampai dia melakukan itu.

Selain itu, Tedy juga jarang menemui Widya. Kalau pun datang menemuinya, paling cuma buat minta uang. Habis itu pergi entah kemana. Batin Widya sangat tersiksa.

Beruntung, Widya punya sahabat yang begitu peduli terhadapnya. Sahabat yang selalu menyenangkan. Mereka adalah Fina, Bagas dan Hervan. Karena kedekatan itulah, dalam hati Widya timbul sebuah perasaan terhadap Hervan. Kenyamanan yang selama ini Widya butuhkan, didapatkan dari Hervan. Kebahagiaan yang Widya inginkan, bisa memperolehnya dari Hervan. Seiring waktu berjalan, Widya pun jatuh cinta. Komunikasi sama Hervan bukan cuma di tempat kerja saja. Tapi, lebih intens. Namun, perasaan yang tumbuh itu, justru mendatangkan petaka.

***

Kantor terlihat mulai kosong. Satu per satu orang-orang sudah pulang.

"Wid, kamu belum selesai?" tanya Intan, yang meja kerjanya bersebelahan sama Widya.

"Belum."

"Aku pulang duluan, ya!"

"Iya, hati-hati!"

Kini, cuma Widya yang ada di ruangan tersebut. Dia cuma duduk. Tidak mengerjakan apa-apa. Pikirannya begitu kalut. Memikirkan masalah hidupnya.

"Belum pulang?"

Tiba-tiba Widya dikejutkan oleh Bagas.

"Aku males pulang," jawabnya dengan wajah lesu, "Kamu sendiri?" lanjutnya.

"Tadi aku mau pulang, di jalan ketemu sama Intan. Katanya, kamu belum pulang. Makanya, aku nyusul ke sini."

"Ehmmmzz..." Widya menghembuskan napas dalam-dalam.

"Kita nongkrong di cafe aja, yuk! Gak enak kalo di sini. Entar malah disangka orang lagi mesum."

"Otak kamu tuh yang mesum!"

"Hahaha... dikit."

"Kamu yang traktir, ya?"

"Tenang aja, kebetulan aku lagi pengen sedekah ke kaum dhuafa."

"Huhhh! Tapi, Fina ajak!"

"Nih, lagi aku sms!"

"Ciee... gesit banget kalau urusan Fina," goda Widya.

"Nah, gitu dong! Jangan cemberut aja!"

Mereka pun beranjak pergi. Menuju cafe tempat biasa mereka nongkrong.

***
Bersambung...
Diubah oleh bounaparte 21-04-2019 15:23
Cahayahalimah
Cahayahalimah memberi reputasi
3
715
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
Tampilkan semua post
IztaLorieAvatar border
IztaLorie
#2
Widya memang harus lebih tegas biar nggak senggara mulu. Salam kenal 😊
Cahayahalimah
Cahayahalimah memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.