- Beranda
- Stories from the Heart
Jatuh Di Lobang Yang Sama [BB17++]
...
TS
Juragan.Ciu
Jatuh Di Lobang Yang Sama [BB17++]
Quote:
perkenalan
Kenalkan, nama aku Glen. Aku seorang pendiam, cenderung tertutup. Mungkin aku seorang introvert yah, aku suka kesendirian, suka kesunyian. Namun disamping itu aku seorang penakut, takut akan gelap, takut jika benar-benar sendirian. Cukup aneh memang, aku sangat suka sendirian, disaat bersamaan aku sebenarnya takut jika tidak ada orang disekitar 😁.
Aku tinggal disalah satu daerah di ibu kota, namun aku bukan asli. Aku disini tinggal sendiri, lebih familiarnya disebut ngekost.
Untuk asal usul, aku ngga bisa mutusin untuk cerita apa engga nya saat ini, aku berasal darimana, aku orang apa, dan masuk ordo apa, aku masih belum mutusin buat terbuka, namun mungkin saja nanti didalam rangkaian cerita, tidak menutup kemungkinan 😁.
Aku tinggal di sebuah rumah kost yang terbentuk dengan tiga lantai, kosan ini bebas, artinya tidak menutup pintu buat orang-orang tertentu, jadi penghuninya itu beragam, mulai dari lajang, pria wanita, yang berkeluarga, yang punya anak, yang sudah kakek nenek, bahkan gay juga ada ☺️. Kalau lesbi, aku tidak tahu, karena gay gampang terdeteksi makanya aku tahu ada gay dikosan ini.
Dan, disinilah petualanganku dimulai, baik itu pahit manis nya pertemanan, nasi goreng, termasuk cinta. Cinta yang biasa, cinta tak biasa, cinta tanpa status, hingga cinta terlarang, cinta istri orang
, hal itu semua membentuk diriku yang sekarang, namun tetap tak bisa merubah sifat dasarku yang gampang jatuh cinta. Dan langsung saja dimulai 😁. Quote:
Spoiler for index:
Spoiler for Special Parts:
Chapter 1.1
Quote:
Bus yang aku tumpangi telah mendarat di pelabuhan hati terakhirnya, yang artinya aku telah tiba di ibukota, semua orang yang tersisa didalamnya kini bersiap-siap untuk meregangkan otot yang sungguh tersiksa dalam beberapa hari perjalanan.
"kamu belum pernah kan ke Jakarta?", seorang gadis kembali memastikan ucapanku sebelumnya, gadis ini berangkat denganku dari terminal yang sama, kami tinggal di Kabupaten yang sama di daerah asal kami.
"iya kak, belum pernah",
"temen kamu yang jemput gimana? Bilangnya jemput dimana?"
"di terminal ini kak, janjinya sih aku telepon dia aja kalau sudah sampai, nanti lah aku cari wartel dulu".
"berarti ada nomornya kan? Udah, ga udah ke wartel pake handphone ku saja"
"eh ngga usah kak, ngerepotin",
"nggak apa-apa, orang disini jahat, nanti kamu ditipu gimana?", mendengar omongan ditipu membuatku tidak bisa berkutik, masa baru sampai aku sudah jadi gelandangan?.
Pada akhirnya aku menyerahkan nomor tersebut dan teman yang akan menjemputku pun tiba beberapa jam setelahnya.
Namun diluar dugaan, gadis tadi tetap menemaniku hingga orang yang akan menjemputku benar-benar datang. Ah sungguh baik sekali ☺️.
"Hei Glen! Cepat sekali sampainya? Aku belum persiapan tadi, makanya lama, sory ya bro", Ridho menyalamiku dan gadis yang bersamaku sejak tadi.
"Ridho",
"Putri",
"oke, kamu udah dijemput, jadi aku duluan aja ya, see you!",
"hehe maaf kak merepotkan, aku akan ingat kebaikanmu kak, hati-hati dijalan ya",
"dadah!",
"hati-hati", ucap Ridho.
"Glen", Ridho menepuk pundakku, "baru nyampe aja kau dah dapat cewek aja, ah gila.."
"bukan bang, kami berangkat bareng dari kampung.",
"gila bos, cantik manis, bisa aja kau ya padahal kau jelek",
"bukan bang, udah dibilangin bukan",
"tetap aja Glen, kalo ga ada apa-apa kok dia mau nungguin kau disini, buang buang time bos!", sejenak aku berfikir, apa benar ada sesuatu dari perlakuan gadis itu? Apa itu sebabnya dia berlaku lembut kepadaku sepanjang perjalanan?,
Ah.. Tidak mungkin, dia hanya kasihan dan tidak mau teman sekampungnya celaka diperantauan, hanya itu. Aku tidak mau berfikir macem-macem.
"ga ada itu bang, dia cuma ga mau aku ditipu katanya, disini banyak orang jahat",
"yaudah lah kalo gitu, buat aku aja itu si Putri tadi ya, hahaha", spontan ucapan Ridho membuat telinga dan wajahku panas, sialan. Apa aku menaruh perasaan sama kak Putri?
"mukak kau kek udang rebus Glen, jangan bilang ga ada apa-apa", tawa Ridho mencampakkanku jauh kedalam rimba gelap hingga aku tak kuasa menahan malu lagi,
"udahlah bang ahh!, ayo lah!"
"hahaha, kemana kita bos?"
"cari kosku dulu lah",
"udah keras kau rupanya? Tinggal samaku aja dulu seminggu nanti kita cari kosan mu",
"gak lah, aku mau tinggal sendiri aja langsung",
"banyak duit ternyata bos ini dari kampung", ledeka Ridho ga ada habisnya.
"abang tinggal dimana rupanya?"
"Bogor, dekat kok.",
"emohh!"
"gila kawan ini",
"jauh bang kata kak Putri bogor jauh, dia kan..", eh hampir saja aku membocorkan alamat gadis tadi.
"cie Putri cie...",
"..."
"ngambek bos? Hahaha, kenapa si Putri tadi?", fyuhh. Ridho tidak memyadari maksudku, syukurlah.
"yaudahlah, kalo mau sendiri, terserahlah bos, nanti langsung kita cari, tapi makan itu penting bos, ringan ini kampung tengah," Ridho mengelus-elus perutnya.
Dasar. Akupun mengajaknya makan, dia menunjukkan warung makan khas daerah kami.
Selesai ritual isi perut, Ridho minta rokok, fyuhh ini anak matre bener. Setelah dapet rokok, Ridho memandu petualangan mencari rumah buat aku tinggal di seputaran pusat ibu kota.
Rumah demi rumah, gang demi gang, beberapa daerah telah kami telusuri, tubuh kami telah dipenuhi keringat sejak tadi.
"panas ya bang",
"pintar kau bos, makanya kubilang tadi kan lain kali aja cari kosan, bisa kita pinjam sepeda motor dulu", ucalan Ridho membuatku menyesal memaksa dia mencari kosan saat itu juga,
"maaf bang, ngga sampe mikir kesana aku tadi",
"yaudah bro, kepalang basah kita cari lah lagi, kalo ngga dapat, ikut kekosanku aja dulu, lanjut cari besok. Soalnya udah sore"
"iya bang",
"aku ada acara malam ini", aku ingat ucapan gadis tadi, cukup lama waktu tempuh ke Bogor.
"yaudah bang kita pulang aja kekosan abang lah",
"iya ini mau pulang, sambil pulang tetap nyari lah",
Kami berjalan kembali menyusuri gang. Rumah demi rumah kembali kami tanya. Tidak juga kami menemukan kosan buatku, bukan karena tidak ada kamar kosong, tapi aku tidak memnuhi syarat untuk tinggal disana, demikianlah kebanyakan.
Khusus karyawan, khusus wanita, khusus agama tertentu, khusus wanita agama tertentu, dan berbagai kriteria lainnya yang satupun kriteria itu tidak ada pada diriku.
Keputusan sudah bulat, kami tidak lagi mencari untuk hari ini, kami akan segera bertolak ke kediaman sang raja yang bernama Ridho. Kami berjalan sedikit santai menghindari sengatan mentari sore.
"Glen.. !!", teriak sebuah suara, itu bukan Ridho, suara itu milik seorang perempuan. Aku terhenti dan mencari-cari asal suara tersebut,
"sudahlah bos, gak cuma kau yang namanya Glen di planet ini, ayolah", benar juga ucapan ridho,
"yaudah ayo bang", kami kembali berjalan.
"Glen!! Tunggu!", suara itu kembali memanggil.
"gak enak perasaanku Glen,"
"iya bang aku juga",
"ada hantu yang ngikuti kita?"
"bukan bang, aku kebelet mau boker",
"monyet! Ga waras kau bodoh",
"hahahahahahaha", Ridho kalah kali ini, aku bisa tertawa puas.
"Berhenti...!!" suara yang tadinya mengambang, kini jelas terdengar. Itu tak jauh dibelakang kami, kamipun menoleh, tampak seorang gadis imut berlari kecil kearah kami. Gadis itu anggun dengan rambutnya tergerai, ditambah angin sore ini yang membelai manja rambut gadis itu, ahh.. Rasanya aku mengenal dia.
Aku melihat Ridho menatap gadis itu seolah matanya ingin meninggalkan kepalanya menemui gadis itu.
"Seksi bro", ucap Ridho pelan, hampir seperti berbisik.
Spoiler for thumb:
Diubah oleh Juragan.Ciu 10-04-2019 20:44
bukhorigan dan 24 lainnya memberi reputasi
25
37.7K
Kutip
172
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
Juragan.Ciu
#115
Chapter 2.6
Quote:
Aku dengan cepat mencubit hidung gadis itu sehingga ia tak sempat mengelak.
"ihh GLEN!!!", gadis itu membentakku dan wajahnya kini berubah jadi cemberut
"kenapa Sha?",
"berani lo ya", ekspresi diwajahnya seakan memendam amarah, namun aku tak percaya ia akan marah begitu saja.
"berani apa ya maksud kamu?"
"ah bego lo. Ngapain cubit-cubit segala", segera ia memalingkan wajahnya. Mampus aku, dia marah sungguhan.
"i.. Iya maaf, aku minta maaf"
"gak!!!"
"Bila, maafin aku dong.."
Gadis itu tak mendengarkanku lagi, dia tetap membelakangiku, tak menoleh sedikitpun walau aku minta maaf, malah ia kini meletakkan kedua tangannya kewajahnya. Ada apa dengan gadis ini? Jangan-jangan...
Aku segera berpindah dan berhadap-hadapan dengannya, aku menatap wajahnya, ia melihatku dan tiba-tiba menutup mulutnya, ia menahan tawa yang seakan akan meledak. Gadis ini kenapa? Kok tiba-tiba tertawa? Aku menjadi semakin bingung dibuatnya.
"muka lo lucu Glen", tawanya meledak kini membuatku semakin heran, aku mengernyitkan dahi, apa yang salah dengan wajahku ya? Aku mengusap-usap wajahku namun aku tak menemukan apa-apa.
"nggak ada apa-apa", aku menunjukkan telapak tanganku kepadanya
"duh... Bego", ia memukulku di bahu dan masih saja tertawa meski semakin perlahan.
"pokoknya lucu", ucapnya lagi
"maafin aku Bila?",
"kenapa tadi manggil nama aku lain?", selidik gadis itu,
"emmm, nggak apa-apa, nenek kamu manggilnya begitu.", ia tampak berfikir,
"aku cuma ngikutin nenek kamu aja"
"itu panggilan aku dirumah Glen, temen-temen gue juga engga manggil gue gitu, cuma orang yang dekat aja",
"mmm, yaudah aku ngga manggil kamu gitu lagi",
"gapapa sih Glen, kalo lo pengen",
"pengen apa?",
"bego ahh..",
Aku lalu tertawa melihatnya dengan ekspresi kesal seperti itu.
"ga lucu tau..", sebuah cubitan mendarat di lenganku,
"lo nyebelin", sambung gadis itu lagi
"Sha..",
"iya?",
"boleh ngga jangan pake lo gue lo gue?"
"emang lo siapa? Sok imut lo ahh",
"ya kan aku gak biasa.. Dikampung bahasanya nggak gitu",
"maksud lo, gue ngikutin bahasa dikampung lo?",
"ya nggak juga",
"yang ada lo yang harus ngikutin bahasa gue, kan lo yang pendatang disini, lo dong yang harus menyesuaikan diri", aku berfikir sejenak. Benar juga ucapan gadis ini. Aku yang seharusnya mengikuti bahasanya, bukan sebaliknya.
"gitu ya?",
"ya harus dong",
"emm, iya gue yang ikutin bahasa lo deh",
"HAHAHAHAHAHAHA", tawa Shabila meledak sesaat setelah aku menyelesaikan kalimat pertamaku dengan bahasanya.
"lidah lo keganjal batu apa? Kaku amat?",
"emang kenapa sih?",
"aksen nya diubah dong, ngomongnya lebih lembut",
"gue..",
"gu..E",
"hahaha ya Allah Glen... Ngomong e nya huruf kecil aja".
Jadilah sore ini aku mengikuti kursus kilat yang ditangani langsung oleh Shabila, yang dengan sabarnya membimbing pelajaran bahasa baru kepadaku.
***
"lo ga pulang Sha? Udah malem loh",
"masih sore kali, eh iya gue jadi lupa", Shabila menepuk jidat.
"gue mau beli buku, gara-gara lo sih..",
"ya kan ga bilang dari tadi",
"temenin, gue mau beli sekarang", ucapnya dengan tegas
"ya udah tutup lah tokonya",
"belum, hayu temenin gue", ia berdiri lalu menarik tanganku
"bentar, mandi dulu",
"jangan lama-lama".
Aku bagaikan terhipnotis, tak ada penolakan. Malah aku merasakan semangat yang begitu membara saat ia mengajakku menemaninya hanya untuk membeli sebuah buku.
"udah, yuk.."
"berangkat... ",
"nih, lo yang bawa"
"eh, helm cuma satu.."
"lo aja yang pake, deket sini kok",
"ya ntar kalau jatuh?"
"lo niat kecelakaan apa gimana?"
"ya nggak",
"yaudah hati2 bawa nya"
"iya deh. Kok galak sih?"
"biarin.."
Ia kemudian mengarahkan kemana aku harus mengarahkan sepeda motornya, belok kiri, putar balik, lurus, belok kanan, belok kiri, belok kanan, putar balik, belok kiri. Ahh sampai juga..
"kok ke mall?",
"yang paling deket ya disini Glen.. Udah hayu buruan",
"oke..."
Kemudian Shabila larut dalam pencariannya, aku yang tidak menyukai buku hanya bisa ikut sibuk mencari-cari. Buku apa yang aku cari? Entahlah. Sesekali aku membaca bagian belakang buku yang aku temui hingga selesai, terkadang aku baca sedikit isinya jika bukunya tak lagi dibungkus. Namun itu terbatas jika cover atau judulnya menarik.
"Glen..", gadis itu membuyarkan konsentrasiku membaca sebuah novel yang menarik perhatianku.
"iya? Dapat bukunya?"
"engga", tampak raut wajah kecewa diwajahnya
"udah tanya penjaganya?"
"udah, bukunya abis", jawab Shabila lesu.
Aku lalu berdiri, namun aku tak punya pilihan apa yang harus aku perbuat, ya memang apa yang dicari tidak ada disana, aku hanya memandangi wajah Shabila.
"lo kayanya dapat bacaan asyik, sampe duduk gitu bacanya", Shabila meraih buku ditanganku.
"ngg.. Nggak kok, gambarnya bagus, makanya aku baca"
"oke kita beli yang ini aja",
"nggaa ngga usah. Aku ga suka baca buku.."
Shabila lalu meletakkan jari telunjuk didagunya sembari tangan kiri memanggu sikut tangan satunya.
"gue yang beli deh",
"engga usah Sha..",
"buat gue kok, suka-suka gue mau beli apa kaga",
Ia kemudian memutar tubuhnya dengan cepat hingga rambutnya tergerai lalu meninggalkanku menuju kasir toko tersebut. Aku hanya bisa mengikutinya menuju kasir tersebut dan tersenyum dengan tingkahnya barusan. Kenapa dia harus membeli novel yang sama sekali belum ia perhatikan dengan benar.
"makan yuk, laper gue",
"dimana?"
"gue pengen bakso Glen",
"tadi diluar banyak jual bakso"
"ngga mau yang itu"
"terus? Yang mana?",
"gue punya langganan. Kita kesana"
Aku berfikir sejenak, tapi aku kemudian tersadar, tak ada yang perlu aku fikirkan.
"yaudah kita kesana".
***
Aku senyum melihat Shabila yang lahap memakan bakso dihadapannya, tampaknya benar kalau dia sudah lapar.
"napa lo senyam-senyum"
"engga, enak nih",
"enak ya dimakan, jangan disenyumin",
"iya..."
"makannya enak ditemani cewe cantik ya mas ya?", si ibu pelayannya masuk kedalam obrolan kami.
"ini pacarnya teh?", abang penjual baso nya juga ikutan, tampaknya mereka cukup akrab dengan Shabila.
"yeee.. Bukan aku pacar mbaknya bukan yang ini",
"ohh, abisnya si teteh ngga pernah berduaan sama cowo makan nya",
"pernah atuh sama pacarnya",
"yeee.. Ibu so tau, tau darimana pacarku pernah ikutan bu?",
"ya saya perhatiin to mbak, masa saya ga tau. Saya kan juga perempuan", balas si ibu sambil tersenyum.
"eh tapi ini masnya siapa mbak, baru pertama lihat?"
"saya..",
"ini namanya Glen bu, belum lama dia disini", shabila memotong perkenalan diriku lalu mengenalkan aku pada si ibu penjual bakso langganannya dengan sangat rinci.
"tapi kok kayanya deket banget?", selidik si ibu.
"ya harus deket bu, kasian kan.. Ga punya teman", Shabila tersenyum jahat melihatku. Apa iya aku kelihatan kasihan? Entahlah, aku tak mau terlalu peduli. Apa yang ia katakan benar juga, dia satu-satunya temanku saat ini.
"besok kemana Glen?"
"besok mau nyari kerja, hari ini gagal"
"kok gagal? Ditolak? Kenapa"
"bukan, gagal nyari kok, kan tadi panas banget"
"oalah, terus nyari dimana?"
"itu mall yang dekat kosan"
"hmm... Mau gue bantu cariin ga?"
"ngga, sendirian aja"
"maksud gue kalau ada lowongan lo mau nyoba ngga"
"ya mau lah, siapa yang ga mau kerja?"
"lo suka kerja apaan?"
"apa aja deh yang penting kerja.."
"yang penting kerja?"
Aku mengangguk pasti menjawab pertanyaan Shabila.
"lo harus mikirin kedepannya dong. Masa mau aja asal kerja?"
"kan kerja sama aja Sha, pokoknya kerja deh", aku tersenyum pasti.
"iya deh, yang penting kerja, tapi janji cari kerja yang ada jenjang karirnya"
"jenjang karir?"
"ihh... Glen.. Lo kerja harus ada perkembangan, naik jabatan kek, masa kerja gitu-gitu aja? Harus ada perubahan dong". Ia menjelaskan sedikit tentang dunia kerja dan penting nya perkembangan karir.
"oohhh...", aku manggut-manggut. Aku mengerti maksud Shabila, ternyata kerja itu tak sesederhana yang aku fikirkan.
Shabila memiliki wawasan yang begitu luas, ternyata ada banyak hal yang dia pahami yang bahkan tak pernah aku bayangkan, aku merasa malu dengan diriku yang tertinggal begitu jauh. Namun disisi lain aku bangga memiliki teman sepertinya, ia berteman denganku seakan tak ada perbedaan diantara kami.
Satu hari kembali terlewati. Aku berbaring, aku coba memejamkan mata. Namun aku tak bisa tidur, banyak hal melayang-layang di fikiranku saat ini. Aku lalu mengambil buku yang dipinjamkan Shabila. Sebelum pulang ia menitipkan buku yang ia beli tadi. Ia berpesan agar aku segera membaca semuanya hingga selesai. Ia memberiku waktu beberapa hari untuk menyelesaikannya sebelum ia ambil kembali buku itu.
Aku terlarut kembali kedalam buku itu hingga tak sadar aku terjatuh ke alam mimpi.
"ihh GLEN!!!", gadis itu membentakku dan wajahnya kini berubah jadi cemberut
"kenapa Sha?",
"berani lo ya", ekspresi diwajahnya seakan memendam amarah, namun aku tak percaya ia akan marah begitu saja.
"berani apa ya maksud kamu?"
"ah bego lo. Ngapain cubit-cubit segala", segera ia memalingkan wajahnya. Mampus aku, dia marah sungguhan.
"i.. Iya maaf, aku minta maaf"
"gak!!!"
"Bila, maafin aku dong.."
Gadis itu tak mendengarkanku lagi, dia tetap membelakangiku, tak menoleh sedikitpun walau aku minta maaf, malah ia kini meletakkan kedua tangannya kewajahnya. Ada apa dengan gadis ini? Jangan-jangan...
Aku segera berpindah dan berhadap-hadapan dengannya, aku menatap wajahnya, ia melihatku dan tiba-tiba menutup mulutnya, ia menahan tawa yang seakan akan meledak. Gadis ini kenapa? Kok tiba-tiba tertawa? Aku menjadi semakin bingung dibuatnya.
"muka lo lucu Glen", tawanya meledak kini membuatku semakin heran, aku mengernyitkan dahi, apa yang salah dengan wajahku ya? Aku mengusap-usap wajahku namun aku tak menemukan apa-apa.
"nggak ada apa-apa", aku menunjukkan telapak tanganku kepadanya
"duh... Bego", ia memukulku di bahu dan masih saja tertawa meski semakin perlahan.
"pokoknya lucu", ucapnya lagi
"maafin aku Bila?",
"kenapa tadi manggil nama aku lain?", selidik gadis itu,
"emmm, nggak apa-apa, nenek kamu manggilnya begitu.", ia tampak berfikir,
"aku cuma ngikutin nenek kamu aja"
"itu panggilan aku dirumah Glen, temen-temen gue juga engga manggil gue gitu, cuma orang yang dekat aja",
"mmm, yaudah aku ngga manggil kamu gitu lagi",
"gapapa sih Glen, kalo lo pengen",
"pengen apa?",
"bego ahh..",
Aku lalu tertawa melihatnya dengan ekspresi kesal seperti itu.
"ga lucu tau..", sebuah cubitan mendarat di lenganku,
"lo nyebelin", sambung gadis itu lagi
"Sha..",
"iya?",
"boleh ngga jangan pake lo gue lo gue?"
"emang lo siapa? Sok imut lo ahh",
"ya kan aku gak biasa.. Dikampung bahasanya nggak gitu",
"maksud lo, gue ngikutin bahasa dikampung lo?",
"ya nggak juga",
"yang ada lo yang harus ngikutin bahasa gue, kan lo yang pendatang disini, lo dong yang harus menyesuaikan diri", aku berfikir sejenak. Benar juga ucapan gadis ini. Aku yang seharusnya mengikuti bahasanya, bukan sebaliknya.
"gitu ya?",
"ya harus dong",
"emm, iya gue yang ikutin bahasa lo deh",
"HAHAHAHAHAHAHA", tawa Shabila meledak sesaat setelah aku menyelesaikan kalimat pertamaku dengan bahasanya.
"lidah lo keganjal batu apa? Kaku amat?",
"emang kenapa sih?",
"aksen nya diubah dong, ngomongnya lebih lembut",
"gue..",
"gu..E",
"hahaha ya Allah Glen... Ngomong e nya huruf kecil aja".
Jadilah sore ini aku mengikuti kursus kilat yang ditangani langsung oleh Shabila, yang dengan sabarnya membimbing pelajaran bahasa baru kepadaku.
***
"lo ga pulang Sha? Udah malem loh",
"masih sore kali, eh iya gue jadi lupa", Shabila menepuk jidat.
"gue mau beli buku, gara-gara lo sih..",
"ya kan ga bilang dari tadi",
"temenin, gue mau beli sekarang", ucapnya dengan tegas
"ya udah tutup lah tokonya",
"belum, hayu temenin gue", ia berdiri lalu menarik tanganku
"bentar, mandi dulu",
"jangan lama-lama".
Aku bagaikan terhipnotis, tak ada penolakan. Malah aku merasakan semangat yang begitu membara saat ia mengajakku menemaninya hanya untuk membeli sebuah buku.
"udah, yuk.."
"berangkat... ",
"nih, lo yang bawa"
"eh, helm cuma satu.."
"lo aja yang pake, deket sini kok",
"ya ntar kalau jatuh?"
"lo niat kecelakaan apa gimana?"
"ya nggak",
"yaudah hati2 bawa nya"
"iya deh. Kok galak sih?"
"biarin.."
Ia kemudian mengarahkan kemana aku harus mengarahkan sepeda motornya, belok kiri, putar balik, lurus, belok kanan, belok kiri, belok kanan, putar balik, belok kiri. Ahh sampai juga..
"kok ke mall?",
"yang paling deket ya disini Glen.. Udah hayu buruan",
"oke..."
Kemudian Shabila larut dalam pencariannya, aku yang tidak menyukai buku hanya bisa ikut sibuk mencari-cari. Buku apa yang aku cari? Entahlah. Sesekali aku membaca bagian belakang buku yang aku temui hingga selesai, terkadang aku baca sedikit isinya jika bukunya tak lagi dibungkus. Namun itu terbatas jika cover atau judulnya menarik.
"Glen..", gadis itu membuyarkan konsentrasiku membaca sebuah novel yang menarik perhatianku.
"iya? Dapat bukunya?"
"engga", tampak raut wajah kecewa diwajahnya
"udah tanya penjaganya?"
"udah, bukunya abis", jawab Shabila lesu.
Aku lalu berdiri, namun aku tak punya pilihan apa yang harus aku perbuat, ya memang apa yang dicari tidak ada disana, aku hanya memandangi wajah Shabila.
"lo kayanya dapat bacaan asyik, sampe duduk gitu bacanya", Shabila meraih buku ditanganku.
"ngg.. Nggak kok, gambarnya bagus, makanya aku baca"
"oke kita beli yang ini aja",
"nggaa ngga usah. Aku ga suka baca buku.."
Shabila lalu meletakkan jari telunjuk didagunya sembari tangan kiri memanggu sikut tangan satunya.
"gue yang beli deh",
"engga usah Sha..",
"buat gue kok, suka-suka gue mau beli apa kaga",
Ia kemudian memutar tubuhnya dengan cepat hingga rambutnya tergerai lalu meninggalkanku menuju kasir toko tersebut. Aku hanya bisa mengikutinya menuju kasir tersebut dan tersenyum dengan tingkahnya barusan. Kenapa dia harus membeli novel yang sama sekali belum ia perhatikan dengan benar.
"makan yuk, laper gue",
"dimana?"
"gue pengen bakso Glen",
"tadi diluar banyak jual bakso"
"ngga mau yang itu"
"terus? Yang mana?",
"gue punya langganan. Kita kesana"
Aku berfikir sejenak, tapi aku kemudian tersadar, tak ada yang perlu aku fikirkan.
"yaudah kita kesana".
***
Aku senyum melihat Shabila yang lahap memakan bakso dihadapannya, tampaknya benar kalau dia sudah lapar.
"napa lo senyam-senyum"
"engga, enak nih",
"enak ya dimakan, jangan disenyumin",
"iya..."
"makannya enak ditemani cewe cantik ya mas ya?", si ibu pelayannya masuk kedalam obrolan kami.
"ini pacarnya teh?", abang penjual baso nya juga ikutan, tampaknya mereka cukup akrab dengan Shabila.
"yeee.. Bukan aku pacar mbaknya bukan yang ini",
"ohh, abisnya si teteh ngga pernah berduaan sama cowo makan nya",
"pernah atuh sama pacarnya",
"yeee.. Ibu so tau, tau darimana pacarku pernah ikutan bu?",
"ya saya perhatiin to mbak, masa saya ga tau. Saya kan juga perempuan", balas si ibu sambil tersenyum.
"eh tapi ini masnya siapa mbak, baru pertama lihat?"
"saya..",
"ini namanya Glen bu, belum lama dia disini", shabila memotong perkenalan diriku lalu mengenalkan aku pada si ibu penjual bakso langganannya dengan sangat rinci.
"tapi kok kayanya deket banget?", selidik si ibu.
"ya harus deket bu, kasian kan.. Ga punya teman", Shabila tersenyum jahat melihatku. Apa iya aku kelihatan kasihan? Entahlah, aku tak mau terlalu peduli. Apa yang ia katakan benar juga, dia satu-satunya temanku saat ini.
"besok kemana Glen?"
"besok mau nyari kerja, hari ini gagal"
"kok gagal? Ditolak? Kenapa"
"bukan, gagal nyari kok, kan tadi panas banget"
"oalah, terus nyari dimana?"
"itu mall yang dekat kosan"
"hmm... Mau gue bantu cariin ga?"
"ngga, sendirian aja"
"maksud gue kalau ada lowongan lo mau nyoba ngga"
"ya mau lah, siapa yang ga mau kerja?"
"lo suka kerja apaan?"
"apa aja deh yang penting kerja.."
"yang penting kerja?"
Aku mengangguk pasti menjawab pertanyaan Shabila.
"lo harus mikirin kedepannya dong. Masa mau aja asal kerja?"
"kan kerja sama aja Sha, pokoknya kerja deh", aku tersenyum pasti.
"iya deh, yang penting kerja, tapi janji cari kerja yang ada jenjang karirnya"
"jenjang karir?"
"ihh... Glen.. Lo kerja harus ada perkembangan, naik jabatan kek, masa kerja gitu-gitu aja? Harus ada perubahan dong". Ia menjelaskan sedikit tentang dunia kerja dan penting nya perkembangan karir.
"oohhh...", aku manggut-manggut. Aku mengerti maksud Shabila, ternyata kerja itu tak sesederhana yang aku fikirkan.
Shabila memiliki wawasan yang begitu luas, ternyata ada banyak hal yang dia pahami yang bahkan tak pernah aku bayangkan, aku merasa malu dengan diriku yang tertinggal begitu jauh. Namun disisi lain aku bangga memiliki teman sepertinya, ia berteman denganku seakan tak ada perbedaan diantara kami.
Satu hari kembali terlewati. Aku berbaring, aku coba memejamkan mata. Namun aku tak bisa tidur, banyak hal melayang-layang di fikiranku saat ini. Aku lalu mengambil buku yang dipinjamkan Shabila. Sebelum pulang ia menitipkan buku yang ia beli tadi. Ia berpesan agar aku segera membaca semuanya hingga selesai. Ia memberiku waktu beberapa hari untuk menyelesaikannya sebelum ia ambil kembali buku itu.
Quote:
Suatu hari, seorang malaikat turun ke bumi, ia menjalani aktivitas layaknya manusia pada umumnya, ia belajar dan bersekolah, dan dia juga mengalami yang namanya jatuh cinta. Namun kidah cinta yang ia jalani tak seperti cinta pada umumnya, dia memiliki asrama dengan seorang pria yang jahat. kisah cintanya sangatlah menyayat hati, hingga akhirnya ia terpaksa melerakan nyawanya menghilang ditangan sang kekasih.
Aku terlarut kembali kedalam buku itu hingga tak sadar aku terjatuh ke alam mimpi.
itkgid dan g.azar memberi reputasi
3
Kutip
Balas