- Beranda
- Stories from the Heart
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)
...
TS
ayahnyabinbun
SURYA Dikala SENJA (Horor, Komedi)

Assalamualaikum semua.
Ini hanya goresan tinta imajinasi seorang lelaki tua yang telat menemukan hasratnya dalam hal menulis.
No Junk.
No Spam.
Pokoknya ikuti Rules dari Kaskus ya.
Cerita ini murni Fiksi, jadi kalau ada kesamaan nama tokoh dan tempat mohon di maklumi.
Terakhir.
Selamat menikmati bacaan ringan ini.
Spoiler for Prolog:
-Jakarta-
UGD RS di jakarta.
"Bagaimana istri saya sus!? " tanya seorang pria kepada suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.
"Maaf pak masih kritis saya tidak bisa memberitahu lebih rinci kondisi istri bapak, itu wewenang dokter," jawab suster cepat kemudian dia berlalu meninggalkan lelaki itu.
Lelaki itu pun bersandar di tembok rumah sakit, raut mukanya terlihat lemas dan pucat kedua tangannya gemetar tatkala menutup wajahnya.
"Maafkan aku Naura, hiks, maafkan aku, " gumam lelaki itu sambil terisak menangis tersedu-sedu.
Seberkas cahaya membentuk sosok manusia berjongkok di depan lelaki itu, "jangan menangis sayang, ini memang sudah waktuku, jaga anak kita ya, dia ganteng seperti kamu, cup. " seru sesosok cahaya tersebut sambil mencium kening sang lelaki, dan cahaya itu pun berlalu bersama sesosok laki-laki berjubah putih yang menemaninya.
Lelaki itu mengangguk lesu sambil tersenyum tipis, melihat ruh istrinya menghilang menuju ufuk matahari dikala senja.
"Krieeek" suara pintu UGD terbuka, keluar seorang dokter dan beberapa suster menggendong seorang bayi.
"Pak Bagas, bayi bapak kami bersihkan dulu di ruang bayi ya pak, dokter ingin bicara dengan bapak," jawab suster dengan lemah lembut ke lelaki itu.
Lelaki itu pun berdiri, berjalan pelan menuju dokter yang menundukkan kepala di depan lelaki itu, gurat penyesalan terlihat dari wajah sang dokter.
"Sudah tidak apa-apa dok, saya sudah tahu, sehebat apapun anda tidak bisa melawan takdir, " jawab lelaki itu sambil menepuk pundak sang dokter.
"Ba-bagaimana bapak bisa tahu!? " jawab dokter dengan rona kebingungan.
Lelaki itu kemudian berlalu menuju ruangan bayi, langkah demi langkah terasa berat, tangisan tak terbendung dari kedua matanya, lelaki itu memukul-mukul dadanya agar menyisakan kelegaan saat ia bernafas.
"OOOEeeeK...OOOEEEEK...OOOEEEK," seketika tangis bayi memecah kesunyian lorong rumah sakit, lelaki itu mempercepat langkah demi langkahnya, terlihat seorang bayi sedang di gendong suster, menangis dengan kencangnya.
"Silakan pak di gendong anaknya, sudah saya bersihkan dedek bayinya," jawab suster ke lelaki itu.
Sang lelaki menerima si bayi dari tangan suster, menggendong dengan penuh kehati-hatian, sang bayi yang tadi menangis kencang seketika terdiam di pelukan lembut sang ayah.
"Mau di beri nama siapa pak bayinya?" tanya suster.
"Surya, Surya dikala senja. " jawab bapak Bagas lirih.
Spoiler for Chapter 1 : sang Surya:
Jakarta, 2018.
"TENG!! TENG!! TENG!!" bunyi bel terdengar hingga ujung jalan setapak depan sebuah sekolah, segerombolan anak tunggang langgang berlarian menuju gerbang sekolah tersebut.
Pak Kusni penjaga sekolah, merangkap satpam, merangkap manusia terlihat mendorong gerbang dengan kepayahan, faktor usia seperti menggerogoti tenaganya yang dulu seperti kuda jantan, nafasnya terdengar mengebu-gebu seperti pemain film erotis tahun 80an, padahal gerbang sekolahnya hanya ada satu, bayangkan bila sekolah ini memiliki 7 gerbang layaknya pintu neraka, mungkin senin beliau sudah di kebumikan.
Dari ufuk timur terdengar suara dengan lantang.
"HEI KUSNI!!! HENTIKAN!!! GUA MASIH MAU SEKOLAH KUSNI!!!"
Remaja itu berlari bersama gerombolan murid yang telat bagai babi hutan.
Pak Kusni yang sedang mendorong gerbang terdiam sesaat, lalu melihat asal suara tersebut, matanya melotot melihat remaja tersebut berlari seperti maling BH yang dikejar warga, dengan sisa tenaga tuanya di dorong gerbang itu dengan tergesa-gesa,
"bocah sialan itu tak boleh masuk..! TIDAK BOLEH MASUK..! YOU SHALL NOT PASS..!" gumam lelaki tua itu sambil mengutip kata-kata Gandalf Lord Of The Ring.
"SIALAN KAU KUSNI! GUA TIDAK AKAN KALAH DENGAN TUA BANGKA MACAM KAU KUSNI!!" teriak lagi remaja itu dengan lantang, langkah kakinya semakin kencang ia sampai lupa resleting celananya masih menganga memberikan sensasi cooling breeze di sekujur pangkal pahanya.
Mendengar itu Kusni geram, ia semakin menggebu-gebu mendorong gerbang, akan tetapi, "KREEK!!" suara tulang bergeser bersua, teriakan tertahan mengema di kalbu Kusni.
"AAARRRGGHH!! AMPUN GUSTI!! PINGGANGKU!!" sakit encok strata tiga Kusni kambuh, tubuh kusni tertahan gerbang, tanpa adanya gerbang mungkin tubuh Kusni akan tersungkur ke tanah, ada hubungan simbiosis mutualisme yang ironis antara Kusni dan gerbang.
"Pagi beh, kambuh?! AHAAY!" ejek remaja itu ke pak Kusni sambil berlenggang menuju kelas.
Sakit, malu, vertigo menjadi satu, itulah yang di rasakan Kusni sekarang, melihat murid itu berlalu membuat matanya berkaca-kaca seutas kata terucap dari bibir Kusni.
"Dasar bocah KAMPRET!!" Kusni tertahan mematung sambil menggenggam gerbang sekolah yang masih seperempat terbuka.
Kelas 2-A sudah di penuhi manusia-manusia unggulan, datang setiap pagi untuk mencari ilmu, bersiap-siap menatap masa depan dengan penuh harapan cemerlang, di belakang dua insan lelaki saling bercakap.
"Cok, film bokep yang kemaren elu kirim crash, kirim lagi dong bro," celoteh Bambang ke Ucok di baris belakang.
"BAH!! Handphone kau saza yang zadul Bams, buktinya zalan-zalan zaja tuh di hp ku, makanya beli hape zangan di pasar malam lai," jawab Ucok dengan logat medannya yang kental, sungguh percakapan yang menginspirasi kaum muda mudi INDONESIA.
"Eh eh eh, guru guru guru!" riuh anak-anak kelas 2-a, sesosok lelaki tinggi, atletis nan tampan terlihat di depan pintu, kemudian berlalu, berganti menjadi lelaki pendek, tambun dengan kepala botak di tengah layaknya lapangan bola, sekilas adegan tadi seperti iklan L-men yang gagal.
Pak Hartono masuk ke dalam kelas, melihat sekeliling kelas sambil menyapa.
"Pagi anak-anak!!", sapa pak Hartono.
"PAGI PAK GURUUU!!" Jawab murid-murid dengan serentak dan kompak.
Tiba-tiba seorang anak berdiri di depan pintu kelas, wajahnya terlihat kecapaian dan pucat.
"Yaaah! Telat!" ujar anak itu, pak Hartono menelisik dengan teliti anak yang terlambat itu, kemudian berujar "hei kamu! Berani kamu telat di jam saya! Kesini kamu!" perintah pak Hartono dengan galaknya, anak itu pun maju dengan perlahan, kepalanya menunduk malu tidak bisa menatap pak Hartono, "Push up 25 kali! Jikalau tidak sanggup silakan keluar kelas saya!!" ujar pak Hartono dengan tegas, ketika anak itu mengambil ancang-ancang untuk melakukan push up, sesosok mahkluk mengintip dari balik jendela di barisan pojok kanan belakang, matanya nanar namun tajam melihat situasi kelas.
"oke situasi aman," ujarnya dengan percaya diri, dengan mode silent ia menyelundupkan tasnya dari balik jendela menuju bangku belajar, lalu ia merangsek masuk dari celah jendela, bak ular kadut dengan licinnya ia masuk melewati celah lumayan sempit itu, setengah badannya sudah masuk ke dalam ruang kelas, tangan kirinya menyentuh meja kemudian ia mendorong sisa tubuhnya melalui tembok menggunakan tangan kanan, dengan sangat cepat dan tanpa satu makhluk pun mengetahui ia sudah masuk ke dalam kelas, dengan posisi menungging di atas meja, misi pun berhasil, ia turun dari meja kemudian menikmati pemandangan Budi yang sedang push up.
"Budi, terima kasih ya, tanpa elu sebagai pengalih perhatian gua ngak bisa sampai di dalam kelas, Budi, kamu, numero uno," gumam pria itu di dalam hati.
Iya, pria itu tidak lain dan tidak bukan adalah Surya, anak dari bapak Bagas prakasa yang kalian liat kisah pilunya di prolog, anak ini tumbuh besar menjadi sosok lelaki tampan, pintar dan soleh, itu hanya menurut penuturan bapaknya sendiri.
Push up Budi sudah berada di angka 23 kali, keringat bercucuran dari kening sampai badan Budi, bahkan sampai muncul bercak basah di daerah selangkangannya, pergelangan tangannya mulai goyah, lututnya bergetar 4,5 skala richter, tubuh yang di rancang untuk main warnet seharian itu tidak mampu menerima push up lebih dari 20 kali.
"Pak, sudah ya pak, saya sudah tidak sanggup," nego Budi ke pak Hartono.
Pak Hartono sedikit terenyuh melihat Budi yang kecapaian, "aduh, kasihan kamu nak, ya sudah … tambah lima lagi push upnya, biar genap jadi 30," tutur pak Hartono dengan melepas topeng kesedihannya, mata Budi nanar namun kosong menatap lantai, terlihat raut penyesalan teramat sangat dari wajah Budi.
Pak Hartono mulai menuju meja ia mengambil daftar absensi lalu mulai mengabsen satu per satu muridnya, dimulai dari Ani, Deni dan seterusnya, murid-murid saling bersahutan saat nama mereka disebut pak Hartono, ketika mulut pak Hartono menyebut nama Surya, "HADIR PAK..!" sahut seseorang pemuda dari belakang dengan lantang.
Seisi kelas kaget, terperanga sambil menganga melihat Surya sudah di dalam kelas, pertanyaan dan praduga berkecamuk di hati mereka.
"Bagaimana ia bisa masuk!?"
"Sejak kapan ia ada di kelas?!"
"Kenapa aku ada di kelas ini!!" gumam Ari yang seharusnya masuk kelas 2-d.
semua perhatian itu berbanding terbalik dengan kondisi Budi yang tanpa perhatian satupun dari teman-temannya.
"Sakit, banget, tapi tak berdarah, sungguh biadab temen-temen gua, kata mereka kita teman sejati, selalu di hati, HILIH KINTHIL!!" ujar Budi di dalam hati kesal dengan teman-temannya.
Pelajaran berjalan setelah sesi absensi, pak Hartono mulai menjelaskan di depan kelas, suasana hening terasa, murid-murid mulai mendengarkan dengan seksama, kecuali Surya yang sedang terlelap di mejanya, posisinya yang berada paling belakang dan di tutupi Bambang yang jangkung dan Ucok yang bulat menjadikan tempat duduknya seperti vila di puncak, tempat paling nyaman untuk beristirahat.
"TOK TOK TOK TOK" bunyi ketukan pintu memecah keheningan kelas, pak Zul sang kepala sekolah sedang berdiri dengan seorang gadis cantik nan manis di sebelahnya, "pagi pak, maaf ganggu kelasnya, ini ada murid baru kelas 2-a," ujar pak Zul, "oh iya pak, silakan neng masuk, perkenalkan diri dulu sama teman yang lain," jawab pak Hartono sambil mempersilakan gadis itu masuk.
Sesosok gadis manis memakai hijab putih berjalan perlahan menuju depan kelas, wajah manisnya terlihat malu-malu ketika bertatap muka dengan murid-murid kelas 2-A, "pagi semua, nama aku Naura kelana subhi, panggil saja Naura," jawab Naura sambil tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya, seketika itu juga rentetan panah asmara menusuk hati para lelaki di kelas 2-A, kecuali Surya yang sedang berkelana di pulau kapuk dan para murid perempuan yang menunjukkan ekspresi tersaingi secara jasmani dan rohani.
"kamu duduk di belakang ya nak Naura, soalnya bangku yang kosong cuman ada di sebelah sana, " ujar pak Hartono sambil menunjuk bangku disebelah Surya.
Naura pun berjalan menuju bangkunya, diiringi tatapan nakal murid laki-laki di kelas itu, ia kemudian duduk sambil mulai mengeluarkan peralatan belajarnya.
Bambang dan Ucok yang duduk di depan Naura pun sontak membalikkan badan untuk berkenalan.
"Hai Naura, namanya cantik secantik orangnya," puji Bambang dengan gaya sok coolnya.
"hei Naura, cantik kali kau, nanti pulang ku antar pakai motor ninja ku mau tak?" goda Ucok sambil menyisir jambul khatulistiwa miliknya.
Melihat gelagat kedua lelaki di depannya naura langsung ilfeel stadium akhir, didalam hatinya ia berteriak "TIDAAAAAAK..!" akan tetapi Naura hanya membalas dengan senyum malu tapi palsu ke kedua orang utan itu.
"ikh amit-amit jabang bayi, masa hari pertama di sekolah baru gua udah di godain cowok alay macem keset kayak gini, Ya tuhan salah apa hambamu ini, " ketus Naura di dalam hati.
"Jangan di anggap serius, mereka cuman bercanda."
"DEG...!!"
Rona wajah Naura terlihat terkejut, sebuah telepati terkirim langsung menuju fikirannya, ia mencari sumber telepati itu, dan matanya tertuju pada punggung lelaki teman sebangkunya, Surya.
Spoiler for Index:
PART 1
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 8
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
PART 2
CHAPTER 2.1
CHAPTER 2.2
CHAPTER 2.3
CHAPTER 2.4
CHAPTER 2.5
CHAPTER 2.6
CHAPTER 2.7
CHAPTER 2.8
CHAPTER 2.9
CHAPTER 2.10
CHAPTER 2.11
CHAPTER 2.12
CHAPTER 2.13
CHAPTER 2.14
CHAPTER 2.15
CHAPTER 2.16
CHAPTER 2.17
CHAPTER 2.18
CHAPTER 2.19
CHAPTER 2.20
CHAPTER 2.21
CHAPTER 2.22
CHAPTER 2.23
CHAPTER 2.24
CHAPTER 2.25
CHAPTER 2.26
CHAPTER 2.27
CHAPTER 2.28
CHAPTER 2.29
Diubah oleh ayahnyabinbun 29-05-2022 00:42
namakuve dan 116 lainnya memberi reputasi
115
161.2K
Kutip
916
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
ayahnyabinbun
#270
Chapter 2.5
Spoiler for Ondel:
Daerah yang kering dan kelam menghiasi pemandangan dimensi kedua ini, kabut tebal dengan udara yang dingin ditemani pepohonan kering menguatkan kesan mistis di tiap jengkal mata dapat memandang.
-PUUUUUFH-
-JEEES-
-JEEES-
-JEEES-
Bunyi kereta api uap terdengar dari kejauhan dengan kepul uap yang mencuat dari cerobong asap, kereta itu berjalan lurus diatas rel yang lengang meninggalkan jejak asap yang membumbung tinggi dari depan kepala kereta menuju angkasa, digerbong kelima gerbong khusus manusia terdapat dua insan yang sedang duduk saling berhadap-hadapan namun saling terdiam, yang satu sedang sibuk membersihkan selongsong senjatanya dan yang satu lagi sibuk melihat keluar kearah jendela, gadis itu tengah melihat pemandangan diluar sana dengan banyak pertanyaan menggantung diatas kepala.
"Aneh," gumam Naura pada diri sendiri.
Sekejap Luna memandang Naura, "aneh kenapa Ra?"
"Coba kamu lihat diluar sana deh, sangat kelam dan sangat gelap, tidak ada tanda-tanda kehidupan padahal ini pagi hari, apa memang selalu seperti ini di dimensi ini?" tanya Naura bingung.
Luna merapihkan senjatanya kembali disela-sela jaket panjang miliknya, kemudian ia mulai bersuara, "yang aneh itu kamu Ra, kamu mengharapkan ada kehidupan di dimensi ini? Ini tempat roh dan para jin tinggal," jelas Luna heran.
"Iya sih, tapi seharusnyakan …"
"Ini karena dimensi ini adalah kebalikan dari dimensi kita Ra," potong Luna.
Naura terlihat antusias mendengar seruan Luna, "Oh begitu … lalu kenapa disini tidak ada matahari seperti di dimensi kita?" tanya Naura kembali.
Sekilas Luna tersenyum tipis mendengar pertanyaan Naura, "Itu karena elemen penyusun dimensi ini berbeda dengan penyusun dimensi kita," jelas Luna.
"Hmm … lalu dimensi kita tersusun dari apa?" tanyanya kembali.
"Dimensi kita ter …"
"Tu-tunggu sebentar, aku mau catat," potong Naura cepat sambil merogoh tas punggung miliknya guna mencari pulpen dan buku catatan kecil.
"Sudah?"
"Iya sudah, silakan lanjutkan," jawab Naura.
"Dimensi manusia adalah dimensi kehidupan, disana terdiri dari empat elemen penyusun yaitu api, air, tanah dan udara dengan elemen utamanya cahaya," jelas Luna.
"Oh … aku baru tahu ada yang seperti ini, lalu penyusun dimensi ini apa?" tanya Naura kembali.
"Menurutmu apa?" tanya balik Luna.
"Hmm … kalau elemen utama dimensi kita cahaya berarti dimensi ini … kegelapan?" jawab Naura sedikit ragu.
"Iya benar sekali, dimensi ini adalah kebalikan dari dimensi manusia, jika disini pagi di dimensi manusia malam, disini manusia tidak bisa hidup dengan normal karena tidak ada penunjang kehidupan disini seperti air bersih dan makanan, itulah kenapa kita membawa perbekalan dari markas dan harus segera mungkin kembali ke dimensi kita," jelas panjang Luna.
Naura terdiam mendengarkan penjelasan Luna sambil menulis di buku catatan kecilnya.
Luna menatap Naura kemudian bersua, "Naura … boleh aku bertanya sesuatu?"
"Tentu saja boleh, kamu mau bertanya apa?"
"Sampai sejauh mana hubungan kamu dengan Senja?" tanya Luna.
"Ma-maksud kamu apa?" tanya balik Naura dengan semburat merah dipipinya.
"Maksud aku sampai mana kamu tahu tentang Senja," jelas Luna kembali.
"Oh aku kira hubungan apa … Hmm … aku memang belum tahu banyak tentang Senja, waktu itu dia membantu kakekku menyingkirkan jin yang merasuki salah satu muridnya di jakarta dan selepas itu aku satu kelas dengan saudaranya," jelas Naura.
"Saudara? Oh … maksud kamu Surya?" tanya Luna.
"Iya … dia beberapa kali menyelamatkan aku dan mengajarkanku tentang energi sukma, walaupun dia aneh dan terkesan dingin dengan kaum jin dia sebenarnya baik kok," jelas Naura lembut.
"Menurut kamu Surya itu sekuat apa Ra?" tanya Luna.
"Hmm … aku enggak tahu soal itu namun yang pasti dia sangat kuat, beberapa waktu yang lalu ada serangan gerombolan kuntilanak disekolahku dan dia membantai sebagian besar kuntilanak yang menyerang, kalau dia tidak datang mungkin aku sudah kalah dikeroyok para kuntilanak itu dan dia juga mengalahkan Jagal sendirian, ngomong-ngomong kenapa kamu tanya hal itu?" tanya Naura.
"Aku …"
-CKIIIIIIIT-
-BRUAAAK-
Kereta tiba-tiba berhenti secara mendadak dibarengi suara keras tabrakan dari arah depan yang membuat Naura dan Luna langsung tersentak dari tempat duduknya, suara teriakan para penumpang yang lain terdengar dari gerbong depan, mereka berdua langsung berdiri berusaha mencari tahu mengapa kereta yang mereka naiki tiba-tiba berhenti dan darimana asal teriakan barusan.
"Naura kau tunggu disini saja, biar aku yang mengecek ada apa didepan," seru Luna.
"Enggak! Pokoknya aku ikut sama kamu!" seru Naura tegas.
"Hmfh … baiklah, tapi kalau situasi berbahaya kamu segera pergi menjauh, oke?" seru Luna yang dibalas anggukan Naura.
Mereka berdua segera mengambil tas dan langsung beranjak menuju pintu gerbong didepan, tangan kiri Luna sudah berada di handel pintu dan tangan kanannya sudah siap dengan revolver miliknya, ia sudah siap dengan segala kemungkinan di balik pintu tersebut.
-Cklek-
Pintu terbuka dan Luna tidak percaya dengan apa yang ia lihat dengan kedua matanya, seekor raksasa merah dengan rambut hitam panjang bagai singa sedang memukul-mukul gerbong didepan yang membuat para penumpang jin berbondong-bondong keluar dari sana.
"Lu-Luna a-apa itu?" tanya Naura kaget dengan pemandangan didepannya.
"Cih … itu Gondel, raksasa yang suka berkeliaran disekitar Batavia tidak aku sangka harus berhadapan dengan raksasa itu disini," seru Luna.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Naura.
"Kita bisa kabur dari sini, ayo Naura," ajak Luna berjalan kebelakang.
Naura hendak mengikuti Luna namun sebuah teriakan dari gerbong didepan mengalihkan pandangannya, seorang arwah anak kecil bersama ibunya terperangkap didalam gerbong depan, gerbong yang sedang di hajar entitas raksasa tersebut.
Naura terdiam ditempat sambil menatap entitas raksasa itu berusaha merogoh gerbong berusaha mendapatkan dua arwah yang terperangkap tersebut.
"TIDAAAK!!" Teriak Naura kencang.
Tangan sang raksasa terhenti pandangannya beralih menatap asal teriakan tersebut, sang raksasa menatap Naura dengan tatapan berbinar dan senyum menyeringai yang mengerikan, raksasa itu berdiri dan beranjak berlari sambil bergoyang kekanan kekiri menuju gerbong tempat Naura berada.
"Sial!" kesal Naura dengan langkah seribu berusaha menjauh dari kejaran raksasa merah tersebut, ia berusaha mencari keberadaan Luna namun ia tidak dapat menemukan temannya itu, langkah kaki Naura terhenti di depan pintu gerbong dengan tergesa-gesa Naura membuka pintu dan langsung melompat keluar.
-BRUAAAK-
Disaat bersamaan sebuah benturan keras dari raksasa merah tersebut membalikkan gerbong kelima dengan mudahnya.
Naura terjatuh diatas tanah dengan raksasa merah yang membelakanginya, melihat itu Naura segera merangkak menuju kebawah gerbong keenam untuj bersembunyi.
-BUM-
-BUM-
-BUM-
Dengan dipenuhi rasa takut Naura dapat mendengar langkah kaki raksasa yang mendekat kearahnya, Naura menutup mulut dengan kedua tangan dengan erat berusaha tidak berteriak agar posisinya tidak diketahui raksasa merah itu, langkah kakinya semakin mendekat dan kaki raksasa itu sudah berada didepan Naura.
"Manusia … lapar … daraaaah!!" pekik sang raksasa makin membuat ciut Naura yang sedang bersembunyi dibawah gerbong.
-DOR-
-DOR-
-DOR-
-DOR-
-Dhuaar-
Rentetan tembakan melesat menuju kepala Gondel dan langsung meledak seketika membuat raksasa itu mundur beberapa langkah.
"LARI NAURA!!" teriak Luna.
Melihat kesempatan Naura segera keluar dari bawah gerbong dan beranjak menuju asal tembakan, di bebatuan tinggi Luna sedang menembaki Gondel dengan kedua senjatanya secara bertubi-tubi.
"Hah..hah.hah, terima kasih Luna," seru Naura dengan terengah-engah.
"Terima kasihnya nanti saja, yang penting kita harus pergi dulu dari sini," jawab Luna sambil memasukkan senjatanya.
Kedua gadis itu segera berlari menuju kedalam lebatnya pepohonan berusaha melarikan diri dari kejaran raksasa merah tersebut, sedangkan dibelakang mereka sang raksasa Gondel merasa amat marah dengan langkah panjang ia mengejar kedua Insan manusia tersebut hingga masuk kedalam lebatnya hutan Angkora.
Bersambung..
-PUUUUUFH-
-JEEES-
-JEEES-
-JEEES-
Bunyi kereta api uap terdengar dari kejauhan dengan kepul uap yang mencuat dari cerobong asap, kereta itu berjalan lurus diatas rel yang lengang meninggalkan jejak asap yang membumbung tinggi dari depan kepala kereta menuju angkasa, digerbong kelima gerbong khusus manusia terdapat dua insan yang sedang duduk saling berhadap-hadapan namun saling terdiam, yang satu sedang sibuk membersihkan selongsong senjatanya dan yang satu lagi sibuk melihat keluar kearah jendela, gadis itu tengah melihat pemandangan diluar sana dengan banyak pertanyaan menggantung diatas kepala.
"Aneh," gumam Naura pada diri sendiri.
Sekejap Luna memandang Naura, "aneh kenapa Ra?"
"Coba kamu lihat diluar sana deh, sangat kelam dan sangat gelap, tidak ada tanda-tanda kehidupan padahal ini pagi hari, apa memang selalu seperti ini di dimensi ini?" tanya Naura bingung.
Luna merapihkan senjatanya kembali disela-sela jaket panjang miliknya, kemudian ia mulai bersuara, "yang aneh itu kamu Ra, kamu mengharapkan ada kehidupan di dimensi ini? Ini tempat roh dan para jin tinggal," jelas Luna heran.
"Iya sih, tapi seharusnyakan …"
"Ini karena dimensi ini adalah kebalikan dari dimensi kita Ra," potong Luna.
Naura terlihat antusias mendengar seruan Luna, "Oh begitu … lalu kenapa disini tidak ada matahari seperti di dimensi kita?" tanya Naura kembali.
Sekilas Luna tersenyum tipis mendengar pertanyaan Naura, "Itu karena elemen penyusun dimensi ini berbeda dengan penyusun dimensi kita," jelas Luna.
"Hmm … lalu dimensi kita tersusun dari apa?" tanyanya kembali.
"Dimensi kita ter …"
"Tu-tunggu sebentar, aku mau catat," potong Naura cepat sambil merogoh tas punggung miliknya guna mencari pulpen dan buku catatan kecil.
"Sudah?"
"Iya sudah, silakan lanjutkan," jawab Naura.
"Dimensi manusia adalah dimensi kehidupan, disana terdiri dari empat elemen penyusun yaitu api, air, tanah dan udara dengan elemen utamanya cahaya," jelas Luna.
"Oh … aku baru tahu ada yang seperti ini, lalu penyusun dimensi ini apa?" tanya Naura kembali.
"Menurutmu apa?" tanya balik Luna.
"Hmm … kalau elemen utama dimensi kita cahaya berarti dimensi ini … kegelapan?" jawab Naura sedikit ragu.
"Iya benar sekali, dimensi ini adalah kebalikan dari dimensi manusia, jika disini pagi di dimensi manusia malam, disini manusia tidak bisa hidup dengan normal karena tidak ada penunjang kehidupan disini seperti air bersih dan makanan, itulah kenapa kita membawa perbekalan dari markas dan harus segera mungkin kembali ke dimensi kita," jelas panjang Luna.
Naura terdiam mendengarkan penjelasan Luna sambil menulis di buku catatan kecilnya.
Luna menatap Naura kemudian bersua, "Naura … boleh aku bertanya sesuatu?"
"Tentu saja boleh, kamu mau bertanya apa?"
"Sampai sejauh mana hubungan kamu dengan Senja?" tanya Luna.
"Ma-maksud kamu apa?" tanya balik Naura dengan semburat merah dipipinya.
"Maksud aku sampai mana kamu tahu tentang Senja," jelas Luna kembali.
"Oh aku kira hubungan apa … Hmm … aku memang belum tahu banyak tentang Senja, waktu itu dia membantu kakekku menyingkirkan jin yang merasuki salah satu muridnya di jakarta dan selepas itu aku satu kelas dengan saudaranya," jelas Naura.
"Saudara? Oh … maksud kamu Surya?" tanya Luna.
"Iya … dia beberapa kali menyelamatkan aku dan mengajarkanku tentang energi sukma, walaupun dia aneh dan terkesan dingin dengan kaum jin dia sebenarnya baik kok," jelas Naura lembut.
"Menurut kamu Surya itu sekuat apa Ra?" tanya Luna.
"Hmm … aku enggak tahu soal itu namun yang pasti dia sangat kuat, beberapa waktu yang lalu ada serangan gerombolan kuntilanak disekolahku dan dia membantai sebagian besar kuntilanak yang menyerang, kalau dia tidak datang mungkin aku sudah kalah dikeroyok para kuntilanak itu dan dia juga mengalahkan Jagal sendirian, ngomong-ngomong kenapa kamu tanya hal itu?" tanya Naura.
"Aku …"
-CKIIIIIIIT-
-BRUAAAK-
Kereta tiba-tiba berhenti secara mendadak dibarengi suara keras tabrakan dari arah depan yang membuat Naura dan Luna langsung tersentak dari tempat duduknya, suara teriakan para penumpang yang lain terdengar dari gerbong depan, mereka berdua langsung berdiri berusaha mencari tahu mengapa kereta yang mereka naiki tiba-tiba berhenti dan darimana asal teriakan barusan.
"Naura kau tunggu disini saja, biar aku yang mengecek ada apa didepan," seru Luna.
"Enggak! Pokoknya aku ikut sama kamu!" seru Naura tegas.
"Hmfh … baiklah, tapi kalau situasi berbahaya kamu segera pergi menjauh, oke?" seru Luna yang dibalas anggukan Naura.
Mereka berdua segera mengambil tas dan langsung beranjak menuju pintu gerbong didepan, tangan kiri Luna sudah berada di handel pintu dan tangan kanannya sudah siap dengan revolver miliknya, ia sudah siap dengan segala kemungkinan di balik pintu tersebut.
-Cklek-
Pintu terbuka dan Luna tidak percaya dengan apa yang ia lihat dengan kedua matanya, seekor raksasa merah dengan rambut hitam panjang bagai singa sedang memukul-mukul gerbong didepan yang membuat para penumpang jin berbondong-bondong keluar dari sana.
"Lu-Luna a-apa itu?" tanya Naura kaget dengan pemandangan didepannya.
"Cih … itu Gondel, raksasa yang suka berkeliaran disekitar Batavia tidak aku sangka harus berhadapan dengan raksasa itu disini," seru Luna.
"Apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya Naura.
"Kita bisa kabur dari sini, ayo Naura," ajak Luna berjalan kebelakang.
Naura hendak mengikuti Luna namun sebuah teriakan dari gerbong didepan mengalihkan pandangannya, seorang arwah anak kecil bersama ibunya terperangkap didalam gerbong depan, gerbong yang sedang di hajar entitas raksasa tersebut.
Naura terdiam ditempat sambil menatap entitas raksasa itu berusaha merogoh gerbong berusaha mendapatkan dua arwah yang terperangkap tersebut.
"TIDAAAK!!" Teriak Naura kencang.
Tangan sang raksasa terhenti pandangannya beralih menatap asal teriakan tersebut, sang raksasa menatap Naura dengan tatapan berbinar dan senyum menyeringai yang mengerikan, raksasa itu berdiri dan beranjak berlari sambil bergoyang kekanan kekiri menuju gerbong tempat Naura berada.
"Sial!" kesal Naura dengan langkah seribu berusaha menjauh dari kejaran raksasa merah tersebut, ia berusaha mencari keberadaan Luna namun ia tidak dapat menemukan temannya itu, langkah kaki Naura terhenti di depan pintu gerbong dengan tergesa-gesa Naura membuka pintu dan langsung melompat keluar.
-BRUAAAK-
Disaat bersamaan sebuah benturan keras dari raksasa merah tersebut membalikkan gerbong kelima dengan mudahnya.
Naura terjatuh diatas tanah dengan raksasa merah yang membelakanginya, melihat itu Naura segera merangkak menuju kebawah gerbong keenam untuj bersembunyi.
-BUM-
-BUM-
-BUM-
Dengan dipenuhi rasa takut Naura dapat mendengar langkah kaki raksasa yang mendekat kearahnya, Naura menutup mulut dengan kedua tangan dengan erat berusaha tidak berteriak agar posisinya tidak diketahui raksasa merah itu, langkah kakinya semakin mendekat dan kaki raksasa itu sudah berada didepan Naura.
"Manusia … lapar … daraaaah!!" pekik sang raksasa makin membuat ciut Naura yang sedang bersembunyi dibawah gerbong.
-DOR-
-DOR-
-DOR-
-DOR-
-Dhuaar-
Rentetan tembakan melesat menuju kepala Gondel dan langsung meledak seketika membuat raksasa itu mundur beberapa langkah.
"LARI NAURA!!" teriak Luna.
Melihat kesempatan Naura segera keluar dari bawah gerbong dan beranjak menuju asal tembakan, di bebatuan tinggi Luna sedang menembaki Gondel dengan kedua senjatanya secara bertubi-tubi.
"Hah..hah.hah, terima kasih Luna," seru Naura dengan terengah-engah.
"Terima kasihnya nanti saja, yang penting kita harus pergi dulu dari sini," jawab Luna sambil memasukkan senjatanya.
Kedua gadis itu segera berlari menuju kedalam lebatnya pepohonan berusaha melarikan diri dari kejaran raksasa merah tersebut, sedangkan dibelakang mereka sang raksasa Gondel merasa amat marah dengan langkah panjang ia mengejar kedua Insan manusia tersebut hingga masuk kedalam lebatnya hutan Angkora.
Bersambung..
Happy april mop all



simounlebon dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Kutip
Balas